NovelToon NovelToon

KUREBUT SUAMI KEMBARANKU

BAB 1. AWAL MULA CERITA

Bab 1. RANY.

"Nek, Rany berangkat ya" ucap seorang gadis belia sembari memasang sepatunya secara terburu-buru.

"Apa kamu sudah sarapan?," balas seorang perempuan parubaya berjalan menghampiri gadis belia itu.

"Sudah nek," jawab Rany memegangi perutnya.

"Kamu ini, Ayo sarapan dulu pake ini sebelum kamu berangkat kerja," si nenek memberikan sebuah bungkusan kecil berisi roti pada Rany.

"Itu untuk nenek saja, Rany berangkat ya nek, Assalamualaikum" Rany segera menyalami neneknya dan berlalu pergi sambil mengucap salam.

"waalaikumsalam, kamu hati-hati!, anak itu," omel si nenek.

"Iya," jawab Rany yang sudah keluar dari halaman rumah kecil mereka.

"Ya Allah lindungilah cucuku dari hal-hal bisa membahayakan jiwanya, Aamiin,"

Rany terus berjalan menuju kearah pabrik tempat dia bekerja, hiruk-pikuk kendaraan yang berlalu lalang sama sekali tidak ia hiraukan.

Di dalam pikiranya hanya satu, dia harus segera tiba di pabrik sebelum apel pagi dimulai.

Ada sekitar dua puluh menit Rany berjalan hingga akhirnya dia tiba juga di depan pintu gerbang pabrik yang bergerak di bidang eksport kain.

Tapi sayang, kali ini dia terlambat. Pintu gerbang sudah tertutup rapat.

Rany memegangi jeruji besi sembari memandangi teman-temanya sudah membentuk barisan di tengah lapangan.

"Aku terlambat," ucapnya penuh dengan penyesalan.

Lama Rany berdiri disana hingga dia harus menyingkir karena sebuah klakson mobil terdengar nyaring di telinga.

Mendengar suara klakson, seorang satpam pun berlari kecil membuka pintu gerbang.

Rany hanya terpaku dan tak berani untuk masuk sebelum pak satpam mempersilahkan.

"Silahkan Tuan?," ucap pak satpam pada pria yang saat itu duduk di kursi penumpang.

Sebelum mobil berjalan, tampak pria itu mengucapkan sesuatu dan diangkutkan oleh pak satpam.

Setelah mobil itu berlalu pak satpam mendekati Rany.

"Rany, kali ini kamu selamat tapi lain kali jangan harap,".

Bagai mendapat hadiah berjuta-juta raut wajah Rany yang tadinya sedih seketika berbinar bagaikan matahari yang baru saja muncul dibalik awan hitam.

"Alhamdulillah, kalau begitu terimah kasih banyak pak, Rany berjanji tidak akan mengulanginya lagi," Rany berlari kecil menuju kearah lapagan dimana teman-temanya sudah sedari tadi berkumpul disana untuk mengikuti apel pagi.

"Tumben kamu terlambat, biasanya kamu selalu datang awal. Sampai-sampai pak satpam pun kalah denganmu," ujar Maya sahabat Rany.

"Aku terlambat bangun soalnya semalam Nenekku mengigau lagi seperti dulu,"

"Mengigau masalah bayi kembar itu lagi?,"

Rany tidak menjawab dia hanya mengangguk kecil.

"Jangan-jangan kamu ada kembaran?,"

"Kamu ini," Rany sedikit menepuk pundak Maya.

"Selamat pagi, hari ini ada sebuah pengumuman penting bagi kalian semua. Pak Hakdoko yang dulunya sebagai pemilik perusahaan sudah mengalihkan perusahaan ini pada pemilik yang baru. Untuk itu kita semua harus lebih giat lagi bekerja agar bos baru kita bangga melihat kinerja kita semua, sekarang kalian boleh bubar dan Kamu Rany segera keruanganku!," ucap seorang perempuan parubaya diatas mimbar.

Satu-persatu pun karyawan pabrik itu bubar dan kembali ke kerjaan mereka seperti biasa.

"Ada urusan apa kamu dengan Ibu Karlota sehingga menyuruhmu untuk menghadap dia di ruanganya?," Maya yang saat itu masih berdiri di samping Rany dan belum juga bergegas pergi seperti karyawan lain.

"Mungkin masalah keterlambatanku tadi," Rany dengan raut wajah sedikit cepas.

"Tenanglah, semuanya akan baik-baik saja," Maya mengusap punggung Rany untuk memberinya semangat.

"Semoga saja. Kalau begitu, Aku pergi dulu," Rany melangkah menuju kearah ruangan ibu Karlota dengan perasaan bercampur aduk.

Rany turus melangkah dan tiba juga di depan ruangan ibu Karlota.

Rany segera mengetuk pintu dan tak lupa mengucapkan salam.

"Ya masuk.......," suara ibu Karlota dari dalam sana.

Rany pun memutar gagang pintu dan sedikit mendorongnya.

"Permisi bu," ucap Rany melangkah enggan mendekati meja kerja ibu Karlota.

"Duduklah......," Ibu Karlota mempersilahkan Rany untuk duduk.

Rani pun segera duduk dengan kepala sedikit menunduk.

"Rany, apa kamu mengenal bos baru kita?," tanya Ibu Karlota memandang lekat pada Rany.

Seketika Rany mengangkat kepala lalu menggeleng.

"Terus kenapa sampai Tuan Arfan menyuru Aku untuk membawamu menghadap keruanganya?,"

"Aku juga tidak tahu bu, Mendengar namanya saja Rany baru kali ini, atau jangan-jangan karena masalah keterlambatanku tadi pagi,"

"Mana mungkin hanya karena masalah terlambat Tuan Arfan sampai bela-belain menyuruhmu untuk menghadap. Pasti ada hal penting yang ingin beliau bicarakan padamu,"

"Tapi masalah penting apa ya bu?," tanya Rany dengan raut wajah begitu serius.

"Malah tanya balik lagi!, dari pada kamu penasaran ayo ikut ibu untuk menghadap beliau," ibu Karlota pun berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju kearah pintu keluar.

Rany ikut berdiri dan mengikuti ibu Karlota dari arah belakan sambil meremasi-remasi jarinya saling bergantian.

Tidak berselang lama kemudian, keduanya pun tiba di depan ruang kerja bos baru mereka itu.

Ibu Karlota mengetuk daun pintu sebanyak dua kali. Pintu ruangan tersebut pun sedikit demi sedikit mulai terbuka.

Tampak dari dalam sana muncul pak satpam membuka pintu bagi mereka berdua.

"Silahkan masuk bu, Tuan Arfan sudah sedari tadi menunggu," ucap pak satpam memperlebar bukaan pintu.

"Terima kasih," ibu Karlota pun segera masuk dan masih di ikuti oleh Rany dari arah belakang.

Kedua segera menuju kemeja kerja Arfan dimana sang pemilik meja sedang sibuk menatapi laptop kerjanya.

"Selamat pagi Tuan, ini saya membawa Rany menghadap seperti perinta Tuan pada saya,"

"Ibu Karlota dan pak Baddu, kalian boleh keluar sekarang," jawab Arfan tanpa menatap mereka sakin sibuknya mengecek data dalam laptop.

"Baik Tuan," ibu Karlota pun berbalik badan dan keluar ruangan itu bersama dengan pak Baddu dan tak lupa menutup pintu.

Rany yang saat itu tinggal berdua dengan Arfan merasa sangat gugup, Sedikit demi sedikit keringat dari dalam tubuhnya mulai keluar membasahi tubuhnya.

"Rini, dari mana saja kamu selama ini?," Arfan berdiri dari tempat duduknya dan berjalan mendekati Rany yang saat itu sedang menundukkan kepalanya.

Rany hanya terdiam karena dia sendiri tidak tahu harus jawab apa.

"Aku tidak masalah kamu meninggalkan Aku saat pesta pertunangan itu, Aku hanya kasihan pade Erika, dia begitu sedih dan kehilanganmu. Hampir setiap hari dia duduk di depan rumah hanya untuk menunggumu," Arfan berjalan kearah jendela dan berdiri disana sambil memandangi bunga-bunga yang ada di halaman.

Rany tetap pada posisinya tanpa berani mengeluarkan suara.

Karena tidak ada tanggapan dari Rany, Arfan kembali berbalik dan mendekati Rany.

"Kenapa tidak menjawab, tolong beri penjelasan padaku agar Aku bisa menjelaskan pada Erika nantinya,"

"Saya harus jawab apa Tuan, semua yang Tuan bicarakan tadi benar-benar tidak Saya mengerti. Siapa Rini, pergi dari pesta pertunangan dan siapa Erika?," Kini Rany mulai mengangkat kepalanya.

BAB 2. MEMENUHI KEINGINAN ARFAN.

"Rini, apa secepat itu kamu melupakan kebersamaan kita, kebersamaanmu dengan Erika yang sudah menganggapmu sebagai ibu,"

"Saya benar-benar tidak mengerti dengan semua ini, Saya ini Rany bukan Rini, coba Tuan tatap saya baik-baik, semirip apa pun kami pasti ada sesuatu yang berbeda diantara kami,"

Arfan maju dan mendekati Rany, inci demi inci Arfan memperhatikan Rany hingga dia menemukan perbedaan antara Rany dan Rini yaitu pada tatapan mata mereka.

Jika Rini memiliki tatapan mata tajam maka Rany sebaliknya, dia meiliki tatapan mata yang teduh.

"Iya kamu ini bukan Rini, tetapi kenapa kalian bisa semirip ini, atau jangan-jangan kalian berdua itu kembar?,"

"Mana mungkin kami kembar, Rini pasti berpenampilan glamour sedang saya, Tuan bisa lihat sendiri bukan?. kemungkinan Kami hanya tujuh diantara manusia yang memiliki kemiripikan wajah yang hampir sama,"

Arfan mengangguk kecil dan beberapa kali memandang Rany. Dia seolah-olah begitu kagum dengan ciptaan Tuhan yang itu, Menciptakan dua manusia yang hampir seratus persen sama.

"Kalau sudah tidak ada lagi yang Tuan ingin bicarakan, baiknya saya permisi dulu,"

Arfan tidak menjawab dia hanya mengangguk.

Setelah mendapat anggukan kepala dari Arfan, Rany pun berbalik badan dan melangkah kearah pintu keluar.

Pelan-pelan sekali Rany memutar gagang pintu dan menariknya.

Belum juga dia keluar sesorang sudah berdiri di depan pintu sambil merapatkan telinganya pada daun pintu.

"Ibu lagi ngapain?," tanya Rany pada ibu Karlota.

"Eee..anu.....Ah sudalah, cepat kembali ketempatmu, teman-temanmu sudah sedari tadi bekerja," ibu Karlota terburu-buru meninggalkan tempat itu.

Rany menggeleng kepalanya, dia tahu kalau perempuan parubaya itu lagi menguping pembicaraanya dengan Arfan.

Rany kembali bekerja seperti biasa bersama Maya melipat kain yang sudah di potong oleh karyawan lain.

"Ran, ibu karlota tadi memanggilmu karena masalah keterlambatanmu atau ada masalah lain?," tanya Maya menghentikan aktifitasnya sejenak lalu kemudian kembali melanjutkan melipat kain-kain yang ada di hadapanya.

"Bukan ibu Karlota tapi bos baru kita?,"

"Apa bos baru kita.," suara Maya begitu nyaring hingga para karyawan yang ada di tempat itu seketika berbalik menatap kearah mereka.

"Hiii..kamu ini, coba lihat karena ulahmu teman-teman lain pada melihat kita bukan?," Rany menepuk pundak Maya atas ketelediranya.

"Iya maaf, tapi ada keperluan apa bos baru itu memanggilmu, apa kamu mengenalnya atau dia mengenalmu?," tanya Maya yang kini penasaran.

"Dia bilang Aku Rini tunanganya bahkan wajah kami mirip sekali,"

"Benarkah, atau memang kamu benaran ada kembaran seperti mimpi nenekmu selama ini?,"

"Entahlah, Aku juga tidak mengerti. Kalau pun iya kenapa nenek menyembunyikan ini padaku, Sudalah Ayo kita lanjutin nanti ketahuan ibu karlota,".

Keduanyapun melanjutin kerja mereka hingga jam istirahat berbunyi.

para karyawan dalam ruangan itu bubar dan menuju kearah kantin. Begitu pun yang dilakukan oleh Rany dan Maya.

Keduanya bergegas menuju kearah tempat yang biasa mereka rempati untuk menyantap hidangan yang sudah di sediakan oleh pihak pabrik.

Belum sedikit pun mereka menyentuh hidangan yang ada di hadapanya, suara riuh para karyawan terdengar setelah melihat kemunculan Arfan dalam ruangan itu dan berjalan mendekati Rany dan juga Maya.

"Ganteng banget," ucap salah seorang karyawan dengan mata berbinar-binar menatap kearah Arfan.

"Iya, walau dia terlihat dewasa tapi dia begitu mempesona, membuat duniaku teralikankan padanya, Ya Tuhan jodohkanlah Aku denganknya," balas temanya yang saat itu duduk saling berhadapan.

Keduanya pun tertawa kecil sambil terus memperhatikan Arfan mendekat kearah meja Rany dan Maya.

"Apa boleh kamu ikut denganku?, Erika putriku sangat membutuhkan kehadiranmu sekarang," ucap Arfan dengan tatapan mata sedikit memohon.

"Kenapa harus saya, lagian dia tidak mengenalku, apa tidak aneh jika saya muncul secara tiba-tiba di depanya,"

"Tolonglah kali ini saja,".

Sebelum menjawab Rany menatap kearah Maya dan dianggukkan pelan oleh sahabatnya itu.

"Baiklah kalau begitu, tapi hanya kalbi ini saja bukan?,"

"Iya, Ayo ikut," Arfan menggenggam erat tangan Rany dan membawanya keluar.

Para karyawan dan pengelola kantin hanya bisa terdiam melihat kepergian mereka berdua.

Arfan terus membawa Rany ke arah pintu keluar sambil menggenggam erat tanganya.

Semua tatapan mata mengarah pada mereka berdua tapi tidak membuat Arfan menghentikan langkahnya dia lebih percaya diri dan menggap pandangan mata itu hanya ilusi semata.

Lain halnya dengan Rany dia hanya tertunduk dan tak berani untuk mengangkat kepalanya.

Setibanya di depan mobil, Arfan membuka pintu untuk Rany dan mempersilahanya untuk masuk.

"Rany, Aku berharap padamu setibanya di rumah kami, kamu bukan Rany melainkan Rini. Kamu adalah satu-satunya obat yang bisa mengobati kerinduan putriku pada Rini," ucap Arfan saat mereka sudah berada di dalam mobil dan melaju menuju kediaman Arfan.

"Tapi apa putri tuan tidak akan curiga kalau sebenarnya Aku ini Rany bukan Rini. Aku takut kelak jika dia mengetahui semuanya dia akan sakit hati,"

"Nanti kita lihat bagaimana reaksinya padamu, semoga saja dia mengangapmu sebagai Rini. Sehingga dia bisa kembali menjalani kehidupnya seperti dulu lagi,"

"Baiklah, Aku akan berusaha sebaik mungkin agar Erika kembali seperti dulu,"

"Terima kasih banyak Rany, kamu adalah satu-satunya harapan untuk mengembalikan Erikaku menjadi malaikat kecil seperti dulu sebelum Rani pergi meninggalkan kami" Arfa kembali menggengam tangan Rany.

"Sama-sama tuan, tapi tidak usah berlebihan seperti ini," Rany mencoba menarik tanganya dari genggaman tangan Arfan.

"Iya, maaf," Arfan mengalikan padanganya luar jendela.

Tidak lama kemudian, pak sopir menghentikan mobilnya di depan pintu utama sebuah rumah mewah dengan desain eropa kekinian.

Arfan dan Rany segera keluar dari dalam dan melangkah menuju pintu masuk. Belum juga mereka menginjakkan kaki di dalam ruangan megah itu seorang pelayan berlari kecil menghampiri mereka.

"Untung tuan cepat datang, kalau tidak, bibi sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk menghadapi nona Erika. Sedari pagi hingga menjelang siang begini nona Erika belum menyentuh makan sedikit pun. Dia hanya terus menangis sambil memandangi poto-poto nona Ri......,"si bibi menghentikan ucapanya tak kalah melihat Rany berdiri di samping Arfan.

Arfan sedikit tersenyum, ternyata bibi sama seperti dirinya yang menganggap Rany itu adalah Rini.

"Ayo masuk," kembali Arfan memegangi tangan Rany seperti yang sering dia dilakukan pada Rini saat mereka bersama.

Rany mengangguk kecil dan tersenyum tipis pada bibi yang saat itu masih terpaku menatapnya.

Keduanya masuk kedalam sebuah kamar berukuran besar dan mendapati seorang gadis kecil berumur empat tahun sedang membelakangi mereka sambil memeluk sebuah bingkai berukurang sedang.

BAB 3. BERTEMU ERIKA.

"Anak ayah lagi ngapain?," Arfan mendekat tubuh kecil Erika dan memeluknya.

"Aku kangen Bunda," jawab Erika mempererat pelukanya pada bingkai poto.

Melihat hal itu hati Rany mulai tersentu, dia begitu ibah melihat keadaan gadis kecil itu.

"Untuk apa memeluk sebuah poto kalau yang nyata sudah ada di depan mata,"

Erika segera berbalik lalu berdiri. Gadis kecil itu tak bisa berkata-kata.

Dia segera membuang bingkai poto yang ada dalam pelukanya begitu saja lalu berlari dan memeluk Rany yang sudah berjongkon mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh kecil Erika.

"Bunda, Erika lindu," Peluk Erika begitu Erat.

"Bunda juga, jangan menangis lagi nanti cantiknya hilang," Rany mengusap air mata yang menetes di pipi gembul gadis mungil itu.

"Tapi Bunda halus janji, bunda tidak akan meninggalka Elika lagi," tatap Erika dengan bola mata berkaca-kaca.

"Bunda janji, tapi kamu harus makan dan tidak boleh bersedih-sedih lagi seperti tadi, bunda dan ayah pasti sangat sedih jika sampai Erika sakit," Rany membelai lembut pucuk kepala Erika.

"Iya tapi cuapin ya bun," manja Erika pada Rany.

Rany seketika tersenyum melihat kelakuan gadis kecil itu yang begitu manja padanya.

"Iya, bunda akan suapin,"

Arfan dan bibi yang sedari tadi memperhatikan mereka tersenyum bahagia.

Akhirnya sifat manja Erika kembali seperti dulu.

"Semoga Rany bisa mengobati kekecewaan yang dialami putriku selama ini. Aamiin," Arfan mengusap wajahnya dengan kedua telapak tanganya.

"Aamiin," bibi ikut mengaminkan doa Arfan yang terdegar samar di telinganya.

"Kalau begitu ayo kita keluar, bunda juga sudah tidak sabar untuk menyicipi masakan bibi," ajak Rany sambil memegangi tangan mungil Erika.

"Ayo," Erika berjalan sambari melompat kecil.

Tampak gadis kecil itu terlihat begitu bahagia. Dia sudah melupakan kesedihan yang selama ini menyelimuti hari-harinya.

Setibanya di meja makan, Rany segera menuangkan nasi dan lauk pada piring Erika, dengan telaten Rany menyuapi gadis kecil itu.

"Bunda juga halus maka," Erila mengisi piring Rany dengan nasi dan juga lauk sama persis yang ada pada piringnya.

"Terima kasih sayang," Rany mencium pipi gembul Erika.

"Sama-sama bun,"

"Kok bunda doang yang disuruh makan, Ayah juga mau," ucap Arfan yang sedari tadi memperhatikan mereka.

"Ayah makan juga ya," Erika melanjutkan makanya.

"Begitu doang," Arfatn mengerutkan dahinya.

"Sudah, biar saya yang mengisi piring tuan," Rany mengambil piring yang ada di hadapan Arfan dan menuangkan nasi, lauk dan beberapa potong ikan diatasnya.

"Kenapa tuan bunda, dulu bunda sering memanggil ayah dengan panggilan sayang kenapa sekarang jadi tuan," Erika meletakkan garpu dan sendok diatas piring lalu menatap kearah Arfan dan Rany secara bergantian

Arfan segera memutar otak agar Erika tidak curiga pada mereka berdua.

"Maksud bunda tadi tuan sayang, iyakan sayang?," Arfat memeluk pundak Rany sembari tersenyum pada Erika begitu manis.

Rany hanya terdiam, dia begitu malu di panggil sayang oleh Arfan di depan Erika dan juga bibi yang sedari berdiri di dekat mereka sambil terus memperhatikan.

Setelah menyelesaikan makan siang mereka, mereka pun menuju kearah ruang tamu dan mengobrol ringan disana.

Tidak berselang lama kemudian Erika tertidur, dalam pelukan Rany. Arfan segera membawa Erika ke kamarnya.

Setelah meletakkan Erika diatas pembaringan, Arfan kembali ke ruang tamu.

" Sayang, sebaiknya kita kembali ke pabrik karena jam istirahat sudah selesai," Arfan mengambil jas kerjanya yang sengaja dia letakkan di punggu sofa ruang tamu.

"Tuan, Erika sudah tidak ada disini jadi kata sayang itu sudah tidak usah lagi gunakan tuan," Rany yang merasa kurang suka saat Arfan memanggilnya sayang.

"Kita harus membiasakan itu, kamu panggil Aku sayang dan Aku memanggilmu sayang agar Erika tidak curika kalau kamu itu Rany bukan Rini, ayo cepat sebelum jam masuk di mulai," Arfan melangkah menuju pintu keluar disusul oleh Rany.

Tidak berselang lama kemudian kini mobil yang mereka tumpangi tiba juga di tabrik.

"Sayang terima kasih atas semuanya," Arfan membuka daun pintu mobil buat Rany.

"Sudah di bilangi jangan panggil sayang, iya sama-sama," Rany segera keluar dari dalam mobil dan berlari kecil meninggalkan Arfan.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!