NovelToon NovelToon

Cinta Anyelir

Bab.1

Awal pertemuan

Saat itu Anyelir yang baru bekerja di sebuah cafe, mengantarkan minuman ke meja yang diisi mahasiswa dan juga teman-teman Dika.

"Kemana nih, Dika?" tanya Roby.

"Dia lagi anterin si Dela, mereka ini udah kaya orang pacaran aja. Gak mau jauh satu sama lain," kekeh Hendra.

"Nah tuh dia baru datang, panjang umur lo." Kata Irpan.

"Sorry gue telat," ucapnya.

"Gak papa, gak masalah makanan pun baru datang. Lo mau pesan apa Dik?" tanya Roby.

"Samain aja deh."

Roby pun mengangguk dia memanggil pelayan, dan menyebutkan pesanan untuk Dika. Tak butuh waktu lama Anyelir datang dengan nampan pesanan Dika.

Sesaat Dika memang terpana akan kecantikan Anyelir walau hanya mengenakan lip balm. Namun, teriakan teman-temannya membuatnya malu. Sebab dia kepergok menatap Anyelir.

"Silahkan," ucap Anyelir, suaranya yang lembut dan senyumnya yang manis membuat Dika terpesona.

"Dik ngelamun aja lo," kekeh Irpan.

"Jangan-jangan lo, naksir ya?" tebak Roby, disambut tawa yang lain.

"Rese lo semua," ketus Dika.

Mereka pun mengobrol khas anak muda, tepat pukul delapan mereka membubarkan diri.

"Dik gue duluan yah!" ujar Robby dan Irpan kompak.

"Gue juga," sambung Hendra.

"Iya...iya," balas Dika. "Hati-hati lo, semua."

"Beres." Seru mereka bertiga kompak.

Dika masih betah di cafe, karena Anyelir hilir mudik mengantar pesanan.

"Mbak," panggil Dika, saat Anyelir lewat di depannya.

"Iya, Mas. Apa anda perlu, sesuatu?" tanya Anyelir dengan ramah.

"Pesan lagi, cappucino ice yah." Pinta Dika.

Hanya itu yang bisa dia katakan, Walaupun laki-laki. Dika tidak cukup berani untuk mengungkapkan isi hatinya.

"Baik mas, tunggu sebentar." Balas Anyelir, dan di jawab anggukan Dika.

"Huh, Ya Tuhan, gugup banget gue. Biasanya gue berhadapan dengan cewek centil macam ponakan gue," gerutu Dika.

Tak butuh waktu lama pesanan Dika sudah sampai.

"Silahkan mas," ucap Anyelir.

"Tunggu, nanti pulangnya bisa bareng gak?" tanya Dika dengan harap-harap cemas.

Membuat Anyelir menautkan alisnya, dia tidak kenal orang ini. Namun, tiba-tiba ngajak pulang bareng? Aneh itu lah pemikiran Anyelir.

"Maaf mas, tidak bisa saya tidak kenal anda." Tolak Anyelir.

"Ya sudah kalau gitu, kita kenalan. Kenalin nama ku Radika," ucap Dika mengulurkan tangannya.

Ragu Anyelir menatap tangan Dika, yang mulus. Dan Anyelir bisa tebak bahwa tangan Dika halus, dengan ragu Anyelir menerima uluran tangan Dika.

"Anyelir," balas Anyelir dengan lirih. Namun, Dika masih mampu mendengar.

Dika tersenyum senang, karena tujuannya berhasil untuk dekat dengan gadis tersebut.

"Nama yang bagus, untuk wanita cantik." Pujinya, membuat Anyelir tersipu.

"Anyelir, kenapa malah ngobrol sih! Itu pesanan banyak yang harus kamu antar," pekik salah satu pegawai yang lain.

"Iya mbak," teriak Anyelir.

"Maaf mas Dika, saya harus bekerja kembali."

"Ohh... Maaf Nye, aku ganggu kamu."

"Tidak apa-apa, aku kesana dulu." Pamit Anyelir, yang di jawab anggukan Dika.

Anyelir pun berlalu di hadapan Dika, Dika masih bisa mendengar Anyelir yang dimarahi.

"Jadi pelayan baru? Kasian banyak di bully, aku liat yang lain banyak diam. Gak bisa didiemin ini," ucapnya penuh emosi.

Selama menunggu Dika menatap Anyelir yang bekerja ke sana ke mari, sesekali Anyelir menyeka keringatnya. Tepat pukul sepuluh malam, cafe tersebut akan tutup dan Anyelir pun bersiap pulang.

Dika sendiri, sudah menunggu di dalam mobil. Bahkan sejak tadi tak hentinya ponselnya terus berdering.

"Halo," jawab Dika dengan ketus.

"Astaga, uncle rese. Ini sudah jam berapa coba? Mau nginep di cafe apa? Granny udah khawatir tau," omel Dela di seberang telepon, membuat Dika berdecak.

"Ya bentar lagi gue pulang, mau anter teman dulu. Ya udah gue tutup bye," ucap Dika, dia langsung memutus panggilan secara sepihak.

Dia tahu bahwa Dela sedang mengomel padanya, Dika pun mengirim pesan pada sang ibu. Agar tak mengkhawatirkan dirinya.

Saat melihat Anyelir, Dika pun bergegas turun dari mobil dan menghampiri Anyelir.

"Anye," panggil Dika.

"Mas Dika, belum pulang mas?" tanya Anyelir.

"Belum aku tungguin kamu, aku mau antar kamu pulang. Mau yah?"

"Tapi mas, aku gak enak sama tetangga kalau malam-malam pulang diantar laki-laki." Ujar Anyelir.

"Gak papa, nanti biar aku jelaskan. Ayo,"

Tanpa menunggu jawaban Anyelir, Dika menarik Anyelir menuju mobilnya.

"Sekarang tunjukan dimana rumahmu?"

"Baik mas," pasrah Anyelir.

Anyelir pun menunjukan kontrakan yang selama ini dia tempati, tak membutuhkan waktu lama. Mereka sudah sampai.

"Sampai sini saja mas, soalnya masuk gang. Mobil gak muat," kata Anyelir

"Gak papa aku antar kamu, aku gak masalah jalan kaki kok!"

Anyelir menghembuskan nafasnya secara kasar, sulit sekali menentang Dika. Anyelir dan Dika pun berjalan beriringan, tak lama mereka sudah sampai di kontrakan Anyelir.

"Itu rumah kontrakan ku mas," ucap Anyelir dan Dika pun mengangguk.

"Terima kasih mas, kalau gitu aku masuk dulu."

"Iya Nye, hati-hati jangan lupa kunci pintu yah!"

"Baik mas."

Dika pun memutuskan menunggu sampai Anyelir masuk, setelah memastikan Anyelir masuk dan mengunci pintunya. Dika pun memutuskan untuk pulang, tanpa sepengetahuan Dika beberapa tetangga julid mengintip lewat jendela.

Bersambung…

Maaf typo

Cerita Dika anaknya Mario dan Laura aku buat terpisah aja deh yah 🤭 Sama kisah Dela dan Auriga disini akan lebih panjang, pokoknya akan beda.

Ternyata masih panjang di sana, yang di sana dah tamat yah guys. Tambahin ke daftar favorite kalian 😚

update slow respon

Bab.2

Keesokan paginya Dika bangun dengan semangat, bahkan tadi malam dia tak sabar untuk bertemu dengan Anyelir kembali. Saat membuka pintu kamar, Radela atau Dela keponakan Dika. Sedang menatap tajam dirinya, dan menyilangkan tangan di dada menghalangi jalan keluar.

"Semalam dari, mana? Abis ngapel, yah?" cerca Dela ketus, pasalnya semalam dia ditanya oleh Laura neneknya yang tak lain adalah Ibu dari Dika. Karena Dika belum juga pulang setelah mengantar dirinya.

"Dari cafe lah, nongkrong kan sama temen. Lo juga tau," balas Dika, menyingkirkan tubuh Dela yang menghalangi jalan.

"Ya tau sih, aku tanya Roby dan dua teman mu yang lain. Katanya mereka udah pada pulang dan kamu masih ada di cafe, kata mereka kamu ngecengin pelayan disana." Cerca Dela dengan tingkat kepo tinggi, membuat Dika memutar bola mata malas.

"Cerewet banget sih lo!" omel Dika.

Dika pun turun menuju lantai dua, menuju ruang makan dimana Papi dan Ibunya sudah berada di meja makan.

"Pagi Papi, Bu." Sapa Dika, mencium pipi Laura dan juga Mario. Laura enggan dipanggil Mami karena itu khusus panggilan untuk mendiang Dania, tidak akan tergantikan olehnya.

"Pagi sayang," jawab Laura dan Mario bersama.

"Pagi-pagi kenapa dia ada disini, Bu?" tanya Dika pada Dela, yang sudah duduk manis dengan segelas kopinya.

"Kamu lupa Dela kan nginep disini," jawab Laura.

Dika mengingat-ingat kemarin sore, dia membawa Dela pulang ke rumah kakaknya Yumna. Dika memicingkan mata menatap Dela yang tertawa.

"Sudahlah Granny, dia mana tau aku ada disini. Kayanya anak Granny ini lagi falling in love," kekeh Dela.

Dika berdecak kesal, dia menatap Dela dengan malas. Kemudian mereka pun sarapan bersama, tadi malam sebelum Dika pulang. Dela memang memutuskan untuk menginap di rumah Opanya, dan memakai kamar khusus untuk dirinya saat berada di rumah tersebut.

"Sudah-sudah kalian ini, berantem terus kaya kucing dan anjing. Gak ada akur-akurnya," tegur Mario dia memang terbiasa dengan perdebatan cucu dan anaknya.

"Ayo cepat makan," sambung Laura kemudian.

****

Sementara di kontrakan Anyelir gadis itu baru saja bangun dari tidurnya, pekerjaannya membuatnya lelah. Dan bangun kesiangan, sebenarnya dia tidak sanggup. Namun, karena kebutuhan mau bagaimana lagi.

Dia pun bergegas bangun dan menuju kamar mandi, untuk membersihkan diri. Tak sampai sepuluh menit, Anyelir sudah selesai merapikan diri dan memakai seragamnya. Dia pun hanya memasak mie instan saja, karena Anyelir benar-benar harus hemat. Karena ini hari kedua dia bekerja di Arkha cafe.

Setelah selesai sarapan, Anyelir keluar dari rumah kontrakannya dan menghembuskan napasnya secara pelan. Hanya satu bulan dia akan kerja full, dari pagi hingga cafe tutup.

Saat berbalik betapa terkejutnya Anyelir, mendapati Dika tengah tersenyum dengan manis.

"Mas Dika, bikin kaget saja," ucap Anyelir.

"Maaf Nye, tadi aku panggil kamu. Tapi kamu gak denger kamu, melamun?"

"Engga mas, oh ya mas Dika mau apa ke sini?"

"Aku mau jemput kamu, seperti biasa pulangnya aku akan mengantarmu." Cetus Dika.

"Gak usah mas, gak enak ngerepotin."

"Gak kok, lagian aku gak sibuk-sibuk amat. Kampus dan cafe gak terlalu jauh," jelas Dika

"Ayolah Anye, kan lumayan kamu gak perlu naik angkutan atau jalan kaki. Lagian kita kan teman," cetus Dika.

"Ya sudah mas, terima kasih." Pasrah Anyelir, sepertinya Dika tipe laki-laki yang pantang menyerah begitu pikir Anyelir.

Anyelir dan Dika pun berjalan bersama menuju mobil Dika, memang benar dia bisa menghemat uang dan tenaga sebab pasti di cafe nanti dia akan kerja lebih, dari pada pelayan yang lain alasannya dia anak baru.

Bersambung…

Maaf typo

Bab.3

Sore harinya Dika membatalkan janji dengan Anyelir, karena Dela terus saja mengekor dirinya. Tapi, Dika berjanji akan menemui Anyelir.

"Kenapa sih lo, ikutin gue, terus? Kaya kurang kerjaan aja!" gerutu Dika.

"Lah aku kan mau uncle aman dari godaan cewek genit," celetuk Dela.

Mereka baru saja pulang kuliah, karena kuliah mereka sampai sore. Dan Dela memilih pulang ke rumah Granny dan Opanya.

"Kalian ini, baru juga pulang kenapa udah ribut aja sih?" tanya Laura, yang baru saja turun.

"Liat nih Bu, cucu kesayangan mu. Ngikutin aku terus, aku kan risih." Kesal Dika.

Dika pun melengos ke dapur membawa minuman sendiri, sementara Dela hanya memutar bola mata malas atas ucapan Dika.

"Granny aku kan lindungi, dia dari godaan syetan wanita. Kalo ngga hah habis dia," jawab Dela meletakan berbagai macam surat, dan hadiah yang ditujukan untuk Dika.

Dela pun memilih makanan ringan, yang diberikan oleh teman sekelasnya untuk Dika.

Dika memang rupawan namun dia memiliki sifat yang judes dan dingin jika pada orang lain. Namun, pada Dela dan Maira dia biasa saja. Makanya banyak siswi centil yang menitipkan hadiah dan surat untuk Dika, yang terkadang membuat Dela memberengut kesal.

"Wah... Banyak banget hadiahnya, kamu ulang tahun Del?" tanya Yusra tiba-tiba, Yusra tinggal dengan ibu mertuanya Nenek Wina yang tak jauh dari rumah Laura dan Mario.

"Bukan aunty, ini punyanya uncle Dika," jujur Dela.

"Wah, Bu, kayaknya kandidat calon mantu ibu banyak," kekeh Yusra.

"Kamu ini, Dika masih muda. Dia harus melanjutkan pendidikannya." Protes Laura.

"Aku setuju sama Ibu," sahut Dika, pada akhirnya Dika membuat minuman untuk Dela dan memberikan pada gadis tersebut. Dika jarang sekali merepotkan pembantu rumah tangganya, dia selalu membuat minuman nya sendiri.

"Halah... Liat aja, dia nikah muda pasti." Cetus Yusra.

"Engga yah," elak Dika.

"Sudah-sudah kalian ini," tegur Laura.

"Ibu mau ke dapur dulu, mau siapin makan malam. Kamu nginep lagi disini, Del?" tanya Laura.

"Iya Granny, mumpung hari sabtu dan besok minggu." Kekeh Dela.

Laura pun mengangguk, Dela dan Yusra sibuk membuka hadiah milik Dika. Mereka tertawa saat membaca surat cinta sambil melirik Dika, yang sudah cemberut.

"Aku ke atas dulu," pamit Dika, di jawab anggukan Dela dan Yusra yang masih tertawa membaca surat dari fans Dika.

Dika merebahkan dirinya di kasur menatap langit-langit kamar, selalu terbayang senyum manis Anyelir yang membuat hatinya berdebar.

"Anyelir maukah kamu jadi kekasihku?" gumam Dika, dia menutup wajahnya dengan bantal karena malu.

"Anyelir mau gak yah? Harus mau," kekeh Dika. "Lah, kok maksa sih."

Akhirnya tawa Dika pecah, dengan ucapannya sendiri. Malam ini dia akan pergi menjemput Anyelir, di tempat kerjanya dan akan menyatakan pada gadis pujaan hatinya.

***

Makan malam pun tiba semua anggota keluarga Mario telah berkumpul di meja makan, tak lupa Maira pun ikut bergabung bersama Wina, besan dari Laura dan Mario. Sedangkan Hito belum pulang dari perjalanan bisnisnya. Maira, Dela dan Yusra sangat kompak menggoda Dika.

"Bersyukur Kak Yusra anaknya cuma satu, coba kali dua!" celetuk Dela.

"Kenapa gitu?" tanya Yusra.

"Jadi bertambah tim bullying uncle Dika," sahut Dela dan Maira.

Membuat semua orang tertawa, hanya Dika yang memutar bola mata malas.

"Sudah-sudah makan dulu," tegur Laura.

Mereka memang makan tapi sesekali saling lirik, membuat Dika jengah juga. Tapi jika berjauhan bisa juga rindu.

Setelah selesai makan malam, mereka masih berkumpul di meja makan. Dika melirik Laura yang sedang berada di dapur dia ingin meminta izin untuk keluar, mumpung Dela dan Maira anteng.

"Bu," bisik Dika membuat Laura terkejut.

"Dika, kamu bikin ibu kaget saja." Omel Laura.

"Maaf bu," ringis Dika.

"Kenapa bisik-bisik, segala?" tanya Laura.

"Aku mau keluar bu, boleh yah? Kali ini aja, aku kan anak baik gak pernah keluar rumah," mohon Dika.

"Memang mau kemana?" tanya Laura dengan lembut.

"Memperjuangkan cinta seorang gadis," cetus Dika tersenyum.

"Anak ibu sudah besar, yah?" kekeh Laura, mengacak rambut sang anak.

"Baiklah ibu mengizinkanmu keluar, tapi jangan terlalu larut malam pulangnya. Nanti papi marah," pesan Laura.

"Siap bu, makasih bu. Ibu memang yang terbaik," puji Dika mencium pipi Laura.

Laura menggelengkan kepalanya saja, dia menatap Dika yang sudah pergi begitu saja. Tak butuh waktu lama, Dika sudah siap dia memakai kaos berwarna hitam, dan juga memakai Hoodie berwarna coklat.

Dika pergi saat Dela dan Maira berada di kamar Dela, sementara yang lain sibuk mengobrol di ruang tamu.

Kali ini dia menggunakan motor kesayangannya yang jarang di gunakan, dia melesatkan motornya di jalanan ibu kota yang lumayan ramai. Karena malam minggu.

Berpuluh menit kemudian, Dika sudah sampai di cafe tempat Anyelir kerja. Dia melihat Anyelir yang hilir mudik membawa pesanan ke meja satu, ke meja berikutnya.

Dika tersenyum menatap gadis pujaan hatinya, karena cinta datang tak terduga pada siapa saja. Dika memutuskan menunggu Anyelir di dalam, dia meminta pelayan lain yang mengantar makanan dan minuman untuk Dika.

Dua jam menunggu tak membuat Dika lelah dan bosan, justru dia menikmati wajah cantik Anyelir yang berkeringat. Sesekali dia menyeka peluh yang mengalir, malah makin cantik.

Tepat pukul sepuluh Anyelir sudah keluar, dia begitu terkejut saat melihat Dika yang berada di hadapannya tengah tersenyum manis.

"Mas Dika," lirih Anyelir

"Seharusnya aku bawa kamu keluar lebih dulu," keluh Dika.

"Ayo aku antar," ajak Dika menarik Anyelir ke motornya.

Tanpa menunggu jawaban Anyelir, Dika akan mengantar Anyelir pulang. Tapi, dia akan mengajak Anyelir makan malam dulu.

"Seharusnya mas Dika gak usah repot-repot," ujar Anyelir, saat mereka duduk di warung bakso.

"Aku gak repot Nye!"

"Tapi Mas..."

"Sudah diam, ayo makan. Anggap saja ini hari jadian kita dan aku yang mentraktir mu makan," cetus Dika membuat Anyelir heran.

"Jadian?" gumamnya terkejut.

"Kalo masih mau, kamu boleh nambah Nye. Gak papa kok, aku suka gadis gemuk." Ucap Dika.

"Nggak mas, aku sudah kenyang." Tolak Anyelir.

"Ya sudah aku antar kamu pulang."

Dika pun berdiri dan membayar pesanan mereka, mengucapkan terima kasih pada si penjual bakso. Kemudian mengajak Anyelir terlebih dulu ke taman, walau malam semakin larut. Tapi taman masih ramai oleh muda-mudi yang berpacaran.

Mereka duduk bersisian, karena bangku taman pun penuh juga.

"Kenapa mas Dika, liatin aku gitu? Ada yang aneh ya, mas?" cerca Anyelir.

"Enggak kok, kamu cantik." Puji Dika.

"Nye maukah kamu jadi kekasihku?" tanya Dika tiba-tiba.

Walau tak ada adegan berlutut, tapi ucapan Dika cukup mencuri perhatian yang lainnya.

"Terima saja mbak," celetuk pengunjung taman.

"Terima!"

"Terima!"

"Terima!"

Dan sorak sora meneriaki Anyelir untuk menerima Dika, maka tak ada pilihan lain selain menerima Dika.

"Ya aku mau mas." Jawab Anyelir, tanpa pikir panjang, bahkan tanpa dia tahu akan seperti apa hubungan Anyelir dan Dika.

"Yes," pekik Dika.

Dika bersorak senang, dia pun mentraktir semua orang yang ada di taman. Membuat mereka bahagia, dan mengucapkan selamat.

"Boleh peluk gak sih?" kekeh Dika.

"Boleh mas," jawab Anyelir malu-malu.

Dika pun memeluk Anyelir dengan erat, dan di balas pelukan Anyelir. Setelah pelukan mereka terlepas Dika membayar semua pedagang yang berada di sana. Dan mengantar Anyelir pulang ke rumah.

Semoga suka 💞

Bersambung..

Maaf typo

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!