NovelToon NovelToon

The Runners: Survive From Apocalypse

Ada apa ini?

"Bangun Kean! Lihatlah, jam berapa ini? Kau tahu kan apa konsekuensinya jika terlambat?!".

kean yang merasa teidurnya terganggu pun terbangun dengan kaget. ekspresinya masih setengah sadar. Tatapannya langsung mengarah pada kawannya, Dean.

"Sejak kapan di sini? selalu saja mengganggu." Jawab Kean sinis.

"Cihh... Berterimakasihlah padaku. Atau ungkapan apa saja yang enak didengar. Untung aku datang di waktu yang tepat." Dean menunjuk jam dinding di kamar Kean.

Ekspresi Kean berubah ketika melihat jam di tangannya. Kondisi kos yang masih berantakan tak dihiraukan dan langsung melesat menuju kamar mandi.

"Selalu saja begitu. Sangat membutuhkan perhatian khusus." Dean beranjak dari duduknya sambil terus mengomel. Dia memilih duduk dan menunggu Kean di depan pintu kosnya.

"Sejak subuh tadi, warga Desa Vien, Kecamatan Lin, Kabupaten Liam telah dihebohkan dengan dua orang remaja yang sedang berkelahi. Salah satu remaja tersebut berteriak meminta tolong pada warga dan wargapun segera berhamburan menolong pemuda itu. Pemuda yang berteriak tersebut mengaku telah diserang tiba-tiba dan terkena gigitan di salah satu lengannya. Ia pun memperlihatkan luka akibat gigitan dari pemuda yang menyerangnya tadi. Berita ini telah membuat gempar seisi kota dan menganggap bahwa pemuda yang menggigitnya telah gila. Warga pun segera mengikat pelaku pada sepotong kayu dan akan segera dibawa menuju kantor desa untuk ditindak lanjuti."

"Ngeri juga ya?, apa tidak ada berita lain selain ini?" Gumam Kean. Dean yang mendengarnya segera bertanya.

"Ada apa?"

"Ehh...tak apa, hanya terkejut pada sebuah berita."

"Kalau begitu ayo berangkat.!!!"

"Baiklah, Ayo." Dean dan Kean pun berangkat menuju sekolah. Mereka menikmati perjalanan bus sekolahnya dengan saling bercanda bersama siswa lain. Kean tertawa puas, lantaran tidak menyadari apa yang akan terjadi selanjutnya

....

Ceklek....

Tampak seorang remaja berambut hitam pekat dan bermata biru sedang memutar gagang pintu. Aksinya terhenti ketika merasakan dadanya yang tiba-tiba sakit.

degg....

Perasaan pemuda itu seketika aneh, seakan merasakan bahaya di Setiap inci tubuhnya. Bulu kuduk sedikit meremang akibat respon tersebut.

"Ada apa ini? Mengapa perasaan ku jadi tidak enak?"

Sebelumnya pria itu menatap ponselnya yang masih menyiarkan sebuah video Viral di mana 2 orang pemuda tengah berkelahi. di dalamnya nampak seorang pemuda yang diikat pada sebuah kayu dengan tubuh berdarah-darah di bagian mulut hingga membasahi dada.

"Nampaknya aku harus berjaga-jaga. Perasaan ini sangat lain dan tidak seperti biasa." 

Seribu pertanyaan muncul di benaknya. Hatinya seperti bertanya tentang apa yang dirasa, Sepertinya ia merasakan hal yang aneh. Dirinya pun melanjutkan langkahnya menuju sepeda motor dan segera memutar pedalnya dengan kecepatan sedang.

....

kondisi sekolah sudah ramai dan waktu pun telah mendekati bel masuk. Semua siswa yang baru datang langsung pergi menuju kelasnya masing-masing. Mereka menunggu bel sembari bercerita ria. Kean yang saat itu sedang bercanda bersama teman-temannya yaitu Dean, Chandra, Kevin, Rian, dan Della sekilas melihat notifikasi di layar handphone. Dia merasa tertarik untuk melihatnya. Sekejap dia merasa tercengang dengan berita yang ditampilkan. Dean yang mengetahui adanya perubahan dari ekspresi temannya itu langsung bertanya.

"Ada apa Kean?"

"Coba liat ini!!!" kean menunjukan berita itu. Mereka merasa heran sekaligus merinding saat mengetahuinya.

Jum'at, 19 oktober 2033. Pukul 7:18.

"Telah terjadi pristiwa aneh di desa Vien. Terjadi serang menyerang antara warga desa. Dalam kasus ini para warga berlagak layaknya kanibal yang saling memangsa. Para pihak kepolisian setempat sedang menyelidiki kasus ini namun belum menemukan penyebab dari perang darah ini. Mereka layaknya orang gila dengan terus mengejar warga yang berada di sekitar tempat kejadian. Warga yang selamat sebagian berhasil dievakuasi menuju kota". Terdapat link video di bawahnya. Kean dan teman-teman pun segera menonton pristiwa yang telah dibuatkan video oleh para wartawan.

"Ohh.... Shitt..... Sepertinya ini bukan perang biasa. Nampaknya akal mereka telah tertutup sepenuhnya". Umpat Della yang terlihat sedang menahan mulutnya agar tidak muntah.

Kean melirik jam tangannya. Jam telah menunjukan pukul 7:28, berarti peristiwa ini telah terjadi 10 menit yang lalu. Batinnya

"Tunggu dulu!!!" Dean dan teman-teman terlonjak saat mendengar suara Kean yang hampir berteriak.

"Ada apa?" tanya Dean sedikit tersentak. Seluruh kawannya pun mengalihkan pandangan padanya.

"Dean, waktu di kos tadi aku sempat melihat berita sekilas tentang desa Vien. Dalam berita itu, terdapat dua orang yang saling menyerang. salah satu dari dua orang tersebut berusaha menahan orang yang menyerangnya. Dia berkata bahwa orang itu terus menyerang dan berhasil menggigit lengannya. Sepertinya kejadian ini masih berkaitan dengan berita yang baru." Kean menjelaskan panjang lebar.

"Pukul berapa Kean melihat berita itu?" Tanya Rian.

"Kurang lebih sekitar pukul..... Ahh ya! Kalau aku tidak salah sebelum mandi kulihat sudah pukul 6:55. Berarti kejadian itu terjadi sekitar 7:00. 18 menit sebelum berita baru." Jawabnya.

"Apakah pristiwa ini terjadi karna pihak keluarga yang dituduh tidak terima? Atau bagaimana? Mengapa jadi seperti perang saudara? Apalagi cara mereka membunuh lawannya dengan cara yang mengerikan dan tak wajar. Mereka tak segan mengoyak tubuh lawanya." Serbuan pertanyaan terlontar dari mulut Della.

"Dell, pertanyaanmu emang gak ada habisnya. sangat cocok untuk seorang wartawan." protes Kevin diiringi dengan tawa Chandra. Della hanya bisa menunjukan muka merajuk.

"Sepertinya ini bukan kasus biasa. Bahkan hanya dalam 18 menit setelah peristiwa  yang terjadi pada berita pertama mereka telah saling menyerang, dan kurasa ini sangat janggal. Mereka jadi sangat agresif dan berusaha membunuh lawanya dengan cara menggigit. Apakah menurut kalian itu tidak aneh?" Jelas Kean. Sekejap suasana menjadi hening. Mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing.

CIIIEEETTT...........

DUUAARRRRR!!!!!!!

Sontak mereka semua kaget ketika mendengar bunyi nyaring dari arah luar. Bukan hanya mereka, tapi sepertinya seisi sekolah yang bisa dibilang sangat besar dan luas itu juga mendengar suara serupa, yaitu suara decitan mobil diiringi ledakan. Mungkin saja mobil tersebut menabrak sesuatu yang memicu terjadinya ledakan. Mereka yang mendengar segera berhambur menuju halaman sekolah untuk memastikan kecelakaan apa yang telah terjadi. Sekolah favorit ini memiliki kawasan sangat luas dan memiliki 3 gedung terpisah dengan masing-masing memiliki 8 lantai. Bisa dibayangkan betapa luas dan besarnya sekolah ini. Wajar saja bila menjadi sekolah terpopuler di kota.

Kean dan temannya sedang berada di kelas yang kebetulan terletak di lantai 3 gedung pertama ini menyaksikan keributan dari jendela kelas. Terlihat bahwa situasi sangat kacau. Asap hitam mengepul dari tempat kecelakaan. Nampaknya mobil itu menabrak sebuah pom bensin.

"Hey, Lihat itu! Bukanya mobil itu merupakan mobil yang digunakan untuk mengevakuasi warga dari desa Vien? Aku ingat bentuknya."

Kean yang baru tersadar langsung tercengang dengan pernyataan Dean. Memang benar kalau mobil itu adalah mobil yang digunakan untuk mengevakuasi para warga yang terancam.

Ada apa ini? Pertanyaan itu muncul di benak Kean. Nampaknya perasaannya sedang tidak enak. Ia terus mengamati kejadian itu dari balik jendela sekolah. Apakah yang sebenarnya sedang terjadi? Mengapa situasi menjadi semakin sulit sekarang? pertanyaan itu terus berputar di kepala Kean. Ia sungguh tidak mengerti dengan kejadian beruntun yang seolah memberikan teka-teki tersendiri. pandangannya  masih mengarah keluar, tepatnya pada sumber pusat kemunculan asap yang sedang mengepul di udara.

...***********...

kanibal

"Fian, apakah kamu mendengarnya?" tampak seorang remaja yang sedang bertanya tentang suara dentuman itu pada salah satu temannya. Pria yang bernama Fian pun menoleh, mengangguk kecil sembari mengembalikan tatapannya.

"Ya. Aku juga mendengar suara itu. Tampaknya telah terjadi kecelakaan lalu lintas." 

Tatapan mata birunya terus menghadap pada jendela kaca yang terletak di sampingnya. Tampaknya ia juga sedang mengamati kejadian tersebut.

Fian bangkit dari tempat duduknya dan melangkah lebih dekat dengan jendela. Sepertinya hal yang mengejutkan akan dimulai. Hatinya berdegub kencang seakan mendapatkan sinyal bahaya. Ia masih dalam keadaan siaga dan siap dengan segala apa yang akan terjadi. Ia pun kembali dan segera menggendong tasnya di pundak.

"Aku harus tetap waspada. Bagaimanapun ini akan terasa lebih sulit. Nampaknya bahaya sedang mendekat." Gumamnya. Posisinya kini kembali memantau kekacauan yang terjadi. Ia berusaha untuk tetap tenang. Diliriknya Brayen yang juga ikut memandangi jendela bersama kawan lainnya. 

"Aku harus berusaha menyembunyikan rasa aneh ini agar yang lain tidak panik." Ia pun mengalihkan pandanganya pada layar Handphone. Ia terdiam begitu menatap layar hitam berbentuk persegi panjang di tangannya.

Sepertinya dugaanku benar. Ini akan terasa lebih sulit. Batinnya ketika melihat sekilas beberapa berita yang muncul di notifikasi layar handphone miliknya.

..........

Dean yang melihat ekspresi Kean pun seakan tau isi hatinya. Ditepuknya pundak Kean untuk menangkan.

"Tenang kawan, kupastikan semua baik-baik saja."

Kean hanya bisa mengangguk walaupun hatinya masih sangat bingung dan pastinya penuh dengan pertanyaan yang belum bisa dijawab.

Derrrtttt.....

Kean segera membuka Handphonenya yang bergetar. Ia sangat terkejut melihat puluhan notifikasi di layar.

"ohh shiittt..... Sepertinya ini memang bukan peristiwa biasa." umpatnya.

Dean yang terkejut langsung melihat handphone miliknya juga. Dengan ekspresi heran ia membaca sekilas semua berita yang ada di notifikasi yang memberitakan tentang kejadian serupa di beberapa daerah. Di mana sebagian orang berlagak layaknya kanibal yang terus menyerang mangsanya.

Segera Dean dan Kean beradu pandangan. Mereka berdua nampak berfikir. Mungkinkah kejadian besar akan terjadi?

"Kita harus segera pergi Dean!" Dean mengangguk dan segera memanggil teman-temannya.

"Hey Chandra! panggil yang lain untuk pergi dari sini! Sepertinya ad....."

"ARRHHHHHH....!!!!"

kata-kata Dean terpotong oleh lentingan suara orang teriak. Diliriknya kondisi di luar jendela. Semua orang yang mengerubungi kecelakaan mendadak bubar dan berlarian tanpa arah.

"Terlambat....." raut wajah Kean menunjukan antara cemas dan menyesal. Nampaknya kekacauan yang sebenarnya baru dimulai. Para warga yang telah menjadi kanibal terus berlarian menyerang manusia lain. 

"Sepertinya kita harus pergi!" Ajak Dean yang membuyarkan lamunan mereka. Chandra mengangguk dan memanggil temannya yang lain. Setelah semuanya berkumpul, mereka segera pergi menuju lantai bawah.

Buukkk....

Kean yang terburu-buru tanpa sengaja menabrak salah satu teman kelas yang terkenal paling pendiam jugaa tertutup di kelas, Charlie.

"Hey Kean, jangan ke sana!" Cegahnya. Kean yang terheran hanya dapat mengerutkan keningnya.

"Bukannya di sana jalan keluar?" 

"Sekarang sudah bukan lagi." 

Kean yang masih terheran hanya bisa terpaku mendengarnya.

"ARRGHHHHH....."

BRUKKKKHHH....

Lamunan Kean terbuyar dengan suara dobrakan dan teriakan dari lantai bawah. Ia reflek menarik lengan kawannya untuk naik. Siswa pendiam itu masih saja terpaku dan masih memandang tangga turun.

"Charlie, ayo naik!" 

Ditariknya tangan Charlie, Charlie yang tubuhnya terasa tertarik reflek menoleh ke arah tarikan itu yang ternyata bersumber dari tangan Kean. Tidak mau membuang waktu lama, Charlie segera menyusul yang lainnya untuk naik.

..........

"ARRGHHH....!!!"

BRRUKKKHH...

Suara teriakan disertai dobrakan pintu gerbang juga terdengar dari salah satu kelas di lantai 2 gedung pertama. Hanya terdapat 3 orang gadis di sana. Sedangkan yang lainnya telah keluar dari ruangan untuk melihat apa yang terjadi. Tampak seorang gadis yang sedang menenangkan temannya.

"Aku takut Lenna!" ujar salah satu gadis yang meringkuk di sudut.

"Kau tenang dulu ya Diva! Aku jamin pasti aman kok!"

Ditenangkannya gadis yang kini masih menangis takut. Hati  seorang gadis yang bernama Lenna itu terus bertanya tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi. Jantungnya berdegub kencang ketika mendengar teriakan para kanibal yang sepertinya telah mengepung halaman sekolah. Ia berusaha untuk tetap tenang.

Lenna terus berpikir untuk menemukan jalan keluar. 

Jika kita turun sekarang, maka tidak menutup kemungkinan bahwa kita akan berhadapan dengan makhluk itu. Namun kita juga tidak bisa terus disini. Ahh... Ya. Satu-satunya jalan adalah naik ke lantai atas. Lenna berpikir dengan keras dan akhirnya menemukan jawabannya.

"Hey kalian semua harus tenang! Kita akan mencari jalan keluarnya. Rena, kau cari alat untuk berjaga-jaga. Bagaimana pun kita harus siap dengan apapun yang terjadi. Aku akan mengumpulkan barang berguna lainnya." Lenna memberikan intruksi pada temannya. Gadis yang disebut dengan nama Rena itu mengangguk dan segera melakukan apa yang diinstruksikan. Syukurlah ternyata Rena nampak biasa, tidak setegang Diva sekarang.

"Tunggu sebentar ya! Aku akan segera kembali." Diva hanya mengangguk lemah. Lenna segera beranjak pergi mencari barang yang dicari. Ia segera menjelajah seisi kelas. Ada dua ruangan di kelas itu. Salah satunya sebagai gudang kelas yang sedang dijelajahi oleh Rena.

Lenna menggeladah seluruh tas siswa yang ada dalam kelas. "Keadaan telah kacau. Mungkin benda2 ini tak akan digunakan lagi." Gumamnya.

Setelah berhasil mengumpulkan barang-barang, ia mendapatkan beberapa botol air minum, bungkusan snack, dan beberapa bungkus roti. "Ucapan maaf sepenuhnya aku ucapkan untuk orang yang aku ambil barangnya." ucap Lenna sembari terkekeh. Lenna mengambil salah satu tas berukuran sedang untuk menyimpan barang yang ia dapatkan.

"Bagaimana Rena? Apa yang kau dapatkan di sana?" tanya Lenna ketika sampai di tempat Diva.

Rena memamerkan barang buruannya yang berupa beberapa bilah pisau, 2 ikat tali tambang, serta tongkat baseball. Lenna segera mengambil dua buah pisau berukuran panjang. "Aku akan bawa yang ini." Lenna mengangkat pisau berukuran panjang dengan ukiran layaknya batik di belakang mata pisaunya yang tajam. dua pisau itu tampak sempurna dengan sarung pisau yang berukir. Lenna telah siap dengan bawaannya.

"Rena, kau yang membawa pisau-pisau itu. Aku memilih membawa tongkat ini". Tawar Diva.

"Ok siap!" jawabnya santai.

Mereka semua sudah siap dengan bawaanya masing-masing. Lenna menatap 2 ikat tali tambang yang tergeletak di lantai. "Sepertinya ini berguna" gumamnya sembari memasukan tali itu ke dalam tas.

Ketika Lenna hendak membuka pintu, ia terlebih dahulu menoleh pada 2 kawannya.

"Bagaimana? sudah siap?" tanya Lenna.

mereka berdua mengangguk serentak.

krieeettt....

bunyi pintu yang terbuka menggema di seisi koridor. Suasana tampak hening. Namun banyak kertas dan barang-barang lain yang berserak di lantai.

"Mereka berlarian tak tentu arah hingga membuat barang-barang berserakan." Gumam Lenna.

"Sepertinya mereka sudah keluar atau pindah ke kelas lain." simpul Rena yang memang tercap sebagai orang yang enggan untuk ambil pusing suatu masalah. Ia termasuk sebagai orang yang simpel.

Mereka terus melanjutkan jalanya. Hingga sampai di ujung koridor, terdapat dua persimpangan. Arah kiri dan kanan. Lenna melirik ke arah persimpangan itu secara bergantian. Kemudian ia memutuskan untuk mengecek bagian kiri terlebih dahulu. Mereka bertiga kemudian melanjutkan langkahnya dengan berhati-hati. Sesampainya di satu kelas dengan papan kelas yang terpampang menunjukkan kelas 12 Mipa 3, mereka mendengar bunyi yang tak beraturan. Entah seperti apa bunyinya. mungkin lebih mendekat pada benda yang sedang dikoyak. Terdengar juga suara seperti erangan seseorang.

"Apakah itu mereka?" Diva terlihat ketakutan.

Lenna segera mengisyaratkan mereka berdua untuk tidak berisik. Ia memberikan aba-aba kepada mereka berdua untuk menunggunya di persimpangan. Ia kembali mengecek kelas yang merupakan sumber suara aneh itu. Dengan langkah hati-hati ia berhasil mencapai jendela kelas. Lenna terpaku melihat pemandangan yang sangat mengerikan dari dalam kelas.

KLONTANG...!!!

Lenna menoleh pada sumber suara lain di belakangnya. Ternyata itu suara dari Diva yang tak sengaja menjatuhkan tongkatnya.

"AARGGGHHH...!!"

Para kanibal yang menyadari kedatangan mereka segera berlari ke arah Lenna.

"Gawat!!!" Lenna yang melihat itu langsung berbalik dan berlari menuju arah kedua temannya.

"Run!!!!!!!" Rena segera menarik tangan Diva ketika mendengar aba-aba dari Lenna. Mereka mengambil langkah seribu demi menjauhi para kanibal itu.

Mereka terus berlari mencari tangga yang dapat mereka lewati untuk naik ke lantai 3. Sesekali Lenna menoleh ke arah para kanibal.

"Banyak sekali jumlah mereka." Ia segera mempercepat langkahnya menyusul Diva dan Rena yang berjarak beberapa meter darinya.

..........

"hufttt..... Tadi itu hampir saja!!" Ujar Dean yang sedang terbaring di lantai kelas. Kean dan kawan-kawannya berhasil kembali ke kelas mereka dengan aman. Kean merasa penasaran, ia akhirnya bertanya pada charlie mengapa ia menyuruh mereka untuk kembali. Charlie menjelaskan ceritanya dari awal.

"Jadi, pada saat kecelakaan terjadi, aku kebetulan tengah melewatinya. Aku sempat melihat para korban yang terluka di sana. Ada yang terkena luka bakar, ada yang mengalami patah tulang, dan lainnya. Semua tampak biasa. Keadaan berubah ketika peristiwa aneh terjadi." Charlie berhenti sejenak. Kean dan yang lainnya masih menunggu kelanjutan dari ceritanya.

"korban kecelakaan yang telah terbakar tubuhnya keluar dari mobil dan berlari menyerang warga yang sedang menonton. Ada beberapa warga yang sempat terkena serangan dari para korban kecelakaan itu. Semua yang ada di sana mendadak bubar dan lari tanpa arah. Aku yang saat itu masih bingung segera berlari masuk ke area sekolah."

"Setelah dirasa jauh, sekilas aku menoleh ke belakang. Jelas terlihat salah satu korban yang terkapar di aspal dengan lehernya yang telah tergigit itu bangkit kembali dan mengaum keras. Telah dipastikan bahwa ia sudah bukan lagi manusia." Lanjutnya.

kean berfikir sejenak, apa mungkin ini adalah bencana dari sebuah virus? pikirnya. "Lalu mengapa kau memilih masuk dan terjebak di dalam sekolah ini?" Tanya Kean sembari memandang charlie.

Charlie menunduk "Laura..." jawabnya lirih.

Kean dan yang lainnya saling berpandangan. Belum sempat Charlie melanjutkan cerita, mereka dikejutkan dengan auman dan suara panik yang terdengar seperti suara para wanita.

"Masih ada yang selamat?" Kean memandang Dean ragu.

..........

"ARRGGGHHHH........"

Teriakan para kanibal yang berjumlah lebih dari satu itu terus mengejar mereka bertiga.

"Tangga!!!! cepat menuju tangga!!!" Lenna menunjuk pada tangga di ujung salah satu persimpangan koridor. Arah kanan persimpangan tak mereka hiraukan. Mereka terus berlari menuju tangga yang ada di depan mata.

"Naik... Naikk.... cepat Diva!" seru Rena yang sedang berlari di belakang Diva. Mereka melewati tangga dengan serabutan. Kata hati-hati sudah tak ada artinya lagi. Bagi mereka lolos dari para makhluk itu adalah hal yang paling utama.

"Arah yang mana ini?"

"Duhhh... Mereka sudah dekat... Cepat!!!" mereka bertiga tampak berpikir.

Dari kejauhan tampak seorang wanita juga berlari dan di belakang wanita itu juga terdapat banyak sekali makhluk yang mereka sebut kanibal itu.

"Ohhh shitt......" Lenna mengumpat.

"Arah sini.... Cepat!!!!" wanita itu menunjuk jalan di sebelah kanan Lenna. Dengan sigap Lenna menarik tangan teman-temannya untuk segera pergi dari sana.

Mereka terus saja berlari hingga tanpa sadar mereka masuk ke dalam jalan buntu. "kayanya tamat riwayat kita." Diva tampak putus asa.

Dengan cekatan, Lenna mengambil tongkat baseball Diva dan memukulkannya pada satu kanibal yang berhasil mendekat dan hampir menggigit Diva.

BRRASSHHH.....

Tongkat baseball di tangannya berhasil menumbangkan satu kanibal. Kepalanya hancur dan hanya meninggalkan noda darah di lantai.

"Uueeekkkhhhhh..!!"

Diva memuntahkan isi perutnya saat itu juga.

Ini masih belum berakhir karna yang telah tumbang hanya salah satu dari puluhan yang tengah mengejar mereka. Beruntung kawanannya masih berlari jauh di belakang.

"Tamatlah kita...." Ujar Rena yang siaga memegang 2 buah pisau di tangan.

para makhluk itu sudah mulai dekat. Mereka terlihat pasrah dan siap menghadapi semua makhluk itu. Rena memberikan 2 buah pisau kepada  gadis yang baru saja ditemuinya. Ia segera menerimanya dan memasang posisi siap menyerang.

ceklek....

Suara pintu terbuka yang ternyata dari baliknya muncul seorang pria. Ya, pria itu adalah Kean.

"Cepat masuk!!!!"

Mendengar panggilan itu membuat mereka segera berbalik dan menyerbu pintu kelas tersebut tanpa menunggu aba kedua.

BUKKHH.....

"Aargh.." Suara erangan Lenna dan kawan-kawan yang berhasil masuk dan terjatuh di lantai.

"huftt..... Hampir saja...." Lenna menatap langit-langit ruangan. Sepertinya baru saja ia melalui senam jantung paling nyata yang pernah ada. Adegan tadi sempat membuatnya panik seribu kali lipat dari biasanya.

Diliriknya teman-teman yang berlari bersama, nampak melakukan hal yang sama dengan Lenna, yakni terbaring dan terus mengatur nafas masing-masing.

Tiba-tiba sekelebat pertanyaan muncul di kepalanya, Siapakah yang telah membantuku? Bantinnya dalam hati.

...************...

Virus Reyns

"ARGGHHH.....!!!"

Suara para kanibal itu terus bersahutan. Dean segera menolong Kean untuk menahan pintu. Temannya yang lain sedang berusaha menutup jendela dengan bangku dan meja yang ada di kelas. Lenna segera bangkit dan mengamati sekeliling. Setelah melihat situasi, Lenna mengambil beberapa kertas dan botol air dalam tas. Ia segera menyiram jendela kaca itu dengan air dan menempelkan  kumpulan kertas tadi agar dapat menutupnya.

"Huft.... Clear." Lenna mengambil langkah mundur dan kembali merobohkan tubuhnya pada salah satu bangku. Cara Lenna ternyata berhasil. Para kanibal itu terdiam setelah jendelanya tertutup oleh kain. Mereka tidak dapat melihat mangsanya lagi.

Lenna yang kelelahan terduduk di kursi dan memejamkan mata. Tangan kanan sibuk meraba bagian leher, benda yang biasa tergantung di sana tidak ada. 

"Hahh!! Ke mana kalungku?" ia mencari di sakunya namun tidak ada. Lenna hanya bisa pasrah dan berharap kalungnya ditemukan kembali.

Kean dan Dean juga kembali ke tempat duduk setelah berhasil membuat blokade pintu masuk dengan beberapa meja yang ditumpuk. Para makhluk itu telah sedikit tenang sekarang. Mereka hanya tinggal mengatur suara agar tidak menarik perhatan para makhluk di depan sana.

"Terima kasih telah menolong kami. Kami sangat berhutang nyawa pada kalian."

Kean menatap wanita berambut pink itu sejenak. "Apakah di antara kalian ada yang terluka?" tanya Kean. Lenna menggeleng dan mengalihkan pandangannya pada teman-temannya. Gadis yang ditemuinya tadi bangkit dan merapihkan pakaian.

"Terimakasih, kalian sudah menyelamatkan aku." ucapnya pada Lenna. Lenna menggeleng "Tidak, seharusnya kami yang berterima kasih padamu. Kaulah yang telah mengarahkan kami untuk memilih arah ke sini." Jawab Lenna.

"Ahh... Tidak, itu hanya kebetulan saja." Gadis itu tersenyum tulus.

Charlie yang sedari tadi menunduk seketika mengalihkan pandangannya ketika mendengar suara yang sangat dikenalnya. Ia menatap gadis yang sedang tersenyum itu. Hatinya seeketika berdegub kencang.

"Laura!!!!"

Gadis yang ternyata bernama Laura itu menoleh ketika mendengar namanya disebut. Matanya mrmbulat sempurna seakan tak percaya.

"Charlie!!" Laura segera berhambur ke dalam pelukan Charlie dan menangis. Charlie merespon balik pelukan Laura. Kean dan yang lainnya masih memandangi kedua orang yang saling mencurahkan kecemasan itu. Hmm... Ternyata gadis ini yang disebut charlie tadi, batin Kean.

"Heyy tenang! Aku di sini sekarang...." Charlie berusaha menenangkan gadis itu. Dihapusnya air mata yang terus menetes menandakan betapa cemasnya dia ketika berpisah dari Charlie.

"Aku sangat takut Charlie!!." ungkapnya.

"Ya.. Aku tau itu. Sekarang tenanglah! Aku ada di sini, bersamamu." Jawab Charlie diiringi senyum.

Laura menghapus air matanya dan kembali tersenyum. "Sekarang katakan padaku, mengapa kau kembali keluar padahal tau kalau keadaan diluar sedang kacau?" Tanya Charlie dengan mimik wajah serius.

"A-aku yang kebetulan sedang memandangi kekacauan diluar jendela terkejut saat melihatmu sedang berada di sana. Aku takut terjadi sesuatu padamu. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk turun." Jawabnya. Charlie yang mendengarnya hanya menggelengkan kepala.

"kau tau bahwa itu sangat beresiko? Kau hampir mencelakai dirimu sendiri demi keselamatan orang lain. Aku tidak bisa membayangkan jika kamu sampai terluka karna aku." Terang charlie.

"Maaf..." Laura menunduk. Charlie kembali menarik tubuh Laura dalam peluknya. "Jangan dilakukan lagi ya anak nakal!!!" charlie menyentuh hidung Laura. Laura yang diperlakukan seperti itu hanya bisa cemberut.

"Hufttt..... Benar-benar sepasang kekasih yang serasi." Gumam Kean sembari tersenyum. Ternyata Kean sedari tadi sibuk mengamati dua orang itu. Lenna yang mendengarnya hanya terkekeh kecil. Kean kemudian menoleh ketika mendengar tawa ringan Lenna.

"Bagaimana bisa kau dan kawan-kawanmu dikejar oleh makhluk itu sampai ke sini?" Diliriknya 2 orang teman Lenna yang juga sedang ngobrol bersama kawannya.

"Ceritanya panjang. yang jelas kami tidak bisa turun sekarang karna sepertinya makhluk itu berhasil mengepung sekolah. Beruntung kau muncul tepat waktu. Seandainya tidak, mungkin kami sudah dimukbang oleh mereka." Lenna membayangkan betapa ngerinya ketika ia berhasil ditangkap oleh para makhluk itu. Kean yang melihat gelagat Lenna pun tertawa. Lenna tampak salah tingkah dibuatnya.

"Ehh iya, kita belum berkenalan. Namaku Kean!" Kean mengulurkan tangannya yang kemudian disambut oleh Lenna.

"Lenna..." Jawabnya sembari tersenyum.

"Kean, kemarilah! Kau harus menyambut teman barumu!!" panggil Della yang sedang bersama Kevin, Rian, Chandra, dan dua kawan  Lenna yaitu Rena dan Diva. Mereka tampak berbincang dengan hangat. Kean yang mendengar ajakan itu mengangkat tangannya yang mengisyaratkan kata 'nanti'.

"Si buaya itu kembali beraksi. Sepertinya ia sedang mengincar mangsanya" Ejek Kevin yang diiringi tawa teman-temannya. Sedangkan Kean yang mendengarnya sontak menatap ke arah Kevin.

"Heyy... Heyy... Tenang bung!!! Ini hanya gurauan. Aku takut dengan matamu yang setajam pisau itu." Kevin tak berhenti mengerjai kawannya. Charlie dan Laura juga ikut tertawa mendengarnya. 

Mereka tak pernah berubah. Walaupun keadaannya sudah seperti ini. Batin Charlie. Dipandanginya satu persatu kawan-kawannya itu. semoga ini akan menjadi kelompok seperjalanan yang sempurna. Ia berharap dalam hati. Entah mengapa hatinya berkata bahwa dunia sebentar lagi akan berubah. Charlie kemudian mengeratkan pelukannya pada Laura.

Kean yang masih memasang muka malas memilih untuk mengalihkan perhatian pada ponsel. Banyak notifikasi yang belum sempat ia baca.

Jum'at, 19 oktober 2033. Pukul 9.32.

"Berita terkini, beberapa benua di belahan dunia saat ini telah dihebohkan dengan kemunculan fenomena aneh yang sedang melanda. Di mana telah terjadi penyebaran sebuah virus yang diduga agak mirip dengan virus rabies. Namun masih memiliki banyak perbedaan. virus ini jauh lebih kuat, lebih ganas, dan penyebarannya jauh lebih cepat bila dibandingkan dengan virus lain. Para pakar medis memberi nama virus ini dengan nama virus Reyns. Virus Reyns dapat menyebar lewat setiap gigitan dari orang yang terinfeksi. Virus Reyns mampu merusak sel-sel dalam tubuh dan mengambil alih sel otak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa orang yang terinfeksi virus ini telah mati. Namun, tubuhnya masih dapat bergerak karena sel dan jaringan otak telah berada di bawah kendali virus. orang yang telah terjangkit virus ini akan berusaha menyerang makhluk lain layaknya binatang buas yang sedang dalam keadaan lapar. Saat ini, pihak militer dan pakar medis masih menelusuri tentang kemunculan dari virus Reyns. Para warga yang selamat akan di ungsikan ke berbagai tempat untuk sementara waktu."

Kean menatap layar ponsel tanpa berkedip. Ia segera memberitahukan berita ini pada kawannya yang lain. Mereka semua membaca berita tersebut untuk menumpahkan rasa penasaran masing-masing.

Ternyata dugaanku tidak salah. Kean mengingat pernah berfikir bahwa ini semua merupakan serangan dari sebuah wabah.

"Virus Reyns, akhirnya kita memiliki nama untuk para makhluk itu." Ujar Dean.

"Aku harus menghubungi keluarga ku!" Diva segera mencari ponselnya di dalam tas. Mendengar ucapan Diva, sontak yang lain juga melakukan hal yang sama. Kecuali Kean, Dean, dan Lenna. Kean sekilas melirik Lenna yang sedang memperhatikan teman-temannya.

"Hey!!! Apakah kau tidak ingin menghubungi orang tua mu?" Didekatinya Lenna yang sedang menikmati sandaran sebuah bangku yang kini menjadi tempatnya merobohkan diri.

"Aku tidak memiliki keluarga sejak kecil."

Kean terkaget. Ditatapnya lekat gadis di depannya itu yang masih tersenyum sembari memandangi teman-temannya.

"Maafkan aku! Aku seharusnya tidak bertanya seperti itu padamu." Ucap Kean tulus. Lenna menoleh dan mengangguk

"Cukup wajar untuk seorang pria yang baru dikenal," Ujarnya. Kean terkekeh malu.

*sedikit info, sekolah yang ditempati Kean dan yang lainnya ini merupakan sekolah kelas unggulan. Segala fasilitasnya sangat lengkap dan modern. Mereka hanya menerima siswa yang ber IQ tinggi. Tak heran jika rata-rata siswa yang ada di dalamnya merupakan siswa unggulan dan memiliki otak cerdas. Mereka telah memahami beberapa bahasa, penggunaan jaringan, serta ahli dalam pembuatan robot. Bahkan beberapa diantaranya telah mempelajari teknik beladiri dengan baik. Benar-benar sekolah yang Elit.

....

"Hufftss.... Terima kasih telah menolongku!" ucap seorang remaja yang masih terpaku menatap pemandangan yang telah kacau di bawah sana.

"Berterima kasih untuk apa?" Fian mengerutkan keningnya.

"karena kau telah menarikku tadi saat aku hendak pergi menuju lantai bawah."

"Ahh... Itu hanya kebetulan."

Fian kembali melihat keadaan di bawah. "Terlalu banyak pasukan Reyns di luar, bagaimana caranya untuk mencari jalan keluar?" gumamnya.

"Mengapa tiba-tiba saja muncul tragedi seperti ini?" Tanya Farel di tengah hening.

"Tim para medis belum mengetahui dengan pasti sebab dan akibat dari virus ini. Mungkin karna adanya kecelakaan di dalam lab, ataupun dilepaskan secara sengaja, masih dalam penyelidikan katanya." Jawab Brayen yang melihat sekilas temannya itu.

"Farel, apakah kau membawa mobilmu?" Tanya Fian. pria bernama Farel itu mengangguk.

"Baiklah, sekarang hanya kita bertiga di kelas ini. aku sudah berusaha untuk mewanti-wanti mereka agar tidak keluar namun mereka tak mengubrisnya. Entah bagaimana nasib mereka sekarang."

"Aku telah memutuskan untuk keluar dari kelas ini. Mencari benda berguna dan mencari siapa saja yang masih selamat. Kini kita perlu mengisi perbekalan terlebih dahulu." Fian mengintruksi kawan-kawannya. Brayen tampak setuju dengan keputusannya. Farel tersenyum melihatnya.

Sepertinya aku akan bergabung bersama mereka. Mungkin ini akan menjadi perjalanan yang panjang. Farel memandangi mereka berdua dengan Fian sebagai orang yang hendak ia ikuti.

"Baiklah, sekarang apa keputusanmu?" tanya Farel.

"Menurutku, kita harus sedikit berkeliling untuk mencari beberapa peralatan dan juga persediaan makanan. Beruntung jika kita dapat bertemu dengan kawan kita yang selamat. Bagaimana, kalian setuju?"

Farel dan Brayen mengangguk serempak. Dalam hati Farel puas dengan keputusan itu.

....

klek...klek..klek.... 

Suara langkah kaki seseorang menggema seisi koridor. Tampak seorang wanita membawa sebuah kapak yang digunakan sebagai alat jika ada keadaan darurat, mungkin seperti ini contohnya. Pakaian putih yang ditutupi oleh jaket hitam itu penuh dengan noda darah. Ia melangkah tak berdaya. Tenaganya seperti baru saja terkuras.

Ia masuk ke dalam salah satu ruangan. Sepertinya wanita itu sedang mencari sesuatu. "Ketemu!!!!" ujarnya sembari mengangkat sebotol air mineral yang masih utuh kemasannya. Ia segera meneguknya sedikit lalu mengambil salah satu tas dan memasukan barang-barang yang dianggapnya perlu. 

"Ahh...." 

Gadis itu menghentikan aksinya sejenak. Menatap botol mineral itu dalam diam.

"Kepalaku pusing sekali. Sepertinya sudah lama aku tak sadarkan diri." ujarnya seorang diri. Dipaksanya tubuh yang lemah itu untuk keluar. Ia melihat papan tangga dari kejauhan.

"Hahh??? Sampai sejauh ini kah aku tak sadarkan diri? perasaan tadi aku berada di lantai 2." Wanita itu terheran setelah melihat tulisan pada papan di sisi atas pintu masuk lantai, menunjukan lantai 5.

"Bagaimana jika makhluk tadi kembali mengejarku?" wajah putihnya kini pucat. Ia sangat ketakutan sekarang.

Aku harus segera turun! Tekadnya dalam hati.

Sesampainya di lantai 4. Ia mulai menapaki kakinya dengan hati-hati. Matanya meneliti tiap ruangan yang dijumpainya. Ia kembali mencari apakah masih ada yang selamat atau tidak. Sepanjang perjalanannya ia hanya dihadirkan dengan bercak darah dan pecahan-pecahan kaca di setiap lantai dan dinding koridor. "Sepertinya tak ada orang lain di dalam sini." Ia memilih kembali menuju tangga dan melangkah turun menuju lantai bawah.

"Tidak, sepertinya aku tidak bisa menuju lantai  1 dan 2, terakhir sebelum aku taksadarkan diri aku melihat sekumpulan makhluk itu berlarian dan berusaha untuk menyerang yang lain." Gumamnya masih seorang diri.

tanpa berpikir lama, gadis itu melangkahkan kakinya di lantai 3. membuka jaket hitamnya dan membiarkannya tak terkancing. 'Vina' sebuah nama yang tertera pada label di dada kanan. 

"Aku harus segera mencari orang yang selamat!" dilangkahkannya kaki secara perlahan. Matanya terus memperhatikan kondisi sekitar.

Sesampainya di persimpangan, ia melihat sebuah kalung dengan batu liontin berwarna merah muda. Kalung tersebut tergeletak di sisi kanan persimpangan. "Akhirnya menemukan petunjuk." Vina seperti menemukan harapan baru. Ia memasukan kalung itu ke dalam saku jaket.

Vina melanjutkan perjalanannya dengan sedikit antusias. Saking antusiasnya, ia tidak sengaja menyenggol sebuah kaca yang pecah. Kaca itu jatuh ke lantai dan pecahannya berserak. Pastinya ini menimbulkan suara yang nyaring.

"ARGGHH....!!!!"

BRUKHHH.... 

PRANNG...

para Reyns muncul dari setiap ruangan. Vina menoleh ke belakang dan melihat puluhan Reyns sedang mengejarnya.

Vina berlari kalang kabut. Ia terus saja berlari hingga pandangannya mencapai sudut tembok koridor. Koridor tersebut berbelok arah ke kanan. Ia mengikuti arah koridor tanpa berfikir lagi..

Tiba-tiba saja langkahnya terhenti. Ia terkejut melihat pemandangan di depannya. Bagaimana tidak, di ujung lorong itu puluhan Reyns telah menantinya. Merasakan hawa mangsa, para Reyns tersebut berlari ke arah Vina. Vina yang telah panik itu reflek mundur dan bersandar di sudut tembok. Tak ada jalan kembali untuknya. Ia pasrah dan mulai tak sadarkan diri. Gelap

Waktu serasa berhenti. Sedetik kemudian Vina membuka matanya. Ia melirik arah kanan dan kiri sejenak, lalu bangkit menenteng kapaknya di pundak.

"I'm back!!!" Vina tersenyum senang.

..........

"Arrrggggggghhhhhhhh...!!"

 dak...

dak....

dakk....

CRANGG!!!!

Terdengar suara auman dan hentakan langkah kaki para Reyns. Kean dan teman-teman yang lain saling berpandangan.

"Waspada!!!" Kean segera memberi komando. Mereka bangkit dan mengambil senjata masing-masing.

BUKHH,...... 

CRAATTSS,.....

"ARGHH!!!.."

 PRANNK....

JRATT...JRATT...JRASSSHHH....

Terdengar bermacam-macam suara dari luar ruangan. Mereka masih tetap dalam keadaan siaga. Aneh, sepertinya mereka sedang bertempur. ujar Kean dalam hati.

sekitar 5 menit berlalu. Mereka masih terjaga dengan posisi masing-masing. Dean memandang Kevin penuh isyarat. Kevin yang menerima tatapan Dean kemudian mendekat pada Kean. Kean yang melihat kode dari Kevin mendekat pada pintu dan segera membukanya.

Kriiieeetttt......

Suasana hening tanpa suara. Mereka saling berpandangan satu sama lain. Masih dengan posisi siaga, mereka keluar dari ruangan. Kean memimpin jalan merekadi bagian depan dengan posisi siapnya.

Pandangan Kean terpaku pada sudut koridor,

"What the hell???" Mata kean dan kawan-kawanya tak berkedip melihat pemandangan aneh di hadapannya. Terlihat mayat para Reyns yang telah berceceran di lantai, darah di mana-mana, dan tak sedikit pula yang tubuhnya terbelah.

Mereka melangkahi puluhan mayat itu dengan hati-hati. Kean melihat seorang gadis yang sedang duduk bersandar di sudut koridor. Gadis itu tampak tenang dengan tangan kanannya masih setia memegang kapak. Dengan waspada Kean meletakkan jarinya di bawah hidung gadis itu.

"Masih hidup?" Kean terheran menerima hasilnya. Ia bangkit dan memperlihatkan temuannya pada temannya.

"Seorang wanita??? Yang benar saja?" Ekspresi Dean tak jauh beda dengan Kean. Malah jauh lebih heboh.

"Kita bawa dia masuk!" putus Kean. yang lain menyambut keputusan Kean dengan mengangguk setuju.

...************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!