Ramzi jatuh cinta pada pandangan pertama, ketika dia melihat seorang gadis yang sangat ayu di mata Ramzi di pesantren milik Kiai Amar. Kiai Amar merupakan teman karib sang Abi yang juga mempunyai pesantren.
"Abi, boleh aku berbicara dengan Abi?" tanya Ramzi.
"Kamu mau bicara tentang apa Ramzi?" tanya Kiai Afnan.
"Lamarkan aku seorang gadis Abi," ucap Ramzi.
"Hah...tumben kamu minta lamarin, kemarin Ummi dan Abi jodohkan kamu dengan banyak gadis semua kamu tolak," ucap Kiai Afnan.
"Abi yang ini lain, ayu banget. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama," ucap Ramzi.
"Gadis mana yang mau kamu lamar?" tanya Kiai Afnan.
"Putri Kiai Amar," ucap Ramzi.
"Subhanallah, kok pas banget. Abi memang mau menjodohkan kamu dengan putri Kiai Amar. Yah sudah, lusa kita ke rumah Kiai Amar untuk melamar gadis pujaan kamu," ucap Kiai Afnan.
"Alhamdulilah, syukron Abi," ucap Ramzi, memeluk Kiai Afnan.
2 hari berlalu sangat cepat. Persiapan demi persiapan yang keluarga Ramzi lakukan, dari makanan, parsel dan juga cincin yang sudah dipaskan dengan gadis yang ingin dilamar Ramzi. Keluarga Kiai Amar sudah tahu akan lamaran ini, karena sebelumnya sudah dibicarakan untuk perjodohan anak-anak mereka.
Wajah Ramzi sangat gembira, sangat berseri-seri. Dia bolak balik mengganti baju gamis agar penampilannya terlihat sempurna.
"Ummi, gamis ini cocok gak sama aku?" tanya Ramzi.
"Duh anak Ummi, subhanallah gantengnya pol banget, cie yang mau lamar gadis pujaan," ledek Ummi Laila.
"Yang benar Ummi, aku sudah ganteng?" tanya Ramzi untuk memastikan kembali.
"Masa Ummi bohong sih, ayo kita berangkat. Lebih cepat, lebih baik," ucap Ummi Laila.
Ramzi memegang tangan Umminya untuk menuju ke mobil, langkahnya berhenti seketika.
"Kenapa Ramzi? ada yang kelupaan? cincin sudah sama Ummi," ucap Ummi Laila.
"Astagfirullah Ummi, aku belum pakai minyak wangi, tunggu aku sebentar Ummi," ucap Ramzi, sambil berlari.
Ummi menggelengkan kepalanya, melihat tingkah anaknya yang begitu gembira karena ingin melamar gadis pujaannya.
***
Ramzi kini sudah berada di dalam mobil, lamaran ini dihadiri oleh keluarga inti, juga paman dan bibi Ramzi. Ia beberapa kali mengusap-usap dadanya, jantungnya berdenyut dengan cepat.
"Deg degkan yah? tenang, bismillah," ucap Ummi Laila terhadap Ramzi.
Mobil rombongan Kiai Afnan melesat dengan kecepatan sedang, Ummi Laila mengusap-usap tangan anaknya agar tenang, jangan gugup.
Memasuki gerbang pesantren milik kiai Amar mereka disambut dengan sholawatan beserta iringan rabana. Kiai Afnan dan kiai Amar saling berpelukan satu sama lain.
"Masya Allah Kiai, sehat?" tanya kiai Amar.
"Alhamdulilah, sehat Kiai. Antum bagaimana, sehat?" tanya balik kiai Afnan.
"Sehat-sehat, mari masuk," ucap kiai Amar menyambut para tamunya.
Rombongan Kiai Afnan pun masuk, Ramzi didampingi oleh sang Ummi. Senyuman yang lebar ditampakkan oleh Ramzi karena hatinya sangat bahagia.
Kini kedua keluarga sudah duduk bersama-sama. Kiai Afnan pun memulai niatan kedatangan keluarganya.
"Assalamu'alaikum, dengan segala hormat saya sampaikan terima kasih kepada keluarga Kiai Amar yang sudah menerima kedatangan kami. Kedatangan saya kali ini, yaitu ingin mengutarakan niatan baik putra saya, Ramzi Sahban Elfathan untuk meminang putri Kiai Amar," ucap Kiyai Afnan.
"Wa'alaikumsalam, terima kasih kepada rombongan keluarga Kiai Afnan yang sudah datang untuk melamar anak saya, saya mempunyai 2 anak perempuan yang masih belum menikah. Akan tetapi 2 hari yang lalu anak bontot saya sudah di khitbah oleh murid saya yang sekarang mengajar di pesantren ini. Dari perbincangan kita seminggu yang lalu saya ingin menjodohkan anak kedua saya dengan Gus Ramzi, Masya Allah ternyata katanya Gus Ramzi lah yang meminta untuk dilamarkan. Sebentar saya akan memanggil putri saya," ucap kiai Amar.
"Apa putri Kiai Amar ada 2 yang belum menikah, yang aku lihat yang mana? anak kedua atau ketiga?" gumam hati Ramzi, perasaannya sudah tidak enak.
Nyai Adiba memanggil putrinya, keluarlah 2 anak gadis kiai Amar, yaitu Ning Delisha dan Ning Inayah. Ning Delisha merupakan anak ketiga sedangkan Ning Inayah anak kedua.
Amar tersenyum melihat gadis pujaannya.
"Ini kedua anak gadis saya, sebelah kanan namanya Delisha anak ketiga saya yang sudah dikhitbah dan sebelah kiri adalah Inayah yang akan dijodohkan oleh Gus Ramzi," ucap Kiai Amar.
Deg
Hati Ramzi berdetak tak karuan, yang dia lihat dan langsung jatuh cinta adalah Ning Delisha, tapi yang dia akan lamar Ning Inayah, Ramzi menatap umminya.
"Cantik Ning Inayah, pantas kamu langsung suka," bisik ummi Laila, kepada Ramzi.
Ramzi hanya tersenyum kecut ketika ummi Laila berbisik di telinganya.
"Ya Allah, kenapa jadi seperti ini. Aku menginginkan Ning Delisha yang menjadi istriku bukan Ning Inayah, keluarga besarku bahkan sudah datang semua. Jika aku bilang membatalkan lamaran ini, Abi pasti akan malu. Apa yang harus aku perbuat?" gumam hati Ramzi.
"Bagaimana Ramzi? silahkan kamu sendiri yang melamar Ning Inayah di depan Kiai Amar dan Nyai Adiba," ucap Kiai Afnan.
Ramzi sudah berkeringat dingin, bukan ia gugup. Tapi ia harus mengambil keputusan saat ini juga.
"Assalamu'alaikum, Ning Inayah. Kedatangan saya ke sini yaitu berniat untuk melamarmu," ucap Ramzi.
"Bagaimana Ning Inayah, apakah kamu menerima lamaran Gus Ramzi?" tanya kiai Amar.
"Ya Allah, tolong gerakan hatinya agar dia menolak lamaranku," gumam hati Ramzi.
Inayah terlihat diam dan menundukkan kepalanya, sesekali dia melirik Ramzi. Inayah menarik nafas dan mengeluarkannya dengan perlahan.
"Wa'alaikumsalam, Bismillah. Saya terima lamaran Gus Ramzi," ucap Inayah.
Judarrrr hati Ramzi sangat sesak mendengar jawaban dari Inayah, yaitu jawaban menerima lamarannya.
"Alhamdulilah." Ucap semua yang menghadiri lamaran tersebut, semua sangat bahagia. Terukir senyuman diantara kedua keluarga. Hanya Ramzi yang tidak bahagia untuk lamaran ini.
Seharusnya yang mau Ramzi lamar adalah Ning Dalisha, dia menyalahkan dirinya sendiri. Kenapa tidak cari tahu terlebih dahulu tentang anak gadis Kiai Amar. Lemas tubuh Ramzi, semangatnya lenyap dalam sekejap.
Ummi Laila memakaikan cincin di jari manis Ning Inayah, Ning Inayah mencium punggung tangan Ummi Laila dengan khitmat. Ummi Laila membelai kepala Ning Inayah penuh kasih sayang.
"Cincin ini Ummi pakaikan di jari manis kamu, sebentar lagi kamu akan menjadi anak perempuan Ummi yang akan Ummi sayang seperti anak-anak kandung Ummi. Terima kasih sudah menerima anak Ummi, jika dia menyakitimu kelak bilang Ummi karena Ummi tidak rela jika anak perempuan Ummi tersakiti," ucap Ummi Laila, memeluk erat Inayah.
"Terima kasih Ummi sudah menganggapku sebagai anak perempuan Ummi sendiri, terima kasih sudah menerimaku," ucap Inayah, membalas pelukan Ummi Laila.
Ramzi hanya diam setelah jawaban lamarannya diterima oleh Ning Inayah. Ini bagaikan mimpi buruk yang harus dia lewati hari demi hari kelak. akankah ada cinta di dalam pernikahannya kelak? sedangkan gadis yang sebenarnya Ramzi cintai adalah adik dari Inayah, yang akan selalu melihat Dalisha dalam keluarga ini.
Bersambung
Setelah lamaran selesai, Inayah masuk ke dalam kamarnya. Kini di jari manisnya tersemat sebuah cincin, di mana sebagai tanda bahwa dirinya sudah dikhitbah laki-laki yang akan menjadi suaminya.
Inayah menatap cincinnya, dia memainkan cincin itu sambil tersenyum merekah. Baru kali ini dia merasakan adanya getaran di dada saat menatap seorang laki-laki.
"Tampan." Ucapnya, sambil menenggelamkan wajahnya di bantal kesayangan.
Tok tok tok
suara pintu diketuk.
"Mba Inayah, aku boleh masuk?" ucap Delisha di balik pintu.
"Iya De, masuk aja. Mba gak kunci pintunya," teriak Inayah dalam kamar.
Delisha membawa guling ke kamar Inayah.
"Mba, aku tidur sama Mba yah malam ini. Sebentar lagi kita menikah, jadi mumpung waktu kita masih ada seperti ini. Aku ingin tidur bersama Mba," ucap Dalisha.
"Sini De, tidur di sebelah Mba," ucap Inayah.
Delisha masuk dan langsung merebahkan tubuhnya di samping Inayah.
"Aku gak menyangka, kita sudah dikhitbah dan akan segera menikah. Nanti aku minta sama Umma agar pernikahan Mba dulu baru aku," ucap Delisha.
"Eh, kok gitu 'kan kamu duluan yang dikhitbah. Gak apa-apa kamu duluan aja yang ijab qobul," ucap Inayah.
"Aku gak mau langkahin Mba, oh yah Mba. Gus Ramzi tampan yah, cocok buat Mba," ucap Delisha.
Inayah hanya tersenyum mendengarkan adiknya memuji Gus Ramzi. Malam itu mereka saling bertukar cerita dan membicarakan perasaan mereka masing-masing. Dalisha yang memang sudah menyukai ustadz Adam sejak lama, akhirnya dia dikhitbah dengan ustadz Adam laki-laki pujaannya. Lain halnya dengan Inayah yang baru ada rasa getaran di dadanya ketika hari ini bertemu dengan Ramzi, Inayah jatuh cinta pada pandangan pertama.
Sedangkan dikediaman Kiai Afnan, terlihat raut Ramzi yang tidak bersemangat. Ummi Laila melihat wajah anaknya penuh dengan tekanan, lalu dia menghampiri putranya tersebut.
"Kamu ada apa? abis khitbah bidadari kok kamu jadi lemas, Ning Inayah cantik banget. Kamu pintar pilihnya, profesinya juga seorang dokter,"
"Ummi suka Ning Inayah jadi mantu Ummi?" tanya Ramzi.
"Pertanyaan apa itu Ramzi, yah sudah jelas Ummi suka lah dia akan menjadi istri kamu, mantu perempuan Ummi. Kurang apalagi Ning Inayah, cantik, anggun, cerdas, sholehah, mantu impian Ummi banget itu," ucap Ummi Laila.
"Kok dia mau terima langsung lamaran aku yah Ummi," ucap Ramzi.
"Mungkin dia ada rasa cocok, kamu tahu? kalian itu sama, sering menolak perjodohan. Ning Inayah selalu menolak laki-laki yang ingin dijodohkan olehnya, kemarin Ummi deg degan kalau dia menolak kamu," ucap Ummi Laila.
"Aku berharap dia menolak, kenapa dia menerima lamaranku," gumam hati Ramzi.
"Kalau kamu ditolak pastinya kamu
akan sedih, iya 'kan," ucap ummi Laila.
Nasi sudah menjadi bubur, yang tidak bisa lagi diulang kejadian yang lalu. Menyesalpun tidak ada gunanya. Walaupun hati berat, tidak ada cinta, Ramzi tidak akan bisa membatalkan rencana hari pernikahan.
Kiai Afnan selalu berkomunikasi oleh kiai Amar mengenai kapan akan dilaksanakannya akad nikah. Mereka akan memutuskan akad nikah 1 minggu lagi. Dan Dalisha akan menikah setelah Ning Inayah menikah terlebih dahulu setelah itu 1 bulan yang akan datang barulah Ning Dalisha akan dinikahkan dengan Ustadz Adam.
Persiapan demi persiapan yang dilakukan keluarga Ramzi, setelah ijab qobul. Ning Inayah akan langsung diboyong ke dalam lingkungan pesantren milik Kiai Afnan.
Waktu cepat berlalu, 1 minggu kini sudah dilewati, hari ijab qobul akan segera dilaksanakan. Ramzi sudah memakai pakaian pengantin. Ning Inayah sudah dirias, parasnya bertambah cantik ketika dirias menjadi seorang pengantin.
Kini Ramzi sudah berada di depan penghulu, Kiai Amar yang langsung akan menikahkan putri keduanya.
"Saya terima nikahnya Inayah Syifa Tsaniah binti Amar khotob dengan seperangkat alat salat dan emas 34,5 gram dibayar tunai," ucap Ramzi, dengan ijab qobulnya.
"Bagaimana para saksi? Sah?
"Sah!"
"Alhamdulilah."
Kalimat tahmid mengudara di aula pesantren milik kiai Amar. Di pesantren itu mengukir sejarah kedua insan yang sudah berikrar dan status mereka sudah berubah. Inayah Syifa Tsaniah sebagai seorang istri dan Ramzi Sahban Elfathan sebagai seorang suami.
Setelah akad, Ramzi membacakan Al-quran dengan tartil, terdengar begitu indah di telinga para undangan, terutama Inayah yang sejak tadi ada di dalam untuk menunggu akad selesai, begitu indah suara sang suami.
"Mba Inayah, Barokallah...Mba sudah menikah dan jadi seorang istri," ucap Dalisha, memeluk Inayah.
"Mba deg-degan De," ucap Inayah, sambil memegang dadanya.
"Jangan deg-degan Mbak, 'kan aku temani. Ayo Mbak, kita keluar. Suami Mba sudah menunggu pastinya," ucap Dalisha.
Inayah ditemani Delisha keluar untuk menemui Ramzi, banyak para undangan tamu yang takjub ketika Inayah keluar dan memasuki aula resepsi, Inayah sangat cantik berbalut baju kebaya pengantin berwarna putih bernuansa adat Jawa. Ummi Laila yang melihat Inayah tersenyum bahagia, begitu cantik menantunya itu.
"Ramzi istrimu sangat cantik, seperti bidadari yang turun dari langit," ucap ummi Laila.
Ramzi bukan melihat kecantikan Inayah yang sekarang sudah sah menjadi istrinya, dia tersenyum melihat Dalisha yang sekarang menjadi adik iparnya. Ia menarik nafas lalu mengeluarkannya. Ada rasa menyesal telah melamar Inayah, rasa cinta bukan untuk istri sahnya itu. Seharusnya lamarannya untuk Delisha.
Bahu Ramzi di tepuk oleh Ummi Laila.
"Ramzi, segitu terpesonanya kah kamu melihat istrimu? sambut istrimu, jemput dia," ucap Ummi Laila.
Ramzi sempat terkejut ketika Ummi menyentuh pundaknya. Dengan jalan yang sangat pelan, Inayah menghampiri Ramzi ditemani oleh Delisha kemudian Inayah mengambil tangan Ramzi, sebenarnya ia ragu untuk melakukan itu, karena ini pertama kali Inayah memegang tangan seorang lelaki. Ia mencium punggu tangan suaminya dengan khitmat. Ramzi menyentuh kepala istrinya lalu dia berdoa.
Begitu banyak para undangan yang datang, semuanya memberikan selamat kepada kedua mempelai.
Resepsi telah usai, Inayah langsung dibawa pulang ke pesantren Kiai Afnan.
"Ning Inayah, kamu sekarang sudah jadi putri Ummi. Jangan segan-segan jika kamu membutuhkan sesuatu," ucap ummi Laila.
"Terima kasih Ummi," ucap Inayah.
"Ramzi, ajak istrimu ke kamar, agar ia bisa beristirahat," titah ummi Laila.
"Iya Ummi," jawab Ramzi, "ayo, ikut aku," sambungnya.
Inayah mengikuti Ramzi dari belakang, dia pikir setelah jauh dari ummi, Ramzi akan menggandeng tangannya layaknya pengantin baru tapi Ramzi tidak melakukan hal itu. Dia hanya berjalan kedepan pandangan lurus tanpa menoleh kebelakang melihat istrinya.
"Kamar ini, ada kamar mandinya. Kamu bisa membersihkan dirimu terlebih dahulu. Aku akan ke bawah sebentar mengambil kopermu," ucap Ramzi.
Inayah hanya menganggukan kepalanya dan tersenyum kepada Ramzi tapi Ramzi tak membalas senyumannya.
"Kok dia dingin banget sih sikapnya sama aku? atau memang orangnya seperti itu?" gumam hati Inayah.
Inayah membersihkan make up dan tubuhnya, seharian berdiri di acara pernikahan, tubuhnya sudah terasa lengket.
"Aku lupa bawa handuk dan baju, aduh masa malam pertama seperti ini memalukan sekali. Aku pun belum salat isya," ucap Inayah dengan suara berbisik.
Inayah membuka pintu kamar mandi sedikit, dia mencari suaminya. Apakah dia ada di dalam kamar.
"Mas Ramzi mana yah, tapi koper aku sudah di dalam kamar, aku coba tunggu di sini aja. Siapa tahu Mas Ramzi masuk kamar," ucap Inayah.
Inayah menunggu sudah 15 menit di dalam kamar mandi, tubuhnya sudah terasa dingin. Dengan terpaksa dia melangkahkan kakinya keluar dari kamar mandi menuju kopernya.
Inayah mencari handuk kimononya, akhirnya dia menemukan handuk kimono tersebut. Ketika Inayah ingin memakai tiba-tiba Ramzi masuk ke dalam kamar, Inayah terkejut dan langsung berteriak.
"Ahhh...Mas Ramzi kenapa masuk tiba-tiba? balik badan Mas," ucap Inayah.
Wajah Inayah memerah menahan rasa malu, sedangkan Ramzi yang baru pertama kali melihat seorang perempuan tanpa menggunakan busana, dia pun juga malu.
Bersambung
***
Berkunjung di Novel yang lain aku yuk, berjudul 5 tahun menikah tanpa Cinta.
Jangan lupa like, comment,vote, follow aku juga yah.
Inayah sangat malu, belum apa-apa Ramzi sudah melihat tubuh Inayah tanpa sehelai benangpun.
"Ya Allah kenapa tiba-tiba Mas Ramzi masuk sih," ucap Inayah berbisik.
Inayah langsung masuk ke kamar mandi untuk memakai pakaiannya dan dia melaksanakan salat isya.
Ramzi sangat syok melihat Inayah tanpa menggunakan pakaian sehelaipun. Dia duduk di sofa seorang diri.
"Ramzi, Inayah mana? panggil istrimu. Kita makan malam bersama," ucap Ummi Laila.
"Hah, panggil Inayah?" tanya Ramzi.
"Kamu kenapa pucat gitu muka kamu, seperti melihat hantu, cepat panggil Inayah. Kita makan malam bersama," titah Ummi Laila.
Ramzi berjalan menuju kamarnya, ia ragu untuk mengetuk pintu takut Inayah marah kepadanya karena kejadian sebelumnya.
Tok tok tok
suara pintu di ketuk
"Siapa?" tanya Inayah.
"Ini aku," ucap Ramzi.
"Ya Rabb, suamiku kemari. Apa yang harus aku lakukan? aku malu atas kejadian tadi. Dia pikir aku sengaja menggodanya," ucap Inayah dalam hati.
"I...iya Mas, masuk," ucap Inayah dari dalam kamar.
Ramzi masuk dengan keraguannya, dia menghampiri Inayah.
"Maaf, Untuk yang tadi aku tidak sengaja. Tadi aku habis salat isya di masjid, aku lupa di dalam ada kamu, karena kemarin aku masih single. Jadi aku tidak mengetuk pintu terlebih dahulu," ucap Ramzi.
"Maafkan aku juga Mas, bukan aku sengaja berbuat seperti itu. Tadi pas mandi aku lupa mengambil handuk dan pakaian penganti karena 'kan pakaian aku masih di koper yang Mas bawakan. Aku memanggil Mas untuk meminta bantuan mengambilkan handuk, ternyata Mas lagi di Masjid. Aku menunggu sampai 15 menit di dalam kamar mandi. Tapi Mas belum pulang, tubuhku kedinginan Mas. Jadi aku terpaksa keluar kamar mandi tanpa..." ucapan Inayah terpotong.
"Yah sudah, aku paham. Kamu di tunggu Ummi dan Abi untuk makan malam," ucap Ramzi.
"Iya Mas," ucap Inayah.
Inayah mengikuti Ramzi dari belakang, ia melihat punggung Ramzi. Tanpa dia sadari bibirnya mengukir senyuman ketika melihat punggung suaminya.
"Inayah, ayo Nak, kita makan," ucap Ummi Laila.
"Duh Ummi, aku gak bantu Ummi masak. Maafkan aku Ummi," ucap Inayah.
"Kok kamu minta maaf, hari ini kamu 'kan lelah. Ummi paham itu, ayo silahkan dimakan," ajak Ummi Laila.
Suasana makan malam keluarga Kiai Afnan pun sangat hangat, sikap Ummi Laila yang sangat terlihat menyayangi Inayah membuat Inayah mengucap rasa syukur di hatinya.
Selesai makan malam, Inayah dan Ramzi masuk ke kamar mereka. Canggung, takut, rasa jantung berdetak kencang, itu yang Inayah rasakan. Hari ini dia tidur 1 kamar dengan laki-laki yang sudah sah menjadi suaminya. Dia agak takut dengan malam pertamanya.
"Kamu lelah? jika kamu lelah istirahatlah," ucap Ramzi.
"Gak terlalu Mas," jawab Inayah.
"Jika kamu lelah, tidurlah. Aku keluar kamar dulu," Ucap Ramzi.
"Mau kemana Mas?" tanya Inayah.
"Mau ke dapur, buat susu coklat," jawab Ramzi.
"Mas minum susu coklat setiap mau tidur?" tanya Inayah kembali.
Ramzi menganggukan kepalanya. Lalu Inayah berdiri dan berkata, "Biar aku saja Mas yang buatkan untukmu."
Inayah pun keluar dari kamarnya dan menuju ke dapur. Ummi Laila melihat Inayah yang pergi ke dapur.
"Kamu cari apa Inayah?" tanya Ummi Laila.
"Aku mau buat susu coklat Ummi, untuk Mas Ramzi," ucap Inayah.
"Oh susunya di atas, pas di kepala kamu itu," ucap Ummi Laila, sambil menunjukkan letak susu coklat.
"Terima kasih Ummi," ucap Inayah.
Inayah membuat susu coklat pertama kali untuk suaminya. Setelah selesai, ia segera membawa susu coklat itu ke dalam kamar dan memberikan kepada Ramzi.
"Mas, ini susu coklatnya," ucap Inayah sambil meletakkan gelas yang berisi susu coklat.
"Terima kasih yah," ucap Ramzi.
Inayah hanya membalas senyuman kepada Ramzi. Setelah Ramzi minum segelas susu, dia mengambil selimut dan kasur lipat. Ia gelar kasur itu dia atas lantai.
"Loh kok Mas Ramzi, tidur di kasur lipat. 'Kan ada ranjang Mas," ucap Inayah.
"Kamu tidurlah di ranjang itu, aku di bawah," ucap Ramzi.
"Kamu tidak suka tidur satu ranjang di aku, aku 'kan istrimu Mas sekarang,"ucap Inayah.
"Maaf, aku belum mencintaimu," ucap jujur Ramzi.
Deg
Perasaan Inayah tiba-tiba menjadi berubah, sebelumnya dia mencemaskan akan malam pertamanya tapi kenyataan yang ia terima sangat mencengangkan. Kata-kata yang terlontar dari bibir suaminya seakan menghancurkan agan-agan ia selama ini.
Inayah telah jatuh cinta untuk pertama kali ketika melihat Ramzi, dia pikir ketika Ramzi melamar dia, perasaan Ramzi sama dengannya. Tapi ternyata Inayah mendapatkan cinta bertepuk sebelah tangan.
"Lalu jika kamu tidak suka aku Mas, kenapa kamu melamar aku?" tanya Inayah.
"Sudahlah, aku tidak mau membahas itu. Kamu tidurlah," ucap Ramzi dingin.
Inayah menangis di dalam selimut, dia merasa terpukul atas apa yang Ramzi ucapkan.
"Ya Allah, bagaimana jalan pernikahan ini, jika suami hamba saja tidak mencintai hamba sejak dia mengkhitbah hamba?" ucap Inayah lirih.
Inayah berusaha untuk memejamkan matanya, akhirnya dia terlelap sehabis menangis.
Sang Fajar menyongsong, ketika Inayah terbangun, Ramzi sudah tidak ada dalam kamarnya. Kemungkinan dia sedang ke Masjid untuk salat subuh.
Inayah bergegas untuk bangun, dia membersihkan dirinya, salat subuh lalu keluar kamar. Ia melihat Ummi Laila sedang memasak.
"Ummi, aku bantu yah," ucap Inayah.
"Eh, anak perempuan Ummi sudah bangun. Bagaimana tidur semalam, nyenyak?" tanya Ummi.
Inayah menghampiri Ummi, lalu dia tersenyum.
"Kurang nyenyak aku semalam Ummi, maaf jadi telat aku bangunnya," ucap Inayah, sambil mengambil lalu mengiris wortel.
"Gak apa-apa, Ummi paham. Namanya juga pengantin baru, pasti sering begadang. Ummi waktu pengantin baru malah bangun saat waktu dzuhur, habis salat subuh tidur lagi, eh kebablasan sampai dzuhur. hehehe malah cerita deh Ummi waktu dulu," ucap Ummi Laila, menceritakannya.
Inayah hanya tersenyum, dia tidak mungkin menceritakan tentang apa yang Ramzi katakan. Bahkan Ramzi tidur di bawah dengan kasur lipat. Ia bangun kesiangan karena memikirkan pernikahannya kedepan. Mau di bawa kemana pernikahan ini, jika awalnya saya berjalan dengan rasa sakit hati yang dirasakan Inayah.
"Assalamu'alaikum," Ramzi memberi salam.
"Wa'alaikumsalam," Inayah dan Ummi Laila membalas salam Ramzi.
Ramzi langsung masuk ke kamar
"Biar Ummi saja yang masak, kamu susul suamimu. Sekalian bawa teh hangat ini untuk suamimu," ucap Ummi Laila.
Inayah melangkah menuju kamar dengan membawa segelas teh hangat. Ia mengetuk pintu terlebih dahulu.
"Mas ini teh hangat buat kamu," ucap Inayah.
"Iya, terima kasih," ucap Ramzi.
"Mas, aku mau tanya. Kenapa kamu khitbah aku jika kamu tidak menyukaiku?" tanya Inayah.
"Ning, yang penting 'kan kita sudah menikah. Sudah gak usah di bahas," ucap Ramzi.
"Gus, gak bisa begitu dong, pasti kamu ada alasannya. Setahu aku, kamu selalu menolak perjodohan, lalu tiba-tiba kamu mau melamar aku, memang kamu ngelamar anak orang ngelindur Gus?" tanya Inayah.
"Ngelindur apa maksud kamu Ning?" tanya balik Ramzi.
"Masa Gus gak tahu artinya ngelindur, mengingau artinya," ucap Inayah ketus.
"Kamu katain suamimu sendiri? istri sableng," ucap Ramzi, menimpali Inayah yang ketus.
"Apa Gus? kamu bilang aku sableng, Gini-gini aku seorang dokter loh. Biarlah kamu katain aku sableng, Wiro sableng aja terkenal," ucap Inayah, berwajah kesal.
"Ih aku pikir kamu polos Ning," ucap Ramzi menyindir.
"Aku pikir kamu juga alim Gus, tapi ngatain istrinya sableng," ucap Inayah menimpali sindiran Ramzi.
"Au ah gelap, aku mau mandi," ucap Ramzi, sambil meninggalkan Inayah dengan wajah kesal.
Bersambung.
***
Berkunjung di Novel yang lain aku yuk, berjudul 5 tahun menikah tanpa Cinta.
Jangan lupa like, comment,vote, follow aku juga yah.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!