NovelToon NovelToon

Mikhayla, Strong Mother

MSM BAB 1. Lelaki Pengecut

Seorang wanita cantik berumur 18 tahun tampak gelisah di depan wastafel dalam kamar mandi dengan tespect di tangan.

"Semoga dugaanku tidak benar. Semoga aku tidak hamil," ucapnya penuh harap sambil terus mengawasi perubahan garis merah pada tespect di tangannya.

"Apa? A-ku hamil?" Wanita itu syok, garis merah yang tadinya satu di tespeck sudah bertambah menjadi dua.

"Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana kalau sampai ayah ibu tahu? Bagaimana mungkin aku bisa merahasiakan kehamilan ini? Dapatkah ayah dan ibu memakluminya? Bagaimana kalau aku dilempar ke jalanan?" Tubuhnya nampak gemetar ketakutan.

Saat dalam kegelisahan ponsel yang ada di atas ranjang Mikhayla berdering. Segera wanita itu membungkus tespect di tangan dengan plastik hitam dan membawanya keluar dari kamar mandi. Dia harus membuang tespect itu di luar rumah agar tidak menimbulkan kecurigaan.

"Iya Fel ada apa?" Ternyata yang menelpon Mikhayla adalah Felisha teman sekelasnya yang juga merupakan adik dari Bima, pria yang telah berhasil merayu hingga Mikhayla nekad memberikan mahkota yang paling berharga dalam hidupnya.

"Mik kami sekeluarga sudah siap ke tempatmu. Apa di sana sudah siap?" tanya Felisha.

"Tumben mau berkunjung aja pake ngelapor segala. Biasanya tuh kamu bareng keluarga kayak jelangkung. Datang tak dijemput, pulang tak diantar," kelakar Mikhayla menyempatkan diri untuk bercanda meski dalam hati merasa kacau dan ada yang janggal dari ucapan Felisha.

"Bedalah Mik, sekarang kami itu kan datang ke sana untuk melamar." Penjelasan Felisha membuat Mikhayla sempat tertegun.

Apakah Kak Bima benar-benar mau mempertanggung jawabkan perbuatannya padaku?

Entahlah apakah Mikhayla harus sedih atau senang sekarang? Yang pasti dia sangat bersyukur sebab Bima benar-benar menepati janjinya.

"Mik, Mik! " panggil Felisha di seberang sana.

"Ah, iya Fel mungkin sudah siap. Aku sejak semalam tidak turun ke lantai bawah sebab tubuhku rasanya tidak enak."

"Oh oke kalau begitu. Sampai ketemu di sana. Bye!"

"Bye."

Mikhayla tersenyum senang. "Aku harus berdandan sekarang."

***

"Tante, Om apakah kalian tidak salah orang? Apakah kalian tidak salah meminang?" Mhikayla kaget mendengar kedua orang tua Bima malah melamarkan Mailena untuk Bima bukannya dirinya.

"Tidak Mik, kami tidak salah orang. Kakakmu Mailena adalah gadis yang baik. Jadi Om dan Tante sudah mengambil keputusan untuk menikahkan mereka dalam waktu dekat dan kami juga sudah berembug dengan kedua orang tuamu."

Deg.

Tiba-tiba aliran darah Mhikayla berhenti mendadak begitupun dengan jantungnya yang seakan berhenti memompa seketika. Untuk sesaat Mikhayla terdiam. Sesak dalam dadanya terasa sangat menyiksa.

"Kak?" Saat sudah berhasil menstabilkan keadaan tubuhnya Mikhayla mencoba untuk meminta penjelasan dari Bima.

"Maaf Mik aku tidak bisa menerima cintamu. Aku mencintai kakakmu."

Dar.

Bagai tersambar petir, kata-kata Bima telah meluluhlantakkan segala harapannya.

"Tapi aku hamil anakmu Kak." Terpaksa jujur, berharap Bima mau bertanggung jawab serta kedua orang tua dari Bima dan juga ayah ibunya sendiri berbalik menjodohkan Bima dengan dirinya.

Sontak semua orang yang hadir di dalam ruang keluarga itu menatap Mikhayla tak percaya.

"Jangan bercanda kamu Mik, saya tahu kamu memang menyukai Kak Bima dan begitupun sebaliknya, Kak Bima juga menyukaimu, tapi hanya sebatas kakak beradik seperti denganku," ujar Felisha.

"Kak!"

"Mik sudah! Dalam keadaan seperti ini jangan bercanda. Ini acara resmi bukan temu keluarga seperti sebelumnya," tegas sang ayah.

"Nanti ibu carikan pria lain ya, Kak Bima ini ketuaan untukmu lebih cocok untuk, Kak Mailena," bujuk sang ibu.

Mendengar semua orang seolah tidak percaya padanya, Mhikayla berlari ke atas dan mengambil tespect yang sempat ingin dibuangnya. Sudah telanjur, kehamilannya tidak perlu disembunyikan lagi. Yang harus dia lakukan adalah meminta pertanggung jawaban dari Bima atas anak dalam kandungannya.

"Ini Kak hasil perbuatan Kakak. Dengan janji palsu itu Kakak sudah berhasil menanam benih di dalam rahimku. Apa Kak Bima tidak kasihan pada anak ini? Mungkin cinta Kak Bima itu palsu untukku tapi apakah tidak ada cinta untuk janin yang tumbuh ini?"

Plak.

Tamparan mendarat di pipi Mikhayla dan itu bukan dari orang lain, melainkan dari ayahnya sendiri.

"Ayah!" Mhikayla meringis kesakitan sambil mengusap pipinya.

"Sejak kapan ayah mengajari dirimu menjadi wanita murahan seperti itu!" bentak Pak Fakih, ayah dari Mhikayla.

"Ayah maafkan aku, tapi Kak Bima telah berhasil merayuku dan merenggut kesucianku." Air mata berhasil lolos, membanjiri pipi mulus Mhikayla. Gadis yang biasanya ceria itu berubah menyedihkan.

"Benar Bima apa yang dituduhkan oleh Mikhayla terhadapmu?"

"Tidak Om itu semua tidak benar. Saya menganggap Mhikayla seperti adik sendiri bagaimana mungkin saya menidurinya, menyentuhnya saja saya tidak berani."

"Tuh dengar apa kata Bima. Dia sama sekali tidak melakukannya. Katakan siapa orang yang telah berani menghamilimu!" bentak sang ayah lagi.

"Dia ayah, Kak Bima ayah."

"Hei Mik jangan sembarangan kamu memfitnah putraku. Kami berasal dari keluarga baik-baik jadi tidak mungkin melakukan hal hina yang kamu tuduhkan. Lagipula apapun alasannya kami tidak akan mungkin merestui Bima menikah denganmu, wanita yang tidak jelas asal-usulnya. Mungkin saja kau hasil zina seperti bayi dalam kandunganmu itu!"

Mikhayla menekan dadanya sendiri mendengar penghinaan dari ayah Bima lalu sekuat tenaga membalas penghinaan itu. "Hmm, mana mungkin Om bisa mencium kebusukan putra Om sendiri. Mungkin jiwa pengecut Kak Bima diturunkan oleh Om sendiri."

"Mikhayla!" bentak Pak Fakih.

"Lancang sekali mulutmu berbicara seperti itu pada sahabatku sendiri. Apa yang dikatakannya benar. Aku kecewa padamu, aku menyesal telah membesarkan dirimu. Sekarang kau angkat kaki dari rumah ini karena aku tidak sudi lagi menampung wanita murahan seperti dirimu!" teriak Pak Fakih lagi.

"Puas kau Kak Bima? Puas menghancurkan diriku? Semoga kau bahagia selalu." Mikhayla geram, mengepalkan tangannya dan langsung bergegas meninggalkan ruang tamu dan berlari ke atas untuk mengemas pakaiannya.

"Ada apa ini?" tanya Mailena yang baru turun dari atas kamarnya.

"Tidak apa-apa Nak, hanya ada kesalahan pahaman sedikit," jelas Susi, sang ibu.

"Tapi kenapa Mika menangis Bu, tidak biasanya dia seperti itu." Mailena mengejar Mikhayla dan mencoba menanyakan apa yang terjadi. Namun, Mikhayla tidak menjawab. Dia tidak tega menyakiti sang Kakak yang penyakitan itu dengan kabar yang buruk.

"Mau kemana kau Mik? Mengapa kau mengemas pakaikanmu? Jangan pergi Mik, jangan pergi!" Mailena terlihat khawatir.

"Kak Mai tidak perlu khawatir Mika akan baik-baik saja di luaran sana."

"Tapi kenapa harus pergi. Ada apa sebenarnya?"

"Tidak ada apa-apa Kak. Mika harus membuktikan bahwa Mika bisa hidup mandiri. Kakak jangan khawatir Mika akan selalu menelpon Kak Mai."

Mikhayla menyeret koper keluar kamar.

"Ayah, ibu terima kasih telah meluangkan waktu, tenaga dan biaya untuk merawat Mikhayla. Mika sadar sampah harus kembali kepada sampah." Mikhayla memandang penuh kebencian ke arah Bima yang hanya menunduk saja sedari tadi. Pria itu telah berhasil mengembalikan dirinya menjadi sampah. Namun, Mikhayla bertekad dirinya harus hidup lebih baik seperti sampah yang menjadi benda unik dan berharga setelah didaur ulang.

"Mik, jangan pergi!" teriak Mailena sambil menangis sesenggukan. Dia berusaha untuk menahan Mikhayla, tetapi tangannya dicekal oleh kedua orang tuanya.

"Biarkan dia pergi. Kalau dia tetap di sini akan mempermalukan nama baik keluarga kita," ujar Susi sang ibu.

Mhikayla menyeret koper keluar dari rumah kedua orang tuanya tanpa tujuan yang jelas.

"Aku haus." Dia mengusap tenggorokannya yang tiba-tiba merasa kehausan. Tidak terasa dia sudah seharian berkeliaran di jalanan dan sekarang hari sudah mulai petang. Dia baru sadar bangun tidur tadi pagi tidak sempat makan ataupun minum. Dia langsung bergegas ke kamar mandi untuk mengetes kehamilannya mengingat tubuhnya yang tidak nyaman akhir-akhir ini ditambah diapun telat menstruasi.

"Ya Allah apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku akan tidur dimana malam ini?"

"Mbak ojek Mbak!" Seorang tukang ojek menawarkan jasa.

"Tidak Mas, terima kasih."

Mhikayla menyandar tubuhnya pada emperan toko yang baru saja ditutup oleh pemiliknya. Malam itu dia berniat untuk tidur di tempat ini saja.

Esok hari Mhikayla terbangun dengan sakit perut yang sangat menyiksa, dia pikir mungkin efek dari dirinya yang tidak makan sejak kemarin pagi. Namun, dugaan Mikhayla salah dari balik dress-nya dia melihat ada darah yang mengalir keluar.

"Darah?" Mhikayla memijit keningnya yang tiba-tiba sakit. Kaget sekaligus daya tahan tubuhnya yang mulai melemah membuat wanita itu langsung pingsan.

***

Mhikayla terbangun dan mendapati dirinya sudah terbaring di rumah sakit dengan beberapa selang di tubuhnya.

"Akhirnya kau sadar juga setelah tiga hari dirawat."

Mikayla memandang suster yang berdiri di sampingnya berbaring dengan penuh tanya.

"Seseorang membawamu ke sini sebab mendapati dirimu pingsan di depan tokonya. Kau kehilangan banyak darah dan sudah menghabiskan tiga kantong donor darah. Namun, tenanglah bayimu kuat sehingga masih bertahan di sana. Bayimu baik-baik saja." Tanpa Mikhayla minta suster menjelaskan sendiri apa yang terjadi pada Mikhayla dan wanita itu hanya mengangguk lalu memejamkan matanya. Kalau boleh dia meminta dia ingin bayi itu gugur saja. Dia benci, jika mengingat janin itu Mikhayla jadi mengingat wajah pengecut Bima.

"Kau sudah boleh pulang!" ujar sister sambil membuka selang infus di tangan Mikhayla pada suatu sore."

"Bagaimana dengan administrasinya Sus?"

"Sudah ada yang menjamin, kau bisa langsung pulang."

Mikhayla mengangguk, semoga dia masih diberi kesempatan untuk bertemu, dia akan mengucapkan terima kasih pada orang yang telah membantunya itu.

"Nah itu dia orang yang telah menolong Mbak, saya permisi dulu." Suster pamit pergi setelah pekerjaan di ruang rawat tersebut usai, digantikan oleh seorang wanita yang berjalan ke arah Mikhayla dengan santai.

"Ibu yang menolong saya?"

Wanita itu mengangguk.

"Terima kasih atas kebaikan ibu semoga saja suatu saat saya bisa membalas kebaikan ibu dan semoga Tuhan menggantikan rezeki yang lebih banyak dari yang ibu amalkan untuk saya."

"Tunggu! Amalkan? Maksudmu semua ini gratis? Tidak kamu salah. Ini catatan pembayaran rumah sakitnya. Silahkan di ganti!"

Mikhayla menganga mendengar ucapan wanita setengah baya yang duduk di sampingnya kini.

"Tapi saya tidak punya uang sama sekali Bu."

"Tidak masalah, ponsel dan KTP kamu sudah ada di tangan saya dan itu sebagai jaminan. Mengingat kamu tidak bisa membayar sekarang maka kau harus membayar biaya rumah sakit dua kali lipat padaku." Setelah mengatakan itu wanita setengah baya itupun pergi.

Di dalam ruang rawat itu kini menyisakan Mikhayla yang hanya bisa termenung dan menyesali nasib. Andai saja cintanya tidak buta terhadap Bima, hal ini tidak akan pernah terjadi. Mungkin dia masih tersenyum di dalam keluarga hangat yang membersamainya sejak dirinya kecil.

Bersambung.

MSM BAB 2. Berjuang Sendirian

Mikhayla menyeret langkahnya keluar dari area rumah sakit. Otaknya berputar keras memikirkan bagaimana caranya untuk mendapatkan uang. Sekarang bukan hanya tentang kebutuhan perutnya yang lapar, tetapi wanita itu juga punya beban untuk membayar hutang.

Mikhayla berhenti sebentar pada sebuah toko pakaian yang terlihat ramai dan menawarkan diri untuk bekerja di sana, berharap ada lowongan pekerjaan di toko tersebut sebab Mikhayla melihat beberapa karyawan toko kewalahan melayani pelanggan.

"Maaf toko ini tidak membutuhkan karyawan baru, kami masih bisa menanganinya."

Mikhayla mengangguk mendengar penolakan dari pemilik toko yang bernada ketus itu.

"Mengganggu saja, kupikir mau membeli, eh nggak tahunya malah mencari pekerjaan."

Mikhayla mengusap dadanya agar dirinya bisa bersabar mendengar kalimat yang diutarakan pemilik toko pada karyawannya. Namun, masih terdengar jelas di telinga Mikhayla.

Hingga sore hari Mikhayla yang sudah berkeliling tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Perutnya sudah terasa sangat lapar dan dia hanya bisa menelan ludah saat melihat toko roti diseberang sana.

"Wah rotinya sudah berjamur, pedagang tersebut tidak amanah. Bukankah tadi saya sudah memilih roti yang berkualitas bagus, kenapa saat dicek sekarang malah kadaluarsa seperti ini?" Seorang wanita langsung membuang roti sembarangan sebab teramat kecewa pada penjual roti yang dijumpainya tadi. Wanita itu langsung menyeberang jalan dan menghampiri toko roti yang sejak tadi menjadi pusat perhatian Mikhayla.

Mikhayla mengusap perutnya dengan bibir yang tersenyum seolah ingin mengatakan pada janin dalam kandungannya bahwa 'kali ini kita bisa makan.'

Tanpa pikir panjang dan tanpa menoleh kanan kiri, Mikhayla langsung mengambil roti tersebut, mengusap dari debu-debu yang menempel lalu memakannya. Jamur roti tidak masalah baginya ketimbang harus menahan perutnya yang sakitnya terasa sangat menyiksa.

Selesai menelan habis rotinya, Mikhayla bangkit dari duduknya berniat untuk mencari pekerjaan kembali. Namun, matanya berkunang-kunang dan pandangannya terlihat kabur. Ada rasa mual yang menyiksa di dalam perut sana dan sepertinya ada yang ingin keluar, tetapi tertahan dan tidak bisa keluar.

"Argh! Sakit sekali." Mikhayla memijit pelipisnya dengan tangan kanan dan menekan perut dengan tangan kiri. Rasanya sakit kali ini benar-benar menyiksa. Mikhayla mengeluarkan busa dari mulutnya dan pandangan matanya langsung menggelap.

***

"Kau keracunan makanan, bisa tidak merepotkanku terus?" Mikhayla membuka mata dan mendapati wanita yang menolongnya itu berada di sisinya lagi.

Mikhayla langsung mengedarkan pandangan ke segala penjuru lalu menyadari bahwa dirinya berada di rumah sakit lagi.

"Kenapa harus dia lagi yang menolongku?" batin Mikhayla.

"Kenapa hanya diam? Kau makan racun ya? Mau lari dari tanggung jawabmu terhadap hutangmu padaku?"

Mikhayla menggeleng. "Tidak, mungkin aku keracunan roti yang sudah aku makan."

"Kalau roti yang sudah jamuran jangan dimakan kalau tidak ingin koid, kayak kebal saja makan sembarangan. Yang ada hatimu itu tipis sehingga tidak bisa menyaring racun pada makanan. Ya sudahlah, ini tagihan rumah sakit kali ini dan sudah dipastikan hutangmu akan semakin banyak padaku." Setelah mengatakan itu wanita setengah baya itu langsung bergegas pergi.

"Tunggu dulu Bu!"

"Ada apa lagi?"

"Berapa total hutangku padamu Bu?"

"Bukankah kau sudah melihat sendiri rincian administrasinya?"

"Iya tapi dengan bunganya saya tidak tahu berapa totalnya."

"Sepuluh juta." Wanita itu menjawab dengan enteng sedangkan Mikhayla tampak menganga tak percaya.

"Sudah tidak ada yang mau ditanyakan lagi?" Wanita itu hendak bersiap-siap pergi lagi.

"Boleh aku meminta tambahan pinjaman?"

"Apa? Sudah punya hutang 10 juta masih mau pinjam lagi?"

Mikhayla mengangguk lemah. "Saya butuh uang untuk makan dan kalau saya kelaparan tidak bisa bekerja untuk menyicil hutang pada Ibu."

Wanita yang menjadi lawan bicara Mikhayla diam sebentar. Beberapa saat kemudian mengeluarkan dompet dari dalam tasnya. Wanita itu menyodorkan 2 lembar uang seratus ribuan pada Mikhayla.

"Ingat bayarnya 2 kali lipat!"

Mikhayla yang memang butuh uang menyanggupi begitu saja persyaratan dari wanita itu. Sekarang yang menjadi prioritas adalah perutnya kenyang, perkara membayar hutang dia pikirkan nanti saja.

Keluar dari rumah sakit Mikhayla langsung mencari pekerjaan. Tak perduli tubuhnya yang masih sangat lemah, dia sangat membutuhkan pekerjaan saat ini apalagi jika bicara harus beristirahat dia tidak tahu harus beristirahat di mana. Hari-harinya semenjak keluar dari rumah sudah kacau, hidup di jalanan dan tidur di mana pun dia lakukan agar sedikit bisa mengobati rasa lelah. Beruntungnya tidak ada yang mengganggu dirinya selama ini. Tuhan masih melindunginya, Mikhayla patut bersyukur untuk itu.

Sejauh langkah kaki berjalan, sejauh itu pula hatinya melawan rasa lelah dalam mendapatkan penolakan terhadap lamaran pekerjaan. Hingga langkahnya sampai pada sebuah pasar yang terlihat ramai, Mikhayla berhenti sebentar.

"Bu saya bantu." Mikhayla mengambil barang-barang yang dipegang seorang ibu-ibu yang kelihatannya kesusahan untuk membawa barang-barangnya tersebut.

"Bawa ke angkot yang itu ya Dik!" Permintaan sekaligus perintah dari ibu pemilik barang. Mikhayla mengangguk dan mengikuti langkah ibu tersebut yang berjalan di depan.

"Ini ongkosnya Dik, terima kasih ya sudah membantu ibu."

"Ongkos?" Mikhayla menatap uang yang sudah ada di tangannya.

"Iya itu sudah biasa, bagi kami yang kulakan di pasar ini sangat membutuhkan tenaga kuli angkut di pasar. Ambillah!" Setelah mengatakan hal itu ibu pemilik barang langsung masuk ke dalam angkot.

Angkot bergerak meninggalkan pasar sedangkan Mikhayla masih berdiri tertegun.

"Mbak bantu bawain barang aku yuk!" Permintaan seseorang menyadarkan Mikhayla dari lamunannya.

"Iya Mbak dimana?"

"Di sana Mbak."

"Oh oke, baiklah.

Siang hari pasar sudah mulai sepi Mikhayla duduk sebentar di bawah pohon sambil menghitung uang hasil bekerjanya sedari pagi.

"Sembilan puluh lima, seratus ribu. Wah lumayan." Mikhayla mencium uang di tangannya dan langsung berdiri lalu berjalan menuju sebuah warung yang juga masih berada di kawasan pasar tempatnya itu.

"Nasi rames Bu!"

"Baik Mbak, saya bikinkan pesanannya dulu. Dibungkus atau dimakan di tempat?"

"Dimakan di sini saja Bu."

"Baik."

Selesai makan Mikhayla melanjutkan perjalanannya kembali walaupun entah kemana dia akan melangkah.

"Saya harus mencari tempat kos yang murah dulu mumpung uang yang aku pinjam dari ibu itu masih ada, lumayan untuk uang muka." Mikhayla mengambil keputusan di tengah perjalanannya. Tidak mungkin bukan dia tidur di jalanan sepanjang waktu?

Adzan dhuhur berkumandang. Mikhayla memutuskan untuk berhenti dulu di sebuah masjid yang berada di seberang jalan. Mandi, mengambil wudhu, shalat dan beristirahat sebentar ia lakukan di masjid tersebut.

Saat hendak melanjutkan perjalanan kembali dia melihat seorang anak kecil menjajakan tisu dan air mineral di lampu merah, bahkan anak tersebut sampai dua kali mengambil air pada seorang pria setengah tua yang duduk di tepian jalan dengan beberapa dus air mineral dan beberapa dus tisu di depan dan sampingnya.

Tertarik melihat dagangan anak itu begitu cepat laris, Mikhayla pun menemui pria setengah tua itu dan meminta izin untuk menjual tisu dan air seperti anak tadi.

Berhasil, dalam secepat kilat tisu dan air mineral ludes hingga Mikhayla berulang kali menjemput air dan tisu beberapa kali kepada pria itu.

Mikayla merasa puas meskipun pekerjaannya bukanlah pekerjaan yang berbobot, paling tidak dia bukan pengangguran lagi. Hari itu pula dia menemukan tempat kos. Meskipun kecil dan sempit bagi Mikhyla tak mengapa dibandingkan dirinya harus tidur di jalanan seperti beberapa hari ini.

Selama dua bulan Mikhayla menjalani pekerjaan sebagai tukang angkut di pasar ketika pagi sampai siang dan siang sampai sore dia menjajakan tisu dan air mineral di lampu merah. Selama itu pula dia merasa memang tidak ada yang pernah memperdulikan ataupun sekedar mencari dirinya. Dia benar-benar berjuang sendirian untuk hidup dan bisa menghidupi bayi dalam kandungannya.

Suatu sore saat dia menjajakan tisu dan air mineral seperti biasa, Mikhayla melihat seorang preman menepuk bahu anak kecil yang baru selesai mengamin.

"Serahkan semua uangnya padaku!"

"Jangan Bang, ini untuk biaya pengobatan ibuku yang sedang sakit." Anak itu menunduk dengan raut wajah ketakutan begitupun dengan gadis kecil yang ikut dengan abangnya itu.

"Serahkan aku bilang atau kalau tidak, kick." Preman itu menaruh tangannya di depan leher dan menggerakkan melintang seperti gaya orang menyembelih.

"Iya Bang." Akhirnya anak itu menyerahkan sebagian hasil mengamennya.

"Sudah kukatakan, semuanya!" tekan preman itu.

"Atau adikmu ini aku bawa pergi." Preman itu mengunci pergerakan adik dari bocah laki-laki itu.

"Jangan Bang, aku mohon!" Bocah itu tampak memelas.

"Hei lepaskan dia Bang!" Mikhayla menepuk pundak bahu preman tersebut.

"Wow, rupanya ada yang mau jadi pahlawan di sini." Preman itu langsung bersiap memukul Mikhayla. Mikhayla menangkis setiap gerakan yang diarahkan padanya bahkan wanita itu memukul habis pria tersebut.

Melihat temannya kalah preman yang lainnya datang membantu. Sekarang perkelahian bukan lagi satu banding satu melainkan satu banding 3. Walaupun demikian, Mikhayla yang memang menguasai ilmu beladiri tetap memenangkan pertarungan itu.

Tiga preman itu mengaduh kesakitan karena tangannya dipelintir dan tubuh mereka langsung dihempaskan sehingga bertubrukan satu sama lain.

"Pergi atau akan kubuat kalian tidak bisa bergerak tanpa bantuan kursi roda!" Gertakan Mikhayla sukses membuat ketiga preman itu lari tunggang-langgang tak tentu arah.

"Terima kasih Kak."

"Sama-sama Dek, ini uang kalian dan pulanglah!"

Kedua anak itu mengangguk.

Seorang pria yang memperhatikan perlawanan Mikhayla tadi terkesima dan memilih tidak melanjutkan perjalanannya saat lampu merah berubah hijau.

"Hebat, gerakan Anda tadi sangat keren!"

Mikhayla menoleh dan mendapati seorang pria berjalan ke arahnya. Wanita itu mengernyit saat tidak mengenali pria itu.

Mau apa dia ke sini?

"Dari gaya pukul dan tangkis- menangkis Anda saya tahu Anda menguasai ilmu beladiri."

Mikhayla mengangguk dalam hati menerka-nerka apa yang sekiranya pria itu ingin sampaikan pada dirinya.

"Saya punya penawaran baik untuk Anda."

"Penawaran? Penawaran apa?"

"Saya ingin Anda menjadi pelindung istriku. Bisa, bukan?"

"Pelindung?"

"Ya semacam bodyguard untuk istriku yang sering diganggu oleh orang-orang."

"Mikhayla tampak berpikir, apakah bisa dirinya mengambil job seperti itu sedangkan dia sekarang tengah hamil?"

"Kuberikan kamu gaji 10 juta sebulan untuk tugas itu."

Sontak saja Mikhayla terlihat syok. Bagaimana mungkin dia bisa mendapatkan gaji sebesar itu. Dalam mimpi pun dia tidak pernah memegang uang sebanyak itu.

Lalu tanpa pikir panjang lagi Mikhayla menerimanya. Apalagi mengingat rentenir yang telah meminjamkan uang padanya itu seolah selalu membuntuti dirinya dan selalu menagih. Dengan bekerja pada orang di depannya ini, Mikhayla langsung terbebas dari hutang-hutangnya.

"Baik saya terima penawaran Anda."

"Bagus, kalau begitu kamu bisa mulai bekerja hari ini. Mari ikut ke dalam mobil!"

Mikhayla mengangguk dan mengikuti langkah pria tersebut masuk ke dalam mobil.

***

"Arghh!" Seorang wanita cantik berteriak histeris saat membuka kado di tangannya.

"Ada apa Nyonya?" Mikhayla segera berlari menuju majikannya yang tertegun di depan pintu dengan tubuh yang bergetar ketakutan. Kotak di tangannya jatuh ke lantai.

Pandangan Mikhayla teralihkan ke kotak yang kini terlihat berlumuran darah.

"Kucing?" Mikhayla memeriksa kotak yang isinya adalah penggalan kepala kucing yang berlumuran darah segar. Ingin rasanya Mikhayla muntah saat itu juga menyaksikan benda tersebut. Namun sebisa mungkin dia menahannya.

"Nyonya diteror?" gumam Mikhayla.

"Bi jaga Nyonya, saya ingin mengejar orang itu!" perintahnya pada pembantu di sana.

Tanpa pikir panjang lagi Mikhayla membawa motor dan mengejar pengantar paket tadi.

Ckiit!

Mikhayla langsung menghalangi motor pengantar paket itu dengan motornya yang diposisikan melintang di depan motor pria berhelm topong tersebut.

"Jangan halangi jalanku!"

"Katakan siapa yang menyuruhmu!"

"Bukan urusanmu dan kau juga tidak akan tahu jika aku memberitahumu."

"Kurang ajar! Kau telah mengganggu ketenangan majikanku!" Segera Mikhayla menarik lengan pria itu dari atas motor dan memukul. Pria itu melawan hingga terjadilah perkelahian antara keduanya.

Keduanya sama-sama kuat sehingga tidak ada yang menang dan kalah. Lelah berkelahi, akhirnya saat Mikhayla lengah pria itu langsung kabur.

Tidak terasa satu bulan Mikhayla telah bekerja dan tinggal di rumah seorang pengusaha. Tugasnya hanyalah melindungi istri Tuannya itu dan ikut kemanapun wanita itu pergi untuk memastikan keamanannya. Bukan mudah menjadi bodyguard, Mikhayla bahkan harus berkelahi setiap kali ada yang mengganggu majikannya itu padahal perutnya sering sakit saat terguncang.

"Nyonya bolehkah saya izin pergi sebab ingin menemui seseorang untuk membayar hutang?"

"Saya ikut Mika."

Mikhayla menggeleng lemah, bukannya tidak mau majikannya itu ikut. Namun, lebih kepada heran saja sebab ternyata hidup bergelimang harta tidak menjamin kebahagiaan seseorang. Buktinya majikannya itu setiap hari gelisah dan takut jika dirinya ditinggal oleh Mikhayla meskipun sebentar saja. Mikhayla tidak habis pikir kemana Tuannya yang telah mempekerjakan dirinya itu. Sejak sebulan ini Mikhayla hanya melihat tiga kali pulang ke rumah itu.

Mungkin sibuk urus bisnis sana-sini, secara kan dia pengusaha.

"Boleh Nyonya."

"Iya Mik sekalian temani aku shoping ya setelah urusanmu kelar!"

"Baik Nyonya."

Mereka berdua pergi menjumpai wanita rentenir yang telah memberikan Mikhayla pinjaman. Setelah itu baru pergi ke mall untuk berbelanja.

"Mik antar aku ke toilet mall, aku sakit perut!"

"Baik Nyonya."

Mereka berdua pun pergi ke toilet wanita. Setelah majikannya masuk ke dalam, Mikhayla berdiri di luar untuk menjaganya.

"Apa kabar?" Seorang wanita menepuk bahunya dan berbasa-basi.

Mikhayla mengerutkan dahi, berpikir sejenak. "Apa saya mengenal Anda?"

"Tidak, tetapi saya mengenal Anda." Jawaban orang itu sempat membuat Mikhayla berpikir keras. Dia berpikir orang ini adalah suruhan orang tuanya ataupun Bima.

"Kau adalah wanita pelindung untuk orang yang telah merampas hak orang lain," ucap wanita itu kemudian.

"Maksudnya?" Mikhayla benar-benar bingung.

"Orang yang Anda lindungi adalah istri simpanan dari suamiku dan gara-gara dia aku kehilangan anak dalam kandunganku."

Mikhayla menganga, antara percaya dan tidak percaya.

"Kalau kamu tidak percaya kau boleh mencari informasi sendiri apakah yang aku ungkapkan adalah kenyataan ataukah rekayasa semata. Aku harap kamu bisa bijak sebagai sesama perempuan. Aku menganggu dia dan meneror dia hanya agar dia sadar dan mau melepaskan suamiku. Setelah dia lepas aku pun akan menghentikan aksi tidak baikku itu. Namun, jika kamu masih memilih melindungi wanita itu, kau bersiap-siaplah untuk ikut hancur." Wanita itu menepuk bahu Mikhayla lagi dan langsung pergi.

Setelah perempuan itu pergi. Mikhayla menjadi bimbang antara akan tetap mempertahankan pekerjaannya atau pamit dan mencari pekerjaan lain.

Bersambung.

MSM BAB 3. Menjadi Pengantar Bunga

Sepanjang perjalanan pulang Mikhayla hanya diam, pikirannya sangat kalut sekarang. Beruntungnya sang majikan tidak mengajaknya untuk berbicara sebab Mikhayla sangat tidak berselera untuk berbicara apapun saat ini.

Sampai di rumah saat sopir sudah memarkirkan mobilnya, Mikhayla tidak langsung masuk ke dalam rumah melainkan memastikan dulu keadaan majikannya baik-baik saja.

Setelah majikannya masuk barulah Mikhayla pergi ke kamar dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang sambil berpikir keras.

"Ya Tuhan bantu aku pilihkan. Apakah aku harus keluar dari pekerjaan ini ataukah harus bertahan?"

Mikhayla memijit pelipisnya. "Tapi aku tidak mungkin bukan bertahan dengan pekerjaan ini sementara perutku akan semakin membesar. Kasihan anak ini selalu kena tendang. Aku akan memastikan keselamatannya meskipun tanpa seorang suami." Mikhayla mengusap lembut perutnya.

"Sepertinya aku memang harus mengundurkan diri dari pekerjaan ini." Mikhayla mengambil keputusan lalu bangkit dari berbaring dan berjalan keluar kamar untuk menemui majikannya.

"Kau yakin akan berhenti bekerja padaku?"

"Iya Nyonya, maaf tidak bisa melindungi Nyonya lebih lama lagi."

"Apa alasanmu? Apa gajinya kurang besar?"

Mikhayla menggeleng.

"Jadi mengapa berhenti mendadak seperti ini?"

"Demi kebaikan bayiku, kalau saya terus-terusan melindungi Nyonya, yang ada bayi dalam kandunganku yang akan menjadi taruhannya."

"Baiklah kalau itu keputusanmu, tapi kumohon jangan pergi dulu sebelum suamiku datang."

Mikhayla mengangguk sedangkan majikan perempuannya itu langsung menelpon suaminya.

Setengah jam Tuannya itu datang, Mikhayla langsung pamit dan meminta maaf sebab terpaksa berhenti mendadak. Lelaki itu tak masalah, dia berkata akan mencari bodyguard lain untuk istrinya.

Mikhayla menghembuskan nafas lega sebab Tuhan seolah selalu meringankan langkahnya. Saat hendak keluar dari rumah majikannya tiba-tiba hujan mengguyur lebat bumi. Mikhayla memilih menunggu hujan reda di pos satpam sebelum akhirnya meninggalkan rumah tersebut.

Dua jam berlalu akhirnya hujan reda juga. Mikhayla melangkahkan kakinya di jalanan yang basah, menyetop ojek dan kembali ke tempat kosannya dulu.

Saat turun dari motor, Mikhayla melihat seorang perempuan yang hampir jatuh dari motornya akibat jalanan yang licik. Mikhayla langsung berlari mendekat seolah melupakan keselamatan dirinya sendiri dan juga bayi dalam kandungannya hanya demi menyelamatkan perempuan yang dilihatnya.

Brak.

Terlambat, motor perempuan yang hendak ditolongnya sudah miring di aspalan dan perempuan itu meringis sambil meniup-niup kakinya yang terluka dengan air mata yang hampir keluar dari bola matanya.

"Sakit sekali ya Mbak? Ayo Mbak saya antar ke rumah sakit." Mikhayla menawarkan bantuan sambil tangannya meraih beberapa buket bunga yang berjatuhan di jalanan.

Perempuan yang diajak bicara menggeleng, menatap seluruh tubuh Mikhayla lalu berhenti pada wajahnya. Perempuan itu terlihat ingin berbicara, tetapi ditahannya.

"Kalau ada yang bisa saya bantu, katakan saja!" Mikhayla paham dengan ekspresi perempuan tersebut.

"Boleh aku minta tolong untuk mengantarkan buket bunga ini? Rasanya kakiku sudah tidak kuat untuk melakukan perjalanan menggunakan motor saat ini sedangkan waktunya sudah mepet, kalau terlambat sedikit aku bisa kehilangan pelanggan dan bisa kehilangan pekerjaan juga," mohon perempuan itu dengan tatapan memelas.

"Baiklah, mana list alamatnya?"

Perempuan itu tersenyum, mencoba bangkit berdiri, meski dengan langkah tertatih mendekat ke arah Mikhayla dan mengulurkan tangan.

"Kinar." Perempuan itu memperkenalkan diri.

Mikhayla menerima jabatan tangan perempuan itu. "Mikhayla."

"Nama yang bagus, ini list alamat pelanggan yang memesan buket bunga di toko kami."

Tanpa pikir panjang Mikhayla meraih daftar tersebut dan naik ke atas motor lalu langsung bergegas mengantarkan buket-buket bunga kepada pemiliknya.

"Aku akan menunggumu di sini!" teriak Kinar.

Mikhayla menoleh dan menunjukkan ibu jarinya.

"Terima kasih," teriak Kinar lalu berjalan tertatih, mencari apotik terdekat untuk membeli povidone iondine serta kain kasa dan plester, sedangkan Mikhayla sudah tidak terlihat lagi batang hidungnya.

Siang hari, barulah Mikhayla kembali dari mengantarkan pesanan. Dia memarkirkan motor di depan sebuah toko dimana ada Kinar duduk bersandar.

"Terima kasih banyak atas pertolonganmu, aku tidak tahu akan seperti apa nasib pekerjaanku kalau tidak ada dirimu."

Kinar mengulurkan selembar uang seratus ribuan. "Ini untukmu."

"Tidak perlu saya ikhlas menolong," tolak Mikhayla halus. Dia memang membutuhkan uang saat ini, tetapi dia tidak enak jika harus menerima imbalan dari orang yang ditolongnya.

"Rumahmu dimana?" tanya Kinar kemudian.

"Masih mau ngekos, dulu aku ngekos di belakang rumah itu mungkin sekarang masih ada kamar yang kosong," sahut Mikhayla.

"Bekerja dimana?" tanya Kinar lebih lanjut.

"Masih dalam proses mencari."

"Bagaimana kalau ikut aku bekerja di toko bunga saja? Kalau kamu mau, kamu tidak perlu mencari kosan lagi karena di sana sudah disediakan tempat tinggal."

"Benarkah?" tanya Mikhayla sumringah.

"Mau tidak?"

"Mau."

"Oke kalau begitu ayo ikut aku kembali ke toko!"

Mikhayla mengangguk.

"Kau yang nyetir motornya ya!" pinta Kinar.

"Oke siap."

Dengan susah payah mereka berboncengan sebab di belakang Kinar duduk ada tempat untuk meletakkan buket-buket bunga.

Mereka berdua langsung menuju toko yang tempatnya jauh berada di luar kota dari kota asal Mikhayla.

Sampai di toko setelah dikenalkan pada pemilik toko dan diterima bekerja, Mikhayla langsung diajari bagaimana caranya merangkai bunga menjadi buket bunga, bloom box, papan ucapan selamat dan semua tentang merangkai bunga agar Mikhayla tidak hanya bekerja sebagai pengantar bunga saja, melainkan berperan double, sebagai pengantar bunga maupun sebagai perangkai bunga (Florist).

"Wow kau cukup pandai untuk mengkreasikan bunga-bunga ini menjadi terlihat lebih cantik," puji pemilik toko.

"Terima kasih, ini berkat Bapak yang telaten mengajari."

Sejak saat itu Mikhayla berubah profesi dari bodyguard menjadi florist dan pengantar bunga.

Bersambung.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!