"Kaaaakkkk.... bunuh dia kak, dia sudah jahat sama aku, dia sudah menghancurkan hati aku kak, bunuh dia kak, bunuh!!!" raungku sambil terus menarik rambut suamiku dan selingkuhannya
"Biadab kalian berdua, kalian harus mati!!" kembali aku berteriak histeris
"Ayah, bunuh dia yah, dia sudah menyakiti hatiku yah" teriakku menoleh pada ayahku yang hanya tertunduk sedih
"Kakaaakkkk" teriakku
Sama, kakak dan ayahku hanya diam tertunduk
"Tidakkah kalian ingin membalaskan sakit hatiku, hah?" raungku
Sementara kedua tanganku masih terus menjambak rambut suamiku dan selingkuhannya.
"Ini urusan keluargamu nak, kami tidak bisa ikut campur!" jawab ayahku
"Iya dek, kakak juga tidak bisa bantu, karena ini urusan keluargamu, selesaikanlah denganmu sendiri"
Sambil berurai air mata aku menatap tak percaya pada ayah dan kakak lelakiku.
Lalu aku menoleh kearah bapak mertuaku
"Bapak?, bagaimana menurut bapak, apa yang harus aku lakukan pada anakmu ini?"
Bapak mertuaku tersenyum lebar ke arahku
"Ya namanya hidup, bosan dengan yang lama, ya cari lagi!"
Mulutku ternganga mendengar jawaban bapak mertuaku
Lalu tanpa ampun, ku seret dua orang yang sangat aku benci saat ini kekantor polisi
"Matilah kalian berdua di sini!"
Lalu aku pergi, pulang ke rumah, menangis meraung-raung
"Aku harus ngadu ke siapa lagi, siapa yang mau mendengarkan kesedihanku? ratap ku
Mbak Sari, iya, mbak Sari mungkin bisa mendengarkan keluhanku.
Segera aku bangkit mengambil handphone lalu menghubungi mbak Sari
"Hallo"
"Anjiiiiinggggg.... mengapa kamu yang ngangkat, hah?" teriakku begitu terdengar suara suamiku yang mengangkat panggilanku
"Mana mbak Sari aku mau ngomong sama dia, bukan sama kamu, babiiii!!!" teriakku
"Ya Din?" terdengar suara mbak Sari serak
Aku langsung menangis meraung-raung
"Kenapa?, kenapa Adi selingkuh mbak?, apa salah aku?, sampai mereka ada anak mbak?, astaghfirullah!!"
Aku dengar suara mbak Sari sesenggukan
"Adi kurang ajar mbak, dia harus matiiii!!!!" teriakku
Suara handphone di dalam lemari membuatku terjaga dari mimpi buruk ku.
Aku langsung membuka mataku dan beristighfar berkali-kali
Aku lihat suamiku yang tidur di sebelahku masih tampak nyenyak. Berkali-kali aku menghembus nafas dalam untuk menenangkan hatiku
Kembali handphone berdering, dan itu suara handphone suamiku
"Yah, hpnya bunyi" ucapku sambil menggoyangkan tangannya
Tidak ada sahutan, dan suara handphone kembali hening, karena panggilannya terabaikan
Tak urung suara handphone di tengah malam membuatku penasaran. Tapi karena saat itu aku sedang demam, jadi aku tidak turun dari ranjang untuk memeriksa siapa yang menelpon suamiku tengah malam seperti ini.
Lalu aku kembali memejamkan mataku, berusaha untuk tidur kembali. Tapi bayangan mimpi barusan melintas di kepalaku hingga membuatku sulit untuk tidur
Diperparah lagi dengan suhu tubuhku yang tinggi dan kepalaku yang sangat berat. Rasanya dunia ini berputar saking pusingnya kepalaku.
"Suamiku selingkuh?, ah nggak mungkin" batinku sambil meletakkan tangan kiriku di atas perut suamiku
"Tapi mimpi tadi begitu nyata" lirihku lagi
...****************...
"Bun, ikut menghadiri ijab nggak?" Adi membangunkan istrinya yang masih terlelap
Aku membuka mataku, melihat jika suamiku telah rapih
"Aku masih demam, rasanya nggak kuat untuk menghadiri ijab" jawabku
"Astaghfirullah bun, mata kamu merah sekali, dan tubuh kamu juga sangat panas" jawab Adi sambil meletakkan jarinya di atas keningku
"Masih pusing?" tanyanya
Aku mengangguk. Adi lalu duduk di pinggir ranjang dan memijit kening Dinda, istrinya
Aku segera memiringkan tubuhku dan tangan kananku memeluk pinggangnya.
"Yah, kok semalam aku mimpi ayah selingkuh dan punya anak ya?"
Adi terlihat kaget dan segera menoleh kearah istrinya
"Ah, tiap mimpi kok mimpi selingkuh. Mimpi tu yang kerenan dikit dong" jawabnya sambil terus memijit kening Dinda
"Ya mana aku tahu" jawabku
"Ah sudahlah, itu hanya bunga tidur. Mungkin karena bunda demam, makanya mimpinya aneh"
Aku diam, mungkin ada benarnya ucapan suamiku
"Ya sudah, istirahatlah. Ayah mau menghadiri ijab kabulnya Shella, nanti apa kata bibi jika kita nggak datang"
"Titip salam saja ya sama bibi dan Shella, bilang aku nggak bisa datang karena lagi demam"
Adi mengangguk dan sambil mengelus kepala istrinya dia lalu keluar dari dalam rumah
...****************...
"Yah, mau dengerin lanjutan cerita mimpiku semalam tidak?" tanyaku malam ini ketika aku duduk sambil melipat pakaian
"Masih saja dibahas, sudahlah. Nggak mau" jawab suamiku
"Tapi ceritanya seru yah"
"Sudahlah, tidurlah saja, masih demam kan?"
Aku mengangguk
"Tapi tidak ada yang akan melipat baju, makanya yuk bantuin"
Adi menoleh sekilas pada istrinya yang sedang melipat baju, lalu kembali fokus menatap handphone
"Aku mimpi ayah selingkuh dengan adik kelasku ketika aku SMP dulu, dan kalian rupanya sudah punya anak" ucapku tanpa melihat kearah suamiku
"Kok aku sering mimpiin ayah selingkuh kenapa ya yah?"
Adi masih diam, dia terus saja menatap layar hpnya
"Bahkan di dalam mimpi aku berteriak meminta ayah dan kakakku untuk membunuh ayah karena telah menyakitiku"
"Apa?, meminta mereka untuk membunuhku?" suamiku menjawab dengan kaget
"Iya, saking marah dan emosinya aku" jawabku sambil tertawa
"Bahkan ya yah, rambut ayah dan selingkuhan ayah itu aku jambak dan aku tarik sampai kekantor polisi"
Adi menurunkan handphonenya dan menatap tajam kearah istrinya
"Terus kenapa kamu minta ayah kamu sama kakak kamu untuk bunuh aku?" suaranya mulai meninggi
"Ya karena aku emosi"
"Apa harus dengan di bunuh, tidak ada cara lain?"
Aku menghentikan tanganku yang sedang melipat baju, menatap kearah suamiku yang mulai marah
"Heii itu cuma mimpi" jawabku heran
"Kamu itu selalu emosi yang dibesarkan, salah dikit bunuh, kamu pikir membunuh itu tidak dosa apa? kamu tahu tidak sih apa hukumnya membunuh?, makanya ngaji kalau tidak tahu hukum agama!"
Mulutku ternganga mendengar jawaban marahnya
"Ya Alloh ini tu dalam mimpi yah, bukan di dunia nyata" jawabku
"Dalam mimpi saja kamu begitu jahatnya sama aku. Apalagi di dunia nyata. Kamu itu memang istri yang kurang ajar. Sering berkata kasar sama aku, tidak menghargai ku, aku seakan kamu anggap anak kecil"
"Astaghfirullah kok malah merembet ke jauh-jauh sih?, aku kan bilang mimpi yah, mimpi. Lagian coba deh ayah pikir, kenapa sih aku sering sekali mimpiin ayah selingkuh, bukan sekali ini loh. Sudah sering"
"Bahkan aku sanksi, jangan-jangan memang di belakangku ayah selingkuh, bisa jadi kan mimpi ini sebagai petunjuk dari Alloh?" jawabku tersulut emosi
Adi tertawa mencemooh
"Hah, petunjuk? petunjuk tai kucing!!"
Aku diam, aku kembali melipat pakaian
"Makanya kamu itu ngaji. Saya tahu kamu bisa ngaji, tapi bacaannya saja. Untuk mengkaji hati kamu masih nol. Makanya saya sarankan carilah guru ngaji yang bisa bimbing kamu, yang bisa nyadarkan kamu agar menghargai suami, tidak curiga terus sama suami"
"Hei, aku tidak pernah ya curiga sama kamu. Tapi kalau seperti ini jawaban kamu, sepertinya aku mempertimbangkan ulang"
"Ayo, kita temuin itu siapa selingkuhan ku, yang kata kamu adik kelas kamu itu. Kita cari dimana rumahnya, kamu tanyain sama dia apa hubunganku sama dia, bila perlu, ayo kita datangi semua mantan-mantanku, kamu tanyain sama mereka apa aku masih pacaran sama mereka!"
Aku menarik nafas dalam
"Inilah yang membuatku selalu memendam masalahku, tidak pernah berbagi padamu, karena tiap kita bicara, ujung-ujungnya kita selalu ribut" ucapku pelan
"Jelas ribut karena kamu kasar!"
"Ya Alloh yah, itu dalam mimpi. Dalam mimpi aku berteriak pada ayahku untuk membunuhmu itu"
"Bayangkan saja, dalam mimpi pun betapa cemburunya aku, bisa dibayangkan lah bagaimana di dunia nyata, itu artinya aku itu betul-betul mencintaimu yah"
Adi tersenyum sinis mendengar jawaban istrinya
"Apa memang harus dibunuh orang yang selingkuh itu?" kembali dia bersuara dengan nada sinis
Aku menghembus nafas dalam
"Sering kan lihat di berita tivi, istri sah membunuh pelakor?, mungkin itu bisa terjadi sama aku"
Adi kembali tersenyum sinis
"Aku berkata begini bukan karena tanpa alasan, apakah kau ingat ketika malam takbiran saat aku masak agar-agar Arik bilang bahwa kamu bawa pacar???!"
Adi langsung menatap tajam istrinya
"Omongan anak kecil jangan didengarkan. Mereka belum tahu apa-apa!"
"Tapi anak kecil itu jujur!"
Wajah Adi makin terlihat kesal, dan aku tidak memperdulikannya. Kemudian dia menyulut rokok dan menghisapnya dengan tak tenang karena emosi
"Sudahlah gara-gara mimpi kamu yang nggak jelas itu kita jadi berantem kan" sambung Adi sambil menghembuskan asap rokok ke udara
"Itulah yang buat aku selalu nggak pernah mau cerita ke kamu, kita tidak pernah sependapat, kamu maunya menang sendiri dan aku juga sama. Sudahlah, toh kamu juga tidak pedulikan dengan perasaan aku"
Adi yan sejak tadi kembali fokus ke hpnya kembali melirik istrinya
"Aku tidak suka karena kamu kasar sama aku, kamu tidak menghargai aku"
Aku menarik nafas panjang
"Sudahlah nggak usah dibahas lagi. Toh kalaupun aku bilang aku capek, aku lelah apa ya kamu bakal ngerti, kan enggak?"
"Kamu apa tahu aku ada masalah apa, aku capek atau nggak, toh selama ini aku pendam semua kan masalah aku, nggak pernah bilang ke kamu, aku capek kerja, aku ada masalah, aku lelah ngurusi rumah, capek ngurusi anak, aku butuh refreshing, bantu aku, dengerin aku. Nggak pernah kan??"
Adi menajamkan matanya menatap istrinya
"Terus mau kamu apa?, ini cek hp aku, kamu telponin seluruh yang ada dikontak aku, kamu tanyain semuanya, atau bila perlu, ayo malam ini kita datangi seluruh teman aku, tanyakan sama mereka apa benar aku selingkuh, apa benar aku ada anak dari perempuan lain"
"Ayo kita ke rumah adik kelas kamu itu, kamu tanyain apa memang benar anak dia anak aku"
Aku diam, pusing di kepalaku kian menjadi.
Aku dorong bak tempat pakaian, lalu aku masuk ke dalam kamar, tidur.
Karena kesal aku tidur di pinggir, tidak di sebelah suamiku, bantal guling ku taruh di tengah-tengah
"Heh, ini periksa hp ku, jangan tidur dulu kamu!" Adi membentak ku
Aku membuka mataku, melihatnya yang berdiri di pinggir ranjang
"Sepintar-pintarnya tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Begitu juga bangkai yang disembunyikan suatu hari akan tercium juga baunya" jawabku pelan
"Jadi kamu nantang aku?"
Aku memiringkan tubuhku membelakangi suamiku, lalu menutupkan bantal ke telingaku menghindari ocehan panjangnya
...****************...
Istri dan ibu itu di larang sakit. Kalau mereka sakit, maka seisi rumah juga akan sakit. Jadi walau bagaimanapun keadaannya, sakitnya dia abaikan.
Kira-kira itulah pendapatku, karena memang seperti itulah hidupku. Sejak jadi istri, aku "dilarang" sakit.
Jadi mau sesakit apapun kepala dan badanku, aku wajib bangun pagi, masak menyiapkan masakan untuk orang seisi rumah.
Apalagi suamiku paling tidak mau makan sayur masak yang dijual di pasar atau rumah makan, dia maunya masakanku. Oleh karena itulah, walau dalam keadaan demam aku tetap memaksakan diri untuk di dapur
"Loh, ibu kan demam, kok sudah bangun?" Naya, anak tertuaku yang sekarang duduk di kelas enam bertanya padaku
"Nggak papa nak, kalian kan mau sekolah, mau sarapan, ayah juga kan mau kerja" jawabku sambil terus mencuci piring
"Ibu duduk saja, biar piringnya aku yang nyuci" anakku mengambil alih piring di tanganku.
Lalu aku duduk, membiarkannya mencuci piring
"Ibu tidur lagi sana, biar masak nasi bisa aku, kan cukup isi di rice cooker"
Aku tersenyum sambil menggeleng
"Naya cepatlah mandi, rice cooker sudah ibu isi. Sarapannya pakai telur mata sapi saja nak ya?"
Naya mengangguk dan dengan segera dia menyusun piring yang sudah bersih
"Ya Alloh buk, panas sekali kening ibu" Naya kaget ketika memegang keningku
"Nggak papa, mandilah. Ibu nanti juga sehat kok"
Dengan tatapan sedih Naya meninggalkanku di dapur. Sepeninggal Naya aku segera membuat telur mata sapi dan membuatkan sambal kecap.
Karena air panas sudah matang, lalu aku membuatkannya susu dan membuatkan suamiku kopi. Setelahnya aku kembali masuk ke kamar, kembali berbaring
"Bu, uang jajan sama nabungnya mana?" tanya Naya yang berdiri di pinggir ranjang
Aku kembali membuka mataku, lalu turun dari ranjang. Memberinya uang untuk nabung dan uang jajan. Setelah mencium punggung tanganku Naya berangkat sekolah.
Aku menarik nafas dalam, jam di tembok hampir menunjukkan jam tujuh, tapi tanda-tanda suamiku akan bangun belum ada
Kembali aku merangkak melewati kakinya dan kembali berbaring
"Ibu, Arik sekolah apa libur?"
Aku kembali membuka mataku, anak bungsuku yang berumur empat tahun lebih sudah berdiri di pinggir ranjang
"Libur saja nak ya, ibu demam, nggak ada yang jemput nanti"
Kulihat Arik menundukkan kepalanya. Hal itu membuatku tak tega
Kembali aku merangkak, turun dari ranjang, lalu aku memandikan si bungsu dan memakaikannya seragam sekolah
"Kata bu guru aku, bawak bontot bu"
"Iya" jawabku singkat sambil memakaikan bedak di wajahnya. Lalu aku berdiri dan mengisi kotak makannya dengan nasi dan telur mata sapi
"Susunya minum di rumah apa sekolah?" tanyaku
"Rumah" jawab Arik sambil mendekat ke arahku. Lalu aku memberikan gelas susu padanya.
"Berangkatnya sama kakak Aldo saja nak ya, nanti pulang bareng juga sama kak Aldo. Ibu nggak bisa jemput, ibu demam" ucapku sambil memakaikannya tas
"Ibu nggak kerja?"
Aku menggeleng. Sambil mencium kedua pipinya, aku mengantarkan Arik sampai di depan pintu
Kembali aku menarik nafas dalam dan berbaring di kamar depan, kamar Naya.
Baru juga aku memejamkan mata, kembali pintu diketuk, aku tahu itu adalah anak buah suamiku yang hari ini akan mengantarkan bibit sawit keluar kota
Aku tidak menjawab panggilannya, aku berharap suamiku yang kali ini membukakan pintu karena dia tahu aku tidak sehat
Tapi belum juga ada tanda-tanda pintu akan dibuka, dengan menahan kesal aku kembali bangun dan membukakan pintu
"Masuk oom" ucapku pada ketiga anak buah suamiku
"Loh, nggak kerja yuk?" tanya salah satu diantara mereka
"Demam" jawabku singkat sambil meninggalkan mereka
Karena sudah terbiasa di rumah, jadi mereka agak bebas di rumah kami. Salah satu dari mereka kudengar berjalan kearah dapur dan menghidupkan kompor
"Kopi mana yuk?" teriaknya
Aku menghembus nafas dalam
"Ya Rabbi sepertinya aku memang tidak bisa istirahat ini" keluhku
"Habis ya yuk?" teriaknya lagi
"Lihat di kulkas" teriakku pula
Kudengar ada suara suamiku, itu artinya dia sudah bangun. Aku kembali memejamkan mataku.
Entah sudah berapa lama aku tertidur, ketika terjaga panas dari luar sudah masuk melalui ventilasi kamar
Aku duduk dan kurasakan pusing di kepalaku sudah hilang. Dengan langkah pasti aku berjalan keluar dari kamar.
Di ruang tengah aku lihat suamiku sedang bermain hp. Aku seolah tak melihatnya, karena aku masih kesal padanya. Sepertinya suamiku pun sama, dia sama sekali tidak menyapaku
Aku berjalan ke dapur, membuka tudung saji dan makan. Sama sekali tidak mengajak atau menawarinya.
Selesai makan aku kembali masuk kamar depan. Lalu terdengar salam anak bungsuku, dan aku memanggilnya.
Tak lama kulihat dia masuk menghampiriku dan aku memeluknya
Ku dengar suamiku tertawa, aku yakin dia pasti tertawa karena melihat konten di youtube, atau bila tidak mungkin dapat kiriman video lucu dari temannya, karena itulah kebiasaannya
Seharian aku lewatkan hanya stay di rumah. Aku dan suamiku tidak bertegur sapa sama sekali. Dan rupanya itu terjadi hingga besok dan besoknya lagi
Sudah lima hari aku dan suamiku tanpa tegur sapa. Tiap hari aku tetap melakukan aktivitasku.
Setelah sehat, aku kembali bekerja. Oh iya, aku adalah seorang karyawan di sebuah kantor kecamatan, umurku saat ini 35 tahun, memiliki dua anak.
Suamiku kalau orang menyebutnya adalah touke. Mungkin itu disebabkan karena ekonomi kami agak sedikit keatas dibandingkan tetangga sekitar kami
Suamiku memiliki usaha di bidang sawit, sering membeli dan mengirimkan bibit sawit keluar kota bahkan luar propinsi, juga suamiku seorang pedagang, khusus perdagangan barang plastik dalam jumlah besar, gudang barangnya bahkan ada tiga, memiliki dua ruko dan pegawai toko kami ada lima belas orang, selain itu juga suamiku memiliki kolam ikan yang luas.
Aku terus fokus melakukan pekerjaanku, apalagi bagianku adalah dalam bidang umum kemasyarakatan
Seperti hari ini aku mengurusi pembuatan kartu keluarga dan kartu tanda penduduk.
Setelah mengurus segala surat menyuratnya, aku membawa berkas tersebut ke kabupaten
Handphone dalam tas yang ku selempangkan berdering
Suami
Tumben dia nelpon pikirku
"Ya yah?"
"Dimana?"
"Jalan, mau kekantor disdukcapil"
"Jangan sore pulangnya, aku mau ke luar propinsi"
Aku diam, tumben pikirku
"Halo?"
"Oh, iya yah. Insha Alloh jam empat pulang"
"Ya sudah, kalau tiba-tiba aku pergi mendadak jangan tanya aku kemana, ngerti?"
"Iya, ngerti"
Tuuuuutttt....
Terputus. Aku menarik nafas dalam. Lalu kembali menghidupkan mesin motor matic ku lalu kembali mengegas motor
Hampir dua jam aku di kantor disdukcapil. Antrian cukup panjang belum lagi menunggu prosesnya. Sampai kegiliranku, aku segera menyerahkan berkas dan segera pulang karena proses untuk kartunya jadi baru minggu depan
Ketika sampai di kantor kecamatan sudah pukul dua siang. Aku segera mengeluarkan handphoneku lalu mengecek pesan instan yang masuk
Ada beberapa pesan dari Naya dan sebagian dari temanku. Sambil santai mengobrol dengan teman sekantor aku membalas chat yang masuk
"Eh, dengar berita nggak sih, itu suami si A kabarnya menikah lagi"
"Apa iya sih?"
Aku melirik sambil tersenyum simpul kearah ibu-ibu teman sekantorku yang bergosip
"Iya, nggak nyangka ya"
"Itulah laki-laki, berduit dikit aja sudah langsung deh bertingkah"
"Eh, Din, awas loh suami kamu"
Aku segera menoleh kearah mereka
"He eh Din, suami kamu kan beruang tuh, awas loh nanti jadi incaran pelakor"
Aku diam, dalam hati timbul juga rasa khawatirku. Terlebih mengingat mimpiku kemarin
"Semoga tidaklah buk"
Mereka menganggukkan kepalanya. Lalu aku membuka aplikasi sosial mediaku
Banyak sekali postingan tentang pelakor, bahkan temanku sewaktu SMA sampai membuat status memaki-maki tetangganya yang jadi pelakor
"Hadehhh nggak penting banget sih nih orang" kesalku dengan kelakuannya yang terlalu kepo urusan orang
Lalu aku membaca status teman-temanku yang lain. Terkadang aku memberikan jempol pada tulisan mereka yang bagus atau aku hanya skip saja kebawah bila tidak tertarik
Kegiatan berselancar ku di dunia maya terhenti ketika panggilan masuk dari suamiku
"Ya yah?"
"Aku pergi"
"Pulangnya kapan?"
"Belum tahu"
"Tumben ikut, biasanya anak buah yang ngantar"
"Sekalian cek lokasi"
"Oohh..."
"Ya sudah, hati-hati ya yah"
"Iya"
Lalu aku log out dari aplikasi sosial mediaku, memasukkan handphone kedalam saku baju seragam ku dan mendengarkan obrolan ibu-ibu tadi yang sepertinya kian seru
Obrolan kami diselingi dengan tawa bahkan kadang diselingi dengan saling pukul. Biasalah perempuan itu kalau bicara bukan hanya mulut yang bergerak, kaki tangan bergerak semua.
...****************...
Sudah dua hari suamiku belum pulang, timbullah rasa khawatir dan curiga dalam hatiku. Apalagi tak biasanya dia begini.
Biasanya jikapun dia ikut mengantarkan bibit sawit paling sehari pulang, lah ini kok dua hari bahkan mau tiga malam belum juga pulang
Ku hubungi handphonenya, tersambung tapi tak diangkat.
Kubuka aplikasi what's app, aktif lima menit yang lalu
Lalu aku mengetik pesan
*Di mana yah? kok belum pulang
kasih kabar lah sama kami yang di rumah biar tidak khawatir*
Centang dua tapi belum dibaca. Aku lalu meletakkan handphone di atas meja.
Dari luar rumah pintu diketuk, aku berdiri dan membuka pintu
Reni, kasir toko suamiku berdiri di luar
"Masuk Ren"
"Terima kasih bu"
Lalu Reni masuk dan duduk
"Mau nyetor uang bu"
Aku menganggukkan kepalaku
"Tiga hari ini?"
"Iya bu"
Lalu aku masuk ke kamar dan keluar lagi dengan membawa laptop
"Ibu cek disini ya" ucapku
Karena catatan keuangan kasir bisa aku akses di laptopku, begitu juga dengan kamera pengawas
"Kasir satunya mana?"
"Tadi toko satunya belum tutup bu"
Aku menganggukkan kepalaku
"Oh, ada barang masuk ya Ren?" tanyaku karena aku melihat melalui rekaman cctv
"Iya bu, kemarin"
"Tunai?"
"Kredit bu, kalau urusan sales bapak yang turun langsung"
"Oh..."
Lalu aku terus mengecek transaksi penjualan tiga hari ini.
"Totalnya 156" ucapku
Reni lalu menyerahkan bungkusan plastik hitam ke arahku
"Bantu ibu menghitungnya"
Lalu Reni dan aku duduk di lantai, aku segera membagi dua gepokan uang lalu kami langsung fokus menghitung uang yang masuk
"Assalamualaikum"
Aku dan Reni sama-sama menoleh, Siska kasir toko satunya masuk
"Kamu duduk sini, bantu ngitung juga" ucapku
Siska segera ikutan duduk dan menghitung uang yang belum selesai kami hitung
Aku mengikat tiap sepuluh juta dengan karet lalu meminggirkannya untuk memudahkan ku dalam mengeceknya.
Setelah selesai menghitungnya lalu aku menghitung jumlah tumpukan nya
"Pas" ucapku
Wajah Reni tampak lega karena total uang tidak ada yang kurang
"Sini punya kamu" ucapku pada Siska
Lalu aku mengecek penjualan toko kedua
"Agak sepi ya sis?"
"Nggak juga sih bu, lumayan rame"
Aku terus mengecek setiap transaksi dan juga mengecek kamera pengawas
"Saatnya jam istirahat, jika masih ada yang mau belanja kalian suruh tunggu"
"Nggak berani bu" jawab mereka
"Loh kenapa?"
"Takut bapak marah" jawab mereka takut-takut
Aku mengalihkan perhatianku pada laptop lalu memandang mereka yang menunduk
"Jadi setiap hari kalian makannya telat?"
Mereka mengangguk dengan pelan
"Mulai besok, makannya gantian. Biar ada yang stay jaga toko, ya?"
"Iya bu"
Lalu aku kembali mengecek pemasukan
"138 sis"
"Iya bu"
Lalu aku membuka kantong kresek hitam yang tadi diletakkan Siska. Kembali membuka ikatan karetnya
"Yuk bantu ibu"
Dengan cepat Reni dan Siska kembali membantuku menghitung uang
"Pas semuanya" ucapku sambil tersenyum kearah mereka
"Kalau begitu kami pulang dulu bu" pamit keduanya
"Tunggu disini sebentar ya" ucapku sambil masuk membawa dua bungkusan uang masuk
Lalu keluar kembali
"Untuk jajan" ucapku memberikan mereka masing-masing selembar uang biru
"Terima kasih banyak bu" ucap mereka dengan mata berbinar bahagia
...****************...
Suara mobil membangunkan ku. Aku segera bangun membukakan pintu untuk suamiku
"Mau makan atau minum teh?"
"Tidur saja, aku ngantuk"
Lalu aku melongok kan kepalaku keluar, melihat anak buah suamiku memarkirkan mobil truk ke halaman
Aku berjalan kearah halaman. Kedua anak buah suamiku menoleh padaku
"Tumben lama?"
"Anu yuk, lokasi kebunnya jauh"
Aku diam memandang penuh selidik pada mereka
"Yakin?"
"Sumpah yuk, masa kami bohong"
Aku menarik nafas dalam lalu memutar tubuhku masuk kedalam rumah setelah menerima kunci mobil dari salah seorang dari mereka
Aku melihat suamiku telah tidur dengan pulasnya
"Mungkin dia lelah" gumamku sambil membaringkan tubuh di sebelah suamiku
Saat aku hendak memejamkan mataku, aku seperti mencium bau minyak telon bayi dari baju suamiku
Aku terus mengendus-endus kan hidungku, dan benar bau minyak telon begitu melekat dari tubuh suamiku
"Minyak telon bayi, nggak mungkinkan jika dia yang makainya? gumamku
Aku memiringkan tubuhku menghadap kearah suamiku yang sudah nyenyak
"Astaghfirullah" ucapku sambil mengusap wajahku ketika pikiran buruk melintas di kepalaku
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!