Lantunan lagu Yuuri - Dry Flower menemani tiap langkah sepatu fantofel hitam menuruni tangga.
Sepatu yg mengkilap, bermerek ternama yang jika orang awam melihatnya sekilas tidak akan menyadari bahwa sepatu itu seharga motor bebek terbaru.
Sebenarnya selalu dilema memakai sepatu ini mengingat harganya yg fantastis, tapi tidak ada pilihan lain, sepatu kerjanya yg dulu sudah seperti kuda nil minta makan.
Toh sepatu mahal ini pemberian seseorang, tipe orang kaya yg membeli kapal pesiar semudah membeli permen.
Sambil merapikan rok selutut warna moka yang agak kusut, tidak sempat disetrika karena ia lupa meng-charge ponselnya sehingga baru sadar tadi pagi kalau ponsel itu mati total.
Masih ada 15 menit, semoga bis segera datang, harap wanita itu sambil mengecek kemeja putih dan blazer senada roknya, tidak terlalu kusut syukurlah.
Wanita itu menyibakkan rambutnya yang panjang ke belakang, siap berangkat. Aroma shampo strawberry samar-samar tercium menyegarkan. Perfect.
Satu lagi hari biasa yang ia harus jalani menuju weekend yang ditunggu-tunggu.
Lagu di earphone-nya berganti Andmesh - Andaikan Kau Datang saat wanita itu sampai di halte bus.
Selera musiknya memang agak lain, jika orang lain mendengarkan musik yg energik untuk menyemangati hari, kumpulan lagu slow dan melow siap menemani perjalanan wanita itu.
Entah terburu-buru atau santai, panas atau hujan, dia suka lagu-lagu yg menenangkan jiwa. Atau lagu pengantar tidur lebih tepatnya, mengutip komentar si pemberi sepatu.
Mengecek tas katun berisi berkas-berkas Jembatan Hyungsik, tugas bulan ini mendesain dan mengevaluasi jembatan sialan itulah yg membuatnya begadang semalaman.
Oke semua sudah ada didalam tas, pikirnya sambil menunggu bis biru nomor 09 dengan rute Property Valley, daerah perkantoran yang padat dan ramai.
Untunglah bis segera tiba, wanita itu segera masuk dengan menaruh kartu pembayaran di mesin datar kecil di samping supir.
Terdengar bunyi tiit, pak supir menyapanya dan tersenyum.
Bis tidak terlalu penuh hari ini, yah hari Sabtu, beberapa kantor meliburkan pegawainya hari Sabtu.
Tidak dengan MT Corporation, tempatnya bekerja, perusahaan Internasional itu malah sering membuatnya lembur bahkan di hari Minggu. Sungguh membuat kesal.
Bis mulai melewati gedung-gedung pencakar langit. Seolah gedung-gedung itu saling berlomba menyentuh awan.
Sebentar lagi akan sampai di halte terdekat menuju MT Corporation.
Mata wanita itu membelalak. Tiba-tiba ada sesuatu yg membuatnya terkesima.
Bis melewati gedung mewah dengan sebuah papan iklan besar. Mata wanita itu terpana, senyum kecil muncul tanpa disadarinya.
Di layar besar tampak seorang pria tampan berjas hitam rapi balas tersenyum padanya. Ketampanan yg tidak manusiawi, membuat wanita itu serasa di awang-awang hanya dengan melihat senyumannya.
Koijima Kyoya, CEO MT Corporation, The Winner of Young and Faboulus Era, tulisan besar itu berderet sangat jelas untuk dibaca.
Terselip rasa bangga di dada wanita itu.
Sudah beberapa minggu mengenalnya, memberinya cukup waktu untuk mengetahui betapa ambisius dan perfeksionis laki-laki itu.
Pagi ini pasti dia sudah sampai di kantor nya, sedang menikmati satu lagi prestasinya, menambah sederetan piagam penghargaan dan piala yang sudah satu lemari besar penuh di ruang kantornya yg dingin dan muram.
Koijima Kyoya, entah dewi fortuna mana yg mabuk, laki-laki perfect idaman semua wanita itu adalah orang yg memberikan sepatu fantofel ini.
Tak lain tak bukan, adalah kekasihnya.
Sambil melihat wajah tampan itu perlahan hilang digantikan wanita cantik yg mempromosikan parfum, pikiran wanita itu melayang.
Kembali ke masa dewi fortuna menembakkan panah asmara kepadanya.
...***...
"Ini kurang spasi. Kata pengantarnya juga agak kaku, coba kamu betulkan."
Drak,
Map hijau lumayan tebal dihempaskan di meja Lana. Si empunya map langsung berbalik kembali ke biliknya tanpa menoleh lagi.
Lana menghela nafas, mencoba sabar.
Tangannya yg sedang sibuk mengetik di laptop mengecek file perincian biaya distribusi tower, berhenti dan mengambil map hijau itu. membuka dan membolak-balikkan halamannya, sial, lembur lagi ini mah, ruwet gini, batinnya.
Belum selesai otaknya memproses apa yang harus dikerjakannya dulu, suara Drak itu muncul lagi, membuatnya terlonjak.
"Ini harus selesai besok pagi, bahan buat rapat."
Tanpa minta maaf karena sudah mengagetkan Lana, tanpa ada kata tolong, map merah itu dihempaskan ke tangan Lana yg melongo.
"Tau kan Pak Koijima orangnya killer setengah mati, awas kalau ada satu aja salah titik koma." ancam pria gemuk itu dengan wajah serius.
Lana hanya bisa mengangguk pasrah. Pria gemuk itu, yg adalah Pak Marcel, atasannya, berlalu sambil bersenandung.
Gawat, benar-benar lembur ini, batin Lana nelangsa.
Detik berganti menit, menit berganti jam. Tangan dan punggung Lana sudah kebas, pegal sekali. Dipandanginya ruangan itu yg sudah nyaris kosong.
Lana melirik kesal jam tangannya, pukul 10 malam. Huuft, pulang jam berapa akuu, jeritnya dalam hati.
Terdengar bunyi kursi mundur dan gedubrak suara memberesi meja. Hati Lana semakin meradang.
"Kau belum selesai? Duluan ya."
Pertanyaan basa-basi yg tidak perlu dijawab.
Wajah yg sama-sama lelah, tapi mungkin Lana lebih lelah.
Pria itu mencangklong tas selempang berisi laptop dan membuka pintu kantor, keluar.
Anwar, babu kedua setelah Lana di ruangan PPIC ini, akhirnya lebih memilih menyerah dan pulang ke rumah.
Lana tahu, tugas Anwar juga melimpah ruah karena orang-orang sialan ini, terutama Pak Marcel, suka sekali menyuruh mengerjakan ini itu alih-alih itu adalah tugasnya sendiri.
Lana meregangkan kedua tangannya keatas, terdengar bunyi kretek tulang-tulangnya yg menjerit kecapaian, oh enak sekali.
Ngerjain sambil ngopi lah, pikirnya sambil memberesi laptop serta map map itu dan mendekapnya di dada.
Lana menyambar dompet nya yg bergambar beruang, warna dan corak yg terlalu imut untuk gadis seumuran dia sekarang.
Tapi Lana yg bahkan belum menerima gaji karena baru dua hari mulai bekerja di perusahaan setan ini, harus menahan nahan biaya sehari-hari nya.
Jadi selama dompet unyu ini masih bisa dipakai, tolong jaga uangku yang tidak seberapa ini ya.
Lana berjalan di lorong yg sepi, yg untungnya masih terang. Memang dia pernah mendengar, orang-orang yg bekerja di perusahaan ini adalah orang-orang yg gila kerja.
Malah di bagian departemen yg lain, bahkan ada yg sampai menginap di kantor demi menyelesaikan pekerjaannya.
Dan dengar-dengar juga, ritual gila ini dimulai oleh sang CEO MT Corporation itu sendiri.
Sang CEO bisa betah berada di kantor entah itu tengah malam atau weekend sekalipun.
Patut lah perusahaan ini menjadi nomor satu dan mengalahkan para pesaingnya.
Lana berhenti di mesin minuman, membeli kopi hazelnut dingin.
Satu tangan mendekap berkas, satu tangan memegang dompet dan botol kopinya.
Lana memutuskan untuk pergi ke kantin, tentu saja rolling door sudah memenuhi dinding tempat Lana mengambil jatah makannya tadi siang. Hampir tengah malam begini, tentu saja semua stand makanan sudah tutup. Apa yg ia harapkan?
Lana menghempaskan laptop dan berkas-berkasnya ke meja di pojok kantin, duduk dan menghirup kopi dinginnya.
Segar sekali, seketika semangat yg tadinya padam menyeruak memenuhi otaknya.
Penuh tekad untuk segera menyelesaikan semua ini, Lana membuka laptopnya dan mulai mengetik. Amat sangat serius, entah sudah berapa menit, Lana bahkan tidak menyadari sekitarnya.
"Astaga!!"
Lana terlonjak kaget, tangannya menyenggol botol kopi yg belum ditutup.
Tetapi ada tangan lain, berjari putih dan panjang dengan sigap menangkap botol itu sehingga terselamatkan.
...***...
"Astaga!!"
Lana terlonjak kaget, tangannya menyenggol botol kopi yg belum ditutup.
Tetapi ada tangan lain, berjari putih dan panjang dengan sigap menangkap botol itu sehingga terselamatkan.
"Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu sekaget itu."
Suara yg merdu dan lembut, Lana memperhatikan bibir orang didepannya setengah dikulum.
Apa dia berusaha menahan tawa?
"A-ah saya yg minta maaf, saya terlalu serius jadi tidak tahu anda ada disini."
Lana mengingat-ingat, siapa ya orang ini. Sepertinya Lana belum pernah bertemu dengannya selama dua hari perdana nya di kantor ini.
Orang itu tersenyum. Ya Tuhan, tampan sekali.
"Its ok. Tadi saya sudah bertanya padamu apakah boleh duduk disini. Tapi kamu tidak dengar. Jadi saya duduk saja dan memperhatikan kamu yg sangat serius. Dan tiba-tiba kamu berteriak."
Ada logat tak biasa ketika orang ini berbicara, semacam orang asing yg sudah lama berada di negara ini, nada bawaan dari negara asalnya belum hilang.
Orang itu adalah pria tertampan yg pernah dilihat Lana seumur hidupnya.
Kulitnya putih bersih, hidung mancung, bibir tipis dan mata tajam yg seperti sedang menelisik hati dan pikiran Lana tapi entah kenapa bersinar ramah.
Pria itu memakai kemeja putih yg lengannya digulung sampai siku dan satu kancing atasnya dibuka. Rambutnya hitam rapi, tercium samar-samar aroma aftershave dan parfum yg lembut.
Apakah orang ini real, atau hantu penunggu kantin?
Seingat Lana, ia tidak pernah mendengar ada rumor hantu tampan.
"Apakah anda lembur juga? Kenapa anda belum pulang?"
Demi menghilangkan rasa malunya karena sudah mengabaikan hantu tampan ini, Lana melirik jam. Astaga hampir pukul 11.
Mata itu masih menatap seakan sedang menunggu sesuatu, atau menginginkan sebuah jawaban.
"Aku suka lembur saat weekend seperti ini. Tidak begitu banyak orang jadi aku bisa mengerjakan dengan santai dan kadang bisa berpikir dengan tenang."
Lalu tidak ada percakapan lagi.
Lana yg salah tingkah ditatap seperti itu, buru-buru menyambar satu berkas dan berpura-pura membacanya.
"Ini proyek tower daerah Trans, kenapa kamu yg mengerjakannya?"
Tiba-tiba pria itu menarik lembar kerja Lana yg lainnya dan mengeceknya.
Dengan sekali lihat, pria itu bisa langsung tahu apa yg dipegangnya.
"Ah umm karena yg lain sibuk. Tapi tidak apa-apa, ini juga untuk pembelajaran saya karena saya baru training." jawab Lana.
"Sudah berapa hari kamu disini?" tukas pria itu.
"Baru dua hari." Lana merasa dia sedang diinterogasi.
"Pegawai training dua hari sudah mengerjakan proyek ini? Dan aku tebak kertas yg kamu pegang itu data review properti cabang K yg bermasalah, benar?" todong pria itu.
Lana mengangguk takjub. Siapa orang ini, kenapa bisa tahu?
"Apa anda dari Departemen QA?" tanya Lana.
"Siapa namamu?" Alih-alih menjawab, pria itu malah bertanya.
"Lana. Mikaela Nastya." jawab Lana takut-takut.
Alis pria itu mengernyit.
"Mikae-la Na-stya jadi Lana?"
Sekali lagi senyum dikulum itu terukir di wajah tampannya.
Lana menunduk malu. Memang namanya agak unik. Tapi dia belum pernah melihat seseorang setampan ini bereaksi seperti itu ketika mendengar namanya.
"Oh sorry Lana. Aku bukan sedang menginspeksimu. Hanya sedikit kagum trainer pemula seperti kamu bisa mengerjakannya."
Pria itu menyodorkan kembali berkas itu ke arah Lana.
"Bagian ini salah, seharusnya x ke y, bukan terbalik."
Jari telunjuk panjang putih itu menunjuk bagian yg perlu Lana perbaiki.
"Ah anda benar."
Lana segera mengambil bolpoin dan menghitung ulang.
"Kamu harus fokus dan teliti Lana, perusahaan ini bergerak di bidang properti berskala besar. Kita mendesain, memproduksi, mendistribusikan dan memasangnya juga."
"Jika kamu salah, walau hanya sedikit saja, bayangkan bagaimana jika tower ini ambruk dan mengenai warga sekitar? Tower dengan tinggi ratusan meter ini."
Lana mengangkat wajah dari kesibukannya menulis, mendapati wajah pria itu menatapnya seperti seorang ayah sedang menasehati anaknya.
Sambil melanjutkan menulis, Lana bergidik membayangkan seandainya tower itu roboh akibat kelalaiannya.
"Terimakasih, saya akan berhati-hati."
Lana menutup bolpoin nya dan mulai fokus lagi ke laptopnya.
"Dan apa lagi yg sedang kamu kerjakan itu?"
Pria itu menunjuk laptop Lana.
"Ini ... bahan rapat untuk besok."
Lana meringis, agak terkejut melihat ekspresi pria itu yg tampak kesal.
"Cih dasar Marcel, si tupai tua gemuk."
Lana masih bisa mendengar makian itu tapi memilih untuk berpura-pura tidak mendengarnya.
"Apa kamu tidak ada rencana pulang ke rumah? Sebentar lagi tengah malam."
Pria itu beranjak dari kursi, menatap Lana yg masih berkutat dengan laptop.
"Tinggal sedikit lagi. Tower dan properti cabang K akan saya lanjutkan nanti. Ini mengejar untuk bahan rapat besok."
Lana cepat-cepat membenahi ketikannya.
"Ok, saya duluan ya."
Pria itu tersenyum dan pergi.
Meninggalkan Lana sendirian yg mendadak diterpa kesunyian.
...***...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!