"Waaahhh tinggi sekali."
Itulah hal pertama yang terlintas di benakku saat aku melihat gedung pencakar langit dihadapan ku ini. Karena disinilah aku akan mulai bekerja sebagai sekretaris CEO, ya sekretaris CEO, hebat bukan?
Perkenalkan namaku adalah Riana Lee, aku merupakan lulusan terbaik di salah satu universitas favorit di daerahku, meskipun aku tidak berkuliah di universitas terkenal di ibukota, tapi nilai ku terbilang sangat baik. Mungkin itu yang menjadi alasan aku bisa diterima di perusahaan besar ini dengan jabatan yang terbilang penting.
Dengan rasa gugup sekaligus bersemangat, aku melangkah menuju pintu masuk gedung. Saat aku hendak mendorong kaca super besar yang menjadi pintu masuknya, seorang petugas keamanan tampan dan terlihat masih cukup muda membukakan pintu untukku diiringi senyum nya yang manis.
"Selamat pagi selamat datang di Weist Corp."
"Terimakasih."
Jawabku sambil tersenyum membalas senyumannya. Karena ini hari pertama aku mulai bekerja, aku masih bingung dan canggung, haruskah aku langsung menuju ruangan CEO? tapi masalahnya aku tidak tahu ruang CEO ada dilantai berapa,dan terlebih lagi aku takut tersesat di gedung yang super luas ini. Jadi aku putuskan untuk bertanya saja pada Kakak petugas keamanan yang tampan dan ramah ini, yang di name tag nya tertulis nama Rama Wiguna.
"Permisi saya mau tanya, begini...nama saya Riana, saya sekretaris baru CEO di perusahaan ini, dan umm...ruangan CEO ada dilantai berapa ya?"
"Apa anda karyawan baru beliau?" Tanya Rama sambil memandangi ku naik turun dari ujung kaki sampai ujung kepala.
"Karyawan?? Ya,sekretaris juga merupakan karyawan bukan? Hanya berbeda istilahnya saja" Ucapku dalam hati.
"Ya, saya mendapat email bahwa saya diterima dan dapat mulai bekerja hari ini. Tapi saya bingung harus pergi kemana terlebih dahulu"
Aku tersenyum polos, ini sungguh hal yang memalukan sebenarnya, tapi apalah arti harga diri jika dibandingkan dengan apabila aku tersesat di gedung dan terlambat masuk dihari pertama, itu akan jauh lebih memalukan dan terlebih lagi bisa menyebakan aku kehilangan pekerjaan ini.
"Ah... ruang CEO ada di lantai 7, tapi sebaiknya anda ke tempat resepsionis terlebih dahulu, biar petugas resepsionis memberitahukan kedatangan anda terlebih dahulu, dan setelah itu silahkan ikuti instruksi dari mereka."
Jawab Rama sambil menunjuk ke arah meja resepsionis berada, pandanganku mengikuti kemana tangannya tertuju dan kakiku langsung melangkah menuju sebuah meja besar yang dibelakangnya sedang duduk dua orang perempuan cantik dan elegan.
Disela langkahku aku teringat kalau aku belum mengucapkan terimakasih pada Rama, jadi aku berbalik kebelakang sebentar untuk mengucapkan terimakasih dan kemudian melanjutkan langkahku tanpa menunggu balasan darinya.
"Selamat pagi ada yang bisa kami bantu?" Sapa salah satu resepsionis saat aku sampai di mejanya.
Aku mengulang apa yang tadi aku ucapkan kepada Rama terhadap petugas resepsionis cantik dihadapan ku ini. Dia mengangguk dan menyuruhku untuk duduk dan menunggu sebentar, dia kemudian memijit tombol nomor 1 pada telepon dan berbicara dengan seseorang mengenai kedatanganku. Setelah selang beberapa menit, dia menutup teleponnya dan mengeluarkan sebuah name tag dari dalam laci nya dan menyodorkannya kearah ku.
"Selamat bergabung di Weist Corporation, dan ini name tag anda, anda bisa langsung ke lantai 7, disana adalah ruang khusus tim utama yang bekerja langsung dibawah CEO perusahaan ini. Untuk selanjutnya ketua tim anda yang akan memberikan pengarahan kepada anda."
"Baik kalau begitu, terimakasih atas bantuannya." Ucapku sambil mengambil name tag dan berjalan ke arah lift.
"Hah!! Tim utama?? Aku pikir aku akan menjadi sekretaris dan akan bekerja di satu ruangan dengan CEO seperti dalam drama, sepertinya aku sudah salah paham dengan pekerjaan ini. Tapi setidaknya, bekerja sebagai tim utama terdengar tidak kalah keren." Aku mengoceh dalam hati sambil menunggu lift yang aku masuki berhenti di lantai 7.
TING... Pintu lift ku terbuka, dengan dada berdegup kencang aku melangkahkan kaki ku keluar dan disambut dengan pemandangan yang tidak biasa, tentu saja karena ini semua adalah pertama kalinya bagiku.
Diruangan ini terdapat beberapa meja yang serupa tapi tak sama, bentuknya memang sama, tapi isinya berbeda, setiap meja memiliki ciri khas masing-masing, sepertinya merupakan ciri khas dari para pemiliknya. Dari sekitar sepuluh meja, baru 3 meja yang berpenghuni, rupanya belum semuanya datang. Apa aku datang terlalu pagi? Aku rasa tidak jika mengingat para resepsionis sudah berada di meja mereka.
Seorang pegawai wanita yang terlihat lebih senior diantara mereka bertiga yang ada di ruangan ini melihatku dan kemudian berdiri dari mejanya dan berjalan ke arahku.
"Nona Riana Lee?" Tanyanya.
"Iya benar, nama saya Riana Lee, pegawai baru disini, mohon bantuannya senior." Ucapku sambil mengangkat tangan kananku untuk berjabat tangan dengannya.
"Namaku Sandra, dan.. kau bisa memanggilku ketua tim."
Dia balas menjabat tanganku dan tersenyum sedikit kaku, "Oh jadi dia ini ketua tim, wajahnya menunjukkan bahwa dia orang yang tegas, tapi mudah mudahan saja dia juga baik" Batinku
"Mohon bantuannya ketua tim." Koreksiku yang sebelumnya memanggil dia senior.
"Oke, mejamu yang itu" Tunjuknya kesalah satu meja kosong yang berada paling pojok, "Karena ini hari pertamamu jadi tugas mu hanyalah menyalin dan merapikan laporan dari hasil rapat yang sudah aku siapkan di atas mejamu kedalam komputer, setelah itu kirim lewat email kepadaku."
Dengan kata lain dia ingin melihat seberapa jauh kemampuanku untuk membuat sebuah ringkasan materi hasil rapat. Sepertinya ini akan menjadi hari pertama yang melelahkan, tapi tentu saja aku tidak akan mengeluh, sebaliknya aku merasa sangat bersemangat. Yang disayangkan hanyalah bayanganku untuk bekerja satu ruangan bersama CEO dari perusahaan ternama ini sirnalah sudah.
Andrew Weist, CEO sekaligus anak pertama dari pemilik perusahaan ini. Sang Casanova yang lebih terkenal daripada selebritis. Jangankan bekerja satu ruangan dengannya, melihatnya pun tidak, apakah aku akan bertemu dengannya? Bukankah aku ini merupakan tim utama yang bekerja langsung dibawahnya? tentu kami akan sering bertemu bukan?
***
"Apa itu ulahmu?"
Tanya Andrew pada keponakannya yang sedang mendengarkan musik dari earphone yang terhubung ke ponselnya, mereka duduk berdampingan, di kursi belakang sebuah Benz hitam.
Namun sayangnya keponakannya yang tinggi dan tampan itu tidak menyahut, sebaliknya dia hanya bersenandung dengan arah pandangan yang tertuju keluar jendela mobil. Sama sekali tidak memberikan perhatian kepada pamannya.
"ALDRIAN!!!"
Setengah berteriak, Andrew mencabut salah satu earphone dari kuping Aldrian, dan itu berhasil membuat Aldrian menoleh ke arahnya. Dia menatap wajah pamannya untuk beberapa detik kemudian berkata, "Apa yang aku lakukan?".
"Jangan pura-pura tidak tahu, kau kan yang membuat anak Pak Hary, manager keuangan kita keluar dari sekolah?"
"Bukannya dia dikeluarkan oleh pihak sekolah? Kenapa aku yang disalahkan?"
"Al... Setelah ayah dan ibumu pergi, aku yang mengurus dan mendampingi mu dari semenjak kau berada di sekolah dasar, kau pikir aku tidak tahu seperti apa dirimu? Katakan, apa yang anak Pak Hary lakukan sampai membuatmu kesal?"
Aldrian memasangkan kembali sebelah earphone nya yang tadi dicabut oleh pamannya itu. Pandangannya kembali tertuju keluar jendela mobil, tapi kali ini dia tidak mengacuhkan pamannya.
"Perempuan itu mengikuti ku kemana mana, dan dia menyebarkan rumor bahwa kami dijodohkan oleh pimpinan dan akan segera bertunangan, omong kosong macam apa, mana mungkin Kakek menjodohkan ku tanpa sepengetahuan ku, terlebih lagi kau masih lajang, Kakek pasti akan menyeretmu untuk menikah terlebih dahulu, bukannya aku yang masih SMA ini."
"Ppffttt-"
Andrew mencoba menahan tawanya setelah mendengar apa yang diucapkan Aldrian. Dengan wajah dan latar belakang keluarga yang dimilikinya. Ini bukan kali pertama keponakannya itu digilai oleh para gadis, dan dia juga tidak pernah menolak ataupun menerima ungkapan cinta mereka secara lugas, sebaliknya dia senang bermain main dengan mereka, seolah dia juga memberikan harapan. Jika dia bosan dengan yang satu, dia akan memanfaatkan yang satunya lagi untuk membuat gadis itu menjauh dengan sendirinya. Hanya saja kali ini berbeda, tidak biasanya dia mengambil tindakan keras seperti ini hanya untuk membuat gadis itu menjauh darinya.
"Apa kau sebegitu tidak sukanya dengan anak Pak Hary? Sampai sampai kau bertindak sejauh ini?" Tanya Andrew
"Hmmm... dia cantik, tapi dia tipe orang yang merepotkan. Jadi aku hanya membuat jarak aman dengannya sebelum dia menempel padaku seperti lintah."
"Hei Al yang benar saja,dengan membuat pihak sekolah mengeluarkannya itu sama saja dengan kau membuangnya, bukan hanya sekedar memberi jarak aman."
"Hei Paman, aku sudah bilang kalau pihak sekolah yang memutuskan untuk mengeluarkannya, setelah mereka mendapatkan beberapa bukti tentang kenakalannya."
"Wah, padahal dia terlihat seperti gadis yang lugu. Coba perlihatkan bukti bukti itu padaku!"
"Paman..!!! Sekali lagi aku bilang kalau aku tidak terlibat,ok?"
"Ok ok fine, aku akan minta buktinya pada Sandi saja." Ucap Andrew sambil mengeluarkan ponselnya untuk menelpon Sandi, pengawal pribadi keponakannya itu.
"Terserah" Ucap Aldrian sambil melengos dan menempelkan tas ranselnya di sebelah pundaknya, "Bye sudah waktunya masuk kelas, sampai jumpa nanti."
Aldrian keluar dari mobil hitam mewah yang dari tadi terparkir didepan gerbang sekolahnya itu. Andrew hanya tersenyum dengan handphone yang masih berada ditelinganya menunggu orang dibalik telepon itu menjawab panggilannya.
"Halo Tuan Andrew." Jawab pria di sebrang telepon.
"Aldrian sudah kembali ke sekolah, tetap awasi dia, jangan sampai dia bertindak diluar batas. Laporkan padaku jika dia melakukan hal yang tidak biasa."
"*Baik Pak!"
Tuutt...tuutt*...
Panggilan mereka terputus, Andrew menyandarkan kepalanya di sandaran mobil, dia menghela nafas panjang sambil memejamkan matanya dan mengusap wajahnya dengan sebelah tangan. Sebelum Andrew bertanya kepada Aldrian, sebenarnya dia sudah tahu semua kejadiannya dari pengawal pribadinya itu. Bagaimana Aldrian menyuruh temannya untuk memposting foto foto anak dari manager keuangan di perusahaan mereka yang sedang teler disebuah klub malam dan membuatnya dikeluarkan oleh pihak sekolah.
Aldrian adalah anak dari kakaknya, namun dia dan istrinya mengalami kecelakaan mobil dan meninggal saat Aldrian masih duduk dikelas 3 SD. Sejak saat itu, Andrew berperan sebagai paman, ayah sekaligus kakak bagi Aldrian. Meskipun ayahnya, kakek Aldrian masih ada, tapi Andrew yang menawarkan diri kepada ayahnya untuk merawat Aldrian. Dia sangat dekat dengan almarhum kakaknya, dan dia juga sangat menyayangi Aldrian.
Tapi entah apa yang membuat anak itu memiliki sifat seperti ini. Dia terlihat ramah dan ceria dari luar, tapi jika ada yang mengusiknya atau membuatnya kesal, dia tidak segan untuk menyingkirkannya, dengan cara yang halus, seolah mereka pergi dengan sendirinya, dan dia tidak tahu menahu dengan hal itu.
Hal itu membuat Andrew khawatir, bagaimana jika suatu saat nanti dia melewati batas dan sampai menghancurkan kehidupan orang lain? Dia tidak mau Aldrian menjadi seorang tiran yang tak segan melenyapkan siapa saja yang tidak disukainya, karena bagaimanapun juga, dia yang akan menjadi penerus perusahaan kelak.
Ya, Aldrian lah yang akan menjadi penerus Weist Corporation, bukan dirinya. Karena memang seharusnya kakaknya lah yang menjadi pewarisnya, Andrew tidak pernah berniat untuk merebut tempat kakaknya, jadi dia akan menyerahkan posisi itu kelak kepada Aldrian,anak dari kakaknya. Ayahnya pun sudah tahu keinginan Andrew dan dia tidak menolaknya.
Dan sampai hari itu datang, dia berusaha terbaik untuk menjaga perusahaan tetap berjaya, dan juga mempersiapkan Aldrian untuk menjadi pimpinan yang akan tetap menjadikan perusahaan mereka berjaya.
Tapi jika Aldrian masih tetap memiliki sifat seperti ini, dia tidak bisa begitu saja menyerahkan jabatannya nanti. Terlebih lagi dia merasa gagal mendidik Aldrian.
"Jika aku tidak bisa mendidik anakmu dengan benar, aku akan merasa malu bertemu denganmu di akhirat nanti Kak." Ucap Andrew dalam hati.
***
Aldrian memasuki kelasnya, dia duduk di kursinya, di deretan paling belakang yang berada dipojok kiri dekat jendela. Seperti biasa, di atas mejanya sudah ada beraneka ragam makanan dari para penggemarnya. Ada coklat, roti, susu dan banyak lagi dengan tempelan nama pengirimnya. Namun sepertinya mereka tidak tahu bahwa hadiah mereka itu tidak pernah sampai ke perut Aldrian.
"BROOO... SARAPAAANNNN!!!"
Teriak Kevin teman sebangku Aldrian yang baru datang sambil setengah berlari dari pintu masuk ke arah meja mereka, dan langsung duduk disampingnya.
Aldrian menyodorkan semua makanan itu kesisi lain mejanya, "Makan semuanya."
"Dengan senang hati tuan muda." Kevin meraup semua makanan itu dan mulai memakannya satu persatu, "Bro, kenapa kau tidak pernah memakan pemberian mereka?"
Tanya Kevin dengan mulut penuh makanan.
"Tidak, aku tidak suka makanan sampah."
Mendengar kata sampah, membuat Kevin berhenti mengunyah dan menelan makanannya secara paksa dan berkata dalam hati, "Makanan seenak ini dia bilang sampah? Orang kaya memang beda."
Baru beberapa jam aku duduk didepan komputer, tapi rasanya sudah sangat melelahkan. Lebih baik aku lari berkeliling lapangan yang menguras tenaga daripada duduk seharian tapi menguras pikiran. Setidaknya badanku akan terasa segar setelah berkeringat, pekerjaan yang menggunakan pikiran itu lebih melelahkan tapi tidak membuat tubuhku mengeluarkan keringat, tapi setidaknya kali ini aku mengahasilkan uang dari ini.
Aku sudah terbiasa mengerjakan sebuah laporan, tapi masalahnya laporan yang harus aku buat kali ini terlalu mendadak dan terkesan baru bagiku. Bagaimana tidak, ini adalah hari pertamaku bekerja disini dan aku sudah disuruh merangkum hasil rapat kemarin yang mana kemarin aku masih berstatus sebagai pengangguran. Aku bahkan tidak tahu apa yang mereka bahas di rapat itu, jadi aku harus membaca semuanya terlebih dahulu sebelum membuat rangkumannya dan menyerahkannya kepada ketua tim nanti.
"Aargh..akhirnya sudah waktunya istirahat."
Aku meregangkan badan ku dan bangkit dari kursi setelah aku melihat jam di tanganku yang menunjukkan waktu sudah lewat tengah hari. Tapi saat aku melihat sekelilingku, rekan rekan satu timku masih sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Tadi pagi aku bahkan belum sempat berkenalan dengan beberapa orang yang datang setelah aku masuk.
Mereka langsung duduk dan sibuk di meja masing-masing setelah mereka memasuki ruang ini. Mungkin aku bisa berkenalan dengan mereka nanti saat istirahat makan siang, begitulah pikirku, tapi melihat keadaan sekelilingku, aku meragukan kalau aku bahkan bisa menyapa mereka saat ini. Aku memberanikan diri untuk berjalan menghampiri meja Bu Sandra, ketua tim kami untuk bertanya mengenai jam istirahat. Aku terlalu gugup dan bersemangat tadi pagi sampai lupa sarapan, aku bisa pingsan kalau aku juga harus melewatkan makan siang.
"Um..Bu Sandra, sekarang sudah lewat tengah hari, apa saya boleh istirahat makan siang?" Tanyaku setelah aku berada di depan mejanya.
"Sekarang sudah lewat tengah hari?" Dia malah balik bertanya, "Ya ampun aku terlalu fokus bekerja, maaf ya Riana kamu pasti merasa terabaikan dihari pertama kamu bekerja, ayo kita istirahat bersama!" Ajak Bu Sandra sambil membereskan beberapa file di atas mejanya lalu kemudian dia berdiri dan menepuk nepuk tangannya sambil berkata.
"Tim waktunya istirahat, simpan dulu pekerjaan kalian, ayo kita makan siang bersama untuk menyambut kedatangan anggota baru kita."
Semuanya berhenti melakukan aktivitas yang sedang mereka kerjakan dan menoleh ke arah Bu Sandra, kemudian mereka menoleh ke arahku. Aku yang mendadak menjadi pusat perhatian tersenyum canggung sambil melambaikan tanganku "Hai".
"Ah iya aku lupa kalau kita akan kedatangan anggota baru hari ini." Ucap seorang pria yang terlihat sedikit lebih tua dariku, dia duduk agak jauh dariku, dan dia salah satu dari enam orang yang belum sempat berkenalan dengan ku tadi pagi.
"Mejamu ada dipojok sih, dan terhalang badan Pak Bambang yang endut. Wajah cantikmu jadi ga keliatan." Lanjut seorang pria lain, kali ini dia terlihat seumuran denganku, atau mungkin lebih muda.
"Hush kalian ini, bilang saja kalau kalian sudah pikun, ckckck kasihan sekali padahal kalian ini masih pada muda". Balas Pak Bambang yang merasa tidak terima dirinya dibilang gendut.
"Sudah sudah bercandanya ya, kalian tidak lapar apa? Ayo cepat semuanya bangkit dari meja kalian, kita ke restoran China yang ada disebrang kantor." Ucap Bu Sandra sambil mengambil tas tentengnya.
Kami pun berjalan beriringan menuju pintu lift, untungnya ada dua lift jadi kami membagi dua kelompok sehingga kami bisa turun diwaktu yang sama.
Sesampainya di restoran kami diarahkan kesebuah meja bundar oleh seorang pelayan, untungnya diperjalanan singkat kesini salah satu rekanku menelpon restoran ini untuk membooking tempat terlebih dahulu.
Sambil menunggu hidangan disajikan, kami mengobrol ringan sekalian saling memperkenalkan dan mengakrabkan diri, rekan satu tim ku terdiri dari empat pria dan lima wanita yang kini menjadi enam dengan kehadiranku.
Para pria terdiri dari Pak Bambang yang paling senior, Reyhan yang tadi bilang bahwa dia lupa bahwa akan ada anggota baru, Daniel yang tadi menggoda Pak Bambang, dan terakhir Adam, dia agak pendiam tapi tidak terlihat jutek, sepertinya dia hanya tidak suka banyak bicara.
Para Wanita terdiri dari Bu Sandra sebagai ketua tim, Anna, Danisha, Mia dan Stella. Mereka semua ramah dan cukup menyenangkan diajak berbincang. Sepertinya aku akan betah bekerja bersama mereka. Tapi satu hal yang masih mengganggu pikiranku.
"Oh ya ka Stella, apa CEO kita hari ini tidak masuk kerja? Ruangan beliau satu tempat dengan kita kan? Tapi aku belum melihatnya, atau dia masuk lewat pintu rahasia?" Tanyaku penasaran.
Bukannya langsung menjawab, Stella malah tertawa dan membuat orang disekitar kita menoleh ke arah kami, "Kau kerasukan apa Stel?" Tanya si usil Daniel.
"Riana ini ternyata lucu ya, masa dia nanya apa Pak Andrew masuk lewat pintu rahasia, hahaha emangnya kita ini FBI?"
Tawa Stella semakin pecah kini diiringi dengan tawa dari yang lainnya, padahal aku tidak sedang berusaha melawak loh, pertanyaan itu murni berasal dari rasa penasaranku, ya siapa tahu saja kan, seperti di film film yang para CEO atau Presdir nya memiliki ruang rahasia di ruangannya. Ah sepertinya aku memang terlalu banyak menonton film.
"Pak Andrew mengantarkan keponakannya ke sekolahnya dulu pagi ini, dan dia juga ada jadwal survei kelapangan hari ini, jadi kemungkinan dia akan masuk setelah makan siang atau mungkin dia tidak akan ke kantor hari ini." Bu Sandra menjawab pertanyaan ku mewakili Stella, kemudian dia mengisyaratkan tangannya agar aku mendekat ke arahnya, dan dia berbicara setengah berbisik di dekat telingaku.
"Untuk ruang rahasia...., sepertinya Pak Andrew memang memiliki ruang macam itu di ruangannya. Karena Pak Andrew tidak suka jika ada yang masuk ke ruangannya saat dia tidak ada, sepertinya dia memang menyembunyikan sesuatu di ruangannya."
"Apa yang disembunyikannya?" Tanyaku makin penasaran.
"Yang dia sembunyikan...." Kali ini bukan hanya aku, sepertinya rekan rekanku yang lain juga mendengar apa yang Bu Sandra katakan karena mereka ikut ikutan mencondongkan badan mereka ke arah Bu Sandra untuk mendengar jawabannya, "Hanya dia dan Tuhan yang tahu, hahaha."
"Yaaahhh." Ucap kami hampir bersamaan.
"Aku pikir Ibu beneran tahu apa yang Pak Andrew sembunyikan diruangannya." Ucap Mia.
"Huh, dasar kalian tukang gosip." Ucap Adam yang sedari tadi tidak banyak bicara.
"Kau sendiri?? Kenapa ikut ikutan nguping?" Kali ini Anna yang berbicara.
"Sudah sudah, aku hanya bercanda, Pak Andrew memang agak tertutup tapi dia orang yang baik, gosip tentangnya itu sama sekali tidak benar, aku sudah mengenalnya semenjak kami masih duduk di bangku SMA."
"Gosip? Gosip macam apa mengenai beliau?"
Penjelasan Bu Sandra malah memunculkan rasa penasaranku yang lain, saat pertama aku melihat wajah CEO kami itu di tabloid dan membaca profil nya, aku langsung mengaguminya, setelah itu aku berniat untuk bisa bekerja di perusahaannya, maka dari itu aku sangat senang saat akhirnya aku diterima disini, akhirnya aku bisa bertemu dengan idolaku. Tapi apa yang baru saja aku dengar, ada gosip tentang beliau?.
Diwaktu yang bersamaan, nakanan yang kami pesan akhirnya datang, dan acara bincang-bincang kami pun terputus dilanjut dengan acara makan. Pertanyaan terakhir ku masih belum terjawab, dan sepertinya memang tidak ada yang mau menjawab, terbukti dengan mereka yang seakan akan mengalihkan pembicaraan kepada makanan yang tersaji dihadapan kami. Sepertinya aku harus mencari tahu sendiri, gosip macam apa yang menimpa idolaku.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!