NovelToon NovelToon

Kidung Petaka

1. Gosip

Matahari tampak mulai beranjak ke peraduan saat dua kelompok remaja pria meninggalkan lapangan bola. Namun dua remaja pria terlihat masih duduk di pinggir lapangan bola sambil meluruskan kedua kaki masing-masing di atas tanah. Nampaknya mereka kelelahan karena baru saja usai bermain bola bersama beberapa teman lainnya. Itu terlihat jelas dari peluh yang membasahi wajah dan tubuh termasuk kaos yang mereka kenakan.

Dua remaja pria yang memiliki wajah rupawan itu bernama Rex Aldan dan Gama. Mereka bersahabat sejak kecil. Alasan persahabatan mereka adalah selain tempat tinggal mereka yang berdekatan, keduanya juga mengenyam pendidikan di SD dan SMP yang sama.

" Kita balik duluan ya Rex, Gam...!" pamit Fatir mewakili teman-temannya.

" Iya Tir. Gue sama T-rex sebentar lagi juga balik kok...," sahut Gama yang diangguki Rex.

Gama memang selalu memanggil Rex dengan sebutan T-rex, yaitu makhluk purba sejenis dinosaurus yang dikenal sebagai raja dinosaurus karena ukurannya yang super besar. Sedangkan Rex sendiri memanggil Gama dengan sebutan Gajah Mada karena waktu kecil Gama bertubuh gemuk dengan lipatan lemak di sana sini. Saking gemuknya Gama terlihat mirip dengan Gajah Mada yang ada di buku pelajaran sejarah SD.

Gama seringkali protes saat Rex menyebutnya Gajah Mada. Gama merasa julukan itu tak layak disematkan lagi padanya mengingat postur tubuhnya sekarang jauh dari kata gemuk. Tapi Rex tak peduli dan tetap memanggil Gama dengan sebutan Gajah Mada karena menurutnya nama itu lebih cocok untuk Gama.

" Beneran masih mau di sini ?. Ini udah hampir Maghrib lho...," kata Bara sambil memasukkan bola ke dalam jaring yang dibawanya.

" Kan Gue udah bilang sebentar lagi. Ga sampe Maghrib juga Kita pulang kok...," sahut Gama cepat.

" Sebaiknya sih emang begitu Gam...," sahut Bara sambil mulai melangkah.

" Emang kenapa sih Bar ?. Lo keliatan cemas gitu...?" tanya Fatir curiga.

" Gapapa sih. Cuma ada gosip yang bilang kalo di sekitar sini sering terdengar ada yang nyanyi kalo hari mulai gelap. Tapi ga ada yang tau darimana asalnya...," sahut Bara dengan enggan.

" Emang kenapa kalo ada yang nyanyi. Wajar aja lah, tempat ini kan ada di tengah pemukiman padat penduduk yang otomatis dikelilingi rumah penduduk. Jadi kalo terdengar suara nyanyian, suara orang ketawa atau orang ribut mah biasa...," kata Gama sambil berdiri lalu menepuk belakang celananya yang kotor.

" Kalo itu juga Gue paham Gam. Yang Gue maksud tuh, ada suara nyanyian terdengar jelas tapi ga ada wujud si penyanyinya alias penyanyinya ga keliatan...," kata Bara gusar.

" Maksud Lo yang nyanyi hantu...?!" tanya Gama lantang.

" Ssstt..., ga usah teriak juga kali...," kata Fatir menengahi.

Saat ketiga temannya berdebat, Rex hanya diam sambil mengamati ketiga temannya itu. Nampaknya Rex tertarik dengan obrolan mereka karena baru kali ini ia mendengar cerita tentang penyanyi tanpa wujud.

Rex mendengarkan dengan seksama hingga sesaat kemudian ia bangkit diam-diam tanpa disadari oleh ketiga temannya.

" Abisnya si Bara tuh yang bikin gara-gara...," sahut Gama.

" Itu kan baru dugaan. Gue ga bilang kalo itu hantu yang nyanyi kan...?!" kata Bara tak mau kalah.

" Tapi Lo kan...," ucapan Gama terputus saat melihat sahabatnya bangkit lalu berjalan perlahan meninggalkan lapangan.

Fatir dan Bara pun saling menatap kemudian bergegas mengikuti Rex.

" Eh, monyong. Kok Gue ditinggalin sih ?!. Bara, Fatir, T-rex !. Tunggu Gue wooii...!" panggil Gama sambil berlari kecil menyusul ketiga temannya.

Bara dan Fatir nampak tertawa sedangkan Rex hanya menggelengkan kepala melihat tingkah absurd Gama.

" Makanya ga usah ngerumpi. Udah tau mau Maghrib, malah pada ngomongin hantu. Kaya pada berani aja Lo sama hantu...," kata Rex sambil tersenyum sinis.

" Tau tuh Bara...," sahut Gama sambil mensejajarkan langkahnya dengan ketiga temannya.

" Lo juga Gajah Mada...!" sentak Rex kesal.

" Dih nyolot...," kata Gama sambil menatap Rex dengan tatapan sinis hingga membuat Rex melengos kesal.

" Andai Gajah Mada tau namanya dipake sama orang yang ga kompeten kaya Lo, Gue jamin pasti dia bangkit dari kuburnya buat ngemplang kepala Lo...," kata Rex sambil menggelengkan kepalanya.

" Eh, sia*an Lo ya !. Yang minta dipanggil Gajah Mada tuh siapa. Kan Lo yang ngasih julukan itu sama Gue T-rex. Lagian nama pahlawan kok dijadiin bahan becandaan. Yang ada tuh Lo yang didatengin sama arwahnya si Gajah Mada itu buat bikin perhitungan...!" sahut Gama kesal.

" Mustahil. Gue kan selalu doain dia. Justru Lo yang didatengin sama arwahnya si Gajah Mada itu karena udah pake nama dia dan ga bertanggung jawab...," kata Rex santai.

" Makanya jangan panggil Gue Gajah Mada, monyong !. Gue udah langsing sekarang...!" kata Gama lantang.

Rex nampak menggedikkan bahunya seolah tak peduli dengan kondisi Gama saat ini yang jauh berbeda dengan saat mereka masih duduk di bangku SD. Hal itu membuat Gama meradang. Gama pun melampiaskan kemarahannya dengan menjitak kepala Rex lalu lari tunggang langgang sambil tertawa puas.

" Anjrit. Sakit woiii...!" kata Rex sambil memegangi kepalanya.

" Rasain...!" kata Gama sambil terus berlari.

Fatir dan Bara pun kembali tertawa melihat tingkah Rex dan Gama.

Melihat Gama yang lari meninggalkannya, Rex hanya mendengus kesal. Kemudian Rex, Fatir dan Bara melanjutkan perjalanan dan berpisah di perempatan jalan tepat saat adzan Maghrib berkumandang.

Rex nampak berlari kecil menuju rumahnya karena khawatir dimarahi sang ayah. Hal itu karena Nenek Rex percaya jika pulang saat adzan Maghrib berkumandang berarti pulang bersama hantu. Dan sudah bisa dipastikan Rex tak bisa masuk ke dalam rumah hingga orang-orang yang sholat Maghrib berjamaah di musholla kembali ke rumah mereka masing-masing.

Kali ini lagi-lagi Rex terpaksa menerima konsekwensinya saat melihat sang ayah berdiri di depan pagar. Sang ayah yang bernama Ramon, sudah terlihat rapi dengan baju koko dan sarungnya pertanda siap berangkat ke musholla.

" Assalamualaikum...," sapa Rex dengan gontai.

" Wa alaikumsalam. Terlambat lagi Rex...!" tegur sang ayah dengan tatapan mengintimidasi.

" Maaf Yah...," sahut Rex sambil menundukkan kepalanya.

" Ck, selalu begini setiap hari. Padahal Ayah sering bilang, sepuluh menit sebelum adzan Maghrib Kamu harus udah di rumah. Kenapa disiplinmu rendah sekali sih Rex. Apa ga capek diomelin tiap hari...?!" kata Ramon sambil berdecak sebal.

" Maaf Yah...," ulang Rex.

" Maaf, maaf. Ayah bosen dengernya !. Udah sana. Tunggu sampe Ayah pulang dari musholla baru Kamu masuk ke dalam rumah. Ngerti ga...?!" tanya Ramon sambil menatap tajam kearah Rex.

" Iya Yah...," sahut Rex sambil melangkah menuju kursi teras dan duduk di sana.

Ayah Rex menghela nafas panjang lalu melangkah meninggalkan rumah. Rex hanya bisa menatap kepergian ayahnya sambil merutuki dirinya sendiri. Rex kesal karena tak bisa pulang tepat waktu dan sholat berjamaah di musholla bersama ayahnya.

Saat sedang menatap ayahnya yang menjauh, tiba-tiba Rex melihat Gama melintas sambil tersenyum mengejek kearahnya. Rex nampak mengepalkan tangannya karena kesal sedangkan Gama nampak melambaikan tangan sambil mengedipkan sebelah matanya.

" Semoga happy ya ditemenin sama nyamuk-nyamuk cantik...," sindir Gama sambil melambaikan tangan.

" Sia*an. Awas Lo Gajah...!" kata Rex sambil mengepalkan tangannya.

Gama pun tertawa puas sambil menutupi kepalanya dengan sarung.

\=\=\=\=\=

Rex sedang mengerjakan PR di kamarnya saat sang ibu memanggilnya untuk makan malam.

" Sebentar lagi Bu...," kata Rex.

" Sekarang Rex. Jangan biasain bikin orang menunggu. Lagian makanan udah terhidang di meja, ga baik membiarkan makanan menunggu Kita. Harusnya Kita yang nunggu makanan bukan sebaliknya..," tegur sang ibu yang bernama Lanni sambil berlalu.

Dengan enggan Rex menyeret langkahnya menuju ruang makan. Di sana sudah berkumpul semua anggota keluarganya. Ada kedua orangtuanya, nenek dari pihak ayah dan seorang remaja berparas cantik yang merupakan kakak Rex bernama Lilian.

Sang Nenek bernama Rusminah, nampak menatap lekat kearah Rex dan terus mengamati hingga Rex duduk di samping Lilian. Rex pun tampak tak peduli dan mulai mengambil nasi beserta lauknya lalu mulai melahap makanannya.

" Ga doa dulu Rex...?" tanya Lilian sambil menyenggol lengan sang adik.

" Udah dalam hati...," sahut Rex cuek sambil mengunyah makanannya.

" Dasar ga sopan. Ditungguin daritadi, eh malah makan duluan...," gumam Lilian kesal lalu mulai menyuap makanannya ke dalam mulut.

" Sudah Lian, jangan ribut di meja makan...," kata sang nenek mengingatkan.

" Iya Nek...," sahut Lilian cepat.

Suasana makan malam terasa tak menyenangkan untuk Rex. Karenanya dia bergegas menyudahi makan malamnya dan bersiap masuk ke dalam kamar.

Namun saat langkahnya menjauh dari ruang makan, terdengar Lilian mulai membahas gosip yang dikatakan Bara tadi. Rex pun menghentikan langkahnya dan berniat mendengar cerita penyanyi tanpa wujud itu dari mulut sang kakak.

bersambung

2. Penyanyi tanpa wujud

Rex nampak berdiri di balik lemari untuk mendengarkan cerita Lilian tentang penyanyi tanpa wujud itu.

" Darimana Kamu denger cerita itu Kak...?" tanya Lanni sambil membereskan meja makan.

" Dari teman Aku Bu...," sahut Lilian sambil membawa piring kotor ke dapur.

" Kapan dan dimana kejadiannya Li...?" tanya Rusminah.

Pertanyaan Rusminah membuat Ramon, Lanni dan Lilian terkejut. Sebab biasanya Rusminah tak suka jika ada keluarganya membicarakan tentang hal mistis.

" Kenapa Kalian ngeliatin Aku kaya gitu...?" tanya Rusminah sambil menatap Ramon, Lanni dan Lilian bergantian.

" Mmm..., bukan gitu Mak. Biasanya Mamak kan ga suka kalo ada yang cerita tentang perhantuan...," sahut Lanni hati-hati.

Rusminah menghela nafas panjang mendengar ucapan menantunya itu.

" Mamak bukan ga suka Lanni. Mamak cuma ga mau keluarga Kita berlebihan dan mengaitkan semua kejadian dengan hal mistis seperti tetangga Mamak dulu. Itu kan ga sehat namanya. Mamak mau keluarga Kita lebih percaya kepada Allah yang memang menguasai kehidupan di dunia ini. Mau senang atau susah kan udah ketentuan Allah, maka kembalikan semua kepada Allah dan minta petunjuk sama Allah. Bukan malah lari ke dukun untuk cari solusi...," sahut Rusminah.

Lanni mengangguk sambil tersenyum karena kagum dengan prinsip sang mertua.

" Kamu belum jawab pertanyaan Nenek lho Li...," tegur Rusminah pada Lilian.

" Oh iya. Kata Rina kejadiannya sih minggu kemarin Nek. Persis setelah orang selesai sholat Maghrib berjamaah di musholla. Ada suara orang nyanyi tapi ga jelas liriknya. Pas dicari darimana asal suaranya, eh tau-tau hilang. Nah pas mereka menjauh, suara itu ada lagi. Terus begitu sampe beberapa kali. Makanya orang-orang ngira kalo mereka lagi dikerjain hantu...," sahut Lilian sambil duduk di samping Rusminah.

" Siapa tau orang-orang itu ga teliti nyarinya dan keburu kabur ketakutan...," kata Rusminah.

" Gimana ga takut kalo denger suaranya tapi ga ada orangnya Nek...," sahut Rex cepat hingga membuat semua orang menoleh kearahnya.

" Yakin ga ada orangnya...?" tanya Ramon.

" Aku juga kata si Bara Yah...," sahut Rex.

" Apa itu yang bikin Kamu pulang telat lagi hari ini...?" tanya Lanni sambil menatap tajam kearah Rex.

" Iya Bu, maaf...," sahut Rex malu-malu.

" Sejujurnya Ayah ga percaya sama cerita ini. Di musholla juga tadi ada beberapa orang yang ngomongin hantu itu, tapi Ayah milih pulang aja daripada ngomongin sesuatu yang ga penting...," kata Ramon.

Semua saling menatap kemudian mengangguk karena setuju dengan pendapat Ramon.

" Kita bahas hal lain aja kalo gitu Yah...," kata Lanni.

" Setuju Bu. Gimana kalo soal sekolah Lian dan Rex...?" tanya Ramon.

" Kenapa sama sekolah Aku Yah...?" tanya Lilian tak mengerti.

" Kamu kan udah kelas dua SMA lho Kak, masa ga punya cita-cita atau keinginan mau lanjut kuliah dimana gitu...," sahut Ramon.

" Oh itu. Ada sih Yah, tapi kan masih satu setengah tahun lagi. Masih lama Yah...," kata Lilian.

" Rencana pendidikan harus dipikirkan masak-masak. Ayah ga mau keluarin uang sia-sia cuma karena Kamu ga cocok sama kampus atau karena mau pindah jurusan. Itu mubazir namanya..., " kata Ramon tegas.

" Iya Yah. Aku bakal pikirin semuanya mulai sekarang biar uang Ayah ga mubazir...," sahut Lilian.

" Bagus...," sahut Ramon sambil tersenyum.

" Kok Rex ga ditanya sih Yah...?" protes Lilian.

" Ayah udah tau kok Aku mau sekolah dimana setelah lulus SMP...," sahut Rex cepat.

" Oh ya. Dimana...?" tanya Lilian.

" SMK di daerah Jakarta Pusat Kak. Abis itu Aku mau kuliah di Jogja. Nah sambil kuliah Aku bisa kerja paruh waktu buat cari uang jajan. Ayah sama Ibu udah setuju lho sama pilihan Aku...," sahut Rex sambil tersenyum bangga.

Jawaban Rex membuat Lilian terkejut sekaligus malu. Ia tak menyangka jika adiknya justru telah punya rencana untuk masa depannya.

" Semua ga mudah dan perlu perjuangan. Insya Allah bisa terwujud dengan kerja keras Kamu Rex. Dan Kamu Li, belum terlambat untuk memikirkan rencana pendidikanmu kok. Asal janji Kamu serius menekuninya, insya Allah Ayah sama Ibu akan mendukung dan merestui...," kata Lanni bijak.

" Iya Bu...," sahut Lilian sambil tersenyum.

Rusminah ikut tersenyum mendengar pembicaraan keluarga Ramon. Rusminah kagum dengan cara komunikasi yang diterapkan Ramon dalam keluarga kecilnya itu. Rusminah pun teringat dengan anaknya yang lain yang merupakan adik Ramon bernama Ramzi.

Kehidupan Ramzi masih memprihatinkan. Setelah gagal dalam bisnis, Ramzi kini terjerumus dalam alkohol. Ramzi memendam sendiri kekecewaannya tanpa mau membaginya dengan orang lain termasuk keluarganya dan memilih alkohol sebagai pelarian.

Hari-hari Ramzi dihiasi pertengkaran dengan istrinya yang tak suka melihat Ramzi mengonsumsi minuman keras. Dan akhirnya istri Ramzi angkat kaki dari rumah sambil membawa anak semata wayang mereka. Setelahnya istri Ramzi menggugat cerai dan pergi entah kemana.

Rusminah dan almarhum suaminya tak bisa berbuat apa-apa karena Ramzi memang tak pernah menceritakan apa pun. Mereka tahu Ramzi bercerai dan ditinggalkan keluarganya setelah beberapa bulan perceraian.

" Andai komunikasimu dengan keluargamu seterbuka ini. Mamak yakin Kamu ga akan sendirian Nak...," kata Rusminah dalam hati sambil tersenyum kecut.

\=\=\=\=\=

Rex dan Gama bertemu di persimpangan jalan menuju SMP Darma Jaya. Keduanya saling menyapa dan berangkulan seolah tak pernah terjadi apa pun diantara mereka.

" Ntar pulang sekolah Kita ke lapangan bola yuk...," ajak Rex.

" Ngapain ke sana. Kan jadwal latihan Kita lusa...," sahut Gama.

" Gue mau nyelidikin soal hantu penyanyi tanpa wujud itu Gam. Gimana, Lo mau ikutan ga...?" tanya Rex.

" Kita berdua aja...?" tanya Gama.

" Iya lah. Emang mau ngajak siapa lagi...?" tanya Rex.

" Bara atau Fatir mungkin...," sahut Gama.

" Maunya sih gitu. Tapi Lo tau kan kalo mereka lumayan ember. Ntar belum apa-apa udah cerita sama yang lain dan rencana Kita gagal...," kata Rex.

" Gitu ya. Ok deh, pulang sekolah ya. Tunggu Gue di tempat biasa aja...," sahut Gama sambil melangkah menuju kelas.

Rex mengangguk lalu melangkah ke kelasnya yang letaknya bersebrangan dengan kelas Gama.

\=\=\=\=\=

Siang itu terlihat dua remaja pria tengah berdiri di pinggir lapangan bola. Keduanya mengamati sekitar lapangan bola dengan seksama.

" Kayanya Kita salah waktu deh Rex. Ini kan masih siang, sedangkan suara itu terdengar saat malam hari setelah Maghrib..., " kata Gama.

" Kalo emang suara itu bukan suara hantu pasti bakal terdengar jam berapa pun termasuk siang hari kaya gini Gam...," sahut Rex.

Rex belum menyelesaikan kalimatnya saat suara aneh itu terdengar. Gama dan Rex saling menatap dengan tubuh menegang.

" Suara itu Rex...," kata Gama lirih yang diangguki Rex.

Rex menoleh kearah tengah lapangan lalu bergegas melangkah ke sana diikuti Gama. Keduanya berhenti persis di tengah lapangan.

" Di sini. Suara itu berasal dari sini...!" kata Rex sambil menunjuk tanah di bawah kakinya.

" Iya. Terus gimana Rex...?" tanya Gama bingung.

Rex mengabaikan pertanyaan Gama. Ia mengeluarkan penggaris besi dari dalam tas dan mulai menggerus tanah di bawah kakinya.

" Lo ngapain Rex...?!" tanya Gama sambil menoleh ke kanan dan ke kiri karena khawatir ada orang lain yang melihat aksi mereka.

Namun Rex tak peduli dan terus menggali. Hingga beberapa saat kemudian Rex menghentikan aksinya. Nafas Rex nampak tersengal-sengal dan kedua matanya membulat saat melihat apa yang ia temukan.

bersambung

3. Apaan Tuh ?

Gama yang berdiri di samping Rex terlihat gusar saat melihat sebuah benda yang tersembunyi dibalik tanah yang digerus Rex tadi.

" Apaan tuh Rex...?" tanya Gama.

" Ga tau. Coba Gue liat...," sahut Rex sambil menyentuh ujung benda terbuat dari logam itu dengan penggaris besi yang dipegangnya.

Rex sedikit kesulitan karena benda itu tertanam di dalam tanah. Melihat posisinya bisa dipastikan jika benda itu telah cukup lama berada di sana.

Melihat Rex kesulitan, Gama pun turun tangan membantu. Ia menggaruk tanah dengan kesepuluh jari tangannya.

" Pake alat dong Gam. Jorok banget sih. Lagian pasti lama galinya kalo cuma pake jari tangan...," kata Rex kesal.

Gama nampak meringis lalu mengedarkan pandangan untuk mencari benda yang bisa dipakai menggali tanah. Gama tersenyum saat melihat sebuah kayu yang tergeletak tak jauh darinya. Dengan cepat Gama meraih kayu itu lalu menggunakannya untuk menggali tanah.

" Jangan-jangan ini harta karun Rex...," kata Gama sambil terus menggali.

" Ck, jangan halu deh Lo. Gali aja dulu biar bisa tau benda apaan ini...," sahut Rex sambil berdecak sebal.

Beberapa saat kemudian benda itu makin jelas terlihat. Rex dan Gama saling menatap sejenak lalu bersama-sama mengulurkan kedua tangan agar bisa menarik benda itu ke atas. Namun sebuah suara lantang menghentikan gerakan Rex dan Gama.

" Ngapain Kalian di sana...?!" tanya seorang pria.

Rex dan Gama menoleh kearah pria bertubuh besar yang berdiri berkacak pinggang di pinggir lapangan bola. Sorot mata pria itu terlihat tajam dan tak bersahabat. Sadar jika aksi mereka ketahuan, Rex dan Gama pun mengurungkan niat mereka untuk mengeluarkan benda logam yang mereka temukan tadi.

" Gawat nih Rex. Kita kabur aja yuk...," kata Gama panik.

" Ngapain kabur, Kita kan ga ngapa-ngapain...," sahut Rex santai.

" Maksud Lo ga ngapa-ngapain tuh apaan sih Rex. Udah tau Kita kepergok, malah nyantai. Buruan kabur. Hitungan ke tiga ya...," kata Gama kesal yang diangguki Rex.

" Siap..., tiga...!" kata Rex lantang lalu lari meninggalkan Gama sendiri di tengah lapangan bola.

" Kampret, kurang ajar. Kenapa langsung tiga sih, awas Lo T-reeexxx...!" maki Gama lalu mengejar Rex.

Rex tertawa melihat Gama yang tergopoh-gopoh mengejarnya. Namun sayang langkah keduanya terhenti karena dihadang dua pria lainnya. Rex dan Gama pun langsung lari kedua arah yang berbeda untuk mengecoh dua pria besar yang menghadang mereka. Tapi karena lapangan itu dikelilingi pagar bata setinggi dua meter, Rex dan Gama nampak kesulitan mencari jalan keluar.

Sementara itu pria pertama yang mengamati Rex dan Gama tadi terlihat mulai melangkah ke tengah lapangan bola. Dia mendengus kesal melihat lubang di sana. Ia berniat menutupi galian hasil 'kerja keras' Rex dan Gama dengan tanah. Namun sebelum niatnya terlaksana, suara raungan sirine mobil Polisi terdengar memasuki lapangan bola disusul keluarnya beberapa Polisi dari dalam mobil.

Ketiga pria berbadan besar itu nampak terkejut sedangkan Rex dan Gama nampak menghela nafas lega. Dua pria yang tadi menghadang Rex dan Gama dengan mudah diringkus polisi sedangkan seorang lainnya berusaha kabur.

" Jangan bergerak dan angkat tangan...!" kata salah seorang polisi sambil mengarahkan senjata kepada pria di tengah lapangan bola.

Pria di tengah lapangan bola nampak tak menggubris dan berlari mendekati Rex. Dengan tangan terkembang ia meraih tubuh Rex dan bermaksud menjadikan Rex sebagai sandera karena sadar dirinya tak mungkin bisa melarikan diri.

Gama dan beberapa polisi terlihat gusar mengetahui Rex dalam bahaya.

" T-reeexxx belakang Looo...!" teriak Gama lantang untuk mengingatkan Rex.

Namun rupanya pria itu salah pilih sasaran. Karena Rex dengan berani menyambut pria itu dengan tendangan memutar hingga pria itu terjengkang ke tanah sambil memegangi perutnya.

" Yeaayy... !. Good Job T-rex. Lo emang temen Gue...!" puji Gama sambil melompat saat melihat Rex berhasil melumpuhkan pria itu.

Rex pun hanya tersenyum lalu menepi saat dua orang polisi mendekat. Salah satu diantara dua polisi itu mengusap kepala Rex dengan gemas sambil tertawa.

" Anak pintar. Andai terlambat sedikit aja, tulangmu pasti patah dibekap sama preman ini...," kata sang polisi.

" Iya Pak...," sahut Rex sambil nyengir kuda.

Gama mendekati Rex lalu merangkulnya erat.

" Gue lupa kalo Lo bisa taekwondo Rex. Tau gitu ngapain tadi Kita lari ya...," kata Gama sambil meninju lengan Rex dengan gemas.

" Gapapa. Seru juga kan lari-lari tadi...," sahut Rex.

" Capek monyong...!" kata Gama kesal.

" Kan di film-film juga gitu Gam. Jagoan mah biasanya kalah dulu di awal, malah banyak yang keliatan cupu. Tapi endingnya justru jadi pemenang...," kata Rex santai hingga membuat Gama tertawa.

Kemudian keduanya melihat para polisi mendatangi lubang galian yang mereka buat tadi. Rex dan Gama juga melihat polisi memasang police line di sekitar lapangan bola.

" Ada apaan ya Rex. Kok, pake dipasangin Police line segala...?" tanya Gama.

" Mungkin benda yang Kita temuin tadi adalah barang penting Gam. Makanya polisi langsung masang Police line biar tempatnya ga dirusak warga...," sahut Rex sambil melirik warga yang mulai memadati lapangan bola itu.

Tiba-tiba seorang polisi memanggil Rex dan Gama untuk mendekat ke tengah lapangan.

" Kalian yang menggali lubang ini...?" tanya salah seorang polisi.

" Iya Pak...," sahut Rex dan Gama bersamaan.

" Kenapa ? Apa Kalian mencurigai sesuatu atau hanya iseng...?" tanya polisi.

Rex dan Gama saling menatap sejenak lalu mengangguk.

Kemudian Rex dan Gama menceritakan gosip yang beredar tentang suara penyanyi tanpa wujud yang belakangan sering meresahkan warga. Awalnya mereka tak peduli, tapi karena makin banyak warga yang terganggu dengan suara itu, keduanya pun berniat menyelidiki dan akhirnya mereka tahu suara itu berasal dari tengah lapangan bola.

" Kalo malam pasti terdengar serem Pak. Tapi karena ini siang hari, Kami ga takut. Makanya Kami langsung ke sini pas yakin suara itu berasal dari tengah lapangan...," kata Gama.

" Suara itu juga berhenti pas Kami ada di sini Pak...," kata Rex menambahkan.

" Gitu ya. Kalian udah berjasa membantu Kepolisian mengungkap misteri suara tanpa wujud yang meresahkan warga. Sekarang Kalian penasaran kan apa isi dari kotak logam ini...?" tanya polisi yang berhasil mengeluarkan benda logam dari lubang galian.

" Iya Pak. Apa Kami boleh tau apa isinya...?" tanya Rex antusias.

Para polisi tersenyum lalu membuka kotak logam itu perlahan. Di dalam kotak logam terlihat alat pengeras suara yang dirancang sedemikian rupa hingga suara yang keluar bisa diatur kapan pun sesuai keinginan sang perancang.

" Ini doang Pak...?" tanya Rex dan Gama tak percaya.

" Iya...," sahut sang polisi.

" Buat apaan benda kaya ginian ditanam di sini Pak...?" tanya Rex tak mengerti.

" Untuk menerror dan menakuti warga supaya ga lagi datang ke lapangan ini. Ternyata lapangan ini hendak dimanfaatkan menjadi taman bermain berbayar yang melibatkan pengusaha dan oknum warga setempat...," sahut polisi.

" Maksudnya gimana ya Pak, Saya kok ga mudeng...," kata Gama sambil menggaruk kepalanya.

" Gapapa kalo Kalian ga paham. Tapi terima kasih atas bantuannya. Sekarang Kalian pulang ke rumah masing-masing sebelum orangtua Kalian tau kenakalan Kalian...," kata polisi sambil tersenyum penuh makna.

Rex dan Gama tersentak lalu bergegas melangkah meninggalkan kerumunan polisi itu karena khawatir dihukum oleh orangtua masing-masing.

\=\=\=\=\=

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!