NovelToon NovelToon

Adias Floryn : Get Back The Kingdom

Bagian 1 : Dias dan Thea

"Kakak? Kamu dimana? jangan tinggalkan aku sendirian.." Ucap perempuan kecil di tengah-tengah taman istana sambil membawa pisau dapur. Dia berjalan perlahan-lahan sambil melihat ke sekitar di malam yang gelap.

"Krek--" Seorang pemuda berumur 10 tahun secara tidak sengaja menginjak akar pohon yang menimbulkan suara, sehingga menarik perhatian si gadis tersebut. "Ah.. sial.." ucapnya sambil mengucurkan keringat dingin.

"Kamu disana ya?" Gadis itu memperhatikan ke arah pohon yang tidak jauh dari pandangannya. Tiba-tiba dia langsung berlari sambil menodongkan pisaunya. Dia tersenyum lebar ketika mengetahui kakaknya yang berada disana. 

"Kakaaaakkk!!"

Lelaki itu berlari menjauh dari balik pohon secepat mungkin untuk menghindari gadis gila itu. Namun tidak disangka-sangka jika gadis itu juga mampu berlari dengan sangat cepat. 

Pemuda itu langsung berbelok menuju ke dalam istana kerajaan. Dia meloncati jendela dan bergelinding terus berlari ke depan. 

Pemuda itu cukup lincah, berbeda dengan gadis kecil yang harus memanjat lewat jendela tersebut. Hal ini memberikan waktu kepada pemuda itu untuk bersembunyi lagi.  "Kakak.. jangan kabur.. temani aku bermain.."

Pemuda itu bersembunyi di dalam kamar dan menutup pintunya. Sayangnya pintunya tidak bisa dikunci karena pemuda itu tidak memiliki kunci ruangan tersebut. 

"Brak!!" Satu persatu pintu di dalam istana dibuka oleh si gadis kecil itu. Dia dengan teliti menyilidiki di tiap-tiap sudut ruangan dengan sambil tersenyum kecil.

"Kakak.. Kamu dimana? mau sampai kapan kabur terus? Kamu nggak mau main sama aku?" Ucap gadis kecil itu di lorong kerajaan yang sunyi.

Pemuda yang mendengar itu merasa ketakutan. Dia merasakan di seluruh sekujur bulu kuduknya berdiri dan bergetar. 

"Tak.. tak.. tak.." suara langkah kaki mulai terdengar mendekat ke arah kamar yang dimasuki oleh pemuda itu. 

"Kakak.. kamu dimana?" Gadis itu terus-terusan memanggil kakaknya dengan senyumnya yang menyeramkan. 

Pemuda itu berusaha menghirup nafas dalam-dalam untuk menenangkan pikirannya supaya tidak menimbulkan suara yang dapat didengar olehnya. 

"Hmm? apa ini?" Gadis kecil itu melihat ke arah lantai tepat di depan pintu jika ada sebuah benik kecil berwarna biru. Dia sadar jika ini milik kakaknya dan kakaknya pasti sekarang berada di dalam kamar tersebut. 

Namun, alih-alih membuka dan memeriksa kamar tersebut, dia mengambil sebuah tongkat di pinggir dan mengganjal pintu tersebut, sehingga pintu itu seolah-olah terkunci dari luar. Dia melakukannya secara perlahan, sehingga aksinya tidak dapat didengarkan oleh seseorang yang berada di balik pintu tersebut. 

"Tak.. tak.. tak.." Suara langkah kaki telah menjauh, ini artinya dia sudah pergi dari tempat ini. Lelaki itu pun menghela nafas lega, dan mencoba membuka pintu tersebut. 

"Cklek-- Cklek.."

"Kenapa ini?"

"Cklek-- cklek.."

"Kenapa tidak bisa dibuka?" 

Dia baru sadar jika dia terjebak di dalam kamar tersebut sendirian. Dia kembali menjadi khawatir dan melihat ke sekitar. Dia sadar jika ada jendela yang masih terbuka dari luar. 

Dia segera mencoba kabur melewati jendela tersebut. Tapi tidak disangka-sangka, sebelum dia ingin meloncat keluar, dia melihat tangan mungil yang muncul dari jendela. 

Pemuda itu kaget dan mundur dengan perlahan-lahan ke belakang. 

"Huphh.." Sekejap, gadis kecil polos itu pun berhasil muncul dengan memanjat dari jendela tersebut. Dia terlihat sempurna mengerikan dengan pisau dapur yang diterangi oleh sinar rembulan di belakangnya. 

"Aku menemukanmu.. Kakak.." Ucapnya sambil tersenyum lebar. 

"Ti-tidak.." laki-laki itu mundur secara perlahan dan berusaha menggedor-gedor pintu kamar. 

"Brak-brak-brak!!"

"Ahhahahaha.. Paniklah!! Paniklah!! ahahahahaha!!" Perempuan itu tertawa menikmati ekspresi pemuda yang sangat ketakutan itu. Perempuan itu kemudian mendekatinya secara perlahan.

"Toloongg!! toloongg!! Bukakan pintu ini!! Tolongg!!" Ucap Lelaki itu, namun tidak ada yang menjawab. 

"Hehehehe, kamu sudah tidak bisa kabur lagi, Kakak.." Perempuan itu sudah sangat dekat sekali, hingga pandangan mereka berdua saling bertemu satu sama lain.

"Jlebb.. Aku menemukanmu, Kak." Perempuan itu menusukkan pisau dapur yang dibawanya tepat ke arah perut lelaki tersebut. Dan entah mengapa masih saja terlukiskan senyuman yang menghiasi wajah gadis itu. 

"Arghh.. Adikku.. Kenapa harus terjadi seperti ini." Terlihat ekspresi penyesalan yang terukir di wajah lelaki tersebut. 

"Iyaa.. kakak kalah yaaa.. jadi sekarang Kakak yang harus traktir aku jajan di besok paginya."

"Iya, iya.." Balas Lelaki itu dengan malas. Kemudian, gadis kecil itu melepas pisaunya yang ternyata hanyalah pisau mainan, dan perut dari lelaki yang ditusuk tadi sama sekali tidak mengeluarkan darah. 

"Yayy, aku sayang Kakak!!" Kata Thea yang merupakan adik dari lelaki tersebut, sambil memeluk kakaknya rapat-rapat. 

"Halah, terserah kamu lah.." Balas Dias yang tidak lain adalah kakak dari Thea. 

"Theaaaa, Diaaaaaas, waktunya tidur!!" Teriak seorang perempuan berambut biru dan bermata biru berumur 36 tahun yang bernama Neia Floryn.

"Gawat, itu suara ibu!!" Kata Dias yang was-was setelah mendengarnya. 

"Jangan sampai ketahuan, ayo kita sembunyi." Lanjut Dias mengajak Thea keluar istana.

"Baaa!!" Tiba-tiba muncul Neia dari balik pintu keluar. 

"Huwaaa!!" Keduanya berteriak serempak. 

"Kamu mau kemana malam-malam gini, hah?" Ucap Neia sambil menjewer telinga Dias. 

"Awww, aww.. sakit Maaa," derita Dias. 

"Maa, ampuni Kakak, aku mohon." Pinta Althea kepada ibunya. 

"Nggak ada ampun-ampunan.. sekarang sudah jam 12 malam, harusnya kalian pergi tidurr!!" Jeweran itu bertambah di telinga kanan Dias juga, sehingga terdapat dua telinga yang dijewer oleh ibunya. 

"Awww, iya iya, aku nggak bakal keluar lagi, sungguh.."

"Janji nggak main-main lagi di luar?" Ucap Neia mendekatkan wajahnya pada anaknya. 

"Iya janji, tapi lepasin dulu dong telingakuu!!" Mendengar permintaan anaknya, Neia langsung melepaskan jewerannya dari anaknya. Telinga Dias langsung memerah setelah dijewer tadi.

"Aish, kenapa aku doang yang kena jewer, kenapa Thea nggak kena jewer juga?" Keluh Dias sambil berjalan bersama dengan adik dan ibunya kembali ke kamar.

Adias Floryn, merupakan putra dari Raja Vyros Floryn. Dia memiliki rambut kemerahan, sama seperti Ayahnya dengan bola mata berwarna biru. Saat ini dia menginjak usia 10 tahun. Meskipun dia masih berumur 10 tahun, kecerdasannya sudah setara dengan siswa SMP karena bakat genetis yang diturunkan oleh ibunya. 

Dias memiliki adik yang bernama Althea Floryn, biasa di panggil Thea. Dia hanya selisih 1 tahun umurnya dengan Dias, dan lebih aktif. Adiknya lebih mirip dengan ibunya ketimbang Ayahnya. Dia memiliki rambut kebiruan dengan mata yang juga bewarna biru.

Mereka berempat, hidup di dalam Kerajaan Farnesse yang saat ini dikuasai oleh keluarga bermarga Floryn. Keluarga Kerajaan ini telah membawakan kemakmuran selama beberapa tahun lamanya.

Namun, meskipun keadaan di dalam Kerajaan terlihat begitu damai, bukan berarti diluar kerajaan juga mengalami kedamaian. Kerajaan Farnesse masih harus melawan Kerajaan Gurdun yang mencoba memperluas wilayahnya lebih luas lagi. Selain itu, karena wilayah kerajaan yang terlalu luas, terkadang masih banyak beberapa wilayah yang tidak diperhatikan kesejahteraannya sehingga terjadi banyak konflik.

Konflik itu tidak muncul begitu saja, melainkan terdapat sekelompok orang yang berusaha merencanakan pemberontakan dengan cara menghasut para penduduk agar membenci kerajaan dan menjanjikan hal-hal yang tidak pasti bisa mereka tepati. 

*Esoknya..

"Tuan Putri, Tuan Pangeran, waktunya bangun.." Ucap salah satu pelayan yang mengurus mereka berdua yang bernama Maine.

Maine mencoba menggerakkan tubuh yang ada dibalik selimut tersebut. Namun anehnya, tidak ada reaksi dari kedua tubuh setelah digerak-gerakkan. Maine langsung membuka selimut tersebut.

“Sreet–” di atas kasur hanya terdapat guling dan bantal yang tersusun rapi.

“Kemana mereka berdua?” Ucap Maine dalam hati.

“Boaaaahhh!!” Tiba-tiba dari belakang, Adias melompat ke arah punggung Maine.

“Thea!! tangkap kakinya!” Thea menuruti kakaknya dan keluar dari balik kolong kasur. Dia memegangi kaki si pelayan tersebut dengan kuat.

Dias kemudian mengguncang-guncang tubuh Maine hingga membuatnya terjatuh di atas kasur.

“Pangeran? apa yang Anda lakukan?” Tanya Maine yang sudah terbaring di kasur.

kemudian Dias mengeluarkan beberapa spidol dari sakunya, “Hohoho.. Aku ingin mendandanimu agar lebih cantik lagi.” Ucap Dias yang sudah berpindah menindih Maine dengan menahan kedua tangannya menggunakan kakinya. 

“Tidaakk!!” Teriak Maine, namun tidak ada yang mendengarkan teriakkannya. Karena terdesak, akhirnya Maine terpaksa mengeluarkan kemampuan sihirnya.

“teleportation..” Tiba-tiba Maine menghilang dan berpindah ke belakang Thea. 

“Anjirt!” Dias sangat terkejut dengan kemampuan Maine yang tiba-tiba saja main hilang-menghilang. 

“Maaf saja Tuan, Anda masih membutuhkan 100 tahun lagi berlatih sihir untuk bisa menangkapku, Hahahaha,” ucap Maine. Setelah itu, Maine meminta kepada Thea dan Dias untuk segera mandi dan bersiap-siap, kemudian makan pagi bersama dengan kedua orang tuanya. 

 

“Ahh, kedua anak-anakku yang lucu dan imutt! Mari makan sini..”  sambut Ayah dari kedua anak tersebut yang bernama Vyros Floryn dengan ramah.

Keduanya langsung duduk di depan meja makan yang tersedia banyak makanan mewah dan lezat disana. 

“Ayah, Ayah!! sekarang hari minggu kan? jadi Ayah libur dari pekerjaan Ayah bukan?” tanya Thea dengan semangat. 

“Woiyadong.” Balas Vyros sambil menunjukkan jempolnya.

“Yayy!” Ucap Thea dengan senang. Dias juga terlihat kegirangan mendengar ucapan Ayahnya itu.

“Jadi, sekarang kita akan pergi kemana? Ayah?”

“Hmm.. bagaimana kalau kita pergi ke tempat pengembangan sihir milik kerajaan? Disana banyak sihir-sihir yang sangaat keren banget loh! Disana juga sekalian kalian bisa mempelajari sihir bersama-sama,” Ajak Ayahnya yang masih belum pernah mengajak anak-anaknya kesana. 

“Okayy..” Balas Thea dan Dias bersamaan. 

“Oh iya, nanti ki–”

“Ehm.. ngobrol terus, kapan kita makannya?” celetuk Neia yang dari tadi menunggu untuk mulai makan bersama.

“Ah, iya iya..” Balas Vyros sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tidak gatal.

Akhirnya mereka berdo’a bersama dan makan makanan yang ada di atas meja dengan hikmat.

Barulah setelah itu, mereka semua pergi ke tempat Pengembangan Sihir dengan sihir teleportasi milik Maine. Mereka semua terlihat menikmatinya dan bercanda ria sambil belajar hal-hal baru. Mulai dari sihir elemen dasar (api, air, angin, tanah) hingga sihir turunannya (es, lava, racun, petir, dll).

Setelah puas berjalan-jalan, mereka semua kembali ke Istana Kerajaan.

***

"Tobias, apa yang sebenarnya terjadi?"

Tanya Vyros kepada Tobias yang heran karena situasi istana yang aneh. Banyak sekali pengawal Kerajaan yang harusnya berjaga di luar istana malah berjaga di dalam Kerajaan.

"Ampun Paduka Raja. Hari ini saya mendapat laporan jika terdapat beberapa penyusup yang menyamar di dalam Istana ini. Untuk memastikan keselamatan Paduka, Saya menyuruh seluruh penjaga Kerajaan untuk berjaga di dalam Istana." Kata Tobias menjelaskan. 

"Penyusup ya? Hmm.. " Vyros kembali berfikir panjang. Setelah itu, dia meminta istri dan kedua anaknya untuk segera kembali ke kamar terlebih dahulu untuk membersihkan diri.

Setelah sampai dikamar, Dias dan Thea mandi dan ganti baju. Barulah beberapa saat kemudian, mereka berdua segera menuju ke tempat makan untuk makan malam.

Vyros, Neia, Thea, dan Dias makan malam bersama dengan hidangan yang cukup mewah. Mereka berempat dapat makan makanannya dengan lahap, kecuali Vyros. Dia merasa ada keganjilan di istana ini. 

"Mamaa, Mamaaa.. Aku yang masak ini lohh." Ucap Thea yang menunjukkan telur gulung yang disusun dengan sangat rapi di atas piring. 

"Wahh, kelihatan sangat enak sekali.. Kamu pintar sekali membuatnya, sayangkuu." Ucap Neia dengan bangga sambil mengusap-usap kepala anaknya. 

Di belakang mereka, terdapat beberapa penjaga yang ikut mengawasi mereka makan. Vyros memperhatikan beberapa penjaga yang sedang berbisik-bisik. Memang sudah biasa jika pada saat makan, mereka dijaga oleh beberapa pengawal untuk mencegah suatu hal yang tidak diinginkan, namun pengawal yang sekarang tidaklah sama dengan pengawal yang kemarin. 

Selesai makan, mereka semua segera kembali ke kamar mereka masing-masing. 

Dias dan Thea diantarkan oleh Maine sampai ke kamar mereka, kemudian membacakan dongeng sebelum tidur. Hingga mereka tidak sadar jika tragedi yang mengerikan akan segera terjadi. 

*Di tempat lain..

"Hahahahaha, dengan rencana sematang ini, sudah dipastikan Kerajaan ini akan jatuh di tanganku! Hahahahaha," ucap seorang Lelaki kekar yang sedang duduk di atas atap rumah yang tidak jauh dari Istana Kerajaan.

***

Bagian 2 : Pengkhianatan

Tengah malam pun tiba yang ditandai dengan beberapa lolongan serigala Kerajaan. 

Di tempat yang jauh dari istana kerajaan, terdapat sekelompok orang yang sedang melakukan ritual-ritual aneh. Ritual itu menghasilkan sinar merah yang terpancar lurus ke atas langit. Selain itu, ritual itu juga dilakukan di lima tempat yang lainnya secara bersamaan, hingga garis-garis bewarna merah itu membentuk pola bintang yang melingkupi seluruh bagian istana Farnesse. Sekejap, sinar itu pun hilang lagi. Semua ritual itu dilakukan untuk menghentikan sihir-sihir sementara waktu di seluruh wilayah kerajaan. 

*Sementara itu di Istana kerajaan..

"Dok, Dok, Dok.." terdengar suara ketukan pintu di kamar Raja dan Ratu. Mendengar hal itu, Vyros langsung membukakan pintunya. 

"Tobias? Apa yang kau lakukan disini malam-malam?" 

"Ampun yang Mulia, ada keadaan darurat yang harus diselesaikan. Bisakah ikut Saya sebentar?" Tanya Tobias. 

Raja yang hanya memakai baju tidurnya pun mengikuti apa yang dikatakan Tobias yang terkenal sebagai tangan kanan Raja. 

"Ada apa, sayang?" Tanya istrinya yang melihat suaminya sedang bergegas memakai seragamnya.

"Ada urusan mendesak." Balasnya, kemudian pergi meninggalkan tempat itu. Neia sendiri juga merasakan hal yang tidak enak, sehingga dia berjaga di malam itu sambil mendekatkan pedang miliknya dan milik suaminya di sampingnya. 

Sang Raja dan Tobias kini sudah memasuki ruangan rapat, dan kali ini ruangan itu sudah di penuhi oleh para Pengawal yang lain. Tapi sang Raja merasa lega, karena yang berjaga adalah Pengawal yang memang seperti biasanya menjaga di dalam kerajaaan.

"Baik Tobias, apa yang ingin kau bicarakan?" Ucap Raja sambil duduk di tempatnya. 

Seketika itu pintu ruangan rapat ditutup, dan dikunci oleh salah satu pengawal yang tidak dikenalnya.

"Selamat datang, Paduka Raja." Ucap Tobias yang kemudian dia tersenyum menyeringai dan mengangkat tangannya ke atas lebar-lebar.

"Arrggghhh!!" Semua penjaga disana ditusuk dari belakang oleh orang-orang yang sebelumnya sudah bersembunyi di balik pilar-pilar ruangan rapat ini. Darah berceceran kemana-mana dan yang tersisa hanyalah beberapa orang yang tidak dikenal dengan beberapa pengawal yang berkhianat.

"Tobias!!" Teriak Vyros dengan murka. Vyros bermaksud mengeluarkan sihir apinya untuk melenyapkan siapapun yang ada di ruangan itu. Tapi entah mengapa dirinya sama sekali tidak bisa mengeluarkan sihirnya. 

"Kenapa ini?" Pikirnya.

“Sraat–” Dengan cepat, seseorang berbaju hitam dengan menebas ke arah depan Vyros. Vyros menangkis serangan itu hanya dengan kedua tangannya, hingga membuat tangannya berdarah-darah.

“Arghh..”

“Selamat malam Paduka Raja yang tidak becus mengatur kerajaannya sendiri.” Ucap seseorang yang berbaju hitam itu.

“Kau.. Julian!?” Vyros melihatnya dengan tidak percaya, karena seingatnya dirinya sudah mati terbakar pada saat perang saudara sebelumnya. 

“Tidak ada waktu untuk bercerita. Bunuh dia sekarang..” Perintah Julian kepada semua pengawal yang berada disana. Semua pengawal yang berjumlah 20 orang mulai menghunuskan pedangnya. Vyros bersiap menerima serangan apapun dan berusaha bertahan tanpa peralatan sama sekali.

Kegaduhan ini tidak hanya terjadi di ruang rapat, namun di seluruh sisi-sisi kerajaan telah terjadi pembantaian sadis yang dilakukan oleh para Pemberontak dan beberapa pengawal kerajaan yang memberontak. Mereka memanfaatkan waktu malam seperti ini ketika pengawasan pengawal kerajaan mulai berkurang. Apalagi mereka tidak mengira jika akan ada pengkhianatan diantara mereka yang membelot melawan kerajaan. 

Pertahanan di dalam kerajaan sangatlah empuk. Karena kerajaan ini lebih mengutamakan pada kemampuan sihir, sehingga ketika sihir mereka semua disegel, mereka tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Yah, meskipun dalam mengaktifkan medan anti sihir ini juga membutuhkan jumlah mana yang sangat besar. 

Suara teriakan terdengar di tiap-tiap lorong. Baik orang yang masih berjaga atau pun tertidur lelap akan di habisi nyawanya tanpa ampun. Tidak akan ada orang yang bisa lolos dari pembantaian ini hingga semuanya tidak bersisa.

Mendengar kegaduhan di luar, Maine yang masih berjaga di dalam kamar mencoba mengintip ke luar. Ketika menoleh ke kanan dan ke kiri, tiba-tiba terdapat anak panah yang meluncur tepat ke arah kepala Maine. Namun untungnya masih bisa ditangkap olehnya. 

“Apa yang sebenarnya terjadi?” Ucap Maine kemudian kembali masuk, mengunci kamar dan membangunkan Dias dan Thea. 

“Kenapa Maine, Hoaaamm..” Ucap Dias yang masih mengantuk. Begitu pula dengan Thea yang terlihat kantung matanya yang tebal. 

Tanpa basa-basi lagi, Maine bermaksud berteleportasi untuk memindahkan Dias dan Thea ke tempat yang lebih aman. 

“Teleportation!!” Setelah mengucapkannya, ternyata tidak terjadi apa-apa. Dia mengucapkannya lagi dan sekali lagi tidak terjadi apa-apa. Dia ucapkan sekali lagi dan lagi, namun tetap saja usahanya percuma. 

“Apa yang sebenarnya terjadi??”

Terdengar suara langkah kaki yang mendekat. Maine bersiaga dengan mengambil pedang yang sudah dia siapkan di pojokan kamar. 

Bersamaan dengan itu, dari bawah lantai kamar, terdapat seseorang yang menggedor-gedor. Mendengar hal itu, Maine langsung membukakan lantai yang ternyata adalah sebuah pintu rahasia untuk pelarian. 

“Mama?” Dias terkejut melihat Mamanya yang keluar dari lantai itu.

“Maine, bawa anak-anak keluar dari sini.” Ucap Ratu Neia yang terlihat terburu-buru sambil membawa dua pedang dengan yang satunya masih tersarung. Yang satu adalah miliknya, dan satunya lagi yang masih tersarung adalah milik Raja Vyros.

Tanpa basa-basi, Maine mengangguk dan mengajak mereka berdua pergi dari tempat itu lewat pintu rahasia. Dias sesempatnya membawa Buku sihir yang tadi dibacanya sambil menggandeng Thea. 

“Kakak, Aku takut.” Ucap Thea sambil berlari dengan menatap lorong yang gelap. Begitu pula dengan Dias yang juga ketakutan, sekaligus bingung dengan keadaan sekarang. 

"Gladarr!!" Suara petir menandakan cuaca di luar tidak sedang baik-baik saja. Dan benar saja, di malam hari yang awalnya sunyi dan menenangkan, menjadi malam yang ramai. 

Suara hujan yang mulai mengguyur Kerajaan bercampur dengan suara teriakan Anggota keluarga kerajaan yang na'as terbunuh. 

Dias dan Thea dapat mendengarkan dengan jelas kengerian di dalam lorong rahasia, karena tepat diatas lorong tersebut terjadi pembantaian yang keji. Namun, meskipun begitu mereka tetap berlari. 

Ratu Neia melanjutkan perjalanannya menuju ke tempat Vyros berada, dan baru saja keluar dari pintu kamar, dia sudah dihadang oleh beberapa orang pembunuh bayaran yang ditugaskan untuk membunuh kedua anaknya. 

"Traangg!!" Pembunuh bayaran langsung menerjang sang Ratu dengan pedangnya dan berhasil ditangkis. Tangkisan itu cukup kuat hingga membuat pembunuh bayaran itu terpental. 

"Mustahil.." Ucap pembunuh bayaran itu yang mengira jika Ratu hanya bisa menggunakan sihir saja. 

"Maju kalian semua!!" Tantang Ratu Neia yang membuat mereka semua terprovokasi. Ratu memposisikan kuda-kuda gaya berpedang di daerah asalnya.

Akhirnya, lima orang pembunuh bayaran itu secara bersama-sama menyerangnya. Namun, semua pembunuh bayaran itu tidak ada apa-apanya di hadapan sang Ratu. 

Satu demi satu pembunuh bayaran itu tumbang. Hingga menyisakan satu orang yang berdiri ketakutan di belakang. Sang Ratu dengan cepat melesat dan menusuk pembunuh terakhir itu di bahunya.

"Aarrrgghh!!"

"Siapa dan dimana orang yang membayarmu, katakan sekarang!!" Ancam Neia dengan tatapan dingin dan terus menusuk pedangnya secara perlahan di bahunya.

Karena rasa sakit yang tidak tertahankan, Pembunuh itu menyerah dan menunjukkan ke arah dimana Raja Vyros berada. 

"Terima kasih." Sebelum pergi, tidak lupa Neia menusuk jantung pembunuh itu tanpa ampun. 

Setelah itu, Neia meletakkan pedang milik Vyros di punggungnya dan terus melangkah ke depan. Dan di depannya, terdapat beberapa orang asing dan beberapa pengawal kerajaan yang siap menghadang langkah Sang Ratu. 

"I-itu Ratu Neia?" Ucap salah seorang lelaki bertubuh besar disana dengan suara yang bergetar. 

Pandangan Neia terlihat sangat mengerikan dan menakutkan. Dengan bercak-bercak darah yang menghiasi wajahnya, dia menyeret pedang yang juga berlumuran darah itu secara perlahan. Dia benar-benar marah dengan keadaan kerajaan sekarang, dimana banyak sekali anggota kerajaan yang berkhianat. 

"Jangan takut semua!! demi kemenangan dan kebebasan kita!! Sampai kapan Kerajaan kita dipimpin oleh Bangsawan yang konyol dan tidak becus ini!" Ucap salah seorang pengkhianat yang awalnya merupakan Pengawal kerajaan. 

"Huwooo!!" Semuanya bersorak dan mulai melancarkan serangannya. Ratu pun yang sendirian tanpa rasa takut tetap melangkah dengan emosi yang memuncak meskipun diterjang oleh puluhan orang di depannya. 

*Di sisi lain..

"Sampai kapan Kau bisa bertahan, Vyros si Budak Rakyat? Hahahaha." Ucap Julian yang duduk di singgahsana Raja sambil menonton Vyros yang sedang berjuang melawan tanpa menggunakan senjata satu pun. 

"Hah.. Hah.. Hah.. " Vyros sudah mulai kelelahan dengan anak panah yang sudah menancap di pahanya, serta tangannya yang berdarah-darah membuatnya ngilu saat digerakkan. Tapi setidaknya, dia masih bisa menghindari serangan-serangan yang datang mengenainya. 

Meskipun dia sudah membuat babak beberapa dari mereka, namun mereka dapat pulih dengan cepat berkat ramuan penyembuh yang sudah mereka siapkan disana. 

Vyros tetap melawan, tanpa pedang dan tanpa sihir. Padahal Vyros adalah penyihir terkuat dengan elemen apinya dan tidak ada yang bisa mengalahkannya selama dekade ini. Namun tidak disangka-sangka jika dia harus bertarung tanpa menggunakan sihir seperti saat ini. 

"Kau sudah tamat, Vyros. Sudah saatnya kau menyerahkan Kerajaanmu kepadaku." Lanjut Julian. "Aku berjanji akan merawatnya dengan baik."

"Omong kosong, kemarilah kau, akan kuhancurkan mulutmu yang lembek seperti adonan roti itu supaya kau tidak mengoceh lagi." Balas Vyros.

"Wahahahaahaha, kamu tidak lihat situasinya, Hah?" Setelah Julian tertawa, Orang-orang yang berada di dalam sana juga ikut tertawa.

"Huahahahaha."

"Sring, Sringg.. Blaarrr!!" Pintu besar yang menutup ruangan tersebut hancur setelah menerima tebasan pedang dari luar. 

"Ratu Neia?" Ucap Tobias yang tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Karena seharusnya dirinya sudah mati saat memerintahkan pengawal terbaik di Kerajaan untuk membunuhnya di kamar Ratu. 

Neia melemparkan pedang milik Vyros dan diterima dengan baik olehnya. 

"Waktunya menyerang balik." Ucap Vyros. Seakan-akan ada harapan, mereka berdua pun melawan semua pengawal terbaik yang ada di Kerajaan ini, serta beberapa orang asing yang tidak dikenal oleh mereka.

Dan sesuai dengan yang diharapkan, semua orang disana tidak ada yang mampu menjatuhkan mereka berdua. Sebaliknya, 20 orang yang berada disana dengan cepat dapat terlibas habis. 

"Ada apa ini? Kenapa mereka berdua sangat kuat sekali? Tobias!!" Julian kebingungan dan berteriak ke arah Tobias.

"Tenang saja, setelah ini dia datang."

Satu-persatu orang disana tumbang, hingga akhirnya muncul salah seorang Pembunuh yang terkenal di seluruh benua yang diakui kemampuan berpedangnya. 

Pemuda itu menggunakan topeng tengkorak, berjubah hitam dan pedangnya juga bewarna hitam. Dan seakan-akan mengeluarkan aura hitam, dengan rambutnya yang hitam. 

Vyros mencoba mengingat-ingat sekali lagi siapakah pemuda yang ada di hadapannya kali ini, Dan akhirnya dirinya mengingatnya. 

"The Ghost?"

*Di lorong rahasia bawah tanah Kerajaan. 

Degup jantung Dias terdengar sangat kencang. Ada rasa gelisah dan khawatir terjadi menyelimuti dirinya. Tiap-tiap lantai yang dia pijak, terasa sangat berat, seakan-akan dia harus meninggalkan tempat ini selamanya. 

Thea juga merasa demikian. Entah mengapa suara teriakan-teriakan di istana kerajaan membuat pikirannya kacau tidak karuan. Dia menutup telinganya dan terus berlari dan berlari. Mengabaikan semua realita yang terjadi di sekitarnya, sambil berdo'a bahwa semua akan baik-baik saja. Padahal sudah jelas bahwa tidak akan ada hal baik terjadi di kedepannya. 

Maine terus berlari menuntun mereka, hingga akhirnya dia menemukan seseorang yang berdiri di ujung sana. Seorang wanita yang memakai seragam pengawal Kerajaan dengan tombak yang disandarkan di pinggir tembok. 

"Myrtle?" Maine menghentikan langkahnya dan mengamatinya. 

"Ah, akhirnya datang juga. Aku sudah lelah menunggu kalian semua." Ucap Myrtle yang pernah mereka temui pada saat berkunjung ke Fasilitas Pengembangan Sihir Kerajaan. 

"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Maine.

Mengabaikan apa yang diucapkan Maine, Myrtle menyuruh binatang-binatang buas yang ada di belakangnya untuk menyerang mereka. 

Terpaksa Maine menghunuskan pedangnya dan menebas semua binatang buas yang ada disana sambil menjaga Dias dan Thea. 

"Tetaplah dibelakangku" Ucapnya. Dias dan Thea menurutinya.

Hewan-hewan buas mulai dari harimau, macan, gorilla, ular, dan sebagainya mulai menerjang ke arah mereka bertiga. Untung saja Maine memiliki keterampilan yang cukup tinggi dalam berpedang, sehingga Dia masih bisa mengimbangi semua makhluk buas yang ada disana. 

"Sringg, Sringg.." Satu-persatu hewan-hewan itu dapat ditumbangkan. Dias dan Althea melihat kejadian itu dengan tatapan ngeri. 

"Arghh!!" Macan putih sempat memberikan cakaran yang dalam di tubuh Maine. Hingga akhirnya di balas tebasan olehnya yang memotong tubuh Macan itu menjadi dua bagian. 

"Maine, ular di belakangmu!" Ucap Dias.

"Jangan mendekat, Arghh!" Benar saja, ular bewarna hijau itu menggigit tepat di kaki Maine, dan sekali lagi dia tebas kebelakang hingga sekitar 10 ular mati tertebas di tanah.

Dari titik buta Maine, Badak besar datang dan menghantam tubuhnya dan menghimpitnya di tembok. 

"Brakk!!, Sringg!!" Meskipun tubuhnya dihantam oleh hewan seberat bis, dia masih bisa membalasnya meskipun tidak dapat membunuh badak itu. Badak itu hanya merasakan sakit saja.

Kepala Maine mulai pusing dan membuat lututnya jatuh menyentuh tanah. Efek racun ular tersebut mulai bereaksi. Dengan tubuhnya yang sudah berdarah-darah, dia mencoba tetap bertahan.

"Maine!!" Ucap Dias, bersamaan dengan serigala yang mulai bergerombol menyerbu Maine. 

"Berhenti!!" Ucap Myrtle, mengingat perintah dari atasannya yang lain untuk membawa mereka semua hidup-hidup. 

"Hah, hah, My-Myrtle.. Apa yang se-benarn-nya ka–" Maine akhirnya pingsan tidak kuat menanggung luka parah di tubuhnya sebelum menyelesaikan ucapannya. 

"I-ini tidak mungkin.." Kata Dias tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Matanya berkaca-kaca dan tubuhnya lemas tidak dapat digerakkan. "Maineee!! Bangunlahh!! Bangunlahh, Sialan." Ucapnya

sambil menghantamkan tangannya ke tanah.  Berbeda dengan Thea yang terlihat sangat syok dan hanya bisa diam saja. 

Myrtle mendekati Maine untuk memastikan bahwa dirinya benar-benar pingsan. Dia takut Maine akan mati karena kehabisan darah. 

"Ayo, bergeraklah tubuh sialan!" Dias mencoba memberanikan diri sambil memukul-mukul kakinya agar bisa bergerak. Dan keajaiban terjadi, dia mampu berdiri secara perlahan-lahan. 

"Hmm.. sepertinya belum mati." Ucap Myrtle yang merasakan detak nadi Maine yang lemah. Myrtle kemudian melangkahinya dan berjalan mendekati Dias dan Thea. 

Maine tiba-tiba bangun, "Jleb, Duag, Sringg.." Maine menusuk punggung Myrtle hingga menembusnya, menendangnya dan menebasnya. 

"Trangg!!" Tebasan berikutnya gagal mengenai Myrtle dan berhasil ditangkis. Maine mundur beberapa langkah ke belakang. 

"Tuan Pangeran, Tuan Putri!! Lari!!" Ucap Maine. Dias mengangguk paham, kemudian menggandeng tangan Thea dan berlari sekencang-kencangnya meskipun banyak binatang buas di hadapannya. 

"Ti-tidak akan kubiarkan.. Serang mereka!!" Perintah Myrtle kepada binatang-binatang buasnya. Binatang itu langsung menerjang kedua anak kecil itu dengan membabi buta. 

"Myrtle, sepertinya ini hadiah terakhir dariku." Maine memposisikan dirinya dan kemudian melesat ke depan membasmi semua hewan buas itu dengan cepat. Termasuk hewan-hewan yang menghalangi Dias dan Althea.

"Maine!!" Ucap Althea yang tidak rela meninggalkan dirinya sendirian.

"Jangan hiraukan aku. Cepat pergi!" Balasnya. Tiba-tiba muncul hewan-hewan buas lain dari balik bayangan yang gelap. "Sialan, tidak ada habisnya."

Dias dan Thea tetap berlari dengan tergesa-gesa meninggalkan tempat itu hingga akhirnya mereka berdua sampai di ujung lorong tersebut. 

Mereka melihat sebuah peti mati yang mengambang di atas selokan. Selokan itu mengalir ke bawah dan sepertinya dapat membawa mereka keluar dari sini. 

Myrtle kemudian menulis pesan dalam keadaannya yang sudah mulai lemah dengan darahnya di atas secarik kertas. 

"Tidak akan kubiarkan mereka lolos." Dia menggulung kertas itu dan memberikannya pada merpatinya untuk diberitahukan ke atasannya. 

Maine tidak sadar akan hal itu karena sibuk menghabisi binatang buas yang tidak ada habisnya meskipun tubuhnya sudah mulai lemas. 

Dias dan Thea masuk ke dalam peti itu kemudian mendorongnya hingga akhirnya mereka meluncur ke bawah dengan cepat. Dias menutup pintu peti itu dan keduanya berdo'a semoga semua akan baik-baik saja. 

Sementara itu, burung merpati itu dengan cepatnya langsung menuju ke tempat Julian berada.

"Apa? mereka berhasil kabur?" Ucap Julian. 

"Kirim para Pemanah ke tepi laut dan jangan biarkan mereka lolos." Perintah Tobias kepada Pengawal kerajaan yang lain di belakangnya.

"Baik, laksanakan."

"Terkutuklah kau! Julian!!" Teriak Raja Vyros yang sudah kehilangan kedua lengannya. 

Berbeda dengan istrinya yang lebih mengenaskan lagi, karena kehilangan kedua matanya yang telah ditebas. Neia hanya bisa terbaring lemah tanpa melihat apapun kecuali kegelapan dan rasa sakit yang menghujam matanya. 

Vyros tertunduk lemah di hadapan Pria bertopeng tengkorak tadi. Pria bertopeng yang dijuluki "The Ghost" itu sanggup mengalahkan kedua monster itu sendirian tanpa bantuan siapapun. 

"Trang.." Maine menjatuhkan pedangnya karena sudah tidak tahan lagi dan terkapar di tempat.

"Te.. taplah.. Hi.. dup.. Tu.. an.. " Kata-kata terakhir Maine kemudian menutup matanya. 

"Jebyurr." Peti mati itu melesat keluar kerajaan dan terhanyut ke tengah-tengah lautan. Dengan cuaca badai yang sangat besar, membuat peti itu terombang-ambing, dan siapapun yang ada di dalamnya, pasti akan mual. 

"Lihat!! itu peti matinya!" Kata Salah seorang pemanah yang melihat peti itu dan mulai memanah. Sekitar 10 orang memanah bersama-sama dengan serentak. 

"Wush, wush.." Sayangnya, tidak ada satu pun panah yang kena karena anginnya yang kencang, dan cuaca hujan yang sangat deras. Jam menunjukkan pukul lima, sehingga tidak banyak cahaya yang masuk. Terpaksa mereka harus melepaskan peti itu terhanyut menjauh dari Kerajaan. 

Di dalam peti itu, Dias memeluk erat Thea yang ketakutan. Suara petir dengan ombak yang ganas bersatu padu untuk mengalunkan suara yang memekakkan telinga dan menggetarkan hati. Mereka terus seperti itu hingga badai berhenti dan mereka tertidur. 

****

"Dias, Aku harap kamu bisa jadi kesatria sejati, yang bisa melindungi adikmu di saat bahaya apapun itu mengancam." Ucap Neia dengan tersenyum lebar. 

"Nggak mau, pasti repot sekali jadi kesatria, apalagi harus mengurusi Thea yang cerewet itu." Balas Dias. Mendengar hal itu, Neia menjewer telinga Dias.

"Aww, awww sakitt."

"Dengar ya, ini permintaan Mama, dan Perintah Mama itu mutlak!"

"Aduhh, iya iya. Mama kan seorang Ratu. Lagian kenapa harus Aku yang menjaga Thea? kan masih ada Mama dan Papa?" 

Mendengar Dias yang polos, Neia kembali tersenyum lebar. 

"Dias, Mama nggak selamanya akan melindungi kalian, pasti ada saatnya kalian harus saling menjaga dan melindungi satu sama lain. Ingat! jadilah kesatria yang kuat dan jangan jadi lemah! Camkan itu!" Setelah mengatakan itu, Neia pergi meninggalkan Dias. 

"Nggak selamanya? Bukankah Mama dan Papa akan selalu bersama kami? memangnya Mama mau kemana? Mama? Jangan tinggalkan aku.. Mama?" Kata Dias sambil mengejar bayangan Neia yang terus menjauh. "Mama!!!"

"Kakak.. Kakak.." Thea membangunkan Kakaknya yang sedang mengigau itu dengan matanya yang berkaca-kaca. 

Akhirnya Dias membuka matanya. Air matanya menetes mengalir begitu deras. Dia memandang Thea yang tidak tega, sehingga membuat hatinya sakit. "The-Thea.."

"Kakak.. Huuu.. huuu.. " Thea kemudian menangis dan memeluk Kakaknya. Perasaannya yang kacau karena kejadian sebelumnya membuat dirinya terluka dalam hatinya dan menangis tersedu-sedu. Dias sendiri tidak dapat menahan emosinya dan ikut menangis sekencang-kencangnya.

Langit kembali menghitam dan meruntuhkan air yang ditampungnya. Sangat deras, seakan-akan ikut menangisi takdir kejam yang dilalui kedua anak kecil ini. 

Tidak lama setelah itu, terdapat seorang pria membawa payung yang mendekati kedua anak malang tersebut. Pria itu membawa mereka berdua pulang ke rumahnya. 

Bagian 3 : Eksekusi Publik

"Namaku Iaros. Sementara minum ini terlebih dahulu." Ucap Iaros yang melihat mereka berdua masih saja tersedu-sedu hingga terlihat kantung matanya. Dia menyodorkan coklat panas untuk menghangatkan tubuh mereka berdua. Dia juga mengambil handuk, dan selimut. 

Kebetulan, coklat panas adalah minuman kesukaan mereka berdua. Mereka berdua meminumnya, dan mereka malah mengingat Maine yang seringkali membuatkan mereka coklat panas. Sekali lagi, air mata mereka masih saja terus menetes.

"Aduhh, kok malah nangis lagi sih. Emang seenak itu kah coklat panas yang ku buatin?" Ucap Iaros. Setelah itu, Iaros berfikir bisa jadi mereka membutuhkan waktu sendiri untuk menenangkan diri. Akhirnya dia pergi dulu meninggalkan rumah sambil membeli bahan makanan. 

Hujan pun reda, bersamaan dengan tangis mereka berdua yang juga ikut mereda. Mereka menjadi sedikit tenang dan mulai berfikir jernih. 

"Thea, meskipun kita jauh dari rumah, pasti Papa Mama bisa menemukan kita." Ucap Dias yang berusaha menenangkan Thea. Padahal, kedua orang tuanya sudah tidak mungkin bisa menyusul mereka karena keadaannya yang mengenaskan. 

Thea hanya mengangguk sambil mengusap matanya yang bengkak. 

Dias memutuskan untuk mencari udara segar terlebih dahulu. Dia mengajak Thea keluar dan berjalan-jalan melihat sekitar. Kemudian secara kebetulan Dia melihat Iaros yang membawakan pakaian ganti untuk mereka yang mana bajunya tadi basah karena hujan.

 

"Mau kemana? ganti dulu sana." Ucap Iaros, kemudian dia menyerahkan baju itu ke mereka. 

Mereka menerimanya, dan segera mengganti bajunya. 

Akhirnya, Iaros lah yang mengajak mereka berjalan-jalan melihat-lihat ke Ibukota. Iaros mengajak mereka ke pusat perbelanjaan dan siapa tahu mereka terhibur disana. Dan benar saja, setelah melihat bermacam-macam orang yang berjualan makanan, barang-barang unik, dan beberapa pengamen jalanan, membuat mereka bersemangat lagi. Mereka tidak pernah melihat hal itu semua, karena mereka berdua dilarang untuk keluar dari istana kerajaan demi menjaga keselamatan mereka. 

"Kakak, itu apa? Kok seperti awan?" Kata Thea menunjuk ke arah orang penjual permen kapas. Setelah itu, dia juga melihat anak kecil yang memakan permen kapas itu. "Loh.. kok bisa dimakan?"

"Itu.. bukannya seperti rambut milik Margaret ya? Mirip banget sama rambut Margareth bewarna putih yang di gulung-gulung." Ucap Dias yang masih ingat dengan Margareth yang merupakan kepala Pelayan di kerajaan yang sudah berumur hampir 64 tahun. 

"Ya iya, tapi masa mereka makan rambut Margareth?" Balas Thea. 

"Anak-anak sekalian, itulah yang dinamakan permen kapas. Rasanya enak loh. Kalian mau?" Tawar Iaros kepada mereka. 

Mereka setuju dan Iaros segera membelinya satu orang satu buah. Setelah membelinya, dia langsung memberikan permen kapas itu kepada mereka. Mereka berdua terlihat penasaran dengan gumpalan awan bewarna putih itu dan mencium -cium aroma wangi dari permen itu. Setelah itu, mereka pun mencoba rasanya.

"Wah.. tiba-tiba awan itu hilang di dalam mulutku, dan rasanya manis juga," Ucap Thea. 

Melihat Thea yang berbinar-binar setelah memakannya, Dias akhirnya mencobanya juga. “Ahh, iya. Manis sekali. Hahahaha,” Ucapnya sambil mengangkat permen kapas itu tinggi-tinggi. 

Selain itu, Iaros juga mengajak mereka untuk melihat topeng monyet di tengah kota. Karena merasa lucu dengan tingkah monyet itu, mereka berdua pun tertawa terpingkal-pingkal.

Melihat mood mereka yang sudah baikan, membuat perasaan Iaros menjadi lebih tenang. Dia tersenyum lebar sambil memberikan uang receh kepada orang yang melakukan pertunjukkan topeng monyet itu. 

Mereka pun melanjutkan perjalanan hingga mereka tiba di alun-alun kota yang luas dan ramai. 

Tidak lama setelah itu, muncul sebuah hologram besar di tengah alun-alun yang disaksikan oleh banyak orang. Padahal sangat jarang sekali muncul hologram itu kecuali jika ada hari-hari besar di kerajaan. 

Alun-alun itu menjadi gaduh dan ramai. Banyak orang-orang yang segera mendekat dan berkumpul menyaksikan bersama-sama yang mana menampilkan seorang wanita yang di rantai kedua tangannya, dengan kepala yang sudah diletakkan di Guillotine (alat pemenggal kepala). Begitu pula seorang lelaki bertubuh kekar, juga disandingkan disamping wanita itu dengan kepala yang sudah terletak di guillotine tanpa perlu di borgol, karena tangannya memang sudah tidak ada. 

"Ma.. Ma?" Ucap Dias dengan mata yang melotot dibuatnya. Sama halnya dengan Thea yang diam membeku dan memperhatikan dalam-dalam ke depan hologram tersebut. 

"Ratu Neia? Raja Vyros? Apa yang sebenarnya terjadi?" Ucap salah seorang yang melihat hologram itu bersama temannya.

 

"Aku juga tidak tahu. aku tidak tahan melihat mata Ratu Neia yang sepertinya telah ditebas." balas temannya yang menyaksikan sendiri mata Neia yang berdarah-darah tanpa bisa dibuka. 

"Bukannya mereka berdua Raja dan Ratu yang sangat disegani oleh rakyatnya? Mengapa mereka berdua bisa diperlakukan dengan sangat kejam sekali?"

"Tidak tahu lah, Bro. Itu kan bukan kerajaan kita. Yang tahu kondisi kerajaan mereka yang tentunya mereka sendirilah." Jawab teman yang satunya. 

Setelah itu, muncul seseorang pemuda berbaju biru, berkacamata dengan perawakan sekitar umur 46 tahunan, yakni Tobias yang mulai berpidato di atas panggung dimana Raja dan Ratu itu akan dipasung. 

"Ehm.. Ehm.. Permisi.. Kali ini, Kerajaan Farnesse akan memasuki era baru..!!" 

Dias dan Thea mendengarkan dengan seksama apa yang diucapkan Tobias. Hampir kebanyakan isi dari pidatonya adalah menjelek-jelekkan Kedua orang tuanya. 

Selain berbasa-basi tidak jelas, dia juga memberikan tuduhan kejahatan-kejahatan yang sebenarnya tidak pernah sama sekali dilakukan oleh kedua orang tersebut. 

"Gila, sih.. bisa-bisanya mereka secara sembunyi-sembunyi jual organ manusia rakyatnya sendiri."

"Nggak hanya itu bro, yang lebih parah lagi mereka malah mengadakan jual beli manusia di Kerajaan lain. Bukannya human traficking itu sudah dilarang?" 

"Aduh, aku juga baru tahu hal itu. Aku kira cuman gosip saja jika Kerajaan itu melakukan jual beli narkoba, eh ternyata bisa lebih parah lagi. Bagos, bukannya mencerdaskan malah membodohkan rakyatnya sendiri." 

“Tidak.. i-itu semua.. tidak benar..” gumam Dias.

"Hadehh, pantas saja mereka berdua dipenggal. Mereka memang tidak pantas hidup." Ucapnya yang lain. 

"Iya ya. Pasti semua rakyatnya benar-benar geram dan ingin segera menyiksanya. Tapi kenapa harus guillotine sih? Memangnya rakyatnya puas jika penjahat kelas kakap pencuri uang rakyat itu cuman langsung dipenggal tanpa menyiksanya terlebih dahulu?" 

“Tidak.. jangan.. tidak..” Gumam Dias sekali lagi. 

Tobias melanjutkan pidatonya, yang kali ini menunjukkan bukti-bukti kejahatan yang telah dilakukan oleh kedua orang tua Dias yang disayanginya. Dia mengeluarkan catatan-catatan keuangan yang mecurigakan.

“Lihatlah catatan ini! Semua pemasukan yang didapat dari hasil pajak rakyat tidak dibagi-bagi dan malah menumpuk di kas kerajaan! Dengan begini kita semua tahu, jika yang dilakukan kerajaan bukanlah penarikan pajak, melainkan pemerasan!!” 

“Iyaaa! bakar saja keduanya!!” Teriak riuh orang-orang yang berada disana.

“Cepat penggal saja! haduhh.. lama banget!!”

“Lama, woee.. Aku kebelet mau ke WC woy!!” Semakin lama, tempat itu menjadi semakin ramai. 

Iaros memperhatikan Dias dan Thea yang terlihat hanya diam saja seperti patung. Namun, patung itu terlihat bergetar disekujur tubuhnya. Sudah seharusnya Iaros tidak memperbolehkan anak kecil melihat adegan itu, karena akan mempengaruhi mentalnya, akhirnya Iaros berencana ingin membawa mereka berdua pulang kembali.

“Ayo pulang.” Kata Iaros sambil memegang tangan Dias. Tapi seketika itu, tangan Iaros langsung ditepis olehnya.

Dias terlihat sangat marah, dengan menggertakkan giginya yang berderit, dia langsung berteriak “SEMUA DIAAM!!..” Dia tidak tahan ketika mereka semua yang berada disana bergosip mengenai kedua orang tuanya. “SIAPAPUN YANG MEMBUKA MULUTNYA, AKAN KUBUNUH!!” Lanjutnya. Namun hal itu tidak membuat orang ketakutan, dan malah menganggap bocah itu sudah gila.

“Ey, ada apa dengan anak ini? Ini anakmu, Iaros?” Kata salah seorang disana. Iaros hanya menggeleng-geleng kepala dan berpura-pura tidak tahu-menahu tentang anak ini.

“Woe, bocil nggak boleh nonton beginian. Sana pulang.. hush-hush.” Seseorang lelaki botak mengusir Dias dan Thea, namun mereka berdua tetap tidak bergeming di tempat dan tetap menyaksikan pengeksekusian kedua orang tuanya sendiri. 

Iaros memperhatikan kedua anak kecil itu dari dekat yang berdiri mematung disana. Pandangan mereka berdua terlihat penuh dengan emosi, sedih, dan kebingungan dalam satu waktu. Iaros tahu, mereka tidak akan mau berpindah dari tempatnya meskipun bencana alam tiba-tiba menimpa tempat ini. 

“Untuk sementara waktu, biarkan mereka disini.” Ucap Iaros. Semua orang kembali memperhatikan ke layar hologram itu dan menyaksikannya bersama-sama.

Tobias melanjutkan pidatonya, “Inilah hukuman apabila serang Raja yang tidak becus mengurusi pemerintahan! Dan ini juga hukuman bagi mereka yang berbuat semena-mena dengan rakyat kecil! Jangan fikir seorang rakyat biasa tidak bisa menjatuhkan kalian semua! selama kami semua bersatu, maka kami tidak akan jatuh dan akan terus utuh!” Ucapnya, kemudian dua orang yang bertugas untuk mengeksekusi naik ke atas panggung. Mereka memegang pisau yang digunakan untuk memotong tali yang menahan pisau besar di atas kepala Raja dan Ratu. 

“Selamat tinggal Raja dan Ratu sialan! Semoga kalian bisa damai di dalam Neraka! Renungi semua dosa-dosa kalian disana, dan ku harap Tuhan bisa mengampuni dosa-dosa penjahat yang kotor seperti kalian.” 

Tobias turun dari panggung sambil memberi tanda kepada kedua Algojo untuk segera memenggal mereka berdua. Raja Vyros dan Ratu Neia tidak berdaya seolah–olah sudah tidak ada tenaga sama sekali dan membiarkan Algojo memotong tali tersebut.

Algojo memotong tali yang menahan pisau besar itu secara bersamaan. Pisau itu jatuh dan langsung memenggal kepala Raja dan Ratu.

"Sringg!!"

Thea tiba-tiba terjatuh tidak sadarkan diri. Iaros mencoba membangunkannya, tapi sudah tidak mungkin lagi. Gadis kecil mungil itu sudah tidak sanggup lagi menahan betapa hancur hati kecilnya ketika menyaksikan kedua orang tuanya dibunuh di depan kedua matanya.

Dias berlari sekencang-kencangnya menjauh dari tempat itu. Dia berteriak-teriak seperti orang gila sambil menyebut-nyebut kedua orang tuanya yang sudah terpenggal di depan matanya sendiri. 

“MAMAA!! PAPAA!! MAMAAA!! PAPAA!!! MAMAAAA!! PAPAA!!!!” Teriakan itu terdengar begitu sumbang dan sangat menyakitkan. Dia terus berlari dengan matanya yang terus mengeluarkan air mata hingga menghalangi pandangannya, dan akhirnya dia terjatuh karena tersandung oleh sebuah akar pohon.

“Mama.. Papa.. Huuuu.. ” Dias menangis tersedu-sedu. 

Bersamaan dengan itu, tiba-tiba semua pepohonan disana terbakar tanpa ada yang tahu apa yang sebenarnya memantiknya. Dias sesekali meneriakkan kembali kedua orang tuanya, membuat api itu semakin membesar dan menimbulkan asap yang tebal. Tidak peduli seberapa besar api yang membakar tempat tersebut, luka di hatinya lebih besar dan lebih menyakitkan daripada api yang meluluh lantakkan pepohonan di sekitarnya.

Tidak lama setelah itu, Iaros datang menerobos api sambil membopong Thea di pundaknya. Dias tidak memedulikan Iaros dan tetap melanjutkan tangisannya. Iaros datang mendekat dengan pandangan iba. 

Iaros menunduk dan berkata kepada Dias dengan nada serius, “Jadi, kau mau balas dendam?” 

Mendengar hal itu, Dias menghentikan tangisannya dan menatap Iaros dengan tajam. Setelah itu, tiba-tiba dia jatuh pingsan. 

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!