Assalamualaikum Warahmatullahi, Reader's!!!
Selamat datang di Novel Crystall Is Mine, yang telah lahir pada hari Minggu, 13 November 2022 pukul 14.32 WIB secara berangsur-angsur.
Novel ini mengisahkan tentang seorang dokter koas bernama Alzira Crystalline Allando dengan dokter pembimbing yang super naik darah—Daffa Louise Effendi.
Jangan lupa dukung terus penulis dengan follow, favorit juga. Selain itu, like, komentar, vote, hadiah, dan doanya ya.
Semoga dalam adaptasi novel ini dapat menjalin hubungan khusus antara penulis dan penerbit serta menjalin silaturahmi. So, happy reading guys!!!
...Salam dari,...
...Alzira Crystalline Allando...
...dan...
...Daffa Louise Effendi...
.......
...^^^.^^^...
.......
.......
...[ The Prince Aurora ]...
^^^[ infidelity is the germ of a relationship, cracks and the smell doesn't go away ]^^^
^^^----------------^^^
Ini adalah hari ke delapan, Alzira Crystalline Allando menjadi koas sebagai program profesi kedokteran di rumah sakit terkemuka demi bisa mendapatkan gelar dokter yang selama ini menjadi impiannya.
Meski berpenampilan sederhana, lebih tepatnya kuno serta kacamata tebal bertengger di hidung mancungnya. Crystall dinobatkan sebagai mahasiswa terbaik di kampus karena kecerdasannya.
Namun sepertinya hal bertolak belakang dengan posisi Crystall sebagai koas di rumah sakit. Siapa lagi yang selalu menghukum para koas tanpa alasan jelas, seorang dokter penanggung jawab paling berbahaya bin menyebalkan sedunia.
Contohnya pagi ini.
Lagi-lagi paginya Crystall dibangunkan oleh bunyi nyaring ponsel di bawah bantalnya. Tanpa membuka mata, tangannya meraba-raba ke asal suara. Jari lentik tanpa cat kuku berusaha menekan icon hijau dengan matanya yang sipit karena rasa kantuk sungguh masih mendominasi. Bagaimana tidak, jam masih menunjukkan pukul 6 pagi.
"Halo," sapa Crystall melalui sambungan telepon, dengan suara serak sembari mengucek matanya karena dia baru saja bangun tidur.
"Siapa yang menyuruhmu pulang sebelum pekerjaan selesai!" Suara itu begitu menggelegar hingga kesadaran Crystall benar-benar kembali pada tingkat maksimal.
Crystall tentu hafal siapa yang selalu meneriaki dirinya.
Daffa Louise Effendi, dokter penanggung jawab Crystall selama menjalani profesi sebagai koas di rumah sakit. Dokter yang terkenal perfeksionis, dingin, kejam, dan... Akh! Pokoknya sosok manusia yang diharapkan segera punah dari muka bumi ini.
Tapi dirinya bisa apa? Selain menjawab,
"Ma-Maaf, Dok. Saya kira -"
"Kira apa? Sekarang juga kamu ke rumah sakit. Cetak jadikan hardcopy! Siapkan semua laporan pasien kecelakaan beruntun sebelum meeting jam setengah 7 pagi!" bentak Daffa lagi.
"Lho, bukannya meeting jam 8 pagi, Dok?" tanya Crystall mengerutkan keningnya.
"Berani menyalahkan? Datang ke rumah sakit dalam 15 menit. Jika tidak -"
"I-lya, Dok! Saya pastikan sampai di rumah sakit di menit ke-14!"
"Awas kalau terlambat!"
Tut tut tut!
Tanpa babibu, Crystall melempar ponselnya ke atas ranjang dan melompat turun menuju kamar mandi. Ancaman Daffa tidak pernah main-main. Crystall sangat paham ajian sakti Daffa yang dijadikan ancaman setiap memerintahkan sesuatu yang genting padanya adalah tidak meloloskan saat Ujian Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Kedokteran.
Tidak butuh waktu lama wanita itu sudah berpakaian rapi walau sedikit norak. Dia cukup memoles dengan make up natural. Rambutnya dia ikat sederhana hingga nampak rapi. Tidak lupa, kacamata tebal.
Dia tidak memiliki banyak uang untuk membeli baju modern atau skincare. Tidak pula memikirkan penampilan. Karena bisa menjalani hidup sebagai mahasiswa kedokteran hingga sampai tahap ini saja dia sudah sangat bersyukur.
Crystall melangkah lebar keluar dari gang dan mencari taksi. Berulang kali dia mengangkat tangan kirinya untuk melihat arah jarum jam. Namun sepagi itu belum ada satu kendaraanpun yang lewat.
"Satu minggu menjadi koas di rumah sakit milik dokter kaku itu! Selalu menyebalkan!" gerutunya dengan mulut terus menggerutu memberikan sumpah serapah pada Daffa.
Namun mengingat tiga hari lagi dia akan menikah dengan pria yang sangat dicintai. Membuat bibir manyunnya berubah menjadi senyuman tipis.
Albara Antonio, calon suami yang baginya sangat sempurna. Tidak pernah menyakiti hatinya dan mau menerima penampilan Crystall yang biasa saja. Tutur kata pria itu pun lembut.
Tapi, tunggu!
Bayang-bayang kesempurnaan Bara seketika memudar saat Crystall melihat sosok itu di seberang jalan.
"Bukankah itu Bara dan Kak Helen?" terka Crystall saat netranya menangkap sosok sang kekasih yang tengah bergandengan tangan masuk ke dalam mobil dengan Helen, kakaknya.
Tidak mau berpikir panjang lagi, Crystall menghentikan taksi meminta untuk mengikuti mobil Bara dari belakang. Dia tidak peduli soal karirnya sebagai koas yang diambang kegagalan meraih gelar dokter.
Netranya terus mengamati mobil Bara. Hingga sampailah di basement apartemen milik kekasih juga calon suami.
Jantung Crystall rasanya seperti tertancap pedang panjang saat melihat Bara lagi-lagi nampak mesra turun dari mobil masuk ke dalam apartemen.
Sakit.
Teramat sakit.
Apakah selama ini mereka hanya bersandiwara di depan Crystall? Bertingkah begitu baik dan memanjakannya hanya untuk menutupi hubungan mereka yang sembunyi-sembunyi?
Crystall menyeka air matanya yang tiba-tiba menetes, kemudian mengatur nafasnya supaya bisa menyelesaikan sandirawa itu.
Buru-buru Crystall turun, dia berjalan menuju unit apartemen Bara dengan langkah gontai. Pikirannya sudah dipenuhi oleh penghianatan yang dilakukan oleh kekasih dan kakaknya.
Tanpa perlu memencet bel, wanita itu sudah bisa membuka pintu hanya dengan kode yang pernah Bara tunjukkan padanya.
"Hhhhhuuuhhh!" Crystall menarik nafasnya dalam-dalam sebelum akhirnya dia mendorong pintu perlahan.
Hal pertama yang menyambut indra pendengarannya adalah suara ******* wanita dari arah kamar Bara. Juga sahutan pria itu yang terdengar begitu menikmati permainan yang baru mereka mulai.
Hati Crystall remuk seremuk-remuknya, sampai-sampai dia harus menghentikan langkahnya karena dadanya terasa begitu sesak. Memory akan kebersamaan dia dan Bara selama beberapa tahun terakhir tercetak jelas di kepalanya. Dia benar-benar harus mempersiapkan diri setelah ini.
Setelah hatinya berusaha untuk kuat, Crystall kembali melangkah masuk ke kamar Bara.
"Bara! Kak Helen!" seru Crystall melihat sepasang pria dan wanita yang sedang melakukan hal tidak sepantasnya.
Bara tersentak melihat calon istrinya ada di apartemen sepagi ini.
"Kalian sungguh menjijikkan!” imbuh Crystall dengan penekanan yang tajam. Tidak ingin melihat penghianatan lebih lama, Crystall berlari ke luar kamar.
"Crys, ini - ini tidak seperti yang kamu pikirkan!" Bara beranjak dari ranjang. Dia melompat turun dan meraih bathrobe, bergegas memakainya lalu berlari mencegah Crystall yang hendak mencapai handle pintu keluar apartemen.
"Lepas!" Crystall menepis kasar tangan Bara.
Kilatan emosi Crystall tunjukkan pada calon mantan suaminya dan beralih pada Helen yang baru keluar dari kamar hanya menggunakan kemeja kebesaran milik Bara.
"Helen, aku juga tidak percaya kamu seperti ini," ucap Crystall dengan bibir bergetar. Dia tidak lagi memanggil kakak. Rasa hormatnya pada Helen seketika hilang.
"Maafkan aku Crys, aku hanya ingin merayakan nasibmu saja," sahut Helen dengan senyum miringnya. Tidak ada raut rasa bersalah sama sekali di wajah Helen berbeda dengan Bara yang begitu ketakutan.
"Maksudmu?" Crystall mengerutkan keningnya.
Helen melipat kedua tangannya di depan dada dan berjalan penuh kemenangan ke arah Crystall. Adik yang selama ini dia anggap rival karena selalu lebih baik dari dirinya.
"Nasibmu yang menjadi janda sebelum menikah." Helen beralih pandang ke arah Bara yang berdiri sejajar dengan dirinya, "...karena calon suami yang kamu bangga-banggakan ini ternyata lebih memilihku. Jadi -"
"Helen, cukup!" potong Bara, "Aku sama sekali tidak menginginkanmu. Tapi kamu yang terus menggodaku!"
Helen hanya mengangkat bahunya, tanda tidak terpengaruh oleh ucapan pria itu. Karena pada kenyataannya Bara akhirnya tergoda oleh bujuk rayunya. Nafsu pria tidak bisa bertahan lama oleh jurus ampuh yang selalu Helen layangkan bila di dekat Bara.
"Crystall," panggil Bara kembali lembut.
"Kamu setidaknya bisa berdandan cantik. Aku yakin kamu bisa lebih cantik dari Helen jika kamu mampu menjaga penampilanmu."
Crystall tersenyum miris. "Jadi selama ini kamu mempermasalahkan penampilanku ini?"
"Aku mencintaimu, Crystall. Hanya saja - aku akui, tergoda oleh kecantikan kakakmu ini. Jadi, jika saja kamu bisa merubah penampilanmu pasti aku tidak akan -"
Crystall langsung mengangkat tangannya hingga perkataan Bara terhenti.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
^^^[ compulsion makes the world ordinary ]^^^
^^^----------------^^^
Crystall tidak pernah menyangka hubungannya dengan Bara akan berakhir seperti ini. Segala impian yang dia pikir akan terwujud tiga hari ke depan. Ternyata sudah musnah.
Beberapa menit yang lalu. Crystall Allando memilih mengakhiri hubungan, mengatakan akan membatalkan pernikahan.
Bara? Tentu menolak. Pria tidak tau malu itu masih ingin mempertahankan hubungan.
Crystall yang tidak ingin lebih banyak bicara, dia lalu pergi dari sana secepatnya.
Wanita itu kini memilih duduk lesu di pinggir jalan menunggu taksi - niatnya.
Tapi dia justru hanya menangis dan melamun. Membiarkan taksi yang sudah berlalu lalang. Mengabaikan pula tatapan orang-orang yang sedang lewat. Crystall masih duduk tidak jauh dari pintu keluar gedung apartemen itu.
Impian menjadi istri pria yang dia cintai, sirna. Lalu apakah impian menjadi dokter juga musnah hari ini juga?
"Astaga! Dokter Daffa!" Crystall tersentak dengan ingatannya akan dokter mengerikan yang sudah mengancamnya pagi tadi.
Wanita dengan kacamata tebal itu melihat jam tangan. Ini sudah lebih dari 45 menit dari waktu yang diberikan oleh Daffa, kepala rumah sakit sekaligus anak dari pemilik Rumah Sakit Galaxy.
"Koas ku! Ujianku!"
Tidak! Crystall tidak mau kehilangan impian keduanya. Dia langsung bangkit dan menyetop taksi yang memang sudah sedari tadi berlalu lalang di depannya.
***
Rahang tegas dengan bulu halus nampak di dagu. Pria itu berpakaian rapi dengan rambut hitam mengkilap. Tubuhnya tinggi, tegap dan gagah berbalut jas putih khas dokter.
Dia adalah sosok yang banyak dikagumi oleh pasien dan staff rumah sakit. Berwajah tampan, membuat Daffa Louise Effendi tetap sedap dipandang meski ekspresi yang ditunjukkan sedingin es.
Kepala rumah sakit itu berdiri dengan begitu mengerikan di depan Crystall. Salah satu mahasiswa koas yang baru satu minggu menyandang dokter muda disana demi bisa meraih gelar dokter dengan lancar.
"Untuk apa kamu datang?" Suara bariton itu membelah heningnya ruangan utama Daffa.
"Ma-Maaf, Dok." Hanya itu yang bisa Crystall katakan. Dia menunduk dengan kedua tangan saling meremas. Wajahnya sudah pucat mengingat konsekuensi yang akan dia dapat setelah ini.
"Bahkan semua tugas yang seharusnya kamu kerjakan sudah diselesaikan oleh rekanmu yang lain. Lalu tidak ada gunanya kamu datang dan menunduk seperti itu. Tidak ada gunanya sama sekali." Terdengar stabil, namun begitu dingin. Bisa-bisa Crystall membeku disana saat ini juga.
"Sa-Saya baru diselingkuhi calon suami saya, Dok...." Crystall akhirnya menangis dan memberanikan diri menatap pria menawan namun mengerikan di depannya.
"Maaf, saya tadi terpaksa mengejar mantan calon suami saya. Dan benar, dia berselingkuh ...." Wanita itu semakin mengeraskan tangisannya. Karena nyatanya hatinya sedang sangat hancur.
"Aku sudah menjadi janda sebelum menikah, Dok..." imbuh Crystall.
Mata Daffa memejam. Dia menarik nafas beratnya.
Bukan karena ikut merasa iba pada dokter koas itu. Tapi dia tidak mengerti kenapa wanita di depannya memiliki alasan menangis sebelum dia memberi hukuman.
Dibukanya kelopak mata Daffa. Sorotnya semakin tajam dan tegas.
"Hentikan tangisanmu, ini bukan sedang konsultasi psikolog!" Suara Daffa meninggi dengan ekspresi geram.
Tapi Crystall sungguh sulit mengendalikan diri. Dia masih saja menangis. Hal itu semakin memancing emosi Daffa.
"Berhenti atau aku benar-benar mengeluarkanmu dari daftar koas rumah sakit ini!" bentak Daffa. Bahkan sampai teman-teman Crystall yang menguping di depan pintu ikut terjingkat.
Crystall seketika menghentikan tangisannya menggunakan rem cakram. Sebisa mungkin dia mengusap wajahnya untuk menghapus jejak basah meski rasanya sulit.
Tanpa ragu-ragu, Daffa melempar lipatan kertas ke wajah Crystall.
Dengan sigap wanita itu menangkapnya.
"Baca!" titah Daffa yang sudah tidak bisa lagi menurunkan intonasi bicaranya.
Tangan Crystall gemetaran membuka perlahan kertas dengan kop surat di atas berlogo Rumah Sakit Galaxy. Sebuah institusi pelayanan kesehatan berstandar internasional. Jangankan menjadi koas. Banyak dokter muda yang bercita-cita bisa diterima bekerja di rumah sakit besar itu.
Crystall mulai kata demi kata tulisan yang tercetak di kertas di tangannya, hingga sampai pada *******.
"Skors satu minggu?" Mata Crystall membelalak terhadap hukuman yang harus dia terima.
Bukan menjawab, Daffa hanya memberikan tatapan tajam dengan ekspresi dingin. Sangat tidak bersahabat.
"Dok, i-ini kenapa hukuman saya satu minggu, Dok? Sama saja nilai saya akan jatuh karena satu minggu tidak melakukan apapun," ucap Crystall dengan tangan bergetar.
"Tadinya aku akan menyimpan hukuman itu jika kamu memiliki alasan yang jelas. Misal menolong nenek-nenek yang tertabrak, atau kamu masuk ke dalam got lalu tidak ada yang menolong. Tapi ternyata dengan tidak tau dirinya kamu beralasan mengejar calon suamimu yang sedang berselingkuh!"
"Dok, itu -"
Daffa menyela alasan yang akan Crystall ucapkan. " Seorang dokter harus bekerja profesional! Disiplin! Lupakan masalah pribadi! Ini kamu hanya berurusan denganku. Dengan nasibmu sebagai dokter muda disini."
"Tapi bagaimana jika pagi tadi ada pasien kritis yang menunggu, hem? Tidak ada keringanan apapun untuk dokter yang tak bisa bersikap profesional!" Daffa benar-benar menekan setiap kata yang dia ucapkan meluapkan emosinya.
"Ma-Maaf, Dok. Saya tidak akan mengulanginya lagi." Crystall kembali mengeluarkan air matanya sembari menyatukan kedua tangan di dadanya. Begitu memohon. "Jangan skors saya, Dok."
"Ya, seharusnya memang kamu tidak pernah mengulanginya lagi. Atau aku benar-benar tidak akan meluluskanmu di ujian kedokteran." Sebuah ancaman telak bagi koas seperti Crystall.
Wajah sendu Crystall sedikit berbinar. "Anda meringankan hukuman saya, Dok?"
"Jadi sebaiknya kamu pergi sebelum aku menambah daftar hukuman untukmu!" imbuh Daffa disambut dengan binar di mata Crystall yang kembali menghilang.
"Tapi, Dok-"
"Pergi!"
Bentakan itu membuat Crystall terjingkat lalu dia benar-benar keluar dari ruangan Dokter itu.
Seketika pula teman-teman yang sedari tadi menguping berdiri tegap. Pura-pura sibuk dengan urusan mereka masing-masing.
"Kalian? Sedang apa? Menemui Dokter kulkas dua pintu juga?" Crystall bertanya sembari menutup pintu.
"Kulkas dua pintu?" tanya temannya serentak.
"Ya, tubuh dia hot. Tapi sikapnya sangat dingin!"
"Oooooo!" Mereka hanya ber ah oh ria lalu pergi dari sana bersama-sama.
Sementara di dalam ruangan.
Daffa membuang nafasnya dengan kasar. Tidak habis pikir dia akan memiliki bawahan seperti Crystall. Bagi Daffa segalanya harus sempurna. Dia tidak akan meloloskan siapapun yang berbuat salah.
"Jika bukan karena kakek, aku tidak akan memperbolehkan dia menjadi koas di rumah sakit ini!" gerutu Daffa begitu kesal.
Masih dalam kondisi emosi seperti itu. Sebuah pesan masuk dari nomor ibunya.
[Daffa, apa kamu masih berhubungan dengan kekasih murahan mu? Kakek datang ke rumah hanya untuk marah-marah. Sebaiknya jangan tunda lagi pernikahanmu dengan wanita yang ditunjuk oleh kakek. Kamu pasti tau akibatnya, kan?]
Apa lagi ini?
Daffa hanya bisa menjatuhkan tubuhnya ke kursi kerjanya. Dia memijit dahinya yang mendadak pening.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!