NovelToon NovelToon

Pernikahan Penuh Luka season 1 [Cinta Pertama Kiandra]

Bab 1

Di sebuah restoran sederhana, nampak terlihat begitu ramai muda-mudi yang menggunakan seragam SMK yang setara dengan SMA. Mereka berkumpul memenuhi undangan traktiran makan siang, bersama teman sekelasnya.

Seorang gadis belia yang baru saja menginjakkan usianya yang ke 17 tahun pada hari ini.Ya, Kiandra hari ini sedang merayakan ulang tahunnya. Ia terlihat begitu bahagia. Canda dan tawa menghiasi wajah cantik natural yang dimiliki oleh Kiandra.

Saat ini, Kia belum memulai acara ulang tahunnya, karena ia sedang menunggu kehadiran kedua orang tuanya, yang  sudah dalam perjalanan menuju restoran tempat di mana acara ulang tahun Kiandra dilangsungkan. Mereka datang terlambat karena mereka ingin membeli kado terlebih dahulu, untuk putri mereka satu-satunya.

Bagaikan petir yang menyambar di siang bolong. Ketika Bi Ratmi yang datang lebih dahulu dari kedatangan kedua orang tuanya, ia berlari menghampiri Kia, kemudian memeluk tubuh Kia sembari menangis tersedu-sedu.

"Non Kia yang sabar ya Non... Non Kia tidak sendirian masih ada Bibi dan pak Ujang," ucap Bi Ratmi di sela tangisannya yang tak dimengerti oleh Kia.

Bi Ratmi datang bukannya memberikan ucapan selamat padanya malah berbicara sambil menangis yang membuat Kia tak mengerti.

"Bibi ngomong apa 'sih? Sendirian apa maksud Bibi? Kia kan punya papi sama mami, Bi," tanya Kia yang belum mengetahui telah terjadi sesuatu yang buruk terhadap kedua orang tuanya.

"Non Kia, Bibi harap Non Kia kuat jika Bibi beri tahu kalau nyonya dan tuan sudah tiada Non, mereka mengalami kecelakaan saat menuju ke sini. Pak Ujang baru saja menelepon Bibi dari rumah karena ada pihak kepolisian yang datang memberitahukan kabar buruk ini Non, sewaktu Bibi dalam perjalanan ke restoran ini menyusul keberadaan Non Kia sesuai perintah Tuan dan Nyonya." Bi Ratmi menjelaskan sembari menangis sesenggukan.

Kia yang mendengarnya seketika diam membisu, ia seolah tak percaya dengan apa yang diucapkan Bi Ratmi mengenai keduanya.

"Bi... Jangan bercanda! Jangan mengerjaiku dengan hal yang tak lucu! Ini sungguh tak lucu Bi," ujar Kia dengan nada bicaranya yang meninggi satu oktaf.

"Bibi tidak bercanda dan tidak sedang mengerjai Non, Bibi bicara apa adanya Non. Pak ujang sulit menghubungi Non untuk memberitahukan kabar buruk ini karena ponsel Non Kia masih dalam panggilan lain." Ucap Bi Ratmi meyakinkan Kia yang masih tertegun tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.

Benar apa yang di ucapkan Bi Ratmi, sejak tadi Kia memang sibuk menjawab panggilan telepon dari teman-temannya karena ada sebagian teman Kia yang tak dapat hadir di acara perayaan ulang tahunnya itu dan memilih mengucapkan selamat pada Kia melalui panggilan telepon.

"Katakan pada Kia, ini semua tidak benar Bi! Tidak mungkin Papi dan Mami pergi di hari bahagia Kia Bi. Katakan Bi semua ini tidak benar! Kalian hanya ingin mengerjai ku, bukan?" Pekik Kia yang berujung tangis yang pecah memilukan hati orang yang mendengarnya.

Buugh...!

Tubuh Kia terjatuh begitu saja ke lantai, Kia tidak pingsan, ia hanya terduduk lemas setelah mendengar kabar duka tersebut, Kia menolak untuk  percaya, namun kenyataan malah sebaliknya.

Teman-temannya yang tadinya riuh, asyik mengobrol dan bercanda satu sama lain, langsung terdiam dan suasana restoran menjadi senyap dan sepi, hanya terdengar suara isakan tangis Kia yang tengah duduk tersungkur di lantai. Tubuhnya lunglai seakan tak ada tulang yang lagi menopang tubuh mungilnya.

Semula teman-teman Kia terlihat bingung melihat Kia yang duduk tersungkur dilantai sembari menangis tersedu-sedu. Timbul tanda tanya di benak mereka dengan apa yang terjadi pada temannya yang sedang berulang tahun hari ini.

"Non, bangunlah Non! Jangan seperti ini! Sebaiknya kita segera kerumah sakit untuk menjemput Jenazah Nyonya dan Tuan, Non," ajak Bi Ratmi yang berusaha membangunkan dan memapah tubuh mungil Kia yang terduduk lemas di lantai.

Teman-teman Kia yang semula tak mengetahui apa yang terjadi pada Kia pun akhirnya mengerti setelah mendengar ajakan Bi Ratmi pada Kia ke rumah sakit untuk menjemput Jenazah kedua nya.

Teman-teman Kia langsung mendekat dan menghampiri Kia. Mereka memeluk tubuh temannya itu secara bergantian seakan ikut larut dalam kesedihan yang Kia alami saat ini. Kedua sahabatnya berusaha menguatkan Kia dengan memeluk tubuhnya erat.

"Yang sabar Kia, gue turut berduka cita atas kepergian kedua nya lo, Kia." Ucap Nadya yang memeluk tubuh sahabatnya itu.

"Kita akan Temanin lo kerumah sakit, sekarang lo harus kuatkan diri lo Kia. Gue yakin lo adalah wanita yang kuat dan tegar." Ucap Dira yang merangkul tubuh Kia.

"Gue gak yakin bisa kuat Dir, gue pengen nyusul Mami sama Papi aja. Gue gak bisa hidup tanpa mereka." Ucap Kia yang berjalan dengan di rangkul oleh kedua sahabatnya sedang Bi Ratmi sibuk membawa semua barang - barang anak majikannya itu.

Untungnya restoran yang di pakai untuk perayaan ulang tahun Kia sudah di bayar lunas oleh kedua orang tua Kia sewaktu membooking Restoran tersebut, sehingga mereka bisa meninggalkan restoran tersebut dengan leluasa.

.........

Rumah Sakit.

Kia berjalan dengan langkah yang tertatih berusaha menguatkan dirinya keruang Jenazah untuk memastikan Jenazah yang akan dia bawa pulang adalah kedua nya.

Kia menangkupkan mulutnya dengan kedua telapak tangannya saat petugas rumah sakit membuka kain putih penutup wajah Jenazah yang merupakan kedua nya secara bergantian.

"Bagaimana Nona apa benar ini anggota keluarga Anda?" Tanya petugas pada Kia yang tak dijawab oleh Kia dengan benar.

Kia nampak terlihat histeris dan terus memanggil kedua nya sambil diiringi suara isak tangisnya yang pecah.

"Mami Aaaaaa Papi Aaaaa... Ya Tuhan tolong jangan bercanda dengan hidupku ini! Jangan ambil mereka, please! Hanya mereka yang aku miliki. Bangun Mihh....please bangun Mih...! Papi please bangun Pih Tolong bangunlah Pihh! Kia tak akan bisa hidup tanpa kalian," ucap Kia yang terus mengguncangkan tubuh kedua nya secara bergantian, membuat petugas rumah sakit mengerti tanpa mendengar jawaban Kia secara langsung.

Tap...tap...tap!!

Suara derap langkah seorang pria berjalan menghampiri Kia. Pria itu dengan mata yang sendu mengamati keterpurukan gadis belia yang baru saja menginjak usia 17 tahun pada hari ini. Karena tak kuasa melihat gadis itu larut dalam kesedihan seorang diri. Ia pun akhirnya menarik tubuh Kia yang sedang memeluk tubuh sang Mami yang berbaring terbujur kaku di atas brankar rumah sakit.

"Sabarlah Kia sayang, Kia jangan merasa sendiri karena sekarang Om akan menjadi pengganti Papi untuk Kia!" Ucap Pria itu yang bernama Wirya yang merupakan sahabat kedua nya.

Wirya datang ke Rumah Sakit itu karena seorang polisi juga mengabarinya tentang kecelakaan yang terjadi pada kedua sahabatnya itu. Polisi bisa menghubunginya karena melihat panggilan telepon terakhir pada ponsel Andra, Papi Kia.

"Om, kenapa semua ini terjadi pada Kia Om? Kenapa Mami dan Papi pergi begitu cepat seperti ini Om?" Tanya Kia yang memeluk tubuh kekar Wirya.

"Semua ini sudah suratan takdir Yang Maha Kuasa Kia. Kia harus kuat ya! Ayo kita keluar dari sini! Biarkan orang-orang Om mengurus kepulangan jenazah kedua orang tua mu Kia. Mereka harus cepat-cepat dimakamkan, kita tidak boleh menunda-nunda karena rasa kesedihan yang kita rasakan." Ucap Wirya yang berjalan sambil merangkul tubuh Kia.

....

Acara pemakaman pun dilangsungkan dengan cepat dan mudah berkat bantuan Wiryawan Prayoga.

Kia duduk termenung di dekat pusara kedua nya yang dijadikan satu liang lahat sesuai dengan permintaan kedua nya ketika masih hidup. Kia tak bisa lagi berpikir bagaimana kehidupannya kedepannya nanti tanpa kedua nya. Apalagi sekolahnya pun belum selesai. Ia belum mampu mengarungi hidup seorang diri tanpa bimbingan kedua nya.

Di kediaman Kiandra.

Setelah kedua  Kia di makamkan. Kini Wiryawan dan istrinya Tami tengah duduk di ruang keluarga bersama dengan Kia, Bi Ratmi dan juga Pak Ujang.

Tak ada sanak saudara yang dimiliki oleh Kia saat ini. Andra, Papi Kia adalah anak satu-satunya dari Kakek Arkan yang juga sudah tiada. Sedang Mami Mirna hanya anak yatim-piatu yang diangkat dari panti asuhan oleh Kakek Arkan.

Kakek Arkan mengangkat Mirna sebagai anak asuhnya agar Andra memiliki sosok saudara yang menemani dia di dalam hidupnya namun seiring berjalannya waktu mereka malah saling mencintai dan akhirnya menikah.

"Kia sayang, Kia mau yah tinggal sama Om dan Tante sambil menunggu Aldo pulang dari study S3-nya di London." Ucap Tami yang duduk di samping Kia sembari mengelus rambut panjang Kia dengan rasa penuh kasih sayang.

"Menunggu Kak Aldo? Untuk apa menunggu Kak Aldo Tante?" Tanya Kia yang tak mengerti maksud ucapan Tami.

"Iya Kia sayang, sebenarnya Om dan Tante dan juga kedua orang tuamu sudah menjodohkan kalian sejak kalian masih kecil. Kami sepakat untuk menikahkan kalian berdua saat kamu sudah lulus SMA nanti." Jawab Tami yang langsung membuat Kia terkejut.

"Apa! Menikah dengan Kak Aldo, saat lulus sekolah nanti???" Sahut Kia dengan wajah keterkejutannya, ia menatap wajah Tami dan juga Wiryawan secara bergantian.

Bab 2

"Kenapa Kia? Apa ada masalah jika kamu menikah dengan putra Om, Kia?" Tanya Wiryawan pada Kia yang masih terkejut mengetahui kenyataan jika dirinya sudah dijodohkan oleh kedua orangtuanya yang baru saja tiada.

" Om, aku dan Kak Aldo tidak saling mencintai. Tidak mungkin kami menikah tanpa di dasari rasa cinta. Lagi pula selama ini aku menganggap Kak Aldo hanya sebagai kakak bagiku tidak pernah lebih." Jawab Kia yang merasa keberatan dengan perjodohan ini.

"Kia sayang, menurut Tante cinta akan tumbuh dengan seiring berjalannya waktu sayang, jika kalian terus bersama dan saling membuka hati kalian masing-masing, Tante yakin rasa cinta akan tumbuh di hati kalian. Jadi kamu tidak perlu khawatir ya sayang, Aldo pasti akan mencintai kamu dengan mudah karena kalian sudah saling mengenal sejak kecil." Sahut Tami yang berusaha meyakinkan Kia.

"Benar apa kata Tante Tami mu itu Kia, kamu hanya tinggal menjalani dan membuka hatimu untuk Aldo pasti kalian akan hidup bahagia dengan penuh rasa cinta seperti kedua orangtua mu. Jika kamu menolak perjodohan ini apakah kamu tidak kasihan dengan kedua orangtuamu? Mereka sudah susah payah menyiapkan jodoh yang tepat untukmu sebelum kepergian mereka untuk selama-lamanya loh dengan menjodohkan Putra Om dan kamu. Mereka menjodohkan mu dengan putra Om untuk kebaikanmu Kia bukan untuk maksud lain." Timpal Wiryawan seolah kembali meyakinkan Kia untuk menerima perjodohan ini.

"Jadi bagaimana Kia? Mau ya menikah dengan Aldo putra Tante? Kamu tentu sudah kenal dekat dengannya bukan? Tidaklah sulit bagimu untuk beradaptasi dengannya nanti setelah menikah." Ujar Tami yang kembali menanyakan kesediaan Kia menjadi menantunya.

"I-iya Tante." Jawab Kia ragu pada akhirnya karena merasa terus di desak.

"Makasih ya sayang, kamu sudah bersedia menjadi menantu Tante, Tante senang sekali mendengarnya, kalau begitu ayo kita bersiap untuk pulang ke rumah Tante yang akan menjadi rumah mu juga!" Ajak Tami dengan wajah sumringahnya.

"Ti-tidak Tante, aku tidak ingin meninggalkan rumah ini. Aku akan tetap tinggal disini bersama Bi Ratmi dan Pak Ujang sampai hari pernikahan itu tiba, Tante." Tolak Kia dengan segera.

Tami dan Wiryawan yang mengerti kondisi Kia yang belum mau tinggal bersamanya pun tak bisa memaksa kehendaknya lagi karena raut wajah Kia nampak begitu sedih dan tertekan.

"Baiklah sayang, jika kamu masih ingin tinggal di rumah ini. Tapi sesekali pulanglah kerumah Tante dan Om ya?! Karena rumah kami adalah rumahmu juga." Ujar Tami dengan senyum manisnya yang khas.

"Ratmi, Ujang. Saya titip calon menantu saya pada kalian berdua. Kalau ada perlu apa-apa kalian bisa kabari saya. Semua kebutuhan Kia akan menjadi tanggung jawab saya dan mengenai toko furniture milik Andra kalian berdua boleh lanjutkan usaha itu untuk masa depan kalian sebagai balasan kebaikan kalian yang sudah mau menjaga calon menantu saya." Ucap Wiryawan kepada sepasang suami istri yang belum juga dikaruniai anak meski usianya sudah mendekati senja.

Sepasang suami istri ini sudah lama dan setia bekerja dengan keluarga Andra sejak Andra di tinggalkan Ibunya untuk selama-lamanya saat ia berusia lima tahun.

"Terimakasih Tuan, kami sudah menganggap Non Kia seperti putri kami sendiri, tidak diberikan apapun kami pun ikhlas merawatnya, Tuan." Ucap Ujang dengan suara lirihnya.

Ia masih terlihat terpukul dengan kepergian kedua majikannya yang baik hati itu. Terlebih Bi Ratmi yang tak bisa berkata apa-apa lagi. Matanya sungguh sembab karena tak henti - hentinya ia menangisi kepergian kedua majikannya itu yang memperlakukan mereka seperti saudara sendiri.

Hari pun berlalu, Kia melewati hari-harinya yang berat tanpa kedua orangtuanya. Ia masih sering menangis bersama Bi Ratmi saat mengenang kebersamaan mereka bersama kedua orangtuanya.

"Bi, biasanya Mami ya yang masakin Kia sarapan dan Papi yang antar Kia kesekolah sebelum Papi pergi ke toko?" Ucap Kia yang tengah duduk di kursi makan sambil mengaduk-aduk nasi goreng sarapannya pagi ini.

"Iya Non, sekarang tugas Papi sama Mami Non, sudah Bibi dan Pak Ujang lakukan, Non Kia jangan sedih terus dong, Bibi kan jadi ikut sedih Non!" Ucap Bi Ratmi yang sedang mengusap air matanya.

"Kia gak sedih kok Bi, Kia cuma lagi inget dan kangen sama Papi sama Mami aja. Kira-kira mereka sedang apa ya disana Bi? Apa mereka juga merasakan rindu seperti yang Kia rasakan?" Tanya Kia yang makin membuat Bi Ratmi meneteskan air mata.

Ia tak sanggup menjawab pertanyaan anak majikannya itu. Ia lebih memilih meninggalkannya. Pak Ujang yang ingin menghampiri keduanya untuk mengingatkan hari sudah semakin siang takut jika anak majikannya itu akan terlambat datang kesekolah pun tampak bingung melihat istrinya berlari sambil menangis meninggalkan Kia yang sedang duduk memandangi nasi goreng yang enggan ia makan pagi ini.

"Non Kia, hayoo Bi Ratminya di apain lagi pagi ini ya? Dinakalin lagi ya?" Tanya Pak Ujang yang duduk disebelah Kia sembari menarik piring nasi goreng yang ada dihadapan Kia.

"Gak diapa-apain kok Pak Ujang, Kia cuma ngobrol sama Bibi, eh Bibi malah nangis dan ninggalin Kia." Jawab Kia dengan mulutnya yang penuh dengan nasi goreng setelah Pak Ujar dengan paksa memasukan sesuap nasi goreng kedalam mulutnya.

"Memangnya Non Kia ngobrolin apa sampai buat Bibi nangis seperti itu, Non?" Tanya Pak Ujang sembari menyuapi kembali sesendok nasi goreng kedalam mulut Kia.

"Ngomongin Papi sama Mami, Pak Ujang. Kia kangen mereka Pak Ujang, kira-kira sekarang mereka lagi apa ya Pak Ujang? " Jawab Kia dengan mulut yang menggembung karena penuh dengan nasi goreng.

"Mereka lagi liat Non Kia yang gak mau sarapan kalau gak di suapin kaya gini sama Pak Ujang." Seloroh Pak Ujang yang menjawab pertanyaan Kia sembari memasukan kembali sesendok nasi goreng penuh kedalam mulut anak majikannya itu. Hingga membuat kedua pipi Kia mengembung dan tak bisa berkata-kata apa lagi untuk menimpali jawaban Pak Ujang.

Setelah makanan dalam mulutnya habis. Mereka berdua terlihat tertawa bersama menertawakan usaha Kia untuk mengunyah habis nasi goreng yang ada di dalam mulutnya.

Pak Ujang pun berhasil memasukkan seluruh nasi goreng yang ada di dalam piring kedalam mulut Kia hingga habis tak tersisa. Setelah menghabiskan sarapannya Kia langsung berangkat ke sekolah dengan diantarkan oleh Pak Ujang tentunya.

Di Sekolah tepatnya di dalam kelas Kia. Kia tengah duduk di meja belajarnya yang berada di meja aing depan, ia tengah sibuk menggambar sambil menunggu guru yang akan mengajar pagi ini masuk kedalam kelasnya. Tiba-tiba kedua sahabatnya mengajaknya berbicara.

"Ki... Lo tau nggak ada guru baru, cowok ganteng masih singel di mata pelajaran kita kewirausahaan?" Tanya Dira pada Kia yang tak dijawab oleh Kia karena kesal Dira selalu memanggilnya dengan sebutan Ki bukan Kia.

"Eh, ditanya malah diem aja, melengos lagi." Ucap Dira yang kesal di acuhkan oleh Kia.

"Hahahaha, gimana dia mau denger omongan lu Dir, kalau lo masih manggil dia Ki- Ka -Ki terus. Dia tuh gak suka dipanggil kaya gitu sama lo karena dia ngerasa dikatain Aki-aki sama lo." Seloroh Nadya yang ikut nimbrung seperti Emak-emak yang tanpa diminta langsung ikut-ikutan nimbrung.

"Yaelah Kia, sorry deh habis mulut gue enak aja gitu manggil lo dengan sebutan itu. Jangan ngambek ya Kia sayang!" Rayu Dira yang menggoyangkan tubuh Kia agar menoleh padanya.

"Iya udah gue maafin. Udah stop! Jangan goyangin badan gue terus! Pusing tau kepala gue jadinya." Omel Kia yang akhirnya menoleh kearah Dira yang terus menggoncangkan tubuhnya dengan kencang tanpa henti.

"Maafin kok masih ngomel aja si Kia, nanti pesona cantik lo ilang loh." Goda Dira yang merasa Kia belum memaafkannya setulus hati.

Dira mengelus pipi Kia sambil memainkan matanya.

"Tau ah, udah di maafin masih aja ga percaya lo Dir," umpat Kia Kesal.

"Dir, lo tau darimana ada guru baru?" Tanya Nadya pada Dira.

"Tadi gue habis dari ruang guru, nganterin teh manis buat Yayang Tomo gue. Gue denger banget tuh guru lagi memperkenalkan dirinya ditemenin sama Pak Kepsek." Jawab Dira.

Tomo adalah guru Olahraga yang masih berusia sangat muda di Sekolah Putra Bangsa. Ia sudah resmi menjadi kekasih gadis berusia 17 tahun ini sebulan yang lalu. Hubungan Tomo dan Dira masih di rahasiakan hanya orang-orang terdekatnyalah yang mengetahui hubungan kedekatan mereka berdua.

"Wahhh, seriusan berarti ini berita. Ganteng gak Dir?" Tanya Nadya dengan penuh antusias.

"Ganteng banget kaya Oppa-Oppa Korea. Gantengnya yayang Tomo aja gak ada apa-apanya dibandingkan dia cuy." Jawab Dira dengan mata penuh memuja.

"Wadidaw, tambah semangat deh gue kesekolah kalau guru-guru bening berseliweran disekolah ini." Ujar Nadya sambil menyenggol tubuh Kia yang tak merespon pembicaraan keduanya.

"Kenapa lo Kia? Semenjak Bonyok lo gak ada lo kaya mati rasa sama cowok. Gak ada respon kaya dulu lagi lo Kia. Gak asyik tau gak lo?!" Tanya Nadya yang merasa ada Keanehan pada diri Kia.

Biasanya Kia akan merespon antusias jika ada guru baru berjenis kelamin laki-laki yang memiliki tampang Ganteng seperti Oppa-Oppa.

"Ada apakah gerangan sama lo Kia? Lo gak lagi nyembunyiin sesuatukan dari kita Kia?" Tanya Dira yang menatap sering manik mata Kia yang malah berkaca-kaca.

"Lo tau lah dunia gue seakan runtuh semenjak ditinggal sama kedua orangtua gue disaat hari bahagia gue lagi dan di tambah lagi gue harus mempersiapkan diri gue untuk nikah muda sama Kak Aldo setelah gue lulus sekolah nanti. Gue mau gak mau harus terima pernikahan yang emang udah di rencanain sebelum bokap nyokap gue meninggal." Jawab Kia dengan suara lirihnya.

"Apa???" Ucap kedua sahabat Kia yang terkejut mendengar jawaban Kia.

Bab 3

"Jangan pakai toa bisa gak sih kalian berdua!" Seloroh Kia yang memukul keduanya dengan buku yang ia gulung kemudian membuang pandangannya dari kedua sahabatnya itu.

Karena pekikan keterkejutan kedua sahabatnya membuat mereka menjadi pusat perhatian seisi kelas yang sedang menunggu kehadiran guru mata pelajaran pertama mereka hari ini.

"Kia, lo lagi nggak ngehalu kan?" Tanya Dira yang masih tak percaya jika sahabatnya sudah disiapkan jodoh oleh kedua orangtuanya yang telah tiada.

"Nyesel gue cerita sama lo berdua, kalau ujung-ujungnya lo berdua gak percaya dan ngatain gue lagi ngehalu."

"Bukannya gak percaya sama Lo, masalahnya ini tuh udah zaman modernisasi bukan zaman Siti Nurbaya lagi, orang nyari jodoh aja udah pakai aplikasi nah ini lo, jodoh kok udah disediain." Sahut Nadya dengan pemikirannya.

"Tau ah, apa kata lo aja, yang pasti gue mau gak mau ya harus nikah sama Kak Aldo. Mau gimana lagi suratan nasib gue udah kaya gini dari sananya." Ujar Kia yang terlihat pasrah.

"Jadi karena ini Lo keliatan gak nafsu lagi sama kaum Adam?" Tanya Dira dengan tatapan penuh arti.

"Ya gitu deh Dir, habis mau gimana lagi. Gue cuma mau jaga hati gue biar gak kecewa. Gue takut jatuh cinta tapi gak bisa memiliki cinta gue karena suratan takdir gue yang sudah di tentukan ortu gue dan tinggal gue jalanin aja." Jawab Kia lagi-lagi dengan kepasrahannya.

"Kenapa sih lo pakai asal terima aja? Kenapa gak lo tolak aja sih Kia, lo kan manusia yang merdeka, lo berhak menentukan siapa pasangan hidup lo. Harusnya kalau gue jadi lo, gue gak akan langsung percaya sama omongan mereka, bisa jadi mereka itu bohong sama Lo. Gue akan percaya kalau gue ini udah di jodohin kalau nyokap bokap gue sendiri yang ngomong bukan dari mulut orang lain, mau siapapun itu." Seloroh Nadya yang terlihat emosi menanggapi kepasrahan Kia dengan jalan hidupnya.

"Eh Markonah, Nyokap Bokapnya Kia udah meninggal gimana dia mau ngomong sama Kia, si Kia pasti percayalah orang yang ngomong itu sahabat baiknya Nyokap dan Bokapnya, yang baiknya kebangetan itu." Protes Dira pada cara berfikir Nadya.

"Eh Tukijem, gue tau banget orang tuanya Kia udah ga ada, maksud gue kenapa orang tuanya Kia gak ngomong dari jauh hari sebelum mereka pergi gitu. Biasanya tuh kalau orang mau gak ada suka titip-titip pesan gitu buat orang yang mereka sayangi." Balas Nadya yang seakan mengajak Dira berdebat.

"Eh Markonah, lo tuh kalau ngomong jangan ikut oneng bisa gak sih?! Gaswat nih kalau ada perusahaan yang jadiin dia sekertaris bisa hancur tuh perusahaan sama keonengannya dia. Mana ada orang tahu kapan dia mau meninggal, supaya bisa titip-titip pesan kaya kata-kata lo tadi." Umpat Dira yang kesal dengan cara berfikir Nadya.

"Ya Adalah buktinya Kakek gue," balas Nadya yang tak mau kalah.

"Itu lain cerita Markonah, Kakek lo pakai sakit dulu kalau bokap nyokapnya si Kia kan ga pakai sakit dulu. Ahhh emosi gue ngomong sama lo." Dira memukul mejanya karena kesal dengan Nadya.

"Lo berdua kenapa sih kalau ngomong selalu pakai urat?" Tanya Kia yang melihat Dira sudah naik darah.

"Bakso kali urat Ki." Timpal Dira dengan bola mata memutar malas.

"Tuhkan lo mulai lagi manggil gue Ki, nama gue Kia, Dir bukan Ki." Ujar Kia yang kesal karena Dira kembali lagi memanggilnya dengan Ki tanpa A.

"Namanya juga Tukijem, kalau gak ngeselin bukan dia namanya. Eh cuy, berarti sahabat Bokap Nyokap lo itu baik sama lo karena ada maunya ya?"

"Ada maunya apa maksud lo?" Tanya Kia saling melihat satu sama lain dengan Dira dan Nadya.

"Iya ada maunya, mereka baik karena mau jadiin Lo menantunya. Gue harap yang namanya Kak Aldo itu gak mengecewakan. Cowok perfect no minust dan Dia harus lebih ganteng dari yayang Tomonya si Dira."

"Eh, iya bener juga apa kata lo, kok gue gak kepikiran ya Nad?!" Jawab Kia yang membenarkan apa kata yang baru saja di ucapkan oleh Nadya.

"Ya lah omongan gue pasti bener, yang gue khawatirin si Aldo ini banyak minustnya, makanya orang tuanya baik sama lo, karena buat perbaiki keturunan mereka, duh gak kebayang musibah banget deh buat wanita cantik kaya Lo Kia kalau dapat jodoh kaya pangeran kodok kaya si Kak Aldo lo itu."

"Eh doanya jangan gitu dong Nad! Terakhir gue ketemu Kak Aldo dia gak seburuk itu tapi ya sikapnya ke gue gak kaya dulu waktu kita masih kecil."

"Emang si Markonah dibalik ke onengannya ada secercah kecerdasan pemikiran disana selain kecerdasan dalam menggaet para lelaki dengan anu-anunya itu hahahaha... lagian Kia, sikap orang tuh gak akan selalu sama pasti akan berubah-ubah." Tambah Dira yang meledek Nadya dan sedikit mengingatkan Kia.

Tap tap tap... Suara derap langkah kaki mendekati kelas beserta dua bayangan pria terlihat dari bayangan kaca jendela kelas yang tak tembus pandang.

Brakkk... Suara pintu terbuka. Muncul dua sosok pria dari balik pintu. Pak Joko, selaku kepala sekolah bersama seorang pria tampan, bertubuh tinggi tegap dan dada bidang yang terlihat begitu menggoda tengah berdiri di muka kelas saat ini.

Semua seisi kelas yang semuanya wanita karena kelas Kia adalah Sekolah Menengah Kejuruan dengan jurusan Sekertaris atau biasa di sebut juga administrasi perkantoran, memfokuskan pandangan mereka pada satu mahluk Tuhan paling Indah dan sejuk di pandang mata yang tengah berdiri di samping Pak Joko.

"Selamat pagi anak-anak." Sapa Pak Joko.

"Selamat pagi Pak." Jawab seisi kelas dengan kompak dan bersemangat.

"Anak-anak pagi ini Pak Burhan tidak bisa mengajar kalian sebagaimana mestinya karena beliau sedang berhalangan hadir. Hari ini Bapak datang bersama guru baru untuk menggantikan jam mata pelajaran Pak Burhan hari ini dan dilanjutkan dengan mata pelajaran yang akan dibawakan guru baru kalian ini selama mengajar di sekolah ini."

"Huaaa...pritt....pritt..." Sorak seisi kelas yang kegirangan karena mendapatkan kesempatan di ajari guru baru dua mata pelajaran sekaligus, membuat mereka bisa lebih lama memandangi indahnya pahatan Tuhan pada wajah pria tampan yang tengah berdiri bersama Pak Joko .

Semua murid nampak bahagia terkecuali Kia. Dia nampak biasa saja datar seperti tak bergairah. Dia malah asyik memainkan alat tulisnya, Kia berhasil mencuri perhatian sang guru baru yang saat ini tengah menatapnya.

Setelah selesai dengan urusannya di kelas Pak Joko pun keluar dari kelas dan memberikan seluruh waktu pada guru baru itu untuk memulai pelajarannya.

"Selamat pagi anak-anak," sapa guru baru itu dengan senyum ramah yang kemudian dijawab antusias oleh seluruh murid di dalam kelas terkecuali Kia.

"Pagi Pak," jawab murid-murid serempak.

"Perkenalkan nama saya Arka Wijaya, saya guru mata pelajaran Kewirausahaan. Senang bisa bertemu dengan kalian semua. Saya harap kita bisa kerja sama dalam proses belajar mengajar dalam mata pelajaran saya."

"Kita juga senang pak, bapak mau ngajarin kita disini." Sahut salah satu siswi yang berani menyahuti ucapan Arka.

"Terimakasih karena sudah menerima kehadiran saya di kelas ini. Sekarang sebelum kita mulai pelajaran kita ada baiknya kita berkenalan dulu. Apa ada buku absen? Boleh saya minta buku absennya?" Pinta Arka kepada semua murid, ia menatap meja yang kosong tanpa ada buku absen di sana.

"Ki...Kia buku absen!" Pekik hampir semua teman-teman Kia yang menyadarkan Kia dari aktivitasnya mencoret-coret kertas dengan gambar-gambar yang tidak jelas yang ia warnai dengan pensil warna.

"Ah i-iya apa? Kenapa manggil?" Tanya Kia yang menoleh kebelakang kearah semua temannya yang memanggilnya.

"Buku absen Kia." Jawab mereka yang hanya di jawab dengan mulut Kia yang membentuk huruf O tanpa suara.

Ia segera membuka laci mejanya dan mengeluarkan buku absen kelas yang ada di dalam meja belajarnya. Kia adalah sekertaris di kelasnya itu, sedang Dira adalah ketua kelasnya dan Nadya adalah bendahara keuangan kelasnya. Merdeka bersahabat sejak masuk sekolah ini karena sama-sama menjabat menjadi pengurus kelas sejak kelas 1 dan tak pernah ada yang menggantikan posisi mereka bertiga.

Setelah mengeluarkan buku absen Kia berjalan menghampiri meja guru, ia memberikan buku absen tersebut kepada Arka.

"Maaf Pak, ini buku absennya." Ucap Kia ketika memberikan buku absen itu kepada Arka.

Arka menerimanya tanpa di sengaja tangan mereka bersentuhan.

Deg! Serrr! Jantung Kia tiba-tiba berdebar saat bersentuhan dengan tangan Arka begitu pula dengan Arka.

"Aduh sial, kenapa nih jantung gue kaya mau copot cuma nyentuh dikit tangan Pak Arka." Keluh Kia di dalam hatinya.

"Haduh kenapa jantungku jadi berdebar hanya karena bersentuhan dengan tangan anak ini tanpa sengaja?" Tanya Arka di dalam hatinya yang malah membuatnya menatap dalam manik mata Kia yang tengah menunduk, seakan mencari jawaban dengan apa yang sedang dia rasakan.

Deg! Lagi-lagi jantung mereka makin berdebar saat manik mata mereka saling bertemu.

Kia segera memutuskan tatapannya pada Arka dan kembali duduk ke kursinya yang ada di baris meja paling depan ke dua dari meja Arka.

Setelah Kia duduk Arka mengabsen nama murid-murid satu persatu hingga nama Kia di panggil dan lagi-lagi Kia tidak langsung menyahuti membuat Arka berjalan menghampiri meja belajarnya.

"Kamu sedang apa Humm?! Di panggil tidak menyahut? Kenapa kamu sejak saya datang seperti tidak bisa berkonsentrasi seperti teman kamu yang lain humm?" Tanya Arka pada Kia sambil mengetuk - ngetuk meja belajar Kia.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!