Derap langkah kaki menyusuri koridor rumah sakit jiwa. Seorang pria dengan setelan kantornya tampak tergesa-gesa menuju ke sebuah ruangan tempat ibunya berada.
Namanya Bara Dirgantara, seorang pewaris tunggal dari Dirgantara Group. Memiliki seorang ibu yang mengalami gangguan jiwa akibat depresi berat karena perselingkuhan yang dibuat oleh ayahnya.
Kenangan akan masa lalunya yang pahit, membuat Bara tak bisa berdamai dengan ayahnya. Di tambah lagi dengan melihat kondisi ibunya hingga saat ini belum juga sembuh, membuat Bara semakin menaruh dendam pada ayahnya.
Langkah kakinya terhenti tepat di depan sebuah ruangan 203, terdengar suara teriakan histeris dari dalam ruangan tersebut. Bara melihat dengan jelas, ibunya yang mengamuk, melemparkan benda-benda yang ada di sekitarnya sembari menjerit.
“Sudah ku katakan, aku tak sudi jika harus hidup dimadu seperti ini. Kenapa kamu terus-menerus memberikanku makanan ini! Aku tak butuh semua ini! Aku tak butuh!!” Seru wanita paruh baya dengan penampilan yang acak-acakan.
Bara melihat sekelilingnya, banyak mata yang menatap ke arah ibunya. Bara membenci hal ini, ia tidak ingin ibunya menjadi tontonan banyak orang meskipun yang dirawat di sana rata-rata pasien yang memiliki gangguan kejiwaan sama seperti ibunya.
Dengan cepat, Bara masuk ke dalam ruangan tersebut dan menutup pintu. Pria itu menghampiri ibunya dengan kondisi yang memprihatinkan. Rambut yang terlihat berantakan, serta baju yang kotor akibat terkena tumpahan dari makanan yang ia lempar.
Wanita bernama Diana itu menyadari kehadiran putranya. Namun, tatapan yang diberikan oleh Diana merupakan tatapan penuh kebencian.
“Kenapa kamu menduakan ku, Mas? Apakah tidak cukup cinta yang kuberikan padamu? Apakah tidak cukup tubuhku ini memuaskan mu hingga kamu memilih tubuh wanita j*lang itu!” ketus Diana, ibu dari Bara.
Kejadian ini bukan hanya satu atau dua kali saja, akan tetapi sering kali ia dapatkan perlakuan dari ibunya yang menganggap dirinya adalah sang ayah yang telah mengkhianatinya.
Bara semakin mendekat, wanita itu melemparkan bantal ke arah Bara. Mencoba untuk mengusir pria itu . Namun, Bara tak mempedulikan ucapan dari ibunya. Ia merengkuh tubuh ringkih sang ibunda. Beberapa kali wanita itu melakukan pemberontakan, akan tetapi Bara tetap memeluk ibunya, dengan sorot mata yang tajam serta berkaca-kaca.
“Bu, aku Bara.” Berulang kali Bara mengucapkan hal tersebut.
Hingga akhirnya kaki Diana melemas, dengan cepat Bara menopang tubuh ibunya yang tak berdaya itu. Diana menatap wajah putranya dengan mata yang berkaca-kaca.
“Bara? Bara anakku.” Wanita tersebut tak bisa membendung air matanya lagi.
Bara hanya menganggukkan kepalanya menimpali ucapan ibunya itu. Ia menyeka air mata yang jatuh menetes di pipi Diana.
“Kita ganti baju dulu ya, Bu. Lihatlah! Baju Ibu sudah kotor karena tumpahan makanan tadi,” ujar Bara yang memperlakukan ibunya dengan lembut.
Diana melihat penampilannya yang kacau. Wanita itu pun menganggukkan kepalanya, menuruti ucapan putra semata wayangnya.
“Suster, tolong berikan baju baru untuk ibuku!” titah Bara.
“Baik, Tuan.” Perawat tersebut langsung membawakan pakaian ganti yang baru untuk Diana.
Sepeninggal perawat, Bara mencoba mendudukkan ibunya kembali di atas brankar. Ia memunguti bantal serta selimut yang dilemparkan oleh Diana tadi.
“Kenapa berantakan sekali?” tanya Diana. Wanita itu selalu saja melupakan semuanya setelah ia sadar.
Bara menatap Diana sembari mengembangkan senyumnya. “Tadi suster sedang beres-beres, dan ibu membantu suster untuk membereskan semuanya.”
“Benarkah?” tanya Diana memastikan.
Bara menganggukkan kepalanya seraya menarik kedua sudut bibirnya. Tak lama kemudian, perawat pun datang seraya membawa baju ganti untuk Diana.
Bara berjalan keluar dari ruangan tersebut, membiarkan ibunya berganti pakaian yang dibantu langsung oleh suster.
Saat tengah menunggu di luar, Bara kembali mengingat kejadian pahit di masa lalu. Di mana saat itu ayahnya bertengkar hebat dengan ibunya. Bahkan ayahnya dengan berani mengakui bahwa dia mencintai selingkuhannya itu dibandingkan ibunya.
Saat itu Bara baru menginjak usia 13 tahun. Ia hanya bisa menenangkan ibunya, akan tetapi Diana selalu saja meluapkan kekesalannya kepada Bara.
Dan suatu hari Diana sedang sakit, Bara mencoba merawat Diana, tetapi Diana meminta agar anaknya mencari keberadaan ayahnya. Diana takut, jika dia akan kehilangan suaminya.
Bara pun mencari keberadaan ayahnya. Pria itu bahkan bolos sekolah demi menuruti permintaan dari sang ibunda. Saat Bara tiba di kantor ayahnya, Bara tak menemukan keberadaan sang ayah di tempat itu. Ia pun bertanya kepada asisten ayahnya, memohon untuk memberitahukan keberadaan ayahnya saat itu juga.
Asisten tersebut terpaksa memberitahukan semuanya. Ia tak tega melihat Bara bersimpuh sembari menangkupkan kedua tangannya hanya untuk mendapatkan informasi keberadaan atasannya itu.
Setelah menemukan informasi tersebut, Bara berlari menemui ayahnya yang saat itu sedang berada di sebuah toko perhiasan. Peluh yang mengucur di keningnya, ia seka begitu saja.
Setibanya di tempat yang dituju, dengan napas yang tersengal, Bara melihat ayahnya bersama dengan wanita lain. Kala itu, Amran yang tak lain adalah Ayah Bara, tengah sibuk memilih perhiasan. Pria itu tengah memakaikan kalung liontin untuk selingkuhannya. Keduanya pun terlihat bersenda gurau sembari saling menatap dengan penuh cinta.
“Ayah!” panggil Bara.
Amran menoleh sejenak, ia pun menghampiri Bara dengan tergesa-gesa. “Kenapa kamu berada di sini? Pulang sana!” usir Amran. Pria itu pun langsung kembali menemui selingkuhannya, memilih untuk membayar perhiasan dan pergi dari toko itu.
Melihat hal tersebut, Bara tak bisa berbuat apa-apa. Ia mengepalkan tangannya, sementara matanya berkaca-kaca.
“Kenapa ayah tega mengkhianati ibu? Akan ku pastikan, setelah aku dewasa nanti, aku akan membuat perhitungan pada wanita itu! Aku akan mencari tahu semua tentangnya!” geram Bara dengan sorot mata yang tajam.
Suster yang membantu mengganti pakaian Diana pun menghampiri Bara. Seketika lamunan Bara tentang masa lalunya menjadi buyar. Ia pun kembali menemui ibunya di dalam ruangan tersebut.
Bara baru saja selesai menyuapi Diana makan. Pria tersebut membantu ibunya untuk berbaring di atas brankar. Cukup lama Bara menunggu Diana hingga wanita paruh baya tersebut tertidur pulas.
“Bu, Bara kembali ke kantor dulu ya, nanti Bara akan menjenguk ibu lagi,” ucap Bara sembari membetulkan selimut yang dikenakan oleh ibunya.
.....
Malam itu, Bara baru saja pulang dari kantor. Ia memarkirkan mobilnya di halaman rumah. Bara melihat ayahnya saat itu tengah bersantai di teras sembari menyesap secangkir kopi.
“Kamu sudah pulang?” tanya Amran.
Bara tak menjawab ucapan dari ayahnya. Ia berlalu begitu saja tanpa menghiraukan keberadaan Amran. Amran merasa kesal karena diacuhkan oleh putranya sendiri.
“Apakah kamu tidak memiliki sopan santun? Apakah seperti ini caramu memperlakukan orang tuamu sendiri?!” Bentak Amran.
Bara menghentikan langkahnya, lalu kemudian berbalik menatap ayahnya. “Kapan ayah mengajariku cara sopan santun? Bukankah ayah terlalu sibuk bersama wanita ****** itu?” timpal Bara.
“Tutup mulutmu!”
“Kenapa? Apakah ayah tidak sudi mendengar aku memanggilnya dengan sebutan j*lang? Bukankah memang seperti itu kenyataannya?”
Tangan Amran hendak menampar Bara, akan tetapi pria tersebut dengan cepat menangkap tangan ayahnya.
“Aku tidak akan membiarkan ayah memukuliku seperti dulu lagi!” seru Bara yang menghempaskan tangan ayahnya begitu saja.
Pria tersebut memilih pergi meninggalkan ayahnya dengan perasaan kesal. “Lihat saja, aku akan segera menemukan persembunyian wanita itu.”
Bersambung....
Bara tengah berada di rooftop. Pria tersebut menyesap kopi yang ada di tangannya. Terdengar suara langkah kaki mendekat ke arahnya. Bara hanya melirik sejenak tanpa menoleh ke belakang.
“Tuan, saya telah menemukan titik terang dari pencarian tentang wanita yang kemarin,” ujar Agam.
“Wanita itu memiliki dua anak, yang salah satunya merupakan salah satu pegawai di kantor ini,” lanjut Agam.
Mendengar hal tersebut, membuat Bara mengerutkan keningnya. Pria itu pun berbalik menatap sang asisten dengan seksama.
“Siapa?” tanya Bara.
“Namanya Rosaline, wanita ini baru sekitar dua minggu bekerja di bagian administrasi keuangan,” timpal Agam.
Bara mencerna ucapan sang asisten. Ia pun melangkahkan kakinya pergi dari rooftop menuju ke lantai bagian administrasi keuangan. Ia menatap satu persatu pegawai yang bekerja di tempat tersebut.
“Mana dia?” tanya Bara kepada sang asisten yang berada di belakangnya.
“Wanita yang ada di sudut sana,” timpal Bara yang hanya menunjuknya dengan sedikit memajukan bibirnya sekitar dua centi.
Bara mengikuti arah pandang asistennya itu. Matanya tertuju pada sosok gadis sederhana berparas cantik yang memiliki tubuh tinggi dengan rambut panjang yang diikat pony tail.
“Benarkah dia anak wanita itu?” tanya Bara memastikan.
“Benar, Tuan. Saya mendapatkan informasi ini dari sumber yang terpercaya,” timpal Agam meyakinkan Bara.
Bara kembali melihat ke arah wanita itu sejenak. Ia pun memilih untuk pergi meninggalkan ruangan administrasi, dan berjalan menuju ke ruangannya.
Pria tersebut mendudukkan dirinya di kursi. Ia mengetuk-ngetukkan jemarinya, berpikir langkah apa yang akan ia ambil selanjutnya.
“Sekarang aku sudah menemukan anak dari wanita itu. Ku rasa, aku bisa membalaskan dendamku melalui anaknya,” gumam Bara sembari mengembangkan senyum liciknya.
Bara mengambil ponselnya, lalu kemudian menelepon orang suruhannya. “Bisakah kamu melakukan sesuatu untukku?” tanya Bara saat seorang tersebut menerima panggilannya.
“Melakukan apa, Bos?” tanya orang dari seberang telepon.
Bara pun menjelaskan semuanya sembari sesekali mengembangkan senyum iblisnya.
....
Keesokan harinya, wanita bernama Rosaline, yang merupakan salah satu putri selingkuhan Amran. Wanita berparas cantik dengan penampilan yang sederhana itu mengembangkan senyumnya sembari melihat pantulan dirinya di depan cermin.
Saat Rosa hendak keluar dari kamarnya, tiba-tiba dua orang wanita berbeda generasi pun menerobos masuk ke dalam kamar tersebut.
“Ibu, Kak Gea,” gumam Rosa melihat kedua orang tersebut secara bergantian.
Wanita paruh baya tersebut tersenyum melihat Rosa, sedangkan wanita yang usianya tak jauh dari Rosa menatap dirinya sembari mendengkus kesal.
“Rosa, ibu mempunyai sesuatu yang ingin ibu berikan untukmu,” ujar Tina sembari memperlihatkan benda yang ada di tangannya.
Rosa terkejut, ia melihat kalung dengan liontin yang cantik. “Ini kan kalung kesayangan ibu,” gumam Rosa menatap kalung indah itu dengan takjub.
“Iya, ini kalung kesayangan ibu. Maka dari itu, ibu minta kamu menjaga kalung ini. Jangan sampai di lepas,” ujar Tina membantu memasangkan kalung tersebut pada putrinya.
“Apakah kamu senang mendapatkannya?” ketus Gea.
“Bu, berikan saja pada Kak Gea, dia menyukai kalung ini,” ujar Rosa.
“Tidak, ini untukmu saja. Gea, ibu akan memberikanmu hadiah yang lainnya. Biarkan adikmu yang memiliki kalung ini,” ucap Tina yang mencoba memberi pengertian pada putri sulungnya.
“Terserah ibu saja!” ketus Gea yang kemudian pergi dari hadapan keduanya.
Tina menatap Rosa sembari mengulas senyumnya. “Kamu mau berangkat? Hati-hati di jalan ya, Nak.”
Seketika rasa hangat menjalar di seluruh tubuhnya mendengar ucapan dari Tina yang biasanya memperlakukan dirinya dengan kasar. Rosa menganggukkan kepalanya, lalu kemudian berpamitan kepada ibunya.
Sepeninggal Rosa, Tina langsung menghampiri Gea. Wanita paruh baya itu menatap nanar ke arah putrinya.
“Dasar bodoh! Sudah ibu katakan kalau kalung itu pembawa sial. Kenapa kamu masih saja ingin memilikinya!” ketus Tina pada Gea.
“Bukankah ibu sangat menyukai kalung itu? Kenapa ibu berkata demikian?” tanya Gea.
“Karena kalung itu nantinya akan membawa kesialan untuk keluarga kita. Lihat saja nanti.”
Saat itu, Rosa berjalan kaki menuju ke tempat kerjanya. Wanita tersebut memilih berjalan kaki dari pada menaiki taksi demi menghemat uang sakunya.
“Mataharinya sangat terik,” gumam Rosa sembari mendongakkan wajahnya menatap ke langit.
Tiba-tiba saja, ada seorang pria yang menarik tas Rosa. Gadis itu terkejut, ia panik sembari berteriak meminta tolong. Namun, tak ada satu pun orang yang mendengar teriakannya karena suasana di tempat tersebut masih sepi.
“Tolong ... ada pencuri!” seru Rosa mencoba mengejar pria yang mengambil tasnya tadi.
Namun, usahanya sia-sia karena Rosa tiba-tiba saja terjatuh. Wanita itu meringis kesakitan, melihat lututnya yang tergores dan mengeluarkan darah.
Seorang pria tampan datang menghampiri Rosa. Wanita itu masih berteriak untuk minta tolong menangkap pencuri tadi. Pria itu pun langsung berlari mengejar si pencuri.
Ia menghajar pencuri tersebut, lalu kemudian merebut kembali tasnya. Rosa terpana, melihat pria yang memiliki wajah tampan serta tubuh yang proporsional. Di mata Rosa, pria tersebut bak seorang pangeran berkuda putih yang ada di dongeng.
“Apakah kamu tidak apa-apa?” tanya Bara.
“I-iya, aku tidak apa-apa.” Rosa menimpali ucapan Bara dengan menyunggingkan senyum manisnya.
Tak dipungkiri, jika Rosa memiliki wajah yang sempurna. Wajah yang bulat, hidung tinggi, serta bibirnya yang mungil, membuat Rosa terlihat cantik. Bara tak menyangkal bahwa gadis yang ada di hadapannya mampu membuat dirinya terpesona.
Namun, tatapan Bara beralih pada kalung yang dikenakan oleh gadis itu. Kalung yang pernah ia lihat beberapa tahun silam. Dimana kala itu, ayahnya memberikan kung tersebut pada wanita selingkuhannya.
“Ternyata benar, dia adalah putri dari wanita itu. Kalung ini ... dan liontin ini, aku sangat mengenalnya,” ujar Bara dalam hati.
Mulanya ia terpesona pada wanita itu, setelah melihat kalung yang dipakai oleh Rosa, membuat Bara semakin ingin membalaskan dendamnya melalui gadis yang ada di hadapannya.
“Bisakah aku meminta tasku?” tanya Rosa dengan sangat berhati-hati.
Bara langsung menormalkan kembali ekspresinya. Ia pun sadar bahwa dirinya masih memegang tas gadis yang ada di hadapannya. Pria itu langsung menyerahkan tas tersebut kepada pemiliknya.
“Terima kasih,” ujar Rosa sembari menundukkan pandangannya. Ia tak berani menatap wajah pria yang ada di hadapannya itu, karena semakin ia menatapnya, maka semakin berdegup kencang jantungnya.
“Kalau begitu, saya permisi dulu,” ucap Rosa kembali melanjutkan langkah kakinya. Gadis itu meringis karena menahan rasa sakit di lututnya.
“Apakah kamu ingin ikut denganku?” tawar Bara.
“Tidak usah,” ujar Rosa mencoba untuk menolak karena merasa tak enak hati.
“Kamu akan pergi ke Dirgantara Group?” tanya Bara lagi.
“Ba-bagaimana kamu mengetahuinya?”
“Aku juga bekerja di sana. Ayolah ikut denganku, lagi pula kakimu tidak bisa berjalan cepat karena terluka,” ujar Bara yang terkesan sedikit memaksa.
Perampokan itu, merupakan salah satu dari akal bulusnya. Ia ingin mendekatkan diri pada Rosa, dengan cara membuat wanita tersebut jatuh hati padanya.
Bara sangat pandai dalam berakting, ia menggunakan topengnya saat berhadapan dengan Rosa. Bara dapat melihat bahwa Rosa merupakan gadis yang lugu. Tentu saja cara jitu yang dilakukan Bara akan membuahkan hasil.
Tak lama kemudian, Rosa pun menyetujui ajakan dari Bara. Wanita itu berjalan mendekat ke arah Bara. Bara tersenyum, ia membuka pintu dan mempersilakan musuhnya itu untuk masuk ke dalam mobilnya.
“Kamu telah masuk ke dalam perangkapku,” batin Bara tersenyum licik.
Bersambung ....
Mobil yang dikendarai oleh Bara tiba di kantor. Pria tersebut memperlakukan Rosa dengan manis. Ia bergegas turun dari mobil, membukakan pintu untuk Rosa.
Rosa tak tahu jika Bara adalah atasannya, karena Rosa bekerja baru dua minggu ini dan dia tak pernah bertemu dengan atasannya secara langsung.
Pegawai lain menatap Rosa dengan tatapan tak percaya. Mereka berpikir, bagaimana bisa anak baru dengan sangat percaya diri menyuruh atasannya membukakan pintu mobil untuknya.
“Terima kasih,” ujar Rosa tersenyum malu, ia menatap sekelilingnya, banyak orang yang memperhatikan dirinya bahkan memandang tak suka ke arahnya.
“Ada apa dengan tatapan itu? Apakah aku melakukan kesalahan?” batin Rosa.
“Ayo ikut aku! Biar ku obati lukamu,” ujar Bara.
“Tidak usah, biar aku yang mengobatinya sendiri,” tolak Rosa.
“Kenapa? Apakah kamu tidak nyaman dengan tatapan mereka?” tanya Bara yang sadar akan beberapa pasang mata memandang ke arah mereka.
Rosa menjawabnya dengan jujur, ia menganggukkan kepalanya perlahan.
“Ternyata gadis ini sangatlah lugu. Aku akan memanfaatkannya untuk membuatnya menyukaiku,” batin Bara.
“Kamu tidak usah takut, ada aku di sini. Mereka tidak akan berani berbuat semena-mena padamu,” ujar Bara mencoba untuk meyakinkan Rosa.
Rosa terkejut, Bara tiba-tiba saja menggenggam tangannya. Rosa terpana akan keberanian Bara yang tak malu sedikit pun meski tatapan orang lain memandangnya bak upik abu.
Bara membawa Rosa masuk ke dalam lift. Tatapan yang diberikan Bara begitu lembut, membuat Rosa terhanyut saat menatap ke dalam manik mata pria tersebut. Namun, Rosa bingung saat Bara membawanya menuju ke ruangan CEO.
“Duduklah, aku akan mengobati lukamu,” ucap Bara mempersilakan Rosa untuk duduk.
Wanita itu pun menjatuhkan bokongnya di sofa. Ia menatap ke sekeliling ruangan tersebut. “Bukankah ini ....”
“Kenapa? Apa kamu terkejut?” tanya Bara memotong ucapan Rosa.
“Aku adalah pemimpin perusahaan ini,” lanjut Bara.
Rosa membelalakkan matanya, dengan cepat ia beranjak dari tempat duduknya lalu kemudian menundukkan kepalanya.
“Maafkan saya, Pak. Sungguh, saya tidak mengetahuinya.” Rosa mengubah bahasanya menjadi formal.
“Tidak apa-apa, duduklah. Biar aku yang obati lukamu,” ujar Bara.
Rosa pun kembali duduk, ia membiarkan Bara mengobati luka yang ada di lutut Rosa. Pria itu meniup lutut Rosa, wajahnya yang begitu dekat membuat Rosa tak mengalihkan pandangannya menatap wajah tampan atasannya itu.
“Dia berhati malaikat,” batin Rosa menatap wajah Bara dengan seksama.
Bara mendongakkan wajahnya, membuat maka mereka saling bertemu. Cukup lama keduanya saling memandang tanpa berkedip. Bara tak memungkiri bahwa ia kembali terpesona akan kecantikan dari gadis yang ada di hadapannya.
Namun, saat ia kembali melihat kalung yang dikenakan oleh Rosa, membuat darahnya seakan mendidih. Rasa suka yang sempat menghinggapi dirinya langsung berubah menjadi dendam seketika. Kalung itu menyadarkan Bara, seolah memberitahukan pada dirinya sendiri bahwa ia harus melakukan sesuatu untuk gadis itu. Membuatnya sangat menderita dan bahkan lebih menderita lagi.
“Siapa namamu?” tanya Bara.
“Rosaline, panggil saja saya Rosa, Pak.” Rosa menimpali ucapan Bara.
“Nama yang bagus. Gunakan bahasa santai saja saat bersamaku,” titah Bara.
“Baik, Pak.”
“Panggil Bara saja,” protes pria tersebut.
“Tapi ... ini di kantor, Pak.”
“Bukankah aku bosnya? Sebaiknya kamu menuruti ucapan ku saja,” ujar Bara.
Rosa mengangguk patuh. Setelah selesai mengobati Rosa, Bara pun menyuruh gadis itu untuk kembali ke meja kerjanya.
Rosa kembali ke tempatnya, ia melihat pegawai lainnya menatap tak suka ke arahnya. Bagaimana tidak? Rosa mempergunakan kecantikan yang dimilikinya untuk mendekati atasannya itu dan mendapatkan perlakuan khusus.
“Heh kamu anak baru!” ketus salah satu pegawai yang sudah lama bekerja di sana.
Rosa menatap ke arah wanita berambut pendek yang saat itu tengah berdiri di depannya seraya berkacak pinggang.
“Apakah kamu sedang mencari muka? Lancang sekali kamu mendekati Pak Bos!” ketus wanita tersebut.
“Maafkan saya. Saya tidak tahu sebelumnya kalau Pak Bara adalah pemimpin di perusahaan ini,” ucap Rosa sembari tertunduk.
“Ada apa ini?!” terdengar suara lantang dari belakang membuat semua orang menoleh ke arah sumber suara.
Bara dengan penuh kharisma, melangkah mendekati kedua pegawainya itu. “Kenapa jika saya dekat dengannya, apa saya perlu meminta izin kalian hah?!” bentak Bara yang membuat semua orang menciut. Mereka terdiam dan tak berani menjawab perkataan dari atasannya itu.
“Sebaiknya kalian lanjutkan pekerjaan! Dan kamu, kembali ke meja kerjamu atau aku akan memecatmu sekarang!” tegas Bara berucap pada salah satu pegawainya yang memarahi Rosa tadi.
Wanita itu pun menundukkan kepalanya, lalu kemudian kembali ke meja kerjanya setelah mendapatkan teguran dari Bara.
Bara menatap Rosa, “Tidak apa-apa, katakan padaku jika ada yang mengganggumu,” ucap Bara dengan lembut.
Rosa menganggukkan kepalanya. Bagi Rosa, Bara adalah malaikat yang turun dari langit untuk menjaganya. Tanpa wanita itu ketahui, bahwa Bara menggunakan topengnya, bersikap lembut hanya untuk mendapatkan hatinya.
Setelah menertibkan semua pegawainya, Bara kembali keluar dari ruangan tersebut. Ia tersenyum smirk, karena berhasil membuat Rosa merasa dikucilkan di lingkungan kerjanya.
“Mulai sekarang, kamu hanya memiliki aku. Semua orang akan membencimu dan kamu akan berlari kepadaku. Tetaplah begitu, karena hal itu lah yang mempermudah ku untuk mendapatkanmu. Setelah aku menyanjungmu hingga kamu merasa berada di atas langit, maka aku pastikan aku juga yang akan membenamkanmu di lumpur terdalam,” batin Bara tersenyum miring.
Setelah kejadian itu, Rosa semakin dibenci oleh rekan kerjanya karena mendapatkan perlakuan khusus dari Bara. Pria itu selalu memperlakukan Rosa dengan baik, bahkan lebih baik dari kekasihnya Luna.
Bahkan Bara tak segan-segan untuk mengajak Rosa makan di luar. Membuat gadis itu semakin merasa nyaman saat berada di dekatnya. Bara berusaha keras untuk membuat Rosa jatuh hati padanya, bahkan membuat wanita itu benar-benar mencintainya agar dia bisa melancarkan rencana balas dendam.
Malam itu, Bara mengajak Rosa untuk berkencan setelah pulang dari kantor. Gadis itu pun tak merasa lagu lagi mengiyakan ajakan Bara, karena memang Rosa sudah terlanjur nyaman berada di dekat Bara.
Sikap lembut Bara, menggetarkan hati Rosa. Sedari awal, Rosa sudah merasakan bahwa dirinya jatuh cinta pada Bara. Ditambah lagi dengan perlakuan manis Bara, membuat Rosa terhanyut akan rayuan atau pun bujukan yang diperlihatkan oleh atasannya itu.
Bara mengajak Rosa menikmati makan malam di salah satu restoran mewah. Keduanya menikmati makanannya dengan tenang, sesekali melemparkan senyumnya.
“Sudah waktunya untukku melakukan rencana selanjutnya,” batin Bara.
Setelah menyelesaikan makan malamnya, Bara pun mendekat ke arah Rosa. Pria itu berlutut di depan Rosa, membuat gadis tersebut terkejut.
“Rosa, aku tak ingin menunda lebih lama lagi,” ujar Bara mengeluarkan sebuah kotak kecil yang ada di dalam sakunya. Pria tersebut membuka kotak itu, memperlihatkan sebuah cincin yang sangat cantik.
“Menikahlah denganku, Rosa.”
Bersambung ....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!