Seorang wanita tengah membereskan pecahan kaca yang berceceran di lantai, "Cepat bersihinnya, masa bersihin gitu aja gak bisa sih," bentak wanita lain yang terlihat seumuran dengannya.
"Iya," balasnya.
Jadi wanita yang sedang membereskan pecahan kaca di lantai adalah Nada, sementara wanita yang tadi bicara adalah Kristin. Mereka berdua adalah saudara, orang tua Kristin mengangkat Nada sebagai anak mereka karena dulu ayahnya Kristin merasa kasihan pada gadis malang itu.
Kehidupan Nada dulu di penuhi dengan kebahagiaan, namun semua itu hancur seketika saat ayah angkatnya meninggal dalam sebuah kecelakaan, hidup Nada benar-benar berantakan. Ibu angkat dan kedua saudaranya selalu menyalahkan dirinya atas kecelakaan tersebut.
Mereka juga selalu berlaku seenaknya pada Nada, Nada dan Kristin berumur sama mereka baru menginjak kelas 1 SMA saat ini.
Nada yang sudah membersihkan pecahan kaca langsung ke dapur untuk membuangnya, Nada kembali ke meja makan untuk meneruskan sarapannya.
"Hey-Hey, siapa suruh balik lagi?" tanya Andin ibunya Kristin sambil menatap Nada dengan tatapan Kesal.
"Saya mau sarapan," balas Nada.
"Enggak, pagi ini kamu gak usah sarapan. Siapa suruh kamu bikin anak saya marah?"
"Tapi....."
"Gak ada tapi-tapian, pergi sana," Andin menunjuk pintu keluar.
Nada langsung pergi ke sekolah tanpa sarapan, walaupun ia saat ini merasa sangat lapar. Saat melihat uang yang ia miliki Nada semakin sedih karena itu hanya bisa ia belikan makan untuk hari ini saja.
Kristin dan ibunya makan bersama, dari tangga turun Digo kakaknya Kristin yang saat ini kelas 2 SMA ia juga bersekolah di sekolah yang sama dengan adik-adiknya. Mereka awalnya keluarga yang cukup kaya, namun karena kematian Dimas suami Andin kehidupan mereka jadi lebih sederhana.
Kini Andin yang banting tulang mengurus kantor peninggalan suaminya, sementara itu Nada telah sampai di sekolah dengan jalan yang lesu ia memasuki aula sekolah, tiba-tiba Cici temannya Nada merangkulnya sambil tersenyum pada temannya itu.
"Ini, pasti belum makan kan? Keliatan dari jalan lu yang lemah letih lesu itu," Cici memberikan kotak bekalnya pada Nada.
"Di kasih ke gue lagi?"
"Iya, udah makan. Kalau lu pingsan gue lebih repot."
Di sekolah Nada sering kali di bully teman-temannya, itu semua juga karena ulah Kristin, saudara angkatnya sendiri.
"Eh tuh pembunuh udah datang," sindir siswa lain saat melihat Nada lewat bersama Cici.
"Hahaha bisa-bisanya dia masih mau datang ke sekolah setelah membunuh ayah angkatnya sendiri."
"Iya gak tau malu banget, udah di urusin eh malah gitu."
Cici dan Nada terus berjalan menuju kelas, mereka tidak menggubris gibahan teman-temannya karena itu sudah biasa bagi Nada. Di kelas mereka duduk di kursi mereka, seisi kelas mulai menatap keduanya dengan tatapan sinis.
Kristin dan geng nya datang ke kelas, wanita itu langsung menghampiri Ken seorang pria yang paling populer di sekolah ini. Pria itu juga adalah pria yang paling di sukai Kristin, "Halo Ken," Kristin duduk di meja Ken untuk menggoda pria itu.
"Murahan," sindir Matt, teman sebangku Ken.
Kristin tersenyum sambil mendekatkan tubuhnya ke arah Matt, "Tapi kau juga inginkan tidur denganku," Kristin mencolek dagu Matt sambil tersenyum.
"Itu sudah jelas."
"Hahaha, Sialan," Kristin turun dari meja lalu merangkul Ken.
"Ken gimana kalau nanti pulang sekolah kita jalan-jalan," ajak Kristin masih tidak menyerah.
Ken terkekeh pelan, "Tidak, aku tidak tertarik dengan wanita sepertimu. Sudah lepaskan," Ken bangkit dari duduknya lalu meninggalkan Kristin entah kemana.
Ken di ikuti oleh sohibnya yaitu Matt, mereka berdua tampaknya pergi ke atap sekolah yang sudah jadi markas mereka di sekolah ini. Ken punya 3 teman, yaitu Matt dan dua orang lagi di kelas 2 mereka bernama Justin dan Andri.
Sesampainya di atap sekolah Justin dan Andri juga ternyata sudah berada di sana, "Ngapain kalian di sini?" tanya Matt yang langsung duduk di sebelah Justin.
"Males gue masuk kelasnya bu Mira," balas Justin yang malah tiduran padahal bel sekolah barusan sudah berbunyi.
Keempat orang ini merupakan siswa pria yang paling populer di sekolah, tidak ada wanita yang tidak tergila-gila pada mereka, tidak hanya tampan mereka juga merupakan ketua dari masing-masing klub.
Seperti Ken yang jadi ketua di klub basket, Matt ketua di klub main bola, Justin ketua di klub musik dan Andri yang merupakan ketua klub melukis.
"Gimana si Kristin masih ngejar-ngejar lu?" tanya Justin pada Ken.
Ken menaikkan kakinya ke atas meja di depannya, "Yah begitulah."
"Udah lu tidurin?" tanya Andri sembari meledek.
"Udahlah, gue yang nganterin nya," timpa Matt.
"Hahaha baguslah," bangga Justin.
Keempat orang ini memang sering sekali meniduri wanita, namun tentunya para wanita itu dengan suka rela di tiduri mereka. Bahkan ada beberapa wanita yang dengan bangga mengatakan bahwa pernah di tiduri Ken end the gang.
Kehidupan remaja jaman sekarang memang sangat menakutkan, apalagi para orang kaya. Kehidupannya terlalu bebas.
Sementara di kelas Kristin malah asik mengganggu Nada, padahal di depan ada guru yang sedang mengajar. Guru itu seakan-akan memilih untuk diam saja padahal ia tau apa yang terjadi.
Kristin terus melempari Nada dengan kertas yang ia gulung-gulung, "Sorry yah gue gak bisa bantu, gue juga gak bisa lawan Kristin," bisik Cici.
"Gak papah, udah biarin aja," balas Nada sembari mencoba tersenyum.
Jam istirahat pun tiba, Nada di ajak ke kantin oleh Cici, "Makan yuk gue traktir," ajaknya.
"Oke," mereka berdua menuju kantin, namun tiba-tiba Nada tidak sengaja menabrak Ken yang membuat minuman yang di bawa Ken tumpah mengotori baju Ken.
"Maaf aku gak sengaja," Nada berusaha membersihkan tumpahan minuman di seragam Ken.
Matt mendorong tubuh Nada, "Kalau lu sentuh pakai tangan lu yang ada makin kotor," bentak Ken.
"Ya udah aku minta maaf."
"Dengan lu minta maaf gak bakalan bikin baju dia kembali bersih," bentak Andri.
"Ya terus aku harus apa?" tanya Nada bingung.
"Dia cewek yang udah bunuh bapaknya sendiri kan?" tanya Justin.
"Oh jadi wanita ini," Andri mendorong tubuh Nada pelan.
Ken hanya terdiam menatap wajah Nada, tiba-tiba Kristin datang dan dua temannya menghampiri mereka, "Ada apa?"
"Ini nih adik lu udah numpahin minuman di baju Ken," timpa Matt.
Kristin menatap Nada yang hanya menundukkan kepalanya.
"Ya udah biar gue yang kasih anak ini hukuman," Kristin tersenyum bahagia.
"Oke," balas Matt setuju.
"Nih," Kristin memberikan tisu pada Ken.
Setelah itu Kristin menarik tangan Nada dan membawa Nada ke arah toilet, Cici yang khawatir mengikuti mereka walaupun dirinya di tahan oleh kedua temannya Kristin.
"Lepasin sakit," ujar Nada dengan tubuh terseret Kristin.
Di toilet Kristin menyiram air ke tubuh Nada sampai sekujur tubuhnya basah kuyup, "Jangan bikin gara-gara sama pacar gue," bentak Kristin.
Nada hanya terdiam di pojok kamar mandi sambil memeluk dirinya sendiri, Kristin juga membuka jas seragam milik Nada hingga menyisakan kemeja putihnya yang jadi transparan memperlihatkan baju dalaman Nada.
"Gue bakalan kasih hukuman yang jauh lebih dari ini kalau lu berani ganggu Ken lagi," setelah itu Kristin pergi dari kamar mandi sembari mengambil jas Milik Nada, ia pun membuangnya ke tong sampah, baju itu kini kotor.
Cici segera menghampiri Nada, "Ya ampun Nad, pake baju gue aja nih," Cici membuka jasnya.
"Gak usah," Nada sudah merasa muak dengan segalanya, wanita itu keluar dari kamar mandi lalu mengambil jasnya yang ada di tempat sampah dan pergi ke kelas, ia akan mengambil tasnya lalu pulang.
"Nad tungguin," Cici mengejarnya.
Dari tempat lain Ken dan temannya menatap ke arah Nada, "Kayaknya dia masih perawan," ujar Justin tiba-tiba.
"Dari wajah sama kelakuannya sih gitu," setuju Andri sembari cengengesan.
"Mau taruhan gak?" tawar Matt.
"Taruhan gimana?" Justin terlihat tertarik.
"Iya taruhan, dia perawan atau enggak?" Jelas Matt menaikkan alis kanannya.
"Cara liatnya gimana?" tanya Andri ikut tertarik dengan tawaran Matt.
"Yah tidurin lah."
"Hahaha itu sih gampang," Justin tersenyum licik.
"Bentar-bentar, gini deh biar seru. Siapapun yang bisa nidurin dia tanpa pemaksaan dalam waktu satu minggu, gue bakalan kasih mobil gue," Matt mengeluarkan kunci mobil dari saku bajunya.
"Hahaha serius nih?" Andri mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
"Kan sih gue bohong," Matt bersalaman dengan Andri tanda setuju.
"Oke, kalau misalkan gue yang menang kalian beliin gue tiket jalan-jalan ke Jepang?" lanjut Matt.
"Gampang itu."
Ken tiba-tiba berjalan ke kelasnya meninggalkan ketiga temannya itu, "Ken lu mau ikutan gak?" teriak Matt.
"Gue gak tertarik sama cewek rendahan kayak dia," balas Ken dingin.
"Yeh kan ini cuman taruhan doang, nanti lu tinggalin dia aja."
"Kalau gue ikutan gue pasti pemenangnya."
"Dih kepedean banget sih."
"Emang ada cewek yang pernah nolak gue?"
"Ya enggak sih."
"Ya udah."
Matt mengejar Ken, sementara dua yang lainnya pergi ke kelas karena ada urusan lain, Matt merangkul Ken, "Biasanya cewek kek gitu tuh, bakalan sok jual mahal. Jadi lu tertarik gak sama tawaran gue?"
"Gue pengen motor lu kalau gue menang."
"Motor kesayangan gue itu."
"Ya udah kalau gak mau gak usah nyuruh-nyuruh."
"Ya udah iya boleh."
"Gitu dong," Ken tersenyum licik.
Sesampainya di kelas ia melihat Nada yang sedang membereskan bukunya, ia akan pulang sekarang. Beberapa murid di kelas menutup hidung mereka karena jas yang di kenakan Nada kotor dan bau, sambil menahan tangis wanita itu keluar dari kelas.
Saat hendak melewati pintu kelas ia sempat memandang Ken sekilas karena pria itu ada di sana, Cici hanya bisa menahan kesalnya pada Ken. Ia tidak bisa membalaskan apa yang telah orang-orang perbuat pada sahabatnya, Cici hanya anak beasiswa sama seperti Nada.
"Tuh anak kenapa? Kok melotot sih?" Matt tertawa.
"Udahlah," Ken berjalan ke kursinya.
_________
Singkatnya Nada sudah sampai di rumah, di sana ternyata ada Digo yang bolos sekolah. Digo tersenyum licik saat melihat Nada sampai di rumah lebih dulu, Nada terlihat ketakutan saat melihat Digo wanita itu segera berlari ke kamarnya.
"Nada," panggil Digo yang sama sekali tidak di gubris Nada.
Setelah di kamar Nada segera menutup pintu kamarnya, ia takut dengan Digo. Nada mandi membersihkan dirinya, selesai itu ia bersantai di kamar tidur sebentar sebelum nanti ia harus pergi ke supermarket untuk kerja.
Nada kerja di salah satu supermarket kecil dekat rumahnya, karena hanya dari sanalah ia dapat uang. Ibu angkatnya tidak pernah memberinya uang lagi.
Digo tiba-tiba menggedor kamar Nada, "Buka," bentak Digo yang membuat wanita itu terperanjat kaget.
"Mau apa kak?" Nada terlihat sangat ketakutan.
"Buka enggak!" Ancam Digo.
"Mau apa? Kak cukup aku gak mau lagi lakuin itu."
"Ya udah kalau lu gak mau lakuin itu lagi, gue bakalan sebar semua vidio dan foto lu tanpa pakaian."
Tidak lama kemudian Nada membuka pintu kamarnya karena tidak mau semua vidio dan fotonya di sebarkan Digo, Digo tersenyum licik saat melihat Nada sudah membuka pintu kamarnya. Digo langsung menarik rambut Nada, "Anak pintar," Digo menerobos masuk ke kamar Nada dan menutup pintunya.
Nada menangis saat harus melakukan ini lagi dengan Digo, ia tidak bisa menolaknya karena jika ia tolak maka semua aib nya akan di sebarkan pria brengsek ini. Digo melempar Nada ke atas kasur lalu mulai melakukan perbuatan tidak terpuji pada Nada.
________
Selesai bersenang-senang Digo keluar dari kamar Nada sembari membereskan semua bajunya yang berantakan, sementara di kamar Nada kembali mandi dan merendam dirinya di bak mandi sambil menangis memeluk dirinya sendiri.
Nada merasa kalau dirinya sudah sangat kotor sekarang, ia juga kesal mengapa ia tidak bisa melawan dan hanya bisa pasrah saja. Seluruh hidupnya terasa sangat hancur saat ini, pojok bibir Nada juga sedikit berdarah karena tadi Digo menampar nya.
Namun mau tidak mau ia harus pergi ke tempat kerjanya, selesai itu ia pergi ke supermarket seakan tidak ada yang terjadi sebelumnya. Di sana ia bekerja dengan Tio, "Bibir lu kenapa?" tanya Tio saat melihat bibir Nada terluka.
"Gak papah kok," balas Nada menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.
"Yakin gak papah?"
"Iya."
Tiba-tiba ada satu pelanggan masuk, pria itu membeli makanan juga rokok.
"Jadi totalnya 85 ribu," ujar Nada.
"Kenapa?" tanya pria itu.
"Apanya yang kenapa?"
"Enggak," Pria itu segera memberikan uangnya pada Nada.
"Ini kembaliannya."
"Ini buat lu, sorry tentang tadi di sekolah," pria itu ternyata adalah Ken. Ia memberikan semua makanan yang ia beli pada Nada, hanya menyisakan rokoknya saja.
"Gak usah, gue gak papah kok ambil aja," Nada menolaknya karena merasa tidak enak.
"Gue gak suka kalau ada yang nolak gue, ambil aja gue tau lu lapar," tidak lama setelah Ken bicara seperti itu perut Nada pun berbunyi.
Nada hanya cengengesan sambil memegang perutnya, "Jadi jangan di tolak kalau lapar," Ken kemudian pergi dari sana.
Nada akhirnya menerima makanan dari Ken, Tio menatap Nada, "Ken aneh banget hari ini, ngapain segala ngasih gituan sama lu. Mana minta maaf, jangan-jangan dia suka lagi sama lu," ujar Tio.
Tio juga satu sekolah dengan Nada. Makannya ia kenal betul dengan karakter Ken.
"Jangan mimpi deh, gak mungkin dia suka sama gue. Hidup kita itu bagaikan langit dan bumi, palingan juga dia suka Kristin," Nada tertawa kecil.
Malamnya saat hendak pulang dari supermarket Nada tiba-tiba di hadang oleh dua preman yang membuat Nada ketakutan, untungnya Ken datang tiba-tiba dan membantu Nada.
Ken menghajar semua preman itu hingga mereka kabur, Nada menghampiri Ken, kening Ken terluka sedikit, "Makasih yah," Nada sangat berterimakasih karena Ken sudah menolongnya.
Ken menatap Nada, "Oke, kebetulan aja gue lewat."
Nada meronggoh saku bajunya, ia ternyata punya plester, ia membuka plester itu lalu memakaikannya pada Ken. Kini wajah mereka sudah dekat Ken menatap Nada dengan tatapan aneh, "Biar lukanya gak iritasi," Nada tidak sengaja bertemu dengan tatapan Ken.
Kini Nada segera memalingkan tatapan nya karena ia malah merasa canggung, "Kalau gitu gue pulang yah," ujar Nada.
Ken menarik Tangan Nada lalu membawanya masuk ke dalam mobil, "Kalau lu di hadang lagi preman gue males nolong, jadi lu gue anterin pulang."
Tidak lama setelah itu sampailah mereka di rumah yang di tinggali Nada, Nada keluar dari mobil Ken, "Makasih yah udah mau anterin pulang dan makasih untuk yang tadi."
"Makasih mulu gak bosen apa, udah sana masuk," bentak Ken.
Tanpa mereka sadari Kristin melihat hal itu, ia mengepalkan tangannya kesal, "Dasar wanita penggoda, bisa-bisanya dia satu mobil sama Ken," gumamnya penuh amarah.
Saat Nada masuk Kristin langsung mendorong Nada hingga wanita itu tersungkur jatuh ke lantai, "Berani-beraninya lu," bentak Kristin yang berdiri di hadapan Nada.
Digo ada di sana dan hanya diam melihat mereka berdua dengan santai.
"Apa? Apa salahku?"
"Masih nanya salah lu dimana? Lu ngapain godain Ken sampai dia mau anterin lu pulang?"
"Aku gak godain dia, dia tadi nolongin aku-" bum selesai bicara Kristin menarik rambut Nada.
"Jangan banyak alasan, wanita rendahan kayak lu gak boleh deket-deket sama Ken, Ken milik gue."
"Ah sakit."
"Gue bakalan lakuin hal lebih gila sama lu kalau lu berani deket-deket sama Ken lagi," Kristin melepas tarikannya lalu berjalan menuju kamar, amarahnya sangat memuncak sekarang.
Ken tidak pernah mau mengantarnya pulang, lalu tiba-tiba Ken malah mengantar Nada pulang. Nada bangkit dari duduknya, ia membereskan makanan miliknya yang berserakan di lantai, itu adalah makanan yang tadi Ken berikan.
Nada masuk kamar, di kamar karena ia lapar dan tidak mungkin makan di dapur ia pun memakan roti dan makanan lainnya yang tadi di berikan Ken, sebenarnya Nada juga tidak tau mengapa Ken terlihat berbeda hari ini padanya.
__________
Paginya Nada sudah sampai di sekolah di temani Cici, "Eh lu tau berita yang di bagiin Kristin gak?" tanya Cici.
"Berita apa?" tanya Nada yang tidak tau apa-apa.
"Kalau lu udah berani godain Ken."
"Apa? Gue gak godain dia."
Segerombolan siswa masuk ke kelas itu lalu menertawakan Nada, "Hahaha bisa-bisanya wanita pembunuh ini goda Ken."
"Iya gak sadar diri banget dia jadi orang."
"Makannya, udah murahan jelek pembunuh lagi."
Cici menatap Nada kasihan, "Gue minta maaf yah gak bisa bantuin lu."
"Gak papah, gue ngerti kok."
Kristin datang dengan senyuman liciknya, ia duduk dengan bangga di kursi, sampai tiba-tiba Ken masuk ke kelas lalu berdiri di hadapan Kristin.
"Gue kasih tau yah sama lu, Nada gak godain gue kayak yang lu lakuin. Kemarin gue dengan duka rela nganterin dia pulang," ucapan Ken yang berhasil membuat seisi kelas termasuk Nada itu sendiri.
Matt yang sebenarnya tau mengapa Ken melakukan ini hanya tersenyum sembari melipat kedua tangannya di dada, "Pinter juga nih anak."
Kristin bangun dari duduknya, "Lu gak salah bicara kan?"
"Enggak, yang selama ini godain gue adalah elu. Jadi elu lah yang murahan di mata gue," setelah bicara itu Ken langsung duduk di kursinya. Matt ikut duduk juga, ia bertepuk tangan di hadapan Ken.
"Sebegitu inginnya lu dapetin motor gue? Padahal lu bisa beli loh, tapi gak papah keren sih. Gue dukung lu," bisik Matt.
Kristin tersenyum kesal, ia menatap Nada yang saat ini hanya terdiam.
"Sialan, gue bakalan bikin lu nyesel karena ini," Kristin duduk kembali dengan kasar. Ia bahkan memukul meja beberapa kali juga sambil mengacak-acak rambutnya.
___________
Istirahat telah tiba, Nada pergi ke perpustakaan bersama Cici. Tadi sebelum ke perpustakaan ia sempat membeli minum dan roti untuk nanti mereka makan di sana sambil baca buku, di perpustakaan mereka berdua bertemu dengan Andri yang ternyata sedang memilih buku juga.
"Nad, untuk yang kemarin gue minta maaf yah. Maaf kalau kesannya terlalu berlebihan," ujar Andri
"Gak papah kok."
Cici mendekatkan tubuhnya ke Nada, "Aneh kenapa tiba-tiba pada baik," bisiknya.
Mereka berdua pergi ke tempat yang di sediakan perpustakaan untuk baca buku, Cici merasa ada yang aneh pada Ken dan teman-temannya.
"Udah jangan berpikir Negatif sama mereka," ujar Nada.
"Tapi aneh Nada, ini aneh nya keterlaluan soalnya."
"Yah mungkin mereka sadar kali kalau selama ini mereka keterlaluan sama orang-orang."
"Gak mungkin, itu terlalu mustahil bagi manusia seperti mereka."
"Tuhan tuh gampang tau membulak-balikan hati manusia."
"Pokoknya yah, jangan terlalu deket sama mereka. Gue gak mau kalau ternyata mereka kayak gitu karena ada sesuatu yang mereka inginkan dari lu."
Nada malah tertawa kecil, "Aneh banget, emangnya mereka mau apa sih dari gue? Gak ada yang istimewa tau, jadi biarin ajalah suka-suka mereka."
"Iya juga sih, ya udah deh lupain."
Mereka berdua lanjut baca buku, sampai akhirnya Andri datang dan ikut duduk di sana agar mereka baca buku bareng.
"Lu suka sejarah Yunani?" tanya Andri saat melihat buku yang di pegang Nada.
Nada menatap Andri, "Iya."
"Wah sama dong kita."
"Iya, emangnya kakak suka juga?" karena kakak kelas Nada jadi panggil Andri kakak.
"Iya, gak tau kenapa suka aja gitu."
Nada tersenyum, sementara Cici masih merasa ada hal yang mengganjal pikirannya kini. Tapi ia berusaha tidak peduli dan memilih fokus membaca, Andri mengobrol dengan Nada sampai mereka dapat teguran dari orang lain karena terlalu berisik di perpustakaan.
"Udah ah, gue pergi dulu yah. Nanti kita lanjutin obrolan kita kalau gak di perpustakaan," Andri bangkit dari duduknya lalu pergi keluar.
Nada tersenyum menatap kepergian Andri, Cici yang melihat Nafa tersenyum langsung menepuk pundaknya, "Hati-hati nanti suka."
"Gak mungkinlah, gue cuman kagum aja dia tau banyak hal tentang sejarah."
"Cinta juga awalnya bisa dari sana munculnya."
Nada cepat menatap ke arah Cici, "Emang rasanya jatuh cinta gimana sih?"
"Pait."
"Serius, gue kan belum pernah ngerasain jatuh cinta."
"Iya rasanya pait, mending gak usah deh."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!