Seorang wanita memakai pakaian serba hitam dengan setelan jas dan celana panjang. Tubuhnya yang ramping membuat penampilannya terlihat menawan. Sifatnya yang kejam tertutupi oleh parasnya yang rupawan.
Wanita itu duduk dengan menyilangkan kaki sambil menikmati segelas wine di tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya memegang ponsel yang berisi pemberitaan tentang seorang pria, doktor muda yang menurutnya adalah sosok sempurna. Cukup lama dia mengincarnya tetapi bukan untuk dibunuh. Wajah wanita itu terlihat gembira dengan senyuman yang tidak pernah terlepas dari bibirnya.
Namanya Jia Mei. Di dalam kehidupannya sehari-hari dia menggunakan identitas lain sebagai Celly, seorang mahasiswi jurusan kimia semester tujuh. Pada kenyataannya dia adalah seorang sarjana IT yang telah mendapatkan gelar itu satu tahun lalu di luar negeri ketika dia berusia dua puluh tahun.
Jia Mei adalah putri seorang mafia di negara J. Sedangkan Celly adalah putri seorang pengusaha yang meninggal dalam sebuah kecelakaan yang membuat dia dan seluruh keluarganya meninggal. Jia Mei menggunakan identitasnya untuk menyembunyikan jati dirinya yang sebenarnya karena keduanya memiliki wajah yang hampir mirip.
"Nona Jia! Target sudah datang!" seru seorang pria yang berjaga di depan kamarnya.
"Beri dia jalan!"
Jia Mei meletakkan gelasnya dan mematikan lampu kamarnya dengan perintah suara. Dia berdiri di depan pintu menunggu seorang pria yang sangat dinantikannya.
Pintu dengan kode pengaman itu terbuka. Muncul dua orang pria berpakaian serba hitam sedang memapah seorang pria muda.
"Tinggalkan dia!" perintah Jia Mei.
Para pengawal itu membungkuk hormat lalu pergi meninggalkan Jia Mei dan target yang diinginkannya.
Seorang pria muda berwajah tampan dengan tubuhnya yang atletis berdiri sempoyongan di hadapan Jia Mei. Tangannya menggapai-gapai mencari sesuatu untuk berpegangan. Tubuhnya tidak mampu berdiri dengan benar karena dia sedang mabuk berat. Keadaan ruangan yang gelap membuatnya semakin sulit untuk menguasai dirinya.
"Panas ... panas sekali! Siapapun kamu, tolong aku!" seru pria itu.
"Dengan senang hati Doktor Jeamy," jawab Jia Mei.
Pria yang disapa dengan sebutan Doktor Jeamy itu terlihat pasrah. Tangannya melingkar pada bahu Jia Mei dan berjalan menuju ke sebuah tempat tidur. Ketika tubuhnya jatuh ke atas ranjang empuk itu, sebuah lampu kecil menyala remang. Lampu itu menyala secara otomatis ketika seseorang naik ke atas ranjang.
"Nona, menjauhlah! Tubuhku sedang tidak baik-baik saja. Sepertinya seseorang telah menaruh obat di dalam minumanku. Pergilah, Nona!" Jeamy mencoba mengendalikan dirinya yang mulai bergejolak.
Bukannya pergi, Jia Mei malah mendekat. Hal inilah yang memang dia inginkan.
'Dasar pria bodoh! Harusnya kamu tahu jika aku yang menjebakmu. Kamu begitu jenius dan bertalenta dalam bidangmu, tetapi tidak peka dari bahaya yang mengancammu. Kuharap anak kita nanti memiliki kedua kelebihan yang kita miliki.' Jia Mei tersenyum licik sambil melucuti pakaiannya.
Jeamy bergerak-gerak seperti cacing kepanasan. Tubuhnya terasa panas dan sulit dikendalikan. Jiwa kelelakiannya menuntut untuk dipuaskan.
Secara sadar Jia Mei menyerahkan dirinya. Ambisinya untuk mendapatkan keturunan yang jenius tanpa pernikahan membuatnya melakukan hal gila ini. Dia merelakan keperawanannya diambil oleh seorang pria yang ingin dicuri benihnya.
Malam itu menjadi malam pertama bagi Jia Mei dan Jeamy Xu sebagai dua orang asing yang melakukan hubungan tanpa ikatan, tanpa cinta, dan tanpa kesepakatan.
Jeamy melakukan hubungan itu dalam keadaan setengah sadar. Dia bisa melihat, mendengar dan merasakan semuanya. Namun, pengaruh zat afrosidiak yang mengalir ditubuhnya menuntunnya untuk terus membuahi Jia Mei.
Saat waktu mendekati tengah malam, Jeamy tertidur kelelahan. Begitu juga Jia Mei yang mendapatkan banyak serangan. Dengan langkah tertatih dia meraih bajunya lalu mengenakannya.
Sebelum Jeamy menyadari keadaan di sekelilingnya dia harus segera dibawa pergi dari markasnya. Untuk itu, Jia Mei membius Jeamy dan meminta anak buahnya untuk membawanya ke sebuah hotel.
****
"Arghh! Kepalaku berat sekali," rintih Jeamy yang terbangun dari tidurnya.
Matanya mengerjap-ngerjap lalu terbuka perlahan. Dia terlihat bingung ketika menyadari keadaan di sekelilingnya dan mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam.
Jeamy beranjak dari tempat tidurnya lalu berjalan menuju ke jendela kamarnya. Dia membuka tirai yang menutupi kaca jendela untuk melihat keadaan di luar.
"Hotel?" Kedua alisnya bertaut saat mengingat malam panjang yang dilewatinya.
"Semalam aku seperti telah melewatkan malam bersama seorang wanita. Apakah aku hanya bermimpi?"
Jeamy menggerakkan tubuhnya untuk merenggangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Badannya pegal-pegal seperti telah melakukan aktifitas berat yang melelahkan. Rasa penasarannya kian bertambah.
Tidak ada siapa-siapa di kamar ini yang bisa ditanyai. Jeamy berjalan mendekati cermin dan melihat pantulan wajahnya. Matanya terbelalak ketika mendapati ada beberapa bekas cakaran dan tanda merah di lehernya.
"Astaga! Apa yang sudah aku lakukan? Bagaimana jika wanita yang aku perkosa menuntutku?" Jeamy terlihat frustasi.
Dengan langkah gontai, Jeamy berjalan malas ke tempat tidurnya. Jari-jarinya terbuka lalu menyelusup ke kepalanya. Dengan gemas dia menjambak rambutnya, wajah tampak geram menahan emosi.
Jeamy Xu adalah seorang dokter muda yang menjadi dosen tamu di negara J. Selama ini dia meninggalkan negaranya dan kuliah di luar negeri untuk mendapatkan gelarnya. Gelar yang setara S2 itu didapatkannya di usia yang masih muda, yaitu dua puluh dua tahun.
Di mata para wanita, Jeamy adalah sosok yang sempurna. Wajahnya sangat tampan dengan kecerdasan yang menonjol. Selain itu dia juga berasal dari kalangan atas yang lahir di keluarga pengusaha. Namun, hingga saat ini dia belum memiliki seorang kekasih. Muncul beberapa anggapan yang menyatakan dia seorang gay meskipun belum ada bukti. Pada kenyataannya, dia terlalu sibuk mengejar ambisinya dan melupakan urusan percintaan.
Keluarga Jeamy Xu tinggal di kota yang berbeda dengan kampus di mana dia berkunjung sebagai dosen tamu kemarin. Tidak disangka, setelah pulang dari kampus dia mengalami penculikan. Lebih parahnya lagi dia diberi obat perangsang dan membuatnya mengambil paksa kehormatan seorang wanita.
"Aku harus segera kembali ke negara Q sebelum timbul kekacauan akibat ulahku."
Jeamy mengejar gelar profesor sehingga tidak bisa tinggal lebih lama di negaranya. Dia berpikir untuk langsung kembali ke negara Qi tanpa pulang dulu ke rumahnya. Terbayang dalam ingatannya wajah-wajah pria sangar yang menangkapnya.
'Aku harus segera pergi dari negara ini. Pria-pria misterius dan wanita misterius itu bisa menculikku lagi. Salah-salah aku mati sebelum mendapatkan gelar profesor yang menjadi impianku.' Jeamy bermonolog dalam hati.
Setelah hatinya benar-benar yakin dengan keputusannya, Jeamy menelepon keluarganya dan mengabarkan keberangkatannya yang dimajukan. Dengan sedikit alasan saja dia berhasil meyakinkan keluarganya dan mengatongi ijin dari orang tuanya.
Sebagai keluarga yang berada, bukan hal yang sulit bagi orang tuanya untuk mengunjunginya di luar negeri saat merindukannya.
Di tempat lain,
Jia Mei duduk termangu di depan jendela kamarnya. Dia merenungi apa yang telah dilakukannya. Tidak bisa dibayangkan bagaimana reaksi ayahnya jika setelah ini dia benar-benar hamil.
****
Bersambung ....
Jia Mei pergi ke kampus seperti biasanya sebagai Celly. Dia sangat tertarik dengan jurusan kimia. Sayangnya, keputusannya untuk hamil membuatnya merasa was-was.
Tubuhnya merasakan gejala-gejala yang aneh seperti pusing ketika bangun tidur, sering berkeringat tiba-tiba saat sedang beraktifitas, dan juga beberapa hal yang dia lakukan di luar kebiasaannya.
Jia Mei memesan alat tes kehamilan tercanggih pada seorang ahli. Dia ingin mengetahui apakah gejala yang dirasakannya merupakan pertanda dia hamil atau tidak.
'Sudah sebulan lebih sejak peristiwa malam itu aku belum datang bulan. Harusnya sudah kelihatan jika aku hamil.' Jia Mei duduk melamun di halaman kampus.
Saat ini adalah jam istirahat.
Alat komunikasi yang terpasang di telinganya bergetar menandakan ada sebuah pesan dari ponsel khusus miliknya. Dia memiliki aplikasi pengirim dan penerima pesan yang diciptakannya sendiri.
Di dalam dunia mafia, dia memiliki keahlian dalam IT sehingga dia menciptakan perangkat lunak demi keamanan mereka.
Hanya anggotanya dan ayahnya saja yang memiliki aplikasi ini sehingga informasi tentang kegiatan mereka tidak akan bocor ke luar.
Jia Mei menerima pesan dari ayahnya untuk menjalankan misi malam ini. Sejenak dia memikirkan tentang kehamilannya. Jika dirinya benar-benar hamil, maka pada masa trimester pertama dia tidak bisa melakukan aktifitas fisik yang berat.
'Aku harus segera memikirkan cara untuk mengatasi masalah ini. Tidak mungkin aku terus-terusan menolak perintah ayah. Dia akan mencurigaiku nanti.' Jia Mei menutup aplikasinya tanpa memberikan balasan.
Jam kuliahnya akan segera di mulai dan dia harus segera pergi ke kelasnya.
***
Dalam perjalanan pulang,
"Markus!" panggil Jia Mei pada anak buah yang menjemputnya.
"Iya, Nona."
"Apakah sudah ada yang menerima paket dari Dokter Lary?" tanya Jia Mei lagi.
"Sudah, Nona."
Jia Mei tersenyum. Setelah ini dia akan segera mengetahui status kehamilannya. Dia merasa tidak sabar untuk sampai di markas dan meminta Markus untuk mempercepat laju mobilnya.
Sesampainya di markas, Jia Mei segera membawa paket pesanannya ke dalam kamarnya dan membukanya. Dokter Lary mengirimkan dua set alat tes kehamilan yang dipesannya.
Dengan cepat Jia Mei pergi ke kamar mandi untuk mengambil air seninya dan menampungnya pada sebuah pot kaca. Dia kemudian mencelupkan alat tes kehamilan ke dalamnya sesuai petunjuk yang diberikan oleh Dokter Lary.
Untuk mengetahui hasilnya, dia harus menunggu beberapa waktu. Jia Mei berjalan mondar-mandir di dalam kamar mandinya. Wajahnya terlihat begitu tegang setiap kali melihat alat itu belum menunjukkan perubahan.
"Ahh, lama sekali. Sebaiknya aku mandi dulu. Badanku rasanya gerah. Huft!" Jia Mei tidak ingin membuang waktu untuk menunggu saja.
Tubuhnya sering kali merasa gerah dan mandi beberapa kali dalam sehari. Kebiasaan ini mulai dilakukannya pada minggu-minggu ini.
Jia Mei keluar dari bathupnya, tangannya meraih bathrobe lalu mengenakannya dengan cepat. Dia kembali mengambil sebuah handuk kecil sebelum melihat alat tes kehamilan itu lagi.
Tangannya melilitkan handuk di kepalanya dengan terampil lalu bergegas untuk menghampiri pot urine di atas wastafel.
Matanya melebar ketika melihat dua garis terpampang jelas pada alat itu. Jia Mei merasa bahagia akhirnya dia mengandung anak Jeamy. Namun, kebahagiaannya itu tidak berlangsung lama, dia harus memikirkan bagaimana caranya untuk melahirkannya tanpa ketahuan sang ayah.
"Aku harus memikirkan alasan yang tepat agar ayah tidak curiga jika aku sedang hamil. Pergi ke luar negeri adalah solusi yang tepat untuk mengatasinya." Jia Mei terlihat sedang berpikir.
Kepala Jia Mei merasa pusing karena tidak kunjung menemukan alasan yang tepat untuk pergi. Dia meraih remote TV lalu menyalakannya. Matanya menatap ke arah TV tetapi dia tidak tahu apa yang ditonton.
Beberapa kali dia memencet tombol untuk merubah saluran yang ditayangkan hingga sebuah drama menarik perhatiannya. Di sana ditampilkan seorang gadis yang mengalami gangguan psikis karena trauma yang dialaminya setelah melihat pembunuhan di hadapannya.
"Ahha! Sepertinya cara ini cukup bagus. Aku akan berpura-pura trauma dengan pembunuhan yang kulakukan. Walaupun itu tidak benar tetapi kurasa ayah akan mengerti jika aku ingin berhenti sebentar dari dunia gelap ini dan menjalani hidup normal di luar negeri." Jia Mei tersenyum puas dengan rencananya.
Untuk memuluskan rencananya, Jia Mei meminta anak buahnya untuk mendukung peran yang dilakoninya. Mereka diminta untuk memperlihatkan wajah sedihnya kepada ayahnya dan membenarkan jika dirinya sedang mengalami trauma.
Tatanan rambutnya dibuat acak-acakan dan terlihat seperti seseorang yang dilanda depresi. Ayahnya begitu sedih dan merasa prihatin melihat kondisinya.
"Ayah, bolehkah aku berhenti sesaat dari bisnis ini. Setidaknya beri aku beberapa tahun untuk menenangkan diri negara S," mohon Jia Mei sambil memeluk ayahnya, Jiang Yu.
Jia Mei dibesarkan tanpa seorang ibu. Ibunya meninggal ketika melahirkannya. Jiang Yu mendidik Jia Mei seperti seorang anak laki-laki dan mengajarinya bela diri sejak kecil.
Sekalipun Jia Mei tidak pernah menyentuh peralatan memasak dan pekerjaan rumah lainnya. Alhasil itu membuatnya tidak bisa melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh wanita pada umumnya.
"Baiklah! Tetapi kamu harus membawa Sunny untuk membantu mengurus keperluanmu selama di sana." Jiang Yu tidak ingin terjadi hal yang buruk pada putrinya.
Jia Mei merasa senang dan menghujani ayahnya dengan ciuman.
"Terimakasih, ayah. Malam ini aku akan berangkat ke negara S bersama Sunny."
Jiang Yu mengangguk.
***
Jiang Yu dan beberapa anak buahnya mengantarkan Jia Mei dan Sunny ke bandara. Mereka menaiki pesawat terakhir yang berangkat di hari itu.
Di dalam pesawat Jia Mei dan Sunny duduk berdekatan. Jiang Yu sengaja memesan kursi yang bersebelahan untuk mereka.
"Sunny," panggil Jia Mei.
"Iya, Nona." Gadis yang berusia setahun lebih tua dari Jia Mei itu terlihat mengantuk.
"Ada hal penting yang ingin kukatakan padamu," lanjut Jia Mei sambil menatap serius ke arah Sunny.
Sunny mengangguk.
"Selama tinggal bersamaku jangan pernah membocorkan apapun tentang keadaanku, termasuk kepada ayah," jelas Jia Mei.
"Aku mengerti, Nona." Sunny menjawab dengan yakin.
***
Jia Mei dan Sunny tinggal di sebuah villa terpencil yang berada di pinggiran kota. Seperti yang dikatakan oleh Jia Mei, Sunny tidak pernah membicarakan perihal kehidupan pribadi sang majikan termasuk tentang kehamilannya.
Setelah tinggal beberapa bulan di sana Jia Mei melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Jack.
Jack dirawat sendiri olehnya bersama Sunny tanpa bantuan seorang baby sitter. Selama tinggal di sana Jia Mei juga melakukan beberapa penelitian ilmiah untuk menyalurkan hobinya. Sebagai seorang Celly dia mengambil jurusan kimia yang belum terselesaikan.
Tidak mungkin baginya untuk melanjutkan penyamarannya setelah menghilang tiba-tiba dari negara J.
Sunny datang dengan wajah serius saat menghampiri Jia Mei sambil menggendong Jack yang sudah berusia dua tahun enam bulan.
"Mama!" panggil Jack sambil merentangkan tangannya meminta ibunya menggendongnya.
"Uh, sayangnya mama sudah bangun." Bocah itu sudah berpindah ke dalam gendongan Jia Mei.
Tangan kanannya mengucek matanya sebentar lalu menggosokkan wajahnya di bahu Jia Mei. Jia Mei mengusap rambut lebat Jack dengan penuh kasih sayang.
"Maaf, Nona Jia. Aku ingin mengatakan sesuatu yang penting. Apakah kita bisa bicara sebentar?" Sunny menyela celoteh Jack yang merengek pada ibunya.
"Ayo kita duduk ke sofa. Tapi sebelumnya tolong kamu buatkan susu untuk Jack."
"Baik, Nona." Sunny pergi meninggalkan Jia Mei dan Jack.
Tidak lama berselang Sunny datang membawa sebotol susu untuk Jack. Melihat Jack sudah tenang Sunny pun mengungkapkan apa yang ingin dia sampaikan sebelumnya.
Ada seorang pria yang melamarnya, dia meminta pendapat Jia Mei untuk itu.
"Kamu boleh menikah. Aku akan mengurus pernikahanmu, jangan khawatir." Jia Mei merasa bahagia sekaligus sedih mendengar kabar ini.
Bagi Jia Mei, Sunny bukan sekedar asisten biasa. Sejak kecil mereka tumbuh bersama. Semenjak kedua orang tuanya meninggal, Jiang Yu menganggapnya seperti keluarga sendiri di rumahnya.
Setelah kepergian Sunny, villa yang ditinggali oleh Jia Mei terlihat sangat berantakan. Sesekali dia memanggil petugas kebersihan untuk membereskannya.
Jack yang masih sangat kecil sering dibawa ke ruang penelitiannya. Untuk urusan makan Jia Mei sering memesan makanan secara online.
Di usia yang belum genap tiga tahun Jack mulai memperlihatkan kejeniusannya. Jia Mei merasa takjub ketika putranya itu mulai mahir membaca dengan bantuan game belajar pada gadgetnya. Dia sangat yakin jika Jack memiliki gen jenius dari sang papa, Jeamy Xu.
****
Bersambung ....
Jeamy telah mendapatkan gelar profesor yang dia impikan di usia yang masih sangat muda, yaitu dua puluh sembilan tahun. Prestasi yang luar biasa ini membuatnya dilirik oleh beberapa perusahaan di negara Q untuk mengajaknya bekerja sama. Namun, kenyataan berkata lain di mana keluarganya memintanya untuk pulang ke negara J.
Setelah tujuh tahun berlalu, banyak hal yang dilalui oleh Jeamy Xu dan keluarganya. Resesi ekonomi membuat usaha mereka mengalami kesulitan, untuk itu keluarganya meminta dirinya untuk pulang.
Jeamy tidak mengerti tentang bisnis yang digeluti oleh keluarganya. Dia memilih untuk bekerja pada sebuah perusahaan farmasi yang memproduksi obat-obatan sesuai dengan bidangnya.
Pekerjaan itu tidak banyak membantu keluarga Jeamy untuk menutup biaya operasional perusahaan. Mereka sudah menunda gaji karyawan untuk beberapa bulan. Meskipun perlahan perusahaan mulai berjalan dengan bantuan Jeamy tetapi belum bisa dikatakan baik-baik saja.
Dunia bisnis kini dikuasai oleh BS Group milik Jiang Yu. Sejak kepergian Jia Mei, dia mulai menata hidupnya dengan merintis berbagai bisnis. Melihat wajah trauma putrinya dia berputar haluan dan perlahan meninggalkan dunia hitam.
Sebagai seorang ayah, apapun rela dia lakukan agar putrinya bisa kembali tanpa dibayang-bayangi oleh rasa takut. Setiap hari, Jiang Yu selalu memandangi potret Jia Mei karena merasa sangat rindu.
"Sudah begitu lama Mei pergi. Kurasa tidak masalah jika aku meneleponnya. Aku akan memberikan kejutan ini dan memintanya untuk segera pulang," ucap Jiang Yu sambil tersenyum.
Jiang Yu meraih ponselnya lalu menekan nomor Jia Mei. Wajahnya terlihat kecewa ketika nomor itu sudah tidak aktif.
Sesaat kemudian dia teringat untuk menghubungi Sunny. Wajahnya terlihat senang ketika nomor itu masih aktif. Namun, panggilannya tidak di jawab oleh Sunny.
"Mungkin Sunny sedang sibuk, aku akan mengirimkan pesan saja dan meminta nomor ponsel Mei yang baru."
Setelah beberapa saat menunggu, Sunny akhirnya membalas pesan Jiang Yu. Dia terkejut mendengar jawaban putri angkatnya itu yang mengatakan jika dirinya telah menikah dan tinggal di tempat yang berbeda dengan Jia Mei.
Dengan wajah panik, Jiang Yu segera menghubungi nomor telepon Jia Mei yang didapatnya dari Sunny. Selama hidupnya putrinya tidak pernah bekerja keras dan selalu dilayani. Tidak bisa dibayangkan bagaimana keadaannya saat ini ketika dia harus hidup mandiri.
Jiang Yu melakukan panggilan video.
"Hallo!" jawab suara seorang anak kecil.
Jiang Yu berpikir jika Sunny memberikan nomor yang salah.
"Hallo, Nak. Apakah ini nomor ponsel kamu atau punya ibumu?" tanya Jiang Yu.
Jack mengamati wajah pria tua dihadapannya dan berpikir, 'Tidak mungkin ini papaku. Meskipun sangat malas tetapi mama sangat cantik, tidak mungkin dia menyukai pria tua ini.'
"Mama tidak ada. Nanti aku akan memintanya untuk meneleponmu," ucap Jack lalu meletakkan ponselnya begitu saja.
Dia sengaja melakukannya agar penelepon bisa melihat kecerobohan ibunya. Ponsel itu dia letakkan mengarah ke meja makan.
"Jack!" panggil Jia Mei.
"Iya, Ma. Aku datang!"
Jia Mei terlihat sedang menggunakan apron dan sibuk menyiapkan makan siang. Namun, lagi-lagi Jack harus kecewa karena mamanya tidak tahu bagaimana mengolah bahan makanan yang dibelinya secara online itu.
"Astaga, Mama. Sebenarnya mama itu wanita atau bukan. Mama tidak bisa melakukan tugas seperti Tante Sunny." Jack meraih pisau dari tangan Jia Mei lalu menaiki kursi kecil untuk membuatnya lebih tinggi dan mulai memotong-motong sayuran dengan benar. Selama ini Jack yang sering melakukan banyak pekerjaan rumah dan juga menyelesaikan penelitian mamanya yang tidak pernah berhasil tanpa dirinya.
"Kamu sungguh anak yang baik. Mama bangga memilikimu." Jia Mei mengecup kepala Jack.
"Sebenarnya siapa papaku, Ma? Dia pasti sangat rajin dan pandai, tidak seperti mama yang tidak bisa melakukan apapun dengan benar. Atau jangan-jangan aku bukan anak kandung mama?" Bocah enam tahun itu mulai bertingkah.
"Jangan membahas itu lagi Jack! Mama tidak suka." Jia Mei melepaskan apronnya lalu meletakkannya dengan kasar.
Setiap kali Jack bertanya tentang ayahnya, suasana hati Jia Mei menjadi buruk. Sebenarnya putranya itu tahu jika dia adalah anak kandungnya, dia berkata begitu agar mamanya mau mengatakan siapa papanya.
Jack sering kali mengobrak-abrik barang pribadi milik Jia Mei untuk mencari informasi tentang papanya tetapi tidak menemukan petunjuk apapun. Dia pun akhirnya menyerah dan hidup dengan rasa penasarannya.
Jia Mei berjalan mencari-cari di mana ponselnya. Dia begitu senang saat melihatnya dan langsung mengambilnya. Matanya terbelalak ketika mendapati ponselnya sedang melakukan panggilan video. Lebih mengejutkan lagi, orang yang sedang meneleponnya itu adalah ayahnya.
"A-ayah," ucap Jia Mei terbata-bata.
"Apa yang kamu sembunyikan dari ayah?" tanya Jiang Yu dengan suara tegasnya.
Jia Mei meringis getir. Ayahnya akan semakin marah jika dia membantahnya.
"Kamu tidak mendengar pertanyaan ayah?" ulang Jiang Yu.
Jia Mei menundukkan kepalanya. Kejamnya dunia tidak membuatnya takut. Hamil tanpa suami pun dia jalani dengan penuh keberanian terapi dia tidak akan pernah melawan ayahnya meskipun dia bisa melakukan hal itu.
Jack tiba-tiba sudah berdiri di belakangnya dan mengamati perubahan sikap mamanya.
"Dia siapa, Ma?" tanya Jack.
'Ma? Siapa bocah tampan ini? Apakah Mei diam-diam menikah tanpa seijinku?' Berbagai pertanyaan berseliweran di kepala Jiang Yu tetapi dia tidak ingin terburu-buru bertanya.
"Dia Opa kamu Jack. Papanya mama. Ayo beri salam." Terlanjur tahu, Jia Mei pun akhirnya tidak menutupi statusnya yang telah memiliki anak.
Jiang Yu syok ketika mendengar ucapan Jia Mei. Beruntung dia tidak memiliki penyakit jantung sehingga bisa menanggapi situasi apapun dengan tenang.
"Oh, jadi aku punya Opa. Lalu di mana Oma?" Jack melihat ke sekeliling Jiang Yu.
"Oma sudah di surga. Opa akan menjemput kamu dan mamamu hari ini juga. Bersiaplah menunggu Opa datang, ya? Da-da Jack!" Jiang Yu berpamitan sebelum menutup teleponnya.
"Da-da Opa!" Jack terlihat sangat gembira. Setelah meletakkan ponsel mamanya dia melompat-lompat girang di atas sofa sambil mengucapkan yel-yel "Opa datang! Aku punya Opa!" secara berulang-ulang.
Jia Mei pasrah. Hari ini adalah akhir dari pelariannya. Dia segera berkemas karena dia tahu jika ayahnya pasti akan segera tiba dengan jet pribadinya.
Tidak semua barang dia bawa dan hanya beberapa pakaian dan hasil penelitiannya saja. Jack mengemasi barangnya sendiri, dia membawa pakaian dan apapun yang dia sukai.
"Jack bawa baju secukupnya saja. Kalau kamu mau, nanti biar anak buah Opa datang ke sini untuk mengambilnya lagi."
"Kita harus berhemat, Mama. Uang dari hasil penjualan penemuanku sudah menipis. Kasihan Opa jika harus menanggung banyak biaya untuk hal yang tidak penting. Eh, ngomong-ngomong Opa tinggal di mana dan berapa lama lagi dia akan datang?" tanya Jack di sela mengemasi barangnya.
"Opa tinggal di negara J. Tidak lama lagi dia akan segera datang," jawab Jia Mei.
Bugh!
Jack jatuh terduduk mendengar ucapan mamanya. Negara J dan negara S cukup jauh. Jika naik pesawat komersial, mereka baru akan tiba nanti malam.
'Mama pasti bercanda. Mana mungkin Opa tiba sebentar lagi. Ah, tapi sudahlah, mungkin mama ingin aku berkemas lebih awal biar tidak ada yang tertinggal.' Jack bermonolog dalam hati. Dia tidak tahu jika mamanya sebenarnya adalah putri seorang milyarder.
****
Bersambung ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!