NovelToon NovelToon

Membangun Peradaban Di Planet Primitif

1. Sosok Zaynal Abideen

Aku adalah Zaynal Abideen seorang Ilmuwan Teknik Fisika, yang lahir pada 1994 dan kini hidup nyaris sebatang kara di Princeton University, Amerika. Aku disini dalam rangka petualangan berdua dengan sahabat sejati ku Udin dari Indonesia. Petualangan yang baru saja menjadi seru, selepas kelulusanku dan Udin dari Program S2 dan S3 di Princeton, New Jersey.

Petualanganku berawal setelah kelulusanku dari salah satu SMA di kota kelahiranku Palmyra, Syria tahun 2012. Kalian cukup memanggilku Zayn saja ya.

Alkisah pada akhir Juli 2012, beberapa bulan setelah demo mulai berkembang atas ketidakpuasan kepemimpinan keluarga Presiden Assad sekian dekade, membawa petualanganku dimulai dengan tekad berani mengambil kursus bahasa untuk orang asing di salah satu perguruan tinggi swasta di Indonesia yang berada di Malang dan kemudian pada tahun berikutnya berkuliah pada strata S1 pada Jurusan Teknik Fisika di sebuah kampus di Surabaya. Oh iya pendidikanku sepenuhnya gratis loh, aku mengakses beasiswa KNB (Kemitraan Negara Berkembang) dengan mengajukan diri beserta segala persyaratannya di KBRI Damaskus segera setelah kelulusanku dari SMA.

Partner petualanganku adalah Udin, kalian bisa lebih mengenalnya di chapter setelah ini. Udin adalah seorang yatim piatu yang besar di sebuah panti asuhan di Jawa Barat. Kedua orang tuanya yang tidak jelas asal usulnya meninggal pada sebuah kecelakaan di Desa Siluman, Subang 2 bulan setelah kelahirannya di tahun 1995 dan meninggalkannya sebatang kara.

Aku mengenal Udin tahun 2013 karena dia menjadi induk semang atau bapak kos di rumah kos yang sama denganku. Meski masih satu kampus denganku, namun dia adalah seorang mahasiswa Teknik Kimia. Udin adalah seorang Kimia Enthusiast, mungkin kalian bisa menyebutnya geek di bidang itu.

Ceritanya kami sama-sama lulus tahun 2017 dengan predikat summa cum laude dan berhasil mendapatkan beasiswa untuk menempuh studi S2 dan S3 di Princeton University meneruskan kegilaan kami di bidang Fisika dan Kimia.

Kenapa harus ke Princeton? Saat krisis Syria mulai merambah ke Palmyra pada 2015 dan penghancuran ISIS dimulai pada situs-situs kuno di kota kami, keluargaku mulai mengungsi ke Turki tahun itu juga. Awal 2017 ayah ibu dan keluarga pamanku mendapat suaka untuk dapat segera pindah ke Amerika, sehingga aku berimpian melanjutkan studi ke kampus terbaik di Amerika. Tentunya aku mengajak Udin yang juga masih galau akan masa depannya.

Perlu kalian ketahui, almarhum kakekku semasa mudahnya pernah menjadi security di Kedutaan Besar Amerika di Damaskus sehingga anak-anaknya dan keluarganya bisa mendapatkan suaka untuk melanjutkan hidup dan menggapai American Dream.

Sore di bulan Juli itu kisah kelamku dimulai, dalam perjalanan ke Bandara Juanda bersama Udin diatas sebuah taksi berwarna orange yang saat itu masih marak di Surabaya, aku mendapat sebuah telepon duka dari Turki. Seluruh keluargaku yang harusnya akan berangkat ke Amerika bulan depan terbunuh secara sistematis oleh ISIS yang mengacau di kamp pengungsian. Mereka dibunuh karena dianggap sebagai mata-mata dan antek Amerika. Detik setelah kabar duka itu menjadikan hidupku tak lagi berarti sama dan akhirnya hidupku hanya menggila di masalah Fisika dan tidak hal lain. Namun dari sinilah semua bermula. Petualangan gilaku bersama Udin yang tak disangka malah tersesat ke planet yang jauh dengan peradaban primitif.

2. Gue Udin Petot eh Udin the Doctor

Kenalin gue Zahiruddin Muhammad, seperti yang Zayn jelaskan gue adalah seorang yatim piatu. Tau gak lo, nama gue setelah gue melek internet ternyata nama Sultan pertama Mughal di India. Gue gak tahu latar belakang gue bagaimana. Yang gue tahu dari Panti Asuhan yang membesarkan gue di Subang, mereka mendapatkan gue ketika masih bayi dua bulan dari kedua orang tua yang meninggal saat kecelakaan di Desa Siluman.

Tak ada identitas pada jenazah pasangan yang diduga kuat orang tuaku. Namun orang-orang mengira mereka berdua adalah orang Arab dari penampilannya. Nama Zahiruddin Muhammad sendiri didapat dari selimut yang membungkusku yang kata orang waktu itu tak hentinya menangis. Kedepan setelah sedikit yang aku baca di internet akan namaku menjadikanku berpikir gue gak berasal dari ras Arab melainkan India.

Kondisiku yang sebatang kara sedikit membuatku minder. Gue banyak di bully saat sekolah karena badanku yang kurus, teman-temanku memanggilku Udin Petot sejak SD hingga SMA. Gue mudah menghafalkan segala yang gue denger dan gue baca, meski begitu aku hanya fokus pada mata pelajaran yang paling kusukai Kimia, yang lain bodo amat, nilaiku yang lain tidak jelek meski juga bisa dibilang pas-pasan meski gue tidak pernah mencatat dan dalam keadaan tidak pernah mampu membeli buku. Cuma untuk Kimia, selalu nilai sempurna dong.

Salah seorang ustadz menyadarkanku akan kemampuan menghafalku sehingga memberiku motivasi menghafal Alquran sejak kelas 2 SMP yang berhasil kuhafalkan seluruhnya beserta arti dalam Bahasa Indonesia dan Inggris di kelas 3 SMA.

Motivasiku hanya satu, gue gak kenal kedua orang tua sejak bayi, namun sedikit bakti yang ingin kupersembahkan kepada mereka adalah permohonan ampunan kepada mereka agar bisa menghuni surgaNya dan gue ingin memasangkan sepasang mahkota untuk mereka berdua kelak nanti di surga.

Panggilan Udin Petot berakhir ketika aku kuliah di Surabaya. Sebetulnya kuliah di Surabaya bukan cita-citaku yang memang tidak punya cita-cita. Ceritanya saat itu mulai marak dibuka beasiswa hafidz untuk berbagai kampus dan aku tentu saja mengincar Fakultas Kedokteran entah mau di kampus mana. Namun tanpa disadari fokusku terhadap Kimia membuat nilai raporku yang lain biasa saja meski tidak bisa dibilang jelek. Alhasil gue kalah bersaing dengan para hafidz lain yang nilai rata-ratanya lebih baik dalam merebut start menjadi dokter.

Well gue sempat patah arang, gagal dapat beasiswa dan gagal kuliah gratis. Namun seorang dermawan yang kukenal ketika aku mengantarkan rombongan adik-adik panti asuhan ke acara santunan mengatakan akan membiayai kuliahku S1 kalau aku bisa lulus tes SNMPTN. Tentu saja aku memilih Teknik Kimia. Namun aku diminta mengikuti nasehat sang dermawan aku memilih kuliah di Surabaya. Adiknya memiliki rumah kos disana dan gue bisa menghuni 1 kamar secara gratis asal bisa membantu menjaga kebersihan dan ketertiban disana dan mengajarkan keluarga adiknya Tahsin Alquran. Tembus kuliah di Surabaya, gue langsung jadi bapak kos woi.

Di kos-kosan yang baru selesai dibangun milik adik sang dermawan gue bertugas mengubrak-ubrak anak-anak untuk bayar uang kos, jaga kebersihan dan atas permintaan pemilik untuk senantiasa menasehati anak kos agar beribadah. Di kos kosan itu gue bertemu mahasiswa asal Syria bernama Zayn. Dialah sahabat sejatiku seumur hidupku ini, segala cakrawala berpikir, cita-cita, visi hidup dan julukan “the Doctor” gue peroleh darinya.

Sejak saat itu kenalan mahasiswa, ibuk warung bahkan dosen dan pihak Universitas memanggilku Doktor Udin. Tentu saja karena gue dianggap jenius dengan pola pikir yang visioner. Harus kuakui semua itu kudapat berkat inspirasi Zayn yang kini gue bersamanya menjadi jenius Fisika dan Kimia di Princeton. Namun sayang akhirnya nasib buruk menimpa dirinya dan kini dia sama sebatang karanya denganku.

Gue dan Zayn lulus S1 di Surabaya tahun 2017 dan segera terbang ke Amerika untuk meraih Master yang kami dapat di tahun 2019. Segera gue benar-benar menasbihkan julukan the Doctor dengan meraihnya bersama Zayn di tahun yang sama 2022. Perjuangan meraih gelar PhD baik gue aupun Zayn sangat berat. Kami harus berjibaku dengan pandemi. Namun usaha tidak mengkhianati hasil. Sejenak setelah lulus S3 kami langsung diterima bekerja di Princeton sebagai akademisi.

Tanpa disadari kegilaan dengan Fisika dan Kimia membuat kami berdua seperti seorang nerd jika diamati. Bahkan di usia Zayn yang sudah 28 tahun dan usiaku 27 tahun kami berdua masih jomblo dan gemetaran jika harus bicara dengan wanita.

3. Merancang mesin teleportasi

Hidup sebatang kara di Princeton sejak 2017 membuat Zayn dan Udin tentunya kangen akan masa-masa di Surabaya, tak hanya itu terkadang Zayn merindukan kota kuno Palmyra tempatnya berasal dan Udin juga kangen dengan suasana Panti Asuhan di Subang.

“Andai saja ada pintu kemana saja ya Din, kita pasti bisa beli rujak cingur di Warung Mbok Darmi, atau beli Lontong Kupang di Warung Cak Mikel,” celoteh Zayn kepada Udin ketika menyantap burger beberapa saat setelah wisuda S2 mereka di Princeton tahun 2019.

Mendengar celotehan Zayn, sontak Udin tertawa ringan. “Zayn, gue kepikiran dengan ilmu yang kita miliki berdua kenapa tidak untuk menciptakan pintu kemana saja verai ciptaan kita sendiri saja.”

“Ngaco ah lu Din, mana bisa berteleporasi hanya dari sebuah pintu,” sebelnya. Namun Udin kemudian berusaha meyakinkan, “ Zayn dengan kejeniusan kita berdua masak gak bisa sih kita membuat alat teleportasi, ya gak juga harus berbentuk pintu kayak Doraemon punya lah, Gue rasa nanti saat kita lulus doctoral mesin itu sudah siap kalau kita rancang dan bangun sejak sekarang."

“Emang mau kemana kamu Din jika nantinya punya semacam pintu kemana saja? Bukankah kita juga sebatang kara ya, dan saat ini kita juga tidak ada kesulitan untuk dapat mengakses transportasi apapun, yaah meski kita bukan orang yang berlimpah uang sih,” tanya Zayn.

Udin dengan cepat membalas, “Paling tidak dengan mesin itu kita bisa teleportasi ke Arab untuk Haji atau Umroh Zayn, setidaknya kita bisa memiliki waktu singkat kesana dan berpindah lagi kesini untuk kembali ke jadwal padat kita. Gue kepingin mendoakan orang tua yang gak pernah gue kenal dan juga berdoa agar kutukan jomblo ini berakhir,” tukas Udin.

Singkat cerita mereka mulai merancang mesin teleportasi mereka sendiri, mereka mendesain hal itu di halaman belakang rumah sewa mereka, untuk basic mesin teleportasi, mereka menggunakan sebuah perahu mesin berbahan fiber glass yang mereka lengkapi parasut, kemudian didalamnya ada ruang control untuk mengemudikan perahu dan peralatan teleportasi mereka. Tak lupa ruangan tidur, dapur serta gudang logistik yang luar biasa penuh seakan mereka hendak menghadapi Zombie Apocalypse atau bahkan Krisis Pandemi dan Lockdown berikutnya. Tak lupa mereka mempersiapkan senjata dan amunisi yang dapat mereka akses sebagai sipil pemegang green card di Amerika untuk menghadapi worst case yang mungkin terjadi.

Kalian mungkin bertanya kenapa harus perahu? Mereka berpikir bisa jadi ketika ada kesalahan input koordinat hingga misal nantinya dalam teleportasi mereka tiba di perairan bahkan lautan, maka tidak menyulitkan mereka. Apalagi mereka tidak tahu deviasi yang dihasilkan alat ini, dan akan melenceng dalam radius berapa km dari sasaran.

Mengingat wilayah bumi lain yang menjadi lokasi teleportasi juga selalu berotasi keliling pada porosnya siang dan malam, sehingga memungkinkan ada deviasi. Lalu apa fungsi parasut? Dalam suatu kasus yang mereka pikirkan, jika perahu mereka terteleportasi di ketinggian, maka mereka dapat selamat dengan mengembangkan parasut untuk mendaratkan perahu mereka.

Finally perahu teleportasi itu benar-benar jadi beberapa bulan setelah mereka meraih gelar doktoral. Zayn dan Udin meresmikan perahu teleportasi mereka tepat pada hari kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 2022 dan mereka menamainya seperti nama judul buku catatan perjalanan Ibnu Battutah seorang penjelajah asal Maroko, perahu itu mereka namai RIHLAH yang dicatkan juga di lambung kapal dan sebuah plakat di pintu masuk di bagian belakangnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!