Suatu siang di perpustakaan daerah.
Sekelompok kecil anak muda melangkah masuk di area pujasera perpustakaan itu. Sesaat mata mereka beredar mencari sesuatu. Saat sudah ketemu, mereka langsung datang menghampiri.
"Hadeuh... pusing kepala bebi... " Keluh salah satu gadis yang rambutnya dikucir kuda sambil menghempaskan diri, duduk di salah satu bangku kayu di kantin itu.
BRUK!
Buku-buku yang semula dia pondong dia taruh agak keras di atas meja.
"Woy...! Pelan dikit napa, mo tumpah air minumku...!" Seru temannya yang sudah lebih dulu duduk di sana. Tangannya yang semula sedang menggenggam sendok refleks meletakkan sendoknya dan segera menyelamatkan botol teh yang bergetar hebat akibat guncangan meja. Maklum, meja itu cuma terbuat dari kayu dan triplek, jadi kalau kurang hati-hati, suka ada gempa lokal di sana.
"Sorry, enggak sengaja..." Ujar gadis tadi sambil nyengir cuek.
Gadis berkucir kuda itu bernama Paramita, biasa dipanggil Rara, sedangkan temannya yang sedang menyantap semangkuk bakso tadi bernama Ratna.
"Wuihh... enak tuh..." Ucap Rara lalu tanpa basa-basi langsung menyambar potongan bola daging itu dengan sendok yang tadi diletakkan Ratna.
"Loh... loh... Hey! Itu punyaku..." Seru Ratna lagi.
"Halah... cuma sepotong aja kok pelit." Jawab Rara dengan santainya.
Ratna mencebik. Sebenarnya dia masih mau protes, maunya dia Rara pesen saja sendiri, jangan mengganggu kenikmatannya makan. Tapi masa iya cuma karena sepotong bakso harus rame sih...
'Ya... sudahlah...' Pikir Ratna akhirnya.
Sementara itu, tiga orang pemuda yang datang bersamaan dengan Rara tadi hanya tertawa saja melihat ekspresi Ratna. Mereka segera mengambil tempat dan duduk di kursi sekitar mereka berdua.
"Bilangnya mo ke toilet, ditungguin enggak balik-balik... " Komentar Teguh, salah satu dari ketiga pemuda itu pada Ratna.
"Iya, niatnya cuma mo ke toilet, tapi ngeliat buku-buku terus kepalaku jadi cenut-cenut, jadi ya kabur aja..." Jawab Ratna sambil cengengesan.
"Ra, kamu pesan apa?" Tanya pemuda lain yang bernama Rohman sambil matanya memperhatikan gerobak-gerobak penjual makanan di pujasera perpustakaan itu.
"Aku mau minum aja..." Jawab Rara.
"Enggak makan sekalian? Ini udah siang loh, udah waktunya makan... " Kata Rohman lagi sambil melirik jam tangannya, untuk memastikan waktu. Jam dua lewat dua puluh.
"Enggak, perutku masih kenyang, tadi udah makan cilok... " Jawab Rara lagi.
Aslinya, perutnya sudah agak lapar sih, tapi dia sungkan. Rohman udah terlalu sering mentraktir dia dan teman-temannya.
"Beneran enggak mau makan?" Rohman memastikan.
"Iya, beneran..." Jawab Rara sok yakin.
Rohman lalu bangkit dan mendekati penjual baso untuk memesan makanan mereka.
"Aku minta minuman mu dulu, keburu haus nih..." Ujar Rara sambil langsung meraih botol teh punya Ratna. Ratna tidak menjawab, tapi dia membiarkan Rara meminum teh nya.
"Kamu udah punya bahan untuk tugas makalah dari pak Gondo?" Tanya Rara sambil meletakkan kembali botol teh itu ke atas meja.
"Udah sih, tapi belum yakin..." Jawab Ratna. "Kamu sendiri, udah punya?" Dia balik bertanya.
"Belum yakin juga... " Sahut Rara.
"Lama-lama bosan aku... kuliah kerjaannya baca nulis, baca nulis...." Keluh Ratna sambil meraih botol teh yang isinya udah hampir habis.
"Ya... kalau enggak mau baca nulis, baca nulis, mustinya kamu jangan ambil jurusan akuntansi... noh ambil jurusan tata boga. Bacanya palingan cuma resep, enggak sampai tiga lembar udah selesai... " Celetuk Nedi, cowok ketiga yang dari tadi cuma diam saja.
"Iya kalo kuliah tata boga sama nenek kamu... " Sahut Rara sengak.
"Di mana-mana kalau namanya kuliah, temenan nya sama buku. Walaupun jurusan tata boga, emangnya enggak belajar teori? Enggak belajar ilmu gizi?" Lanjut Rara dengan suara yang sedikit pedas. Entahlah, tiba-tiba emosinya tersulut begitu saja. Mungkin karena faktor lapar sudah mulai menyerang.
"Ada apa, Ra...." Sapa sebuah suara dari arah belakangnya, menarik perhatian Rara. Dia langsung menoleh ke belakang.
"Eh, Tu... eh mas... " Seketika Rara merasa pipinya menghangat. Jantungnya juga berdegup lebih cepat.
"Sedang cari materi kuliah ya...?" Tanya orang itu.
"Inggih, mas. Mas Danu juga?" Tanya Rara basa-basi.
Sepertinya semua orang juga tahu, kalau perpustakaan itu memang buat cari bahan kuliah. Enggak mungkin juga orang datang ke perpus cuma buat hang out kan?
"Iya... Udah selesai? Mau pulang bareng enggak?" Jawab Danu sekaligus menawarkan.
"Heh?!" Rara sedikit kaget dengan tawaran yang tiba-tiba itu.
Duh, musti gimana ini? Kesempatan emas buatnya bisa bareng dengan Danu. Cowok yang tanpa dia sadari sudah menjadi bunga mimpinya beberapa bulan terakhir.
Sesaat dia menoleh ke arah teman-temannya, terakhir dia bertukar pandang dengan Ratna. Pandangannya seolah bertanya "Gimana menurutmu?"
Ratna mengerutkan keningnya. Gestur wajah dan pandangan matanya seakan menjawab.. "Kenapa masih bingung, udah pergi sono..."
Dipikir-pikir lagi, kalau bareng dengan Danu, dia bisa berdua an dengan dia... terus bisa cepat sampai rumah... bisa langsung makan dengan gratis enggak usah beli... plus lagi, dia enggak usah keluar duit buat ongkos. Wah menang banyak ini...
"Boleh pulang bareng, mas?" Tanya Rara meyakinkan.
"Ya iya... aku udah mau pulang, ya paling mampir sebentar nanti, mau bareng enggak?"
"Iya, mas. Mau. Makasih... "
"Ya udah ayo... "
"Em, gaes. Aku nemu nunutan (\=tumpangan). Aku permisi duluan ya. Ratna, minuman ku itu nanti buat kamu aja... Dah...!"
"Yah... Ra, tega ya kamu, dapet gandengan baru yang lama ditinggal." Gurau Teguh dengan wajah dibuat sendu.
"Ya, Guh... sementara aku titipin kamu sama Ratna. Besok aku gandeng lagi." Ucap Rara sambil memondong lagi buku-buku yang tadi sudah dia banting ke atas meja.
Teguh manyun, Nedi dan Ratna tertawa.
"Man, aku duluan ya...!" Pamit Rara, saat melihat Rohman datang dengan beberapa botol minuman di tangan.
"Lah...? Eh, i... ya...." Sahut Rohman seperti bingung mau komentar, saat melihat keberadaan Danu di samping Rara.
"Yuk, semua...!" Salam Danu sesaat sebelum melangkah meninggalkan mereka. Rara melempar senyum pada Ratna sambil mengedipkan sebelah matanya sebelum ikut melangkah mengikuti Danu.
"Ehem...!" Ratna berdeham keras membalas kedipan mata Rara.
Danu menoleh. Ratna langsung mengacungkan dua jarinya sambil cengengesan enggak jelas. ✌ Danu tersenyum miring. Ratna klepek-klepek melihatnya.
...🍓bersambung 🌶...
Catatan author :
Tampil perdana episode CSP season 2 Semoga para reader suka ya...
😘😘😘
"Yuk, semua...!" Salam Danu sesaat sebelum melangkah meninggalkan mereka. Rara melempar senyum pada Ratna sambil mengedipkan sebelah matanya sebelum ikut melangkah mengikuti Danu.
"Ehem...!" Ratna berdeham keras membalas kedipan mata Rara.
Danu menoleh. Ratna langsung mengacungkan dua jarinya sambil cengengesan enggak jelas. ✌ Danu tersenyum miring. Ratna klepek-klepek melihatnya.
"Kamu buru-buru enggak?" Tanya Danu setelah beberapa saat mobil yang mereka tumpangi melaju dalam hening.
"Eung... enggak sih, tuan." Jawab Rara.
Ya, panggilannya *sudah* kembali ke mode awal. Kalau di rumah, atau di sekitar keluarga, Rara akan memanggil tuan pada Danu, karena Danu adalah tuan muda dari keluarga tempat keluarga Rara bekerja.
Sebenarnya Danu sudah meminta Rara cukup memanggilnya dengan mas, tidak perlu tuan, karena sebenarnya dia merasa risih kalau dipanggil tuan oleh Rara.
Bukan apa-apa. Kalau Rara memanggilnya tuan, otomatis teman-temannya, baik teman-temannya Rara atau teman-temannya Danu sendiri juga akan mendengar panggilan itu. Rasanya kok gimanaa gitu. Kayak jaman feodal aja, ada tuan dan hamba sahaya.
Tapi Rara sendiri enggak bisa begitu saja merubah panggilan itu. Orang tuanya sudah wanti-wanti padanya untuk menjaga etika itu. Sudah ada batas demarkasi antara Rara dan Danu.
"*Ingat Ra... Tuan Danu itu juraganmu... jangan lancang, jangan sampai lupa diri*..."
Begitu pesan yang diamanatkan orang tuanya pada Rara.
"*Keluarga Darmawan sudah banyak berjasa pada keluarga kita... sudah sepantasnya kita membalasnya dengan kesetiaan, rasa hormat dan bekerja dengan sebaik-baiknya*.."
Makanya, kalau sedang tidak bersama teman-teman, Rara akan tetap memanggil Danu dengan embel-embel tuan di depan namanya.
"Tuan ada perlu kah? Saya bisa diturunkan di depan kok... " Ucap Rara cepat, takut Danu merasa keberatan untuk di *nunuti* pulang.
'***Tapi kenapa tadi nawarin untuk pulang bareng***?'
"Iya, aku ada perlu sebentar, tapi kamu enggak usah turun juga... Kamu ikut aku sebentar enggak apa-apa, kan?" Tanya Danu.
"Ya... enggak apa-apa, sih... " Jawab Rara dengan nada menggantung.
***Lalu gimana nasib perutku ini... lapar***...
Seakan menyuarakan suara hati majikannya. Tiba-tiba saja terdengar suara kerucukan dari perut Rara.
***Mati aku***...
Secara refleks Rara langsung menatap Danu, berharap Danu tidak mendengar nyanyian kelaparan itu. Tapi yang ada malah Danu yang balik menatapnya dengan ekspresi seperti heran campur geli gitu.
"Maaf... " Ucap Rara. Hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya. Seketika dia menunduk menyembunyikan rasa malu dari wajahnya.
"Enggak apa-apa, wajar lagi... ini emang sudah lewat waktu makan siang..." Sahut Danu dengan bijaknya. Mungkin kalau teman Rara yang lain yang mendengar nyanyian kelaparan itu, pasti dia sudah habis ditertawakan. Tapi enggak dengan Danu.
Walaupun Rara tahu, dan sudah melihat sendiri ekspresi geli di wajahnya, tak ada tawa itu. Diam-diam Rara melirik mencari tahu, apakah lelaki itu diam-diam mentertawakannya... Eh, kok pas Danu menengok juga kearahnya. Dia cuma tersenyum memaklumi.
*Duh, Gusti... rasanya menggelepar hati ini*...
Beberapa saat mereka saling diam lagi, hingga mobil akhirnya berbelok masuk ke sebuah cafe yang tidak terlalu ramai.
Rara menatap cafe itu sambil berfikir.
***Ikut turun atau enggak ya... kalau tuan Danu agak lama sih, mendingan ikut turun saja, cari makanan***...
"Ayo... " Ajak Danu mendahului keputusan Rara.
Rara mengangguk pelan. Dia lalu membuka seatbelt nya dan segera turun.
Dia masih berdiri di samping pintu mobil sementara Danu berjalan agak memutar sambil memperhatikan HP nya.
"Tuan... "
"Yuk... "
Ucap mereka hampir bersamaan. Spontan mereka terkekeh karena nya.
"Ada apa?" Tanya Danu kemudian.
"Eng... enggak jadi... " Kata Rara.
Tadinya dia mau minta izin beli makanan sementara menunggu tuannya itu menyelesaikan urusannya. Tapi setelah mendengar ajakan "Yuk" dari Danu. Rara paham kalau Danu ingin dia mengikutinya.
Mendengar kalau Rara bilang "enggak jadi" Danu cuma bilang "Oh" tanpa suara. Lalu setelah memberi isyarat tangan supaya Rara mengikutinya, dia mendahului melangkah.
Melewati pintu, Danu melambatkan langkahnya, dan mengedarkan pandangannya. Dia melambai pada beberapa orang yang duduk sedikit di sudut. Rara tahu itu, karena dia lihat orang-orang itu melambai balik kearah mereka, eh Danu maksudnya. 🤭
Keduanya melangkah mendekat kearah mereka.
"Hei!" Sapa Danu. Yang dibalas oleh mereka secara acak.
Rara cuma mengangguk menyalami mereka sambil tersenyum dan mengedarkan pandangannya. Walaupun satu dua dari mereka Rara sudah kenal. Tapi dia tidak bisa sok akrab dengan mereka. Karena mereka itu teman Danu. Teman juragan otomatis juga harus "dihormati"
"Duduk, Ra." Perintah Danu, sambil menunjuk kursi kosong di sebelah kursi teman-temannya. Setelah itu dia memanggil pelayan dengan tangannya.
Pelayan mendekat.
"Aku pesan cappucino aja...Kamu pesan makanan sekalian, sementara aku menyelesaikan urusanku..." Katanya lagi.
Rara mengangguk.
Mungkin karena cafe nya enggak terlalu ramai, atau mungkin karena profesionalitas crew nya. Pesanan Rara cepat datang. Satu paket nasi dan ayam geprek. Dan segelas es teh.
![](contribute/fiction/6014561/markdown/14436271/1669107571363.jpg)
"Semuanya, monggo makan dulu..." Rara berbasa-basi sebelum makan.
Ada yang mengangguk, ada yang tersenyum ada juga yang cuek menanggapinya.
*Terserah... enggak ngurus... yang penting aku makan*.
Begitu pikir Rara.
Rara tahu diri, dia tidak boleh berlama-lama makan, walaupun tidak buru-buru juga... Pokoknya, Rara berusaha menyelesaikan makannya sebelum Danu sempat bertanya 'sudah?'
Tapi sepertinya pertanyaan itu tidak akan pernah terlontar dari si tampan yang selalu menjaga sopan santun itu. Demi dilihatnya Rara masih menikmati makanannya, Danu kembali melanjutkan obrolannya dengan teman-temannya.
Rara tahu dan merasakan hal itu. Sesekali sambil mengunyah makanannya, Rara mencuri pandang kearah Danu. Dan beberapa kali juga dia mendapati Danu secara samar memperhatikannya.
Waktu tanpa sengaja pandangan mereka bertemu, Danu dengan santainya tersenyum dan sedikit *manggut*, seakan ingin mengatakan... '*udah, nyantai saja makannya*...', Yang akhirnya membuat Rara sungkan sendiri dan dia tidak bisa bersantai-santai menikmati makan siang yang terlambat itu.
"Sudah selesai, Ra?" Tanya salah satu teman Danu yang dia tahu bernama Iwan, sambil tersenyum.
"Sudah mas... Alhamdulillah... " Jawab Rara sambil me-lap mulutnya dengan tisu yang tersedia di mejanya.
"Habiskan dulu minuman mu, lalu kita pulang... " Ucap Danu. Lalu dia sendiri menghabiskan cappucino nya.
Rara menuruti ucapan Danu. Bukan karena apa... mulutnya masih kepedasan gara-gara sambal ayam geprek itu.
"Sudah, mas..." Ucap Rara kemudian setelah menghabiskan air teh nya, hingga hanya tersisa es batu nya yang belum sempat mencair karena keburu habis airnya.
"Oke... Ya udah, gitu dulu ya... ntar kalau ada perkembangan aku kasih tahu deh." Ucap Danu sambil bangkit dari duduknya. Rara seketika ikutan berdiri.
"Yuk... " Ucap Danu sambil mempersilahkan Rara untuk berjalan lebih dulu, setelah itu baru dia melangkah mengikuti.
Sebelum keluar cafe, Danu mampir dulu ke meja kasir untuk membayar pesanan mereka.
Rara melangkah lambat menuju mobil sambil menunggu Danu. Malu dia kalau ikut mendampingi Danu ke kasir.
Sambil berdiri menunggu, dia menggapai-gapai isi tasnya mencari sesuatu.
"Nyariin apa?" Tanya Danu yang tiba-tiba sudah berada di depan Rara.
"Permen. masih kerasa pedesnya." Jawab Rara sambil mendongak sepintas kearah Danu dan langsung mencari lagi.
"Nih... "
Telapak tangan Danu terulur dengan dua butir permen diatasnya.
"Eh?"
Rara memungut sebutir.
"Itu tadi kembalian... katanya enggak ada receh... " Ucap Danu tanpa ditanya.
"Oh... em, tuan. makasih banyak ya..." Ucap Rara sambil membuka pintu, setelah terdengar bunyi bip bip dari mobil.
Danu mengibaskan tangannya ringan, sebagai isyarat "bukan masalah". Setelah itu dia berjalan setengah memutar lagi untuk mencapai kursi kemudi.
" Langsung, pulang?" Tanya Danu sambil memasang seatbelt dan menoleh ke Rara.
"Perut kenyang mah, aman tuan. Mau mampir-mampir lagi juga gak apa-apa." Sahut Rara sambil tertawa kecil dan menutup mulutnya dengan telapak tangan.
...🍓bersambung🌶...
![](contribute/fiction/6014561/markdown/14436271/1669108266161.jpg)
Akhirnya, tanpa banyak bicara lagi, Danu lalu mengarahkan mobilnya pulang.
Jam setengah empat, akhirnya mobil mencapai area pekarangan rumah yang luas itu.
Di depan, dekat pintu masuk utama rumah, terlihat sebuah mobil pajero hitam sudah terparkir. Secara tidak sengaja, kening keduanya berkerut bersamaan melihatnya. Bisa ditebak, dua-duanya palingan berpikir... Mobil siapa itu? Tapi tentu reaksi berikutnya tidak akan sama.
Bagi Rara, pertanyaan itu hanya sekedar kebiasaan saja, untuk reaksi atas ketidak-tahuannya pada sesuatu.
Pertanyaan... Mobil siapa itu? Sudah cukup menjadi pertanyaan saja. Mau ada jawabannya syukur... enggak ada juga enggak masalah kan?
Untuk Danu... Pertanyaan itu bagaikan perintah tidak langsung dari otaknya, agar menggali ingatan... Danu sadar, mereka tidak tinggal di kota besar yang membuat pemandangan atas mobil serupa pajero itu menjadi pemandangan umum dan lumrah.
Di tempat ini, hanya beberapa orang saja yang punya mobil seperti itu. Makanya, dia langsung menebak-nebak, siapa kira-kira, orang yang punya mobil seperti itu, dan mempunyai urusan dengan keluarga mereka, hingga datang ke kediaman mereka ini.
Setelah melakukan analisis cukup cepat... (enggak sampai lima detik!), Danu langsung memutuskan untuk batal berhenti di sana dan langsung bablas ke pekarangan belakang. Rara yang sudah meraba kokot seat beltnya dan siap melepaskan, sampai sedikit bingung dibuatnya.
Lah, kok bablas?
Spontan dia menatap Danu tidak mengerti. Tapi enggak ada pertanyaan apapun dari mulutnya. Danu yang merasakan tatapan Rara cuma menoleh sepintas sambil nyengir dan langsung melempar pandangan kembali ke depan. Dan kamu tahu.. melihat cengiran Danu membuat Rara seketika lupa, kenapa dia tadi menatap Danu.
Beneran deh... senyuman Danu itu bagaikan suatu hipnotis untuknya. Rasanya apapun perintah Danu, kalau sambil tersenyum begitu, pasti bakal dia lakukan. Meski perintahnya itu disuruh nyemplung sumur sekalipun ... 😅
Setelah sedikit memutar, Danu memarkirkan mobilnya di dekat pintu masuk belakang.
"Udah sampe... " Kata Danu sambil mematikan mesin mobil.
"Oh... iya. Makasih ya, tuan... " Ucap Rara sambil melepaskan seat beltnya dan bergerak turun. Maunya dia tanya, 'Kenapa enggak jadi parkir di depan?' Tapi rasanya dia enggak punya hak sejauh itu untuk bertanya. Karena itu mengabaikan sedikit rasa penasarannya dia melangkah menuju pintu.
Pintu belakang rumah itu lebar dan jarang sekali di tutup. Banyak para pegawai dan pelayan rumah ini yang duduk-duduk disekitar sana. Karenanya, kedatangan mobil Danu di situ pasti menarik perhatian mereka.
"Kok lewat sini?" Tanya Rini, salah seorang pelayan yang sedang duduk di sana.
"Lah... aku mah apa kata bos lah... namanya juga nunut... " Sahut Rara sambil terkekeh.
Sementara Pramono, seorang pelayan pria segera mendekat.
"Tuan, mobilnya mau dicuci ta?" Tanyanya langsung tembak.
Ya, Kadang-kadang mobil yang mau dicuci memang di bawa ke pekarangan belakang ini sama sopirnya... sopirnya ya... bukan pemiliknya. Tapi berhubung Danu ini salah satu pemilik mobil yang enggak punya sopir, makanya, kadang dia bawa sendiri mobilnya ke situ untuk minta dicuci kan. Atau kalau enggak, dia tinggal bilang, 'Mobilnya bawa kebelakang...' Biasanya itu sudah berarti perintah untuk mencuci mobilnya.
"Iya... tolong ya, mas..." Jawab Danu sambil tersenyum.
"Siap tuan..." Sahut Pramono riang.
Inilah salah satu kelebihan Danu, yang membuat Rara dan kawan-kawan sesama pekerja di rumah itu menyukainya.
Danu itu selalu ramah dan sopan pada siapapun. Membuat para pelayan itu justru semakin sungkan dan hormat padanya.
Dia membiasakan dirinya memanggil para pelayan itu mas atau embak alih-alih namanya langsung. Dan dia juga tidak pernah lupa mengucapkan kata "tolong" serta "terima kasih" jika pekerjaan mereka sudah selesai.
"Oh iya, mas... Bagian dalamnya biarkan saja, sampean bersihkan luarnya saja!" Ucap Danu setengah berseru saat dia sudah hampir mencapai pintu.
Pramono yang sudah menarik slang dari dekat kran segera menoleh dan mengangguk.
"Oh... inggih tuan." Katanya paham. Danu mengangguk dan kembali melanjutkan langkahnya. Masih tetap dengan senyuman di bibir, membuat para pelayan wanita yang dilewatinya seketika terbungkam mulutnya. Terkesima atas kharisma sang tuan muda.
Rara berdiri di ambang jendela, dekat meja besar yang biasanya digunakan para pekerja dirumah itu untuk meja kerja dan meja makan. Tangannya meraih sebungkus nagasari yang tersaji di atas piring, di meja itu.
"Masih lapar?" Tanya Danu iseng saat melihat Rara meraih panganan itu.
Rara mengangguk dan menunduk sopan. Dia tidak berani menatap Danu yang tersenyum tipis saat melaluinya.
Disini, di rumah ini, aturan masih berlaku ketat. Atasan dan bawahan ada garis tak kasat mata yang membatasi mereka. Kalau di kampus Rara masih bisa cengar-cengir dan bergurau dengan Danu. Jangan berani-berani dia lakukan itu di rumah ini. Bisa 'dihajar' dia nanti oleh sang nenek. Mbok Darmi.
Wajah Rara menunduk, seakan sedang berkonsentrasi pada makanan berbungkus daun pisang itu. Dia membuka dan mulai menggigitnya. Sementara menikmati panganan itu, diam-diam dia mengerahkan seluruh panca indranya mengikuti Danu, hingga sosok itu hilang dari jangkauan radarnya.
"Beuhh... itu orang seperti dewa ya... udah ganteng, sopan pula..." Gumam salah satu pelayan memecah keheningan, yang langsung diangguki oleh temannya. Lalu obrolan seputar Danu pun bergulir.
Duh, kalau ngomongin sosok Danu mah, enggak bakal kehabisan tema rasanya. Dia itu sumber inspirasi khayalan para hawa di sini... (yang pasti enggak termasuk anggota keluarganya ya). Apapun tentang dia, pasti asik untuk diomongin. 😂
Oh iya... mau gambaran tentang sosok Danu? Dia itu ... badannya tinggi dan enggak kekar, cenderung kurus malah, tapi dia kuat loh. Kalau lagi nganggur gitu, Danu suka latihan pakai barbel. Bukan barbel gede kayak punya binaragawan gitu. Cuma barbel kecil, ya... palingan sekitar satu atau dua kiloan beratnya. Tapi kalau kamu pakai itu selama sepuluh menit aja udah sanggup bikin tanganmu kram loh, kalau enggak biasa...
Kulitnya kuning kecoklatan dan bersih. Rambutnya... kalau sekarang kelihatan agak gondrong sih, mungkin dia belum sempat cukuran. sampai-sampai kelihatan seperti punya poni. Tapi buat dia mah, gimanapun gaya rambutnya tetep aja keren. Dengan gondrongnya ini malah bikin dia kelihatan tambah cool. 🤭
"Ayo... sambil ngomong tangannya sambil kerja... Sudah sore ini... "
Terdengar sebuah suara dari arah pintu lain. Seketika orang-orang disana menoleh kearah asal suara.
"Eh, mbok Darmi... " Gumam beberapa orang yang ada di sana. Serta merta mereka langsung kembali pada kesibukannya masing-masing.
"Baru pulang, kamu..." Tegur mbok Darmi pada Rara. Rara mengangguk dan bergerak mendekat untuk mencium punggung tangan wanita sepuh itu.
"Ayo segera bersih-bersih... masih ada pekerjaan yang bisa kamu lakukan." Perintah mbok Darmi lagi.
"Iya, mbok..." Sahut Rara. Setelah itu, dia pergi ke kamarnya untuk bersih-bersih, seperti yang disampaikan oleh neneknya tadi.
Sementara itu...
Danu menyempatkan diri untuk melongok diam-diam ke ruang tamu, memastikan dugaannya tentang tamu yang datang ke rumahnya sore ini.
Nah, kan bener...
Pikirnya sambil langsung masuk ke kamarnya.
Danu meletakkan ranselnya di atas kasur begitu saja. Setelah itu dia mengambil kotak rokoknya, dan duduk di kursi kerjanya yang menghadap jendela. Dia menarik tuas, hingga kaca nako di samping mejanya itu terbuka. Setelah itu dengan posisi bersandar dan kaki lurus diatas meja. Dia mulai menyalakan rokoknya.
Sekali... dua kali... dia menghembuskan asap rokok yang dia hisap. tidak pasti dengan yang ada di kepalanya, sampai suara ring tone HP nya terdengar memanggil. Dia meletakkan rokoknya di asbak sebelum bergerak meraih HP di saku celananya.
"Halo... " Salamnya spontan setelah menarik tombol hijau ke atas.
...❤️bersambung ❤️...
To my all reader
Please, do like it...
🤭 🙏
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!