Aku tersenyum, menatap dalam dan dengan penuh cinta pria yang terbaring lemas tak berdaya di samping ku. Tubuhnya yang begitu seksi di penuhi keringat kecil, matanya terpejam, suara dengkuran halus yang berasal dari mulutnya bak irama yang begitu merdu dan menenangkan di telinga ku.
''Aku mencintai mu, Mas Faris. Aku merasa begitu beruntung bisa menjadi istrimu.'' gumam ku kecil seraya membelai dada bidang suamiku, Dada polos yang tidak tertutup satu helai benang pun. Mengusap rahang nya yang di tumbuhi bulu-bulu halus. Kami baru saja melakukan ibadah yang terasa begitu nikmat. Ibadah yang bernilai pahala jika dilakukan oleh sepasang suami istri. Dan akan sangat berdosa jika di lakukan oleh sepasang kekasih yang belum menikah. Bahkan dosanya termasuk dosa besar, karena telah bermaksiat.
Di usia pernikahan kami yang ke lima, kami belum juga di karuniai seorang anak. Berbagai usaha telah kami lakukan, di mulai dari ikut program hamil di klinik kandungan yang handal dan terpercaya, berobat dengan mengkonsumsi obat-obatan tradisional, dan ikut terapi kesuburan organ intim dan rahim. Tapi nihil, sampai saat ini semua usaha kami belum membuahkan hasil. Sepertinya kami harus lebih bersabar lagi dan sepertinya kami harus menambah usaha kami agar segera di karunia mahluk kecil bernyawa di dalam rahim ku.
Saat aku tengah fokus menatap suamiku, tiba-tiba benda pipih miliknya yang ada di atas nakas bergetar disertai cahaya yang menyala dari layarnya. Aku duduk di atas kasur, lalu meraih benda pipih itu, aku ingin melihat siapa yang menghubungi suamiku di waktu dini hari. Aku mendongak, melihat jarum yang yang menempel di dinding kamar kami, ternyata jarum jam sudah menunjukkan pukul satu dini hari.
''S.'' gumam ku lirih. Aku bertanya-tanya di dalam hati, siapakah sang penelepon yang di beri nama S oleh suamiku, karena kontak yang bernama S tidak memasang foto propil sebagai tanda pengenal di akun aplikasi bewarna hijaunya. Aku melihat ke arah suamiku lagi, tidak mungkin aku membangunkan nya hanya gara-gara si penelepon misterius ini, karena suamiku baru saja terlelap. Akhirnya aku memutuskan untuk mengangkat telepon itu. Telpon yang dari tadi terus masuk karena tidak mendapat jawaban. Aku menggeser gambar gagang telepon bewarna hijau ke atas, lalu perlahan aku mendekatkan ponsel milik Mas Faris ke telinga. Aku memilih untuk diam terlebih dahulu, menunggu si penelepon berbicara terlebih dahulu. Karena kalau perlu-perlu banget si penelepon pasti berbicara lebih dulu.
Satu, dua, tiga. Aku berhitung di dalam hati saat telepon sudah aku angkat. Tapi seseorang di seberang sana sepertinya enggan untuk berbicara, sama seperti aku. Hingga hitungan ke tujuh, aku mendengar suara seorang wanita berbicara.
''Hallo, Mas. Kok kamu diem aja sih?! Kamu mau mengerjai aku, ya. Iih ... Kamu nakal deh.'' ujar seorang wanita di seberang sana dengan nada terdengar manja. Mendadak hatiku terasa sakit setelah mendengar suara yang bak petir di malam hari, membuat remuk hatiku seketika. Tanganku yang memegang ponsel seketika gemetar di sertai dengan air mata yang membuat buram penglihatan ku. Aku menggeleng cepat, meyakinkan diriku sendiri kalau wanita itu telah melakukan panggilan yang salah atau salah sambung.
''Hallo, Sayang ... Kok kamu masih diam aja sih. Aku kangen taukkk!'' ucap wanita itu lagi masih dengan nada di buat selembut dan se manja mungkin. Jujur, aku tak sanggup lagi untuk mendengar kalimat apa lagi yang akan dia katakan, akhirnya aku memutuskan panggilan dengan berbagai macam praduga yang sudah bersarang di benakku.
Bersambung.
Malam kian larut tapi netra ku tak kunjung mau terpejam, padahal aku sudah berusaha untuk itu. Aku gelisah, mengubah posisi tidurku ke kiri dan ke kanan, tapi hasilnya tetap sama, aku merasa tak ada nyaman-nyaman nya sama sekali, malah yang ada kepala ku rasanya tambah sakit. Sekali lagi aku menatap suamiku lekat, kalau tadi aku menatap nya dengan penuh cinta dan hati berbunga-bunga, berbeda dengan sekarang saat aku mendengar suara wanita misterius itu melalui ponselnya, aku menatap suamiku yang terlelap dengan tanda tanya bersarang di benakku, kalau memang benar Mas Faris ada main dengan wanita lain di belakang ku, aku tak akan tinggal diam, akan aku balas dia dengan hal yang serupa. Karena aku bukanlah wanita bodoh seperti kebanyakan wanita-wanita di sinetron ind*siar yang hanya bisa menangis saat di khianati oleh pria pemuja sel4ngkangan. Iya, begitulah anggapan ku, pria yang sudah beristri tapi memilih menjalin hubungan lain dengan wanita lain di belakang istri sah merupakan pria pemuja sel4ngkangan. Pria yang tak merasa puas dengan hanya satu sel4ngkangan saja. Dan untuk wanitanya adalah wanita murahan karena mau-mau nya menjadi ban serap, berani menghubungi suami orang saat tengah malam saat jam beristirahat, kayak tidak ada pria lain saja.
Aku akhirnya duduk kembali di atas kasur dengan punggung bersandar pada kepala ranjang, satu tangan ku memijit kepalaku yang terasa pusing, sedangkan satu tangan ku meraih kembali ponsel milik Mas Faris yang tadi aku letakkan di atas nakas kembali setelah aku memutuskan panggilan dengan wanita tidak jelas itu. Begitu ponsel sudah berada di tanganku, aku membuka kata sandi di layar ponselnya, untungnya kata sandi itu masih tetap sama seperti semula, kata sandi yang di buat oleh Mas Faris dengan tanggal pernikahan kami.
Aku membuka aplikasi berwarna hijau berlogo gagang telepon, chat pertama yang aku lihat adalah chat Mas Faris dengan diriku. Dan chat yang kedua adalah chat Mas Faris dengan kontak yang diberikan nama S. Aku merasa begitu penasaran apa yang mereka bicarakan di dalam chat tersebut, akhirnya aku membuka nya dan mulai membacanya dengan jantung berdebar tak karuan. Aku mulai membacanya dari chat bawah sekali supaya tidak bingung.
''[Sayang, maaf Mas tidak bisa main ke tempat kamu malam ini.]'' tulis Mas Faris di sertai emot love. Mataku mendadak berembun, dan embun itu sudah menghalangi penglihatan ku, membuat penglihatan ku menjadi buram. Aku menyekanya cepat dengan tanganku. Susah payah aku menahan isakan yang hendak keluar dari mulut. Bukan apa-apa, dadaku terasa sesak, semua wanita pasti akan merasa sakit saat suami yang di percaya hanya mencintai diri nya seorang ternyata juga memanggil wanita lain dengan sebutan sayang.
''[Yah, kok gitu sih Sayang. Padahal aku sudah berdandan rapi dengan lingerie seksi yang kamu beli kemarin.] aku membaca balasan dari wanita yang bernama S.
[Masak sih? Mas pengen lihat, coba kamu kirim foto mu Sayang.]
[Oke. Ini.]
[Foto]
[foto] aku menatap foto itu, iya, ternyata benar, ternyata S itu adakah Sintia, sahabat dekatku. Ya ampun, apa-apaan ini. Aku meremas bagian dadaku, sakit rasanya saat semua sudah terbuka jelas. Sekarang jelas sudah kalau Mas Faris dan Sintia sudah selingkuh di belakang ku. Dan yang aku yakini, pasti mereka juga telah melakukan hubungan int*m di belakang ku.
''[Ya ampun, kamu terlihat begitu seksi dan menggoda Sayang. Bikin Mas tidak tahan saja.]
[Makanya kamu ke sini.]
[Mas pengen sekali, tapi sekarang Mas dan Nirmala sedang berada di restoran, malam ini Nirmala mengajak Mas dinner karena malam ini merupakan malam anniversary pernikahan kami yang ke lima tahun. Mas tidak mungkin menolak ajakannya malam ini.]
[Ya udah deh. Selamat bersenang-senang sama istri mu yang mandul itu.]
[Kok kamu gitu sih, kamu marah sama, Mas!] balas Mas Faris lagi. Aku tak kuat lagi untuk membaca chat yang berbaris rapi itu, semakin aku baca semakin membuat aku sakit.
Awas saja kalian berdua, akan aku buat perhubungan sama kalian.
Bersambung.
Keesokan paginya aku masih berusaha bersikap biasa saja di depan Mas Faris, berpura-pura tidak tahu apa-apa tentang hubungannya dan Sintia. Meskipun hatiku rasanya sungguh sakit karena pengkhianatan mereka, tapi aku harus tetap mempertahankan harga diriku sebagai wanita cerdas. Aku tidak boleh terlihat lemah dan kalah karena pengkhianatan mereka.
Aku memasak sarapan pagi seperti biasa, di rumah kami ada dua orang pembantu, tapi saat aku sedang tidak sibuk-sibuk amat aku masih menyempatkan diri memasak untuk Mas Faris dan karena Mas Faris juga sangat menyukai masakan ku.
''Sayang ... Aroma masakan mu memang sangat menggoda, seperti dirimu yang selalu membuat Mas tergoda.'' tiba-tiba Mas Faris memeluk ku dari belakang saat aku sedang mengaduk-ngaduk nasi goreng di dalam kuali yang masih berada di tungku. Rasanya pengen muntah aku mendengar perkataan Mas Faris barusan.
''Em, lepas dulu, Mas. Aku lagi masak ini.'' ucapku berusaha menyingkirkan tangan Mas Faris dari perut ku. Rasanya aku sudah tak sudi lagi untuk dia sentuh. Jijik! Aku merasa jijik bila mengingat Mas Faris yang telah membagi dirinya dengan mantan sahabat ku Sintia. Iya, aku sebut mantan sahabat karena rasanya tak sudi lagi aku memiliki sahabat seorang pengkhianat seperti nya. Aku telah banyak berkorban dan membantu Sintia dalam membangkitkan perekonomian keluarganya, tapi ini balasan nya, ia malah menikam ku dari belakang.
''Ya sudah, Mas tunggu di meja makan saja deh. Jangan lama-lama, ya, Sayang. Muahhc ...'' ucap Mas Faris lagi sambil mencium pipiku, setelah itu ia berjalan ke meja makan. Aku menghapus bekas ciuman Mas Faris di pipiku dengan tissue yang tersedia di dapur, untungnya dia tidak melihat apa yang aku lakukan.
Tidak lama setelah itu aku menghidangkan dua piring nasi goreng di atas meja makan. Satu untuk diriku dan satu untuk Mas Faris.
''Makan, Mas. Habiskan, ya.'' kataku dengan senyum semanis mungkin. ''Akan aku buat kau menyesal Mas karena telah berani menduakan aku dengan Sintia.'' ucapku di dalam hati.
''Iya, pasti habis lah, Sayang.'' sahut Mas Faris sambil menyendokkan nasinya.
''Baguslah.'' ucapku lagi.
''Sayang, mata kamu kenapa sembab dan agak kemerahan gitu?'' tanya Mas Faris, dia menatapku lekat.
''Masak?'' ulangku.
''Iya.''
''Em, ini mungkin karena tadi malam aku kesulitan untuk tidur, Mas.'' jawabku berbohong.
''Kamu kenapa sulit tidur? Kalau lagi enggak enak badan mending periksa ke Dokter cepat Sayang. Nantinya malah kenapa-kenapa.'' Mas Faris berkata sok peduli.
''Iya, Mas. Nanti aku akan periksa ke Dokter langganan kita. Kamu temenin, ya.'' ucapku pura-pura manja.
''Maaf Sayang, Mas nggak bisa nemenin kamu. Soalnya jadwal hari ini padat banget.''
''Saat jam makan siang juga nggak bisa?'' tanyaku penuh selidik.
''Tidak Sayang, karena Mas sudah janjian makan siang sama rekan kerja, Mas.'' jawab Mas Faris meyakinkan aku. Dia tersenyum kaku ke arah ku, senyum yang di paksakan karena di dalamnya menyembunyikan seribu kebohongan dari ku.
''Ya udah kalau gitu.'' jawabku mengalah.
''Wajahnya jangan cemberut gitu dong, nanti cantiknya hilang.''
''Cantikan mana aku sama Sintia, Mas?'' tanyaku sengaja ingin melihat reaksi Mas Faris setelah mendengar nama Sintia aku sebut.
''Uhuk uhuk uhuk ...'' tiba-tiba Mas Faris terbatuk-batuk.
''Kamu kenapa, Mas? Nih minum makanya yang pelan dong, Mas.'' aku menyodorkan segelas air putih, Mas Faris meneguknya cepat.
''Terimakasih Sayang.'' ucap Mas Faris setelah batuknya reda.
''Sama-sama. Oh ya kamu masih belum jawab pertanyaan aku tadi, cantikan mana aku atau Sintia?'' ulangku menatap Mas Faris lekat.
''Iya cantikan kamu lah Sayang. Istri Mas mah cantik nomer satu.''
''Nomer satu?'' tanyaku.
''Iya, nomer satu di hati, Mas. Takkan tergantikan sampai kapanpun.'' jawab Mas Faris mantap dan meyakinkan aku, ia menggenggam tanganku yang ada di sampingnya. Aku hanya mampu berdecih di dalam hati mendengar kebohongan nya. Mas Faris ternyata jago membual.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!