Kastil Starlight, kerajaan vampir.
Di belahan bumi lain, seorang raja vampir yang bernama Raja William itu memanggil seorang panglima perangnya. Dia ingin mengutusnya untuk bertugas ke kota yang dipenuhi dengan manusia.
"Iya Tuan. Ada apa Baginda Raja memanggil hamba?" tanya panglima itu dengan rasa hormat.
"Beberapa hari lagi tepat 1000 tahun kematian Putri Amora dan Pangeran Leon. Mereka telah bereinkarnasi menjadi manusia. Tapi Pangeran Leon akan tetap menjadi manusia serigala. Dia memiliki kekuatan yang sangat besar. Bahkan karena dendam bangsa serigala, Erros sang raja serigala itu telah mengutuk Pangeran Leon menjadi serigala yang penuh dendam dan siap memangsa pemilik jiwa murni Putri Amora. Tugas kamu harus menjaga jiwa murni Putri Amora dan membunuh serigala itu. Karena dia sangat berbahaya." Terang Raja William.
"Tapi tuan bagaimana hamba bisa menemukan mereka?" tanya Panglima itu.
"Takdir yang akan membawa kamu bertemu dengan mereka. kamu harus menyamar menjadi siswa SMA di sebuah sekolah negri di Malang, karena tepat saat mereka berusia 17 tahun, kekuatan serigala itu akan muncul."
"Baik tuan." Panglima itu keluar dari ruangan raja setelah dia mengerti akan tugasnya.
"Edo tunggu!" nama panglima itu adalah Edo. Dia menghentikan langkahnya saat mendengar panggilan itu.
"Ada apa Aura?" Aura adalah putri kedua sang raja vampir. Yang tak lain adalah adik dari Putri Amora.
"Aku mau ikut kamu ke kota.” Pinta Aura.
Edo mengernyitkan dahinya. Bagaimana mungkin Aura ikut dengannya ke kota. Jika raja tahu akan hal itu, pasti beliau akan marah besar. "Tapi ayah kamu pasti tidak akan mengizinkan kamu ikut denganku."
"Ayolah. Aku mohon,” kata Aura sedikit memaksa.
"Apa kamu mau bertemu dengan Pangeran Leon?" tanya Edo menerka keinginan Aura. Karena Edo tahu jika dulu Aura juga mencintai Pangeran Leon.
"Tidak. Lupakan tentang dia. Aku ikut kamu karena aku mau menemui kak Amora. Aku rindu sama kak Amora. Boleh kan?"
Edo terdiam sejenak dan berpikir. Tapi sedetik kemudian dia menganggukkan kepalanya. "Iya. Kamu boleh ikut. Tapi kalau ayah kamu sampai marah, aku tidak mau bertanggung jawab."
"Baik."
Mereka segera melesat keluar dari istana. Menuruni bukit Starlight menuju kota, dan kehidupan baru pun akan dimulai. Meski sepertinya kisah lama mereka akan terulang kembali.
...****...
Malang, 2022
Saat dia harus berdiri diantara cinta dan persahabatan. Ketika kata persahabatan menjadi segalanya dan cinta semakin bergejolak dalam dada adalah dua hal yang sangat sulit diputuskan, karena jika harus memilih antara cinta dan persahabatan maka rasa takut akan perpecahan terus menghantui pemikiran. Butuh waktu lama mengartikan segala rasa itu, dan saat rasa itu tersadar akankah mungkin status itu akan berubah.
Begitulah yang dialami Adrian, seorang siswa SMA kelas XI. Adrian yang saat itu berjalan menyusuri lorong kelas sedang mencari sahabatnya, Shania Andara. Mereka bersahabat sejak kecil. Mereka terbiasa bersama karena rumah mereka yang bersebelahan. Bahkan sekolah mereka pun selalu sama sejak TK. Banyak yang bilang mereka sudah seperti saudara.
"Ian..." panggil Shania saat melihat Adrian berjalan sambil celingukan.
Mendengar panggilan Shania, Adrian membalikkan badannya. Dia tersenyum sesaat tapi senyuman itu seketika lenyap saat dilihatnya Shania sedang bersama seorang lelaki di sampingnya. Pemandangan ini memang bukan yang pertama baginya. Tapi entah kenapa semakin lama rasanya semakin sakit. "Lo dari mana sih, Shan? Gue cariin dari tadi. Lo jadi ikut kan ke toko buku?"
"Sorry, gue barusan ada urusan. Hmm, Ian, kita ke toko buku besok aja yah. Gue mau jalan dulu sama Taufan." ucap Shania seperti tanpa dosa.
Perkataan Shania seperti menambah luka baru lagi di hatinya. Meski berulang kali terjadi tapi Adrian tetap akan bilang, "Iya. Gak papa Shan..." itulah Adrian yang selalu bilang tidak apa-apa pada Shania.
Shania dan Taufan membalikkan badannya lalu berjalan menjauh meninggalkan Adrian yang semakin mengepalkan tangannya di sisi pahanya. Entah sejak kapan Shania bisa dekat dengan Taufan. Setahu dia Taufan adalah anak kelas Biologi. Tapi yang jelas Shania sudah beberapa kali berganti pacar. Sedangkan Adrian akan tetap menjadi jones dan selalu ada di saat Shania membutuhkannya.
Ya, gue tahu, gue hanya sahabat lo. dan sampai kapanpun hanya akan menjadi sahabat. Jika memang lo hanya sahabat gue, harusnya hati gue gak sakit seperti ini setiap melihat lo jalan dengan cowok lain. Tapi gue berharap perasaan ini akan hilang karena gue gak mau merusak persahabatan kita. Karena hanya dengan persahabatan ini, gue bisa dekat sama lo.
💞💞💞
.
.
Novel baru author dengan tema romansa fantasi... Masih slow update karena masih menunggu editor.
Karya ini akan masuk ke lomba Percintaan Non-Human, jadi mohon dukungannya.
Jangan lupa rate ⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️
"Woi, lo bengong aja." teriak Dika di dekat telinga Adrian yang dengan sengaja mengagetkannya.
"Lo ngapain sih ngagetin gue." Adrian langsung menjitak kepala Dika tapi dengan cepat dia mengelak. Dika adalah sahabat Adrian. Teman sekelas Adrian yang begitu dekat.
"Lo ngapain bengong aja. Baper sama Shania?" Mereka berjalan bersama menuju tempat parkir sambil mengobrol. "Elo sih punya perasaan di pendem muluk. Punya perasaan itu di ungkapin jangan dipendem ntar numbuh jadi taoge."
"Eh, emang kacang-kacangan. Lo tuh kalau ngomong jangan asal. Gue sama Shania itu udah sahabatan sejak kecil. Mana ada tuh baper-baper segala."
"Masih musim tuh yang namanya sahabat. Gue emang baru kenal sama lo setahun tapi gue bisa lihat kedekatan lo sama Shania itu lebih dari sahabat. Lo jujur sama diri lo sendiri, lo rela gak Shania dekat sama cowok lain?"
Mendengar pertanyaan Dika, Adrian hanya terdiam. Dia memang tidak rela jika Shania dekat dengan cowok lain. Terbesit lagi dipikirannya tentang Taufan. "Eh, Dik lo kenal sama Taufan gak?"
"Taufan? Taufan anak kelas Biologi itu?” tanya Dika memastikan.
"Iya. Emang ada berapa Taufan lagi sih di sekolah ini." Mereka berdua sampai di parkiran lalu menaiki sepeda motor mereka masing-masing dan masih saja tetap mengobrol.
"Emang kenapa sama Taufan?" tanya Dika lagi. Begitulah ketika Adrian berbicara dengan Dika selalu berputar-putar dengan pertanyaan yang sama.
"Entah kenapa Shania sekarang bisa dekat dengan Taufan."
Tiba-tiba ekspresi Dika berubah dengan serius. "Gawat bro. Taufan itu cowok playboy. Pasti Shania akan jadi korban selanjutnya."
"Ah, seriusan lo." Adrian jadi mengkhawatirkan Shania. Bagaimana jika perasaan Shania dipermainkan.
"Lo gak percaya sama gue? Taufan itu tetangga gue jadi gue taulah tingkah lakunya."
Adrian masih berfikir. Dia harus mencari bukti tentang Taufan agar Shania tidak terjebak. "Dik, ikut gue yuk ke toko buku."
"Oke. Oke. Tapi gue beliin yah,” canda Dika.
"Emang gue bokap lo." Kemudian mereka segera melajukan motor mereka meninggalkan sekolah.
...***...
Di taman terlihat Shania dan Taufan sedang duduk berdua di sebuah kursi taman dekat pohon yang rindang sebagai penambah kesejukan udara yang panas siang itu.
Rupanya Taufan benar-benar telah memulai aksi PDKTnya pada Shania. "Shan, gak ada yang marah kan gue ajak jalan lo."
"Gak ada. Emang kenapa?" tanya Shania dengan wajah polosnya yang selalu sukses membuat para lelaki gemas.
"Ya.. Siapa tahu Adrian marah sama gue."
Shania tertawa mendengar tuduhan Taufan. "Adrian itu sahabat gue. Dia udah gue anggap kayak kakak gue sendiri."
Ada kelegaan di wajah Taufan. Dia menatap Shania sambil tersenyum. "Lo berbeda dengan cewek lainnya."
Shania mengernyitkan dahinya. "Hmm, beda apanya?" tatapan Taufan yang begitu dalam membuat jantung Shania kian berlomba.
"Lo lebih cantik." gombal Taufan.
Shania hanya tersenyum malu mendengar modusan Taufan. Rupanya sang buaya darat sudah mulai beraksi. Beberapa saat kemudian terdengar handphone Taufan berbunyi.
"Bentar yah." kata Taufan sambil berdiri dan berjalan sedikit menjauh mengangkat panggilan yang masuk. Entah dia mendapat telepon dari siapa. Tak cukup lama setelah dia berbicara pelan lalu dia menyudahi panggilannya dan menaruh ponselnya ke saku seragamnya. Dia kembali berjalan mendekat lalu mengambil tas dan memakainya. "Shan, sorry yah gue barusan dapat telepon dari nyokap suruh jemput dia jadi gue harus cepat balik. Lo gak papa kan pulang sendiri?"
"Iya gak papa kok. Lo balik aja dulu, ntar gue bisa pulang naik Gojek" kata Shania dengan senyumnya tanpa rasa kesal di hatinya.
Taufan membalas senyuman Shania. "Besok pagi sebagai gantinya gue jemput lo."
"Oke."
Lalu Taufan berjalan pergi meninggalkan Shania sendiri.
...***...
Setelah selesai membeli buku, Adrian dan Dika keluar dari toko buku. Mereka langsung menuju motor mereka masing-masing. Adrian memutar sepeda motornya dan bersiap-siap lepas landas tapi secara tiba-tiba dia mengurungkan niatnya. Dia melihat seseorang yang berada di pinggir jalan dan membuatnya terpaku. Dia melihat Taufan sedang bersama gadis lain. Menggandeng tangan gadis itu dengan mesra.
Tinn!
Di belakang Adrian, Dika mengklakson motornya karena Adrian tak juga menjalankan motornya. "Yan, lo bengong aja sih. Ayo jalan."
"Itu Taufan kan?" tanya Adrian memastikan penglihatannya.
Dika melihat arah telunjuk Adrian. "Iya. Bukannya kata lo dia lagi jalan sama Shania. Tuh kan apa gue bilang dia itu cowok playboy."
Spontan Adrian langsung memikirkan Shania. Segera dia mengambil ponselnya dan menghubungi Shania. Beberapa kali terdengar nada sambung, Shania sudah mengangkatnya. "Shan, lo sekarang dimana?"
Dika tertawa melihat tingkah kawannya satu ini yang begitu khawatir dengan Shania.
"Lo tunggu sana yah. Bentar lagi gue otw ke tempat lo." Lalu Adrian menutup panggilannya.
"Elo itu udah kayak sebastian tau gak." kata Dika yang masih saja tertawa.
"Sebatian? Sebastian siapa?"
"Sebatas teman tanpa kepastian. Hahaha." ejek Dika sambil menjalankan motornya mendahului Adrian.
"Woy, dasar kampret lo!" Adrian pun menjalankan motornya dan segera melaju menuju taman. Sepanjang perjalanan dia masih saja memikirkan Shania.
Beberapa saat kemudian Adrian sudah sampai di depan taman. Dia segera memarkir motornya, melepas helmnya dan turun dari motor. Bergegas masuk ke dalam taman dengan langkah cepatnya sambil melihat ke kanan dan ke kiri mencari Shania. Terulas senyum di bibirnya saat dia telah menemukan sosok yang dia cari. Dia langsung menghampiri Shania dan duduk di sampingnya sambil merangkulnya. "Shania.."
“Eh, Adrian. Kaget gue.”
Adrian pun melepas rangkulannya karena rasa keingintahuannya yang tinggi pada Taufan dia pun menanyakan alasan yang dibuat Taufan untuk meninggalkan Shania. "Taufan kenapa bisa ninggalin lo sendiri di sini? Emang dia mau kemana?"
"Katanya dia mau jemput nyokapnya,” jawab Shania.
"Terus lo percaya?"
"Ya iya."
Adrian terus menatap Shania. Semudah inikah Shania percaya pada seseorang. "Eh, Shan, gue barusan habis dari toko buku." kata Adrian sambil membuka tasnya mengambil sebuah buku lalu diberikannya pada Shania. "Nih, gue beliin juga buku Kimia buat lo."
Shania mengambil buku itu sambil tersenyum girang. "Lo baik banget sih gue dibeliin juga. makin sayang deh sama lo." Shania menyandarkan kepalanya dipundak Adrian.
Adrian hanya tersenyum, ya tentu saja dia tahu ungkapan sayang Shania hanya sebagai seorang sahabat tidak lebih. Merasakan kemanjaan Shania yang bersandar di pundaknya, dia jadi teringat masa kecilnya dengan Shania. Dulu, dimana Adrian tak pernah merasakan sakit hati seperti sekarang. Yah jauh sebelum dia tahu apa itu cinta.
"Gue juga sayang sama lo, Shan.." ucap Adrian. Tentu baginya ungkapan sayang itu berbeda. Karena dia sayang dengan Shania lebih dari sekedar sahabat. "Gue jadi ingat masa kecil kita dulu kalau kita kayak gini."
Shania pun mendongak dan menatap Adrian. "Gue kangen masa kecil kita."
"Apalagi gue, Shan..." Adrian menatap sendu Shania. Tapi dia bahagia hanya dengan bersamanya. “Kita, pulang yuk." ajak Adrian.
"Yuk." Mereka beranjak dari duduknya dan berjalan menuju motor Adrian yang sedang parkir di depan taman. Adrian memakai helmnya lalu naik ke motornya yang diikuti oleh Shania. Beberapa saat kemudian motor Adrian mulai melaju. Shania pun melingkarkan tangannya di pinggang Adrian.
Adrian melepaskan genggaman tangan kanannya dari setirnya. Dia ingin mengusap tangan Shania yang ada di pinggangnya. Tapi dia urungkan niatnya dan menjauhkan tangannya kembali.
Pagi hari itu Adrian memutar motornya keluar dari rumahnya saat akan berangkat ke sekolah. Dia langsung menatap ke arah rumah Shania. Senyum manis pun terulas di bibirnya. "Shan..." panggilan Adrian tertahan karena ternyata Shania sudah ada yang menunggunya di sisi kanan rumahnya.
Shania tersenyum dan langsung menghampiri Taufan.
"Taufan lagi.. Taufan lagi.. Kapan lo tahu Taufan yang sebenarnya Shan." Gerutu Adrian lalu kembali melajukan motornya.
Adrian merasa sangat dongkol sepagi itu, karena mau tidak mau dia berada di belakang motor Taufan. Adrian ingin menyalipnya tapi ternyata Taufan dengan sengaja mempercepat motornya.
Hingga akhirnya sampai juga di sekolah. Tapi tiba-tiba motor Taufan sedikit oleng saat memarkir sampai tangan Shania tergores ranting pohon yang cukup tajam.
"Auu." pekik Shania sambil turun dari motor. "Yah, tangan gue..." kata Shania sambil melihat luka di tangannya.
Taufan pun turun dari motornya dan melihat luka Shania. "Cuma tergores dikit. Gak papa kan. Gue ke kelas dulu yah." Taufan meninggalkan Shania sendiri lagi. Shania hanya menatap Taufan dari belakang. Terbesit rasa kecewa di hatinya. Mengapa dengan mudah Taufan membiarkannya begitu saja.
Adrian pun turun dari motornya dan langsung menghampiri Shania. "Shan, tangan lo kenapa?" tanya Adrian yang melihat luka di tangan Shania.
"Cuma tergores sedikit."
Adrian mengambil plester yang ada di tasnya lalu menutup luka Shania dengan plester itu. "Meskipun cuma luka kecil tapi harus tetap diobati. Untung gue bawa plester kemana-mana."
Shania menatap Adrian yang sangat perhatian dengannya. Dari dulu sampai sekarang Adrian tetap perhatian. Bahkan perhatiannya semakin bertambah besar saat ini.
"Udah yuk ke kelas." Adrian menggandeng tangan Shania sambil mengangguk dan tersenyum.
Saat mereka melewati lorong sekolah tiba-tiba ada hembusan angin dingin yang melintas. "Yan, barusan apaan?" kata Shania sambil ketakutan dan melingkarkan tangannya di pinggang Adrian. Hawa itu sangat dingin. Seperti ada aura hantu yang beberapa kali melewati mereka.
"Gak tahu Shan. Mungkin ada hantu." Adrian semakin menakuti Shania dengan ekspresinya. Dia tahu, sejak kecil Shania pobia dengan hantu.
"Masak di sekolah kita ada hantu, Yan." Shania semakin mempererat pelukannya.
Sedangkan Adrian semakin tersenyum merasakan pelukan Shania.
Plak!!!
Shania menampar Adrian saat melihat senyuman Adrian dengan arti lain. “Ih, dasar omes.”
Adrian meringis kesakitan sambil memegang pipinya. "Aduh Shan. Gak usah gampar-gampar kali. Kan lo yang peluk gue duluan malah gue dibilang omes."
Shania pun berjalan mendahului Adrian sambil menggerutu. "Shan, tunggu!”
Karena kesal mendengar Adrian yang terus memanggilnya, Shania membalikkan badannya dan berjalan mundur. "Udah lo jangan ikutin gue. Kita sekarang udah remaja, harus bisa jaga jarak.” Begitulah Shania, dia yang memulai tapi dia juga yang marah.
Tiba-tiba Shania menabrak seseorang yang ada di belakangnya. Spontan badan Shania dan orang itu kehilangan keseimbangan. Dengan cepat ada tangan yang melingkar di pinggang Shania dan menahan tubuhnya agar tidak jatuh.
"Pangeran Leon..." ucap seseorang yang ditabrak oleh Shania dan tak disangka ternyata Adrian yang menangkap tubuh gadis itu. Mereka saling bertatapan untuk beberapa sesaat.
"Pengeran Leon? Pangeran Leon maksud lo?" kata Adrian sambil melepaskan tangannya.
"Mm-maaf bukan apa-apa kok." Ucap gadis itu yang tak lain adalah Aura.
Tapi sedetik kemudian pandangan Adrian beralih pada Shania yang masih bertatapan dengan pria itu, segera Adrian menarik tubuh Shania. "Apaan sih lo main peluk-peluk segala."
"Ih, Yan, dia yang nolongin gue barusan. Lo tuh yang gak nolongin gue malah nolong cewek lain." Shania membenarkan roknya sambil memanyunkan bibirnya.
"Reflek, Shan. Gerak tubuh secara spontanitas.”
"Ya sama, tapi gak usah salahin gue." Adrian dan Shania lagi-lagi kembali beradu argumen.
Jiwa murni Putri Amora...
Edo yang berada tepat di belakang Shania mengendus aroma jiwa murni yang ada di tubuh Shania.
"Heh! Heh! Ngapain lo ngendus-ngendus gitu." Adrian menarik tangan Shania agar Shania berdiri di sampingnya. "Udah kayak vampir aja lo." kata Adrian dengan seenaknya. Dia memang belum tahu, berhadapan dengan siapa.
"Adrian ngomong apa sih lo. Ngaco! Udah yuk ke kelas, udah mau masuk nih.” Shania menarik tangan Adrian agar segera mengikutinya masuk ke dalam kelas.
Edo merasa kesal. Dia hampir saja memukul Adrian tapi Aura mencegahnya dan menarik tangan Edo agar pergi dari tempat itu. "Edo, tahan emosi lo.” kata Aura sambil berjalan menuju ruang guru bersama Edo.
"Gue yakin cewek itu adalah Putri Amora dan..."
"Dan cowok itu adalah Pangeran Leon. Tapi Edo kekuatan di diri cowok itu belum muncul." Kata Aura. Meski dari tatap matanya dia yakin jika pria yang menahan tubuhnya itu adalah pangeran Leon.
"Justru itu lebih memudahkan kita untuk membunuhnya."
"Nggak! Kalau ternyata dia bukan Pangeran Leon gimana?” cegah Aura agar Edo tak bertindak gegabah.
"Yah. Elo benar." Lalu mereka segera masuk ke dalam ruang guru.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!