NovelToon NovelToon

ISTRIKU, PENUTUP AIBKU

PART 1. DIJEBAK

"Nona, Anda harus membayar sejumlah uang yang tertulis di sini, agar operasi kanker pada pembuluh darah yang diderita Ayah Anda bisa segera dilakukan!"

Lutut Aletta seketika bergetar hebat. Bagaimana ia bisa mendapatkan banyak uang sementara ia masih berstatus pelajar.

Aletta menutup mulutnya seolah tidak percaya dengan apa yang didapatkan saat ini. Sebuah takdir kejam di mana ia dipaksa menghadapinya sendirian. Merasa geram karena Aletta tidak merespon ucapan darinya, suster tersebut seakan marah.

"Nona, jangan main-main! Jika tidak mempunyai uang harusnya Anda tidak usah membawa Ayah Anda kesini!" gertak suster tersebut seolah tidak mempunyai hati.

"Tu-tunggu sebentar, Sus. Saya akan kembali lagi dengan membawa uangnya," ucap Aletta dengan bibir bergetar.

"Jangan membuang waktu, ya. Saya beri batas waktu hingga nanti malam kalau tidak ada uangnya, terpaksa permintaan operasi yang Anda ajukan akan dibatalkan dan Ayah Anda akan dikembalikan di ruang perawatan!"

"I-iya, Suster. Saya janji!"

Langkah kaki Aletta tampak terseok-seok. Sudut mata Aletta masih terlihat basah. Belum lagi dadanya masih bergemuruh hebat.

Ingin sekali ia berteriak untuk melepaskan semua beban hidup yang menghimpit. Namun, Aletta tidak mempunyai pilihan lain kecuali bertahan.

Tanpa ada bantuan dari sanak saudara, ia harus berjuang sendirian. Samar-samar ia mendengar sebuah pertengkaran di sebelah ruang administrasi. Langkah kaki mungil menuntun Aletta untuk menguping pembicaraan itu.

"Mas, kamu dengar sendiri bukan, apa kata dokter barusan? Kamu sakit! Jadi ... jangan salahkan aku yang belum bisa hamil sampai saat ini!"

Tampak sekali kemarahan di kelopak mata Syafea. Sementara itu lelaki perpaduan Turki- Indonesia itu hanya bisa menunduk serta kehilangan harga dirinya.

"Stop! Tidak baik kita membicarakan hal ini di sini!"

Meskipun menguping pembicaraan orang lain itu tidak baik, tetapi rasa kepo Aletta mendorongnya untuk semakin mendengarkan apa yang sebenarnya terjadi. Apalagi pasangan suami istri itu justru mengumbar aib mereka sendiri di lorong Rumah Sakit.

Zayd menunduk, ia memang menyayangi istrinya, Syafea Azzalea lebih dari apapun. Namun, sebuah tuntutan agar istrinya segera hamil membuat sikap Syafea berubah.

Terlebih lagi hal itu tidak bisa diwujudkan dalam waktu sekejap. Usaha mereka saat melakukan hubungan suami istri tidak juga memberikan keturunan.

Hingga berujung perselisihan dan percekcokan. Tidak jarang Syafea lebih banyak menghabiskan waktu di luar kota daripada berada di rumah bersama Zayd.

"Semua ini memang kesalahanku, Syafea. Kamu sehat dan aku tidak, tetapi--"

"Ya, bagus kalau kamu bisa mikir! Bagaimana tanggapan keluargaku jika mengetahui hal ini?"

"Bukankah selama ini pihak keluarga Mas yang selalu menyudutkan aku! Mengatakan aku mandul dan lain sebagainya?"

Zayd semakin menunduk dan terlihat pasrah. Sementara Syafea tampak membuang muka lalu menatap tajam ke arah suami yang telah menemaninya selama lebih dari lima tahun itu.

"Satu lagi, meskipun tahu kamu sakit, aku masih bisa bertahan demi pernikahan tidak normal ini. Kamu tahu bagaimana aku meninggalkan karirku kemarin?"

"Harusnya kamu tidak memaksa aku untuk segera menikah sebelum kamu mengetahui kesuburanmu bermasalah atau tidak!"

Zayd tampak menatap ke arah Syafea dengan sudut mata yang mulai basah. Sikap arogant Zayd seketika luntur.

Pemaksaan yang dilakukannya saat itu, justru membuat Syafea sangat membenci dirinya. Ditambah lagi tuntutan kehadiran seorang anak membuat pernikahan mereka saat ini berada di ujung tanduk.

Tiba-tiba saja Aletta jatuh tersungkur saat tubuhnya tersenggol bibir brankar yang hendak masuk lift.

"Maaf, Nona!" seru salah seorang suster yang menyenggol Aletta barusan.

"Tidak apa-apa, Sus!" ucap Aletta sambil tersenyum dan mengusap pakaiannya.

Saat berbalik, Aletta ketakutan dengan tatapan kedua orang di hadapannya saat ini. Posisi yang sulit kini menghimpit Aletta. Mau tidak mau Aletta berada di hadapan Zayd dan Syafea yang sedang bertengkar.

Seketika pikiran licik Syafea muncul, terlebih melihat nominal angka tagihan Rumah Sakit yang dipegang Aletta.

"Memakai rahim pengganti adalah salah satu solusi yang diberikan oleh dokter Ilham. Sepertinya gadis ini sangat cocok untuk hal itu dan lagi aku tetap bisa mengejar karirku setelah ini."

Sejenak hati Syafea melembut, ia memegang lengan suaminya. Rencana di kepala Syafea tersusun dengan indah.

"Mas, bagaimana kalau kamu membuktikan bahwa kamu memang tidak bermasalah. Kita bisa menggunakan opsi kedua dari dokter."

"Opsi kedua? Maksud kamu?"

"Benar sekali, Sayang," Syafea menoleh ke arah Aletta.

"Kata dokter dengan menanamkan benihmu itu pada rahim wanita lain, mungkin saja hal itu akan berhasil."

"Ta-tapi Sayang ...."

Syafea menutup bibir Zayd dengan jari telunjuknya.

"Bagaimana jika kita menggunakan gadis itu!" ucap Syafea sambil menunjuk ke arah Aletta yang terdiam sambil menunduk.

Seketika mata Aletta membulat sempurna.

"Bagaimana bisa ada seorang istri yang menyuruh suaminya membuahi wanita lain demi membuktikan ia sehat?"

Sementara itu, Zayd memandang ke arah Aletta. "Gadis yang masih polos? Bagaimana aku tega menyakitimu?"

Sejenak timbul keraguan di dalam hati Zayd, tetapi keinginan Syafea adalah sebuah perintah bagi Zayd. Meski ragu ia kembali menatap wajah cantik istrinya itu.

"Apakah dengan begitu bisa memperbaiki hubungan kita kembali? Lalu bagaimana dengan keluarga kita?"

"Gampang, kita bisa membawa gadis ini ke luar negeri dan hidup bersama. Kita beralasan pergi berobat di sana, dan biarkan dia hamil dibawah perlindungan kita, bagaimana?"

"Apakah tidak akan ada yang curiga dengan hal ini?"

Syafea menggeleng, dia sangat yakin dengan rencananya kali ini.

"Tidak akan!"

Apalagi mereka hanya tinggal dengan Aletta selama beberapa bulan hingga bayi itu lahir. Setelahnya kontrak mereka selesai dan Aletta bisa pergi dengan bebas.

"Katanya kamu sangat menyayangi aku, kenapa permintaan kecil seperti ini kamu tidak sanggup untuk mengabulkannya?" tanya Syafea saat melihat Zayd menunduk.

Demi rasa cinta terhadap Syafea, Zayd bisa melakukan apapun. Bahkan jika Syafea minta didirikan seribu candi, Zayd pasti akan mengabulkannya.

"Kalau itu bisa menjadi kebahagiaan dan membuatmu tidak meninggalkan aku, aku setuju," ucap Zayd pasrah.

"Gila, pasangan ini benar-benar gila," batin Aletta tidak terima.

Seketika tubuh Aletta membatu. Kakinya semakin lemah ketika melihat tatapan dari Syafea yang begitu berambisi dan semakin mendekatinya.

"Sayang, apakah kamu mau membantu kami? Jika kamu mau melakukan permintaan kecil ini, maka akan aku berikan kamu uang lima miliar!"

"Ha-ah, lima miliar, itu uang atau daun?"

Jiwa Aletta yang masih polos tidak bisa berpikir jernih. Ia begitu terjebak dengan situasi yang pelik itu. Di satu sisi ia sangat membutuhkan uang yang banyak, di sisi lainnya ia harus mengorbankan hidup demi membahagiakan pasangan suami istri di hadapan ini.

"Lalu bagaimana dengan pendidikanku? Aku saja belum lulus sekolah menengah ke atas!" ucap Aletta secara tidak sadar.

Syafea tersenyum ke arah Aletta.

"Siapa nama kamu, Sayang?"

"Aletta, Tante!"

"Sia-lan! Dia panggil aku Tante!"

"Aletta, Sayang. Kamu tidak perlu takut ketinggalan dalam pembelajaran sekolah. Selama kamu hamil maka kami akan menggantinya dengan home schooling."

"Lalu setelah melahirkan kamu bisa kembali sekolah dan hidup kembali bersama keluargamu, bagaimana?"

PART 2. MENDADAK NIKAH

Tangan Aletta masih bergetar ketika sebuah cek berisikan nominal uang lima miliar berada di atas tangannya. Ia tidak menyangka jika wanita di depannya itu benar-benar memberikan uang sebanyak itu meskipun ia belum melakukan tugasnya.

"Kenapa lagi? Jangan-jangan kau bingung bagaimana cara mencairkan cek itu?" ucap Syafea sambil mencibir ke arah Aletta.

Maklum saja Aletta masih berusia delapan belas tahun dan tidak mengenal dunia luar secara luas. Hidupnya dihabiskan dengan bekerja keras dan sekolah.

Terlihat sekali jika Aletta kebingungan, tentu saja ia segera mengangguk saat mendengar penjelasan dari Syafea. Hingga akhirnya disambut tawa renyah dari Syafea.

Ucapan dari Syafea memang terkesan merendahkan kedudukan Aletta. Namun, jujur ia memang belum pernah melihat cek dengan nominal yang sangat besar seperti itu.

"Biarkan saja dia menikmati uangnya itu, Sayang. Besok kita kembali lagi ke sini untuk melangsungkan ijab qobul."

Tentu saja Aletta terkejut dengan apa yang baru saja terdengar. Sementara itu Zayd sama sekali tidak bereaksi ketika melihat istrinya melakukan semua rencana gila itu.

"Lakukan semua yang kamu suka, asal kamu bahagia dan tidak meninggalkan aku itu sudah lebih dari cukup," batin Zayd dengan tatapan dinginnya.

Cinta untuk Syafea telah membuat hati dan pikiran Zayd mati. Tidak ada hal lain yang lebih penting dari kebahagiaan Syafea di dunia ini. Oleh karena itulah Ibunda Zayd, Umi Maryam sangat tidak suka dengan menantunya Syafea.

"Jangan mengambil resiko dengan menikahi Syafea, Nak. Masih banyak wanita mulia yang cocok menjadi pendampingmu."

"Umi, maaf ... rasa cintaku pada Syafe jauh lebih besar dibandingkan dengan apapun saat ini. Dari dulu wanita yang aku cintai hanya Syafea."

"Terserah, pesan umi hanya satu, "Jadilah imam untuk istrimu, agar kalian bisa bersama satu tujuan menuju surga Allah."

Berulang kali Umi Maryam mengingatkan Zayd, tetapi hal itu sama sekali tidak diindahkan olehnya. Justru Syafea semakin membuat Zayd cinta mati dan tunduk pada semua ucapannya.

Syafea suka sekali membalikkan keadaan. Jika ia menginginkan A maka yang harus terjadi juga A, tidak boleh ada B dan C.

Tidak berapa lama kemudian Shafea datang kehadapan Aletta yang masih tenggelam dalam pemikirannya. Ia justru meletakkan sebuah map berisikan kontrak kerja di antara mereka ke hadapan Aletta.

"Di sini semuanya tertulis jelas. Sebuah perjanjian antara dirimu dengan kami. Jika kamu sampai melanggar isi perjanjian tersebut, maka ada harga yang harus dibayar atas semua kesalahan sekecil apapun. Aku harap kamu bisa membacanya dengan teliti jika ada yang tidak kamu ketahui segera tanyakan kepadaku, mengerti!"

Aletta terlihat mengangguk pasrah. Meskipun hatinya masih ragu, ia mencoba mengambil map di hadapannya tersebut dan membaca dengan teliti. Dalam tiap poin yang tertulis di atas kertas tersebut sebenarnya tidak ada yang memberatkan Aletta, justru semua keuntungan tercurah untuk Aletta.

"Jika bukan karena penyakit Ayah, mungkin aku tidak akan seperti ini dan berada di hadapan kedua pasangan gila ini. Namun, tidak ada cara lain untuk mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu yang singkat."

Aletta masih berbicara dengan hati nuraninya sendiri. Keputusan kali ini merupakan sebuah awal dari kehidupan baru yang tidak pernah terpikirkan oleh Aletta.

Aletta melihat jam dinding yang terus berputar. Semakin lama ia mengulur waktu, itu berarti dia juga mempertaruhkan nyawa Ayah kandungnya sendiri.

"Bagaimana?"

"Saya setuju!"

Syafea tersenyum manis, lalu ia menoleh ke arah suaminya dan segera merangkulnya agar bisa cepat menyelesaikan masalah rumit itu. Langkah kaki Zayd terasa berat.

Ketika ia menandatangani kontrak perjanjian itu, sama saja ia memiliki tanggung jawab baru terhadap istri mudanya, Aletta. Namun nasi sudah menjadi bubur, ketiga orang itu sudah menandatangani surat kontrak.

Bahkan ketiganya sudah saling bersalaman satu sama lain. Jari mungil milik Aletta membuat sebuah getaran lain di dalam hati Zayd. Ia seperti pedofil yang sengaja merenggut paksa kebebasan anak remaja.

Lamunan Zayd terhenti ketika Syafea menarik tangan suaminya dari tangan Aletta.

"Deal, kerja sama kita mulai besok! Ingat besok pagi tepat pukul delapan pagi aku akan menjemputmu!"

"Ba-baik, Tante."

Sontak saja Syafea menoleh ke arah Aletta.

"Sayang, setelah kau menjadi istri siri dari Mas Zayd kau tidak boleh memanggilku dengan sebutan Tante, melainkan Mbak Syafea, mengerti!"

Tampak sekali tekanan nada dari ucapan Syafea seolah menghakimi Aletta.

"Aku bisa apa, jika dia sudah berkehendak!" ucap Aletta sambil memeluk salinan surat kontrak kerjanya barusan.

Ia mengusap kristal bening yang tiba-tiba saja menganak sungai di kedua pipinya. Ingin sekali ia menumpahkan kesedihannya pada seseorang tetapi ia hanyalah gadis piatu. Langkah kaki kecil Aletta mengantarkan dirinya ke ruang administrasi dan membayar lunas biaya operasi ayahnya.

"Baik, terima kasih gadis kecil. Kamu sudah menjadi anak yang berbakti untuk ayahmu."

Lengkungan senyum Aletta tersungging setengah. Meskipun terasa berat ia hanya memiliki satu pilihan, yaitu menjadi istri kedua seorang lelaki kaya raya.

Sesuai dengan kesepakatan, operasi akan dilaksanakan besok pagi. Sedangkan Aletta sudah dirias sedemikian rupa oleh make up artist yang dipesan oleh Syafea.

Pagi itu juga Aletta didampingi oleh Syafea menuju tempat berlangsungnya akad nikah antara dirinya dengan Zayd Abdullah. Riasan yang natural mampu mengubah wajah Aletta sedikit lebih dewasa daripada umurnya.

Hingga tanpa ia sadari mampu membuat tatapan Zayd Abdullah berpaling dari istrinya untuk pertama kali. Zayd terpesona kecantikan Aletta, gadis remaja yang akan menjadi istrinya beberapa saat lagi.

Keempat orang itu sudah bersiap untuk melakukan ijab qobul. Kedua mempelai juga sudah duduk berdampingan. Hingga beberapa saat kemudian Zayd mengucapkan qabul untuk Aletta.

Dalam satu tarikan nafas Zayd mampu mengucapkan qabul dengan lancar. Hingga setelahnya Zayd menyematkan sebuah cincin di jari manis Aletta sebagai tanda pernikahan mereka sudah terjadi.

Seperti pasangan suami istri yang baru saja menikah, Aletta mencium tangan suaminya begitu pula dengan Zayd yang mencium kening Aletta.

Tanpa sadar Zayd berdoa untuk kebaikan pernikahan ini. Sambil mengusap kening istrinya

ia berdoa, “Allahumma baarikli fi ahli wa baarik li-ahli fiyya warzuqhum minni warzuqniy minhum.” Yang artinya: “Ya Allah ya Tuhan, berkahilah aku dalam permasalahan keluargaku.

Syafea yang tidak melihat dengan teliti justru sibuk melihat ponselnya. Ia sudah mempersiapkan tiket untuk keberangkatan mereka ke luar negeri.

Sementara itu sebuah kristal bening mengalir dari sudut mata Aletta. Tidak mau seorang pun melihat hal itu ia buru-buru menghapusnya.

"Maafkan aku Ayah, Ibu. Semoga dengan hal ini aku tidak menyakiti hati kalian."

Dengan pernikahan dadakan ini, Zayd secara tidak sadar justru telah menanggung sebuah tanggung jawab baru.

"Saat seorang pria mengatakan 'saya terima' dalam sebuah akad pernikahan, maka itu berarti ia mengatakan 'bahwa saya menerima tanggung jawab untuk melayani, mencintai, dan melindunginya'."

Bagaimana kelanjutan kisah ini? Terus ikuti kisah Aletta, Zayd dan Syafea, ya. Makasih banyak

Part 3. KELUAR NEGERI

"Selamat, Sayang ... operasinya berhasil."

Dokter Hadi memberikan ucapan selamat kepada Aletta karena telah berhasil menjadi anak yang berbakti kepada ayahnya dengan memilih jalan operasi.

"Terima kasih, dokter."

"Sama-sama."

Meskipun mendengar jika operasi ayahnya berhasil, tetapi wajah cantik Aleta tidak menunjukkan kebahagiaan. Justru ia terlihat murung, tentu saja dokter Hadi curiga akan ekspresi yang diberikan oleh Aletta barusan.

"Kenapa wajah Aletta murung sekali? Bukankah harusnya ia bahagia ketika mendengar jika operasi yang dilakukan kepada ayahnya berhasil?" ucap dokter Hadi di dalam hatinya.

Mengetahui jika dokter Hadi sedang membaca ekspresi wajahnya, Aletta kemudian merubah mimik wajahnya agar terlihat lebih senang.

"Oh, ya ... apakah dokter bisa membantuku sekali lagi?" sebuah keraguan muncul di dalam wajah Aletta.

Tampak kedua mata Aletta berkaca-kaca. Jauh di dalam hatinya berkecamuk. Mengingat jika dia baru saja melangsungkan sebuah pernikahan rahasia dengan Zayd, tetapi ia harus menyembunyikan kebenaran ini dari ayahnya.

"Memangnya kamu memerlukan bantuan apa?"

"Hari ini adalah hari terakhir saya menginjakkan kaki di Indonesia. Donatur yang membiayai operasi ayah juga memberikan beasiswa kepadaku agar bisa kuliah di luar negeri."

"Wah, bagus sekali, selamat!"

Aletta mengukir senyumnya sedikit.

"Mengingat jika ini adalah sebuah kesempatan emas, maka tanpa menunggu restu dari ayah, saya mengambilnya."

Bibir Aletta tampak bergetar, begitu pula dengan tangannya.

"Dua jam lagi saya akan berangkat. Bisakah dokter menjaga Ayah, selama saya sekolah di luar negeri?"

Melihat semangat yang berkobar di kedua mata Aletta, dokter Hadi tidak bisa berbuat banyak. Ia memang mengetahui kehidupan Aletta sedari kecil begitu pula dengan ayahnya.

Menganggap jika kedua orang ini penting untuknya. Ia pun mewakili Ayah Aletta untuk memberikan restu padanya.

"Tapi selama kamu belajar di luar negeri, kami tetap bisa menghubungimu, 'kan?"

Aletta mengangguk.

"Jika Aletta merasa bahagia dengan keputusan ini, aku hanya bisa mendoakan kebaikan untukmu."

"Terima kasih, dokter."

Aletta menyalami tangan dokter Hadi. Sesaat kemudian langkah kakinya menuntun Aletta ke ruang tempat perawatan sang Ayah. Matanya sedikit mengintip lewat jendela. Tempat di mana ayahnya di rawat.

"Selamat tinggal, Ayah. Sampai ketemu lagi satu tahun lagi!"

Puas memandangi ayahnya dari balik jendela Aletta segera meninggalkan Rumah Sakit.

"Selamat, jalan Aletta!" ucap dokter Hadi sambil melambai.

Di ujung koridor, Syafea sudah bersiap untuk menunggu kedatangan Aletta. Senyuman manis Aletta membuat Zayd yang sedari tadi menunggu di mobil seketika bergetar.

"Astaga kenapa aku justru melihat ke arah gadis itu? Bukan ke arah Syafea?" ucap Zayd sambil merutuki mulutnya yang berani memuji kecantikan wanita lain selain istrinya.

Tanpa rasa curiga sedikitpun Syafea langsung mengajak Aletta untuk masuk ke dalam mobil. Tujuan mereka adalah segera ke bandara karena penerbangan mereka satu jam lagi.

"Sayang, semuanya sudah beres 'kan?"

"Tentu saja, Sayang."

"Baiklah gadis kecil, ucapkan selamat tinggal untuk negeri ini dan selamat datang di kehidupan kamu yang baru," ucap Syafea tanpa beban.

Kuda besi itu segera melaju membelah jalanan ibu kota. Tidak sampai tiga puluh menit, mobil mereka sudah sampai di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Kedua bulu mata Alettea bergerak lentik mengiringi kelopak matanya yang melihat ke sekelilingnya. Ini adalah pengalaman Aletta menginjakkan kakinya di sebuah bandara.

Langkah kaki mungilnya sedikit lambat hingga tidak bisa menyamai langkah kaki sepasang suami di hadapannya itu. Hingga secara tidak sengaja ia pun membentur punggung seorang lelaki yang hampir seumuran dengannya.

"Hei, jaga pandanganmu, Nona kecil!"

"Ma-maaf," cicit Syafe sambil terus membungkuk dan meminta maaf.

Sontak saja suara kegaduhan itu mengusik telinga Zayd dan Syafea.

"Astaga, kenapa lagi dengan gadis itu, membuat masalah barukah?"

Tidak mau terlambat dengan penerbangannya, Syafea segera kembali untuk menjemput Aletta.

"Maaf, jika putri saya menganggu Anda."

"Oh, tidak apa-apa, Tante."

Tangan mungil Aletta kemudian digandeng Syafea untuk menyusul Zayd.

"Lain kali, jaga sikapmu atau kamu akan terpisah dari kami."

"Iya, Tante."

Akhirnya mereka berhasil masuk ke dalam pesawat tepat waktu. Tempat duduk Aletta terpisah dengan Syafea dan Zayd, justru Aletta duduk dengan lelaki yang ditabraknya tadi.

Tidak lama kemudian pesawat mulai lepas landas. Mengetahui jika penumpang di sampingnya gadis kecil tadi, Kevin segera mengulurkan tangannya ke arah Syafea.

"Hai, kita jumpa lagi aku Kevin kalau kamu?" ucapnya dengan senyuman mengembang.

"Aletta," ucapnya singkat.

"Tidak disangka kita berjodoh!"

Tentu saja perkataan dari Kevin membuat Aletta salah tingkah.

"Bagaimana bisa ada lelaki tampan yang narsis seperti dia? Baru saja bertemu dua kali sudah mengatakan berjodoh. Dasar aneh!" gumamnya.

Meskipun tampan, tetapi sepertinya Kevin adalah seorang yang ramah. Terbukti sedari tadi dia sangat menikmati pertemuan mereka dan terus mengajak Aletta mengobrol.

Merasa terganggu, Aletta segera memasang penutup mata, lalu mencoba tidur daripada terus menanggapi perkataan dari Kevin.

"Jiah, dia malah tidur, ya sudah tidurlah gadis kecil yang manis."

Beruntung Syafea tidak melihat hal itu karena ia sibuk bermesraan dengan Zayd. Zayd memang sangat memanjakan istrinya, maka dari itu meski belum mempunyai keturunan Zayd tidak pernah mempersalahkannya.

Sementara itu, Aletta yang terdesak karena situasi pelik harus berada di tengah-tengah mereka dan menyetujui usulan peminjaman rahim itu.

Penerbangan yang panjang itu berlangsung lancar, akhirnya mereka sudah sampai di Negera X dengan selamat. Ternyata kedatangan mereka sudah dijemput oleh supir dari Keluarga Syafea. Sesuai rencana mereka akan tinggal di Rumah Keluarga Syafea.

"Bagaimana, apakah kamu suka dengan kamarnya?"

Aletta mengangguk. Merasa jika Aletta sudah bisa beradaptasi, kini Syafea kembali ke kamar suaminya.

"Oh, ya bersiaplah besok kamu akan ikut kami ke Rumah Sakit untuk program hamil."

"Iya, Tante."

"Istirahatlah, dan selamat malam."

Tidak lama setelah Syafea pergi, kini Aletta merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Dipandanginya langit kamarnya, meskipun luas kamar itu sangat luas, tetapi kesepian justru menderanya.

"Ayah, aku merindukan rumah kecil kita."

Tidak terasa buliran kristal bening itu semakin mengalir deras di kedua pipinya. Entah kenapa akhir-akhir ini suasana hati Aletta justru kurang baik.

Sementara itu, di dalam kamar Syafe dan Zayd sedang melepas kerinduan. Seolah tidak pernah ada masalah di antara mereka.

Sepasang suami istri itu kembali bergulat di atas tempat tidur, melupakan jika dirinya sedang sakit. Namun, ujung-ujungnya Syafea selalu merasa kurang puas dengan pelayanan Zayd.

"Sayang, kamu harus segera berobat, biar si itu bisa lebih lama lagi," keluh Syafea di ujung malam yang panas.

Meskipun Zayd sedikit tersinggung, tetapi ia tidak pernah menyalahkan Syafea ataupun menegurnya.

"Iya, Sayang. Sebentar lagi dia pasti akan sembuh!"

"Janji ...." ucap Syafea sambil mengusap dada Zayd yang bidang.

"Tuhan, ijinkanlah aku untuk selalu membahagiakan dia dan membimbingnya ke surgamu, Aamiin."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!