"Ah, tolong! Lepaskan tanganku! Lepas!" Terdengar suara jerit Rara meminta tolong dengan kerasnya. Wajah Rara memerah ketakutan, tubuhnya dingin, tangan kirinya bergetar karena ditarik oleh seorang laki-laki yang berpakaian compang-camping, rambutnya gondrong, kulitnya berwarna hitam kecoklatan karena terbakar sinar matahari.
Nafas Rara benar-benar tak karuan, jantungnya hampir copot karna dikagetkan oleh sergapan laki-laki menakutkan dari belakang, tangan kirinya tak mampu lepas dari cengkraman laki-laki gila yang terobsesi olehnya.
"Lepas! Lepaskan tanganku! Dasar laki-laki gila!" Teriak Rara dengan kerasnya meminta agar orang gila itu melepaskan cengkramanya.
Sambil terus menarik tangan Rara orang gila itu pun tersenyum bengis lalu menatap wajah Rara dengan puasnya, sesekali tertawa-tawa dan mencebikkan bibirnya. Sepertinya sangat puas sekali bisa mendapatkan gadis cantik itu, tanpa banyak berkata hanya tertawa ngakak orang gila itu terus menarik tangan Rara sampai ke gang buntu dengan kuatnya.
Kukunya yang panjang pun berhasil menggores-gores pergelangan tangan Rara yang putih mulus itu, alhasil pergelangan tangan Rara penuh dengan luka cakar, dan kemerahan karena cengkraman yang sangat kuat.
Rara terus teriak minta tolong, dia sendirian di gang itu, kenapa tidak ada orang yang mendengarnya, sementara Rara benar-benar ketakutan, dia takut kalau orang gila itu akan menculiknya dan memperkosanya.
"Lepaskan! Lepaskan tanganku! Tolong! Tolong!" Teriak Rara dengan kencangnya, dengan sekuat tenaga Rara mengayunkan kaki kananya dan menendang bokong orang gila itu.
"Bruk!" Laki-laki bertubuh ceking itupun terjungkal dan jatuh tersungkur ketanah karena tendangan kaki Rara.
Dengan reflek cengkraman tangan Rara pun
terlepas. Melihat dia terjatuh dan genggaman tanganya terlepas, orang gila itu lalu marah dan kalap. Diambilnya sebatang kayu besar sebesar pergelangan kaki orang dewasa, kayu itu berada tepat di samping orang gila yang jatuh tersungkur itu.
Rara yang mengetahui orang gila tersebut mengambil sebatang kayu benar-benar histeris dibuatnya, teriakannya pecah meminta tolong berharap siapapun datang menolongnya. Sudah tak karuan bagaimana perasaan takutnya siang itu.
Diayunkan kayu besar itu tepat lurus di kepala Rara dengan bengisnya.
"Ah, tolong! Tolong aku!" Teriak Rara sambil menangis histeris, dengan tubuh yang gemetaran, air mata Rara saat itupun tak terbendung.
"Brakk! Brak! Brak!" Tanpa disadari datanglah seorang cowok bertubuh tinggi dari belakang Rara, dia menendang ayunan kayu besar tersebut dengan kakinya. Sehingga membuat kayu besar tersebut terpental jatuh ke belakang tubuh orang gila tersebut.
Melihat ada laki-laki yang datang, orang gila tersebut ketakutan, matanya melotot tajam, rahangnya mengeras serta mulutnya berkata "Awas kau, awas kau aku cari kau!" Teriak orang gila itu sambil berlari pergi dengan kencang.
Dengan nafas yang tak karuan dan ketakutan yang amat sangat, tangan Rara pun digandeng oleh cowok itu dan menariknya pergi dari tempat itu.
Ketika mendapatkan tempat yang dirasa aman mereka pun berhenti di sebuah taman kecil. Rara yang begitu ketakutan sedikit demi sedikit akhirnya merasa tenang.
"Apa kamu nggak papa?" Tanya Anzel sambil memegang kedua tangan Rara dengan rasa khawatir.
"Emm, Aa-a-ku tidak papa, hanya saja aku takut sekali tadi." Jawab Rara dengan terbata-bata, kakinya masih gemetaran ketika mengingat kejadian tadi.
"Minumlah ini dulu, tenang dan jangan takut Ra, kamu aman sekarang." Sambil menyodorkan botol air minum dari dalam tasnya dan tersenyum dengan manisnya.
"Terimakasih ya Anzel, berkat kamu aku selamat, kamu menyelamatkan nyawaku, aku tidak tahu lagi bagaimana nasibku kalau kamu nggak nolong aku!" Jawab Rara dengan menatap mata Anzel penuh haru.
"Aku tadi jalan lewat gang itu, lalu aku mendengar teriakan suara minta tolong, setelah aku amati suara itu ternyata suaramu Ra, aku benar-benar kaget kalau orang gila itu berani menyentuhmu" Tutur Anzel menjelaskan kepada Rara, wajah Anzel yang ganteng itu pun menatap Rara dengan rasa khawatir.
"Makanya itu aku juga heran kenapa dia berani menyergapku dari belakang, aku kira siapa ternyata orang gila," Ujar Rara menjelaskan kepada Anzel.
"Sini coba kulihat tanganmu", tangan Anzel pun menarik tangan Rara dan melihat banyak luka cakaran kemerahan di tangan kiri Rara.
"Ini harus dibersihkan dengan alkohol, ayo ikut ke rumahku Ra, aku akan mengobati lukamu." Ajak Anzel ke rumahnya, Anzel pun berdiri dan mengayunkan tanganya agar digenggam oleh Rara, mereka berdua pun berjalan menuju rumah Anzel yang tak jauh dari situ.
"Makasih ya Nzel, aku bersyukur kamu menolongku, kalau nggak ada kamu pasti aku udah remuk dipukul kayu," Tutur Rara menjelaskan perasaanya kepada Anzel.
"Kali ini aku benar-benar menolongmu ya." Dengan senyum mengembang di pipinya Anzel pun melangkah pergi dengan menggandeng tangan Rara.
"Tadi kamu mau kemana sih Ra, kenapa pergi sendiri? Bahayo lo cewek pergi sendiri dan lewat gang sempit yang sepi itu, harusnya kamu jangan lewat situ Ra." Tutur Anzel menjelaskan kepada Rara.
"Aku itu mau ke Perpustakaan Nzel, ada novel yang mau aku beli, kalau lewat gang ini kan cepet dan lumayan deket, lagian juga tiap hari aku lewat sini kok kalau mau kesekolah, nggak apa-apa juga, mungkin hari ini apesku aja kali ya." Jawab Rara sambil berceletuk manja.
"Lain kali jangan lewat sini sendirian ya, orang gila itu takutnya masih mengikutimu, dan berbuat jahat lagi kepadamu, jadi biar aman kalau berangkat dan pulang sekolah biar aku jemput aja." Ujar Anzel menjelaskan dengan tatapan hangat kepada Rara.
"Terimakasih ya Nzel, kamu sangat baik sekali kepadaku, aku nggak tau gimana jadinya aku tanpamu tadi." Jawab Rara berterimakasih kepada Anzel.
Setelah 5 menit mereka berjalan lalu sampailah didepan pintu gerbang yang tinggi dan kokoh, rumah Anzel benar-benar megah jika dilihat dari depan.
"Ayo masuk!" Ajak anzel sambil membuka pintu gerbang garasinya.
Rara pun masuk melewati pintu gerbang tersebut, sejauh mata memandang halamanya luas, tamanya indah, dan rumahnya megah sekali.
"Aku belum pernah mengajakmu main kesini ya?" Tanya Anzel kepada Rara sambil tersenyum ramah.
"Belum Nzel, terakhir aku pernah kerumahmu yang di Batavia itu, yang waktu kita kumpul buat ngerayain ulang tahunya Adeline adik kamu, kalau rumah barumu ini aku baru kali ini kesini, gila ya Nzel Mama Papamu pasti berjuang keras buat ngebangun rumah ini." Terang Rara memuji keluarga Anzel.
"Ah tapi karena mereka terlalu sibuk aku dan Adeline jadi kurang kasih sayang orang tua Ra, mereka hanya pulang 6 bulan sekali." Jelas Anzel kepada Rara.
Setelah berjalan memasuki rumah Anzel yang megah, Anzel terus membawa Rara berjalan menuju ke ruang tamu, ruang keluarga dan naik menuju lantai 2. Rara pun kebingungan dan menanyakan mau dibawa kemana dia.
"Kita mau kemana Nzel, memangnya dimana letak alkoholnya?" Tanya Rara kepada Anzel.
"Kita mau ke kamarku!" Jawab Anzel dengan pasti.
"Degh! Degh! Degh! Rara pun kaget, yang benar saja Anzel mengajakku masuk ke kamarnya," wajah Rara memerah dan jantungnya berdetak tak karuan lagi.
------------
Bersambung
Degh! Degh! Degh! Jantung Rara kembali berdetak keras, Rara kebingungan kenapa Anzel membawa dia ke kamarnya.
"Kita mau kemana Nzel? Tanya Rara dengan pemasaranya.
"Mau ke kamarku, kotak P3K nya ada dikamarku Ra." Jawab Anzel sambil menunjuk ke arah kanan memberi tahu sebelah mana kamarnya.
Rara pun mengerti dan mengikuti arah kaki Anzel dengan gugup, dia takut karena baru kali ini Rara memasuki kamar cowok.
"Ayo silahkan masuk, masuk saja jangan khawatir aku hanya mau mengobati lukamu." Tutur Anzel dengan percaya diri, membuat jantung Rara semakin berdetak kencang.
Kamar Anzel begitu besar, di depan pintu terlihat kasur ukuran big size yang sangat rapi, kamar cowok itu begitu mewah dan sangat bersih seperti kamar tuan muda yang ada di drama korea.
"Wauu, jadi ini kamarmu Nzel." Ucap Rara terkagum-kagum hingga ia lupa dengan rasa perih di tangannya.
"Kenapa bersih sekali, apa kamu memang serapi itu? Atau ada yang membersihkan kamarmu tiap hari?" Tanya Rara penasaran hingga kedua bola matanya tidak berhenti melihat ke sekeliling kamar.
"Ada yang bersihin tiap hari, tapi akupun juga nggak berantakan banget, jadi bibi nggak perlu susah-susah ngerapihin nya. Jawab Anzel sambil tersenyum lebar, matanya begitu indah hingga membuat Rara terpana melihatnya.
"Ayo sini mana tanganmu," sambil mengambil kotak P3K di dalam laci walk in closetnya.
Anzel dan Rara pun duduk bersama di atas kasur, dengan penuh kasih sayang Anzel menyentuh tangan Rara dengan lembut.
"Ini mungkin akan perih kamu tahan ya Ra". Kata Anzel menjelaskan dengan lembutnya.
Anzel seperti malaikat, dia terlahir hampir sempurna karena apa yang dimilikinya terlalu banyak, dia memiliki wajah tampan, hidungnya mancung, kulitnya putih bersih, sangat sempurna sebagai seorang laki-laki, dia pun juga dari kalangan orang yang berada. Wanita mana yang tidak tertarik dibuatnya.
"Lihat tanganmu, banyak sekali goresanya, orang gila tadi benar-benar sangat menginginkanmu, hingga dia nekat menyeret dan akan memukulmu Ra, lain kali jangan lewat situ sendirian ya, aku nggak mau kamu kenapa-napa." Pinta Anzel memberitahu, dengan tatapan mata yang menyiratkan harapan kepadanya.
"Kenapa memangnya kamu khawatir denganku?" Tanya Rara penasaran, sambil tersenyum menggoda Anzel.
"Ya Iyalah, kamu kan temanku, aku nggak mau temanku kenapa-napa." Jawab Anzel menegaskan.
"Aw, sakit! Pelan-pelan ini perih banget." Ucap Rara sambil merintih kesakitan.
Kedua bola mata Anzel menatap wajah Rara dengan seriusnya, menatap dengan tatapan mengisyaratkan kasih sayang, melihat Anzel menatapnya begitu dalam Rara pun tersipu malu, terlihat ketegangan terpancar di dalam wajah Rara.
"Kenapa kamu menatapku Anzel?" Tanya Rara membuyarkan tatapan Anzel.
"Ayo cepat kalau sudah selesai aku mau pulang." Jawab Rara sambil membereskan kotak P3K Anzel.
Di saat yang bersamaan Rara pun bersiap untuk berdiri dan tanpa sengaja kakinya tersandung karpet di bawah kasur Anzel.
"Bruugggghht! Rara benar-benar terpeleset, matanya melotot tajam, serta tubuhnya mulai terjungkal ke belakang, dengan sigap Anzel menarik lengan Rara dan memegang pinggangnya. Tubuh Rara pun diputar Anzel ke kasur agar dia tidak jatuh ke lantai.
Benar saja mereka berdua jatuh di kasur, badan Rara berada diatas dan Anzel tepat berada di bawahnya, dengan saling menatap tangan Anzel memeluk pinggang Rara dengan erat. Dua mata mereka bertemu, tanpa disadari Anzel mengecup bibir Rara dengan penuh rasa cinta.
Jantung Rara berdetak kencang tak karuan lagi, entah sudah berapa kali dia harus merasakan spot jantung hari ini. Baru kali ini Rara dicium oleh laki-laki, jiwanya bergetar tak karuan. Setelah merasakan kecupan tak sengaja itu Rara pun berusaha untuk berdiri dan mencerna apa yang terjadi.
Anzel pun tertunduk malu tanpa sempat mengatakan apapun.
"Emm aku harus pulang sekarang." Pinta Rara dengan salah tingkah, dia tak tau mau ngomong apa lagi, suasana tiba-tiba jadi hening.
"Boleh, ayo aku antar." Jawab Anzel menawarkan dan bergegas untuk berjalan keluar kamar.
"Emm, tidak aku bisa pulang sendiri." Jawab Rara tanpa menatap Anzel malu-malu.
"Biar aku antar saja ayo." Ajak Anzel berjalan keluar kamar.
Mereka pun turun tanpa saling berkata-kata, gerakan tubuh keduanya sangat terlihat kalau mereka sedang salah tingkah.
"Eh, Mas Anzel, kok udah balik mas?" Tanya Bi Inah saat berpapasan dengan Anzel dan Rara di ruang tamu.
"Oiya ini Rara teman sekelas aku Bi," Jawab Anzel memperkenalkan Rara kepada Bi Inah.
"Halo Bi, aku Rara senang bertemu dengan Bi Inah." Sapa Rara sambil mencium tangan Bi Inah.
"Eh, iya mbak Rara sama Mas Anzel nggak makan dulu? Ini Bibi masak cah kangkung kesukaan Mas Anzel lo." Sambil menunjuk ke arah ruang makan.
"Nanti saja Bi lain kali kita makan, sekarang aku mau antar Rara pulang dulu." Jawab Anzel dengan senyuman ramah.
"Baiklah Mas kalau begitu hati-hati dijalan ya." Ujar Bi Inah dengan tersenyum.
Mereka berdua pun berjalan meninggalkan rumah Anzel.
"Jadi kamu dirumah sama siapa aja Nzel?" Rara mulai bertanya membuka obrolan.
"Oh, aku dirumah ber 6, ada Aku, Nadeline, Bi Inah, Mbak Ayu, Pak soleh, sama Mang Nanang, kadang kalau weekend Eyang putri sama Eyang kakung datang mengunjungi kami, tapi itu pun nggak lama, cuma beberapa jam saja." Jawab Anzel menjelaskan.
Setelah mereka berjalan sampailah mereka di depan gang tempat kejadian tadi.
"Aku takut lewat sini lagi, aku takut kalau orang gila itu menungguku dan menyergapku lagi gimana?" Tanya Rara kepada Anzel sambil menahan rasa takutnya.
"Tenang ada aku, kamu jangan takut, makanya aku mengantarmu biar kamu aman." Jawab Anzel sambil memegang pundak Rara meyakinkan.
"Dia itu hanya berani saat kamu sendirian, kalau ada aku orang gila itu pasti takut," Jelas Anzel menenangkan Rara.
"Baiklah terimakasih ya berkat kamu aku selamat, oiya kamu tadi mau kemana kok bawa tas?" Tanya Rara penasaran.
"Aku tadi itu mau main basket sama anak-anak. Lalu aku dengar suara cewek teriak minta tolong, dan benar saja saat aku lihat ternyata kamu mau dilempar kayu sama orang gila. Jelas saja aku langsung menolongmu," Jawab Anzel menjelaskan kepada Rara.
"Oh jadi gitu, kamu benar-benar malaikat penolongku, aku nggak tau gimana jadinya aku tadi tanpamu, mungkin aku sudah babak belur dilempar kayu, dan mungkin saja aku sudah di IGD sekarang karena serangan orang gila itu." Ungkap Rara dengan rasa sedih yang mendalam.
"Ini semua karena Mamaku, dia mau ngenalin aku sama teman sekantornya, Kata Mama orang itu akan datang menjemputku 5 menit lagi, makanya aku cepat-cepat pergi dan akhirnya aku ketemu sama orang gila itu, sungguh apes banget nasibku." Ujar Rara sambil memonyongkan mulutnya bercerita kepada Anzel.
"Jadi kamu mau dikenalkan sama laki-laki pilihan Mamamu?"
"Apa kamu mau dijodohkan?" Tanya Anzel dengan nada sinis.
------------
Bersambung
"Jadi kamu mau dikenalkan sama laki-laki pilihan Mamamu?"
"Apa kamu mau dijodohkan?" Tanya Anzel dengan nada sinis.
Sambil terus berjalan Rara pun akhirnya menjelaskan kalau tadi pagi dia bertengkar dengan Mamanya Sarasti. Sang Mama meminta agar nanti jam 12 siang Rara tidak boleh pergi kemana-mana. Karena laki-laki yang akan dikenalkan oleh Mamanya akan datang menjemputnya untuk diajak makan dan berkenalan. Rara pun memberontak pergi dari rumah, dia berusaha kabur dari sang Mama, hingga akhirnya di suatu gang dia bertemu dengan orang gila yang terobsesi padanya.
"Aku benar-benar nggak habis pikir sama jalan pikiran Mamaku! Kenapa dengan gampangnya dia mengenalkanku sama laki-laki yang beristri!, sungguh sangat menjengkelkan sekali mamaku!" Celoteh
Rara dengan nada kesal menceritakan kisahnya.
"Memangnya apa alasan Mamamu memperkenalkan kamu sama orang itu? Mau dijodohkan dengan alasan apa Ra?" Tanya Anzel penasaran.
"Entahlah, aku juga nggak ngerti, Mama kemarin cuma bilang gini, besok waktunya kamu ketemu sama Arka laki-laki yang Mama kenalkan ini akan jadi suamimu. Kamu harus ikuti apa kata Mama!" Jawab Rara sambil memperagakan gaya sang Mama berbicara.
"Maka dari itu sebenarnya aku malas pulang kerumah kalau harus ketemu sama Mamaku lagi!" Celoteh Rara sambil memonyongkan bibirnya.
"Kamu mau ke rumahku?, kalau nggak mau pulang ayo ke rumahku, daripada kamu harus pulang ketemu Mamamu!" Ajak Anzel menyuruh Rara menginap dirumahnya untuk sementara waktu.
"Baiklah bolehkan aku menginap semalam dirumahmu Nzel, besok pagi aku akan pulang, biar Mamaku tau kalau aku benar-benar marah sama dia." Jawab Anzel dengan percaya dirinya.
"Baiklah sekarang ayo kita cari makan dulu, kamu pasti lapar dari tadi belum makan." Sambil menunjuk restaurant di seberang jalan.
Anzel dan Rara pun putar balik ke arah restoran padang di seberang jalan. Mereka tidak jadi pulang ke rumah Rara dan memutuskan untuk menghabiskan waktunya bersama.
"Kamu tau nggak Ra kenapa aku tadi menciummu?" Tanya Anzel dengan wajah memerah menahan tawa.
"Eh iya kenapa sih Nzel kamu tadi tiba-tiba menciumku, aku benar-benar malu tau!" Jawab Rara dengan nada kesal.
"Hahahahaha tapi kamu suka kan, kamu menikmatinya kan." Cetus Anzel ketawa dengan puasnya.
"Apa kamu tadi mengerjaiku ya? Kamu sengaja kan biar aku salah tingkah? Iya kan?" Tanya Rara sambil membentak Anzel.
"Hahahahahaha nggak gitu Ra tadi itu memang nggak sengaja, aku kan menolongmu yang kedua kali biar kamu nggak jatuh, jadi aku lempar aja kamu ke kasur." Tutur Anzel menjelaskan dengan bahagianya.
"Gini ya Nzel terimakasih buat pertolongan kamu yang kedua kalinya itu, tapi kenapa kamu harus menciumku?" Tanya Rara menegaskan lagi dengan nada tinggi.
"Jangan bilang karena kamu cari kesempatan dalam kesempitan? Iya kan Nzel, kamu itu dari dulu sama. Saat kita SMA pun tetap aja cari-cari kesempatan, tapi sekarang kamu lebih berani ya!" Celoteh Rara dengan sinisnya. Tak bisa dipungkiri bahwa Rara pun menikmati momen tersebut.
Obrolan mereka pun tidak terasa sudah hampir jam 9 malam, telpon Rara terus berdering hingga terhitung sudah 5 panggilan tak terjawab. Telpon itu jelas dari Mamanya Sarasti. Membayangkan wajahnya saja Rara enggan, apalagi mengangkat teleponnya dan
pulang pasti sangat menjengkelkan.
"Kenapa nggak diangkat Ra? Angkat aja biar Mamamu tau kalau kamu baik-baik aja, dan bilanglah yang sejujurnya kalau kamu nggak mau pulang." Ujar Anzel menjelaskan.
"Kalau kamu nggak angkat telponnya aja kalau kamu sekarang aman sama aku." Tutur Anzel menjelaskan kepada Rara.
"Nggak Nzel, aku nggak mau ngangkat telponnya Mama, dia nggak tau gimana perasaanku, masak anaknya sendiri mau dikenalkan sama orang yang sama sekali nggak aku kenal, buat apa coba? Apa Mama mau menjualku demi uang? Dari kecil Mama selalu menyuruhku ini dan itu, hidupku serasa tidak pernah bahagia karena paksaan Mama." Ucap Rara menjelaskan dengan kesalnya.
"Sekarang kalau nggak demi uang apa coba alasan Mama ngenalin aku ke orang asing itu? Apa dia mau sewa rahimku? Atau mau jual aku?" Celoteh Rara dengan kesalnya.
"Gini ya Ra aku kasih tau kamu, setiap orang tua pasti punya harapan yang baik buat anaknya, mungkin saja Mamamu ingin kamu cepat punya pendamping, agar hidup kamu terjamin. Atau juga dia ingin kamu setelah lulus kuliah menikah." Papar Anzel menjelaskan dengan tatapan mata menatap mata Rara.
"Kalau kamu ingin tahu alasan Mamamu yang sebenarnya besok kamu pulang dan tanyakan itu pada Mamamu, biar semua jelas Ra, apa perlu aku antar?" Tanya Anzel sambil tersenyum mengejek Rara.
"Ih, kamu ini Nzel! Aku tuh masih belum siap kalau disuruh nikah sekarang, masih banyak banget yg ingin aku capai, impian aku kerja di perusahaan besar pun belum tercapai. Bagaimana bisa aku harus menikah sekarang? Mamaku itu sukanya menuntut aku, jadi nggak usah heran kalau permintaan dia aneh-aneh." Jelas Rara sambil meneguk minuman ditanganya.
"Aku akan selalu jadi sahabatmu Ra, kamu jangan khawatir kalau ada apa-apa kasih tau aku aja." Sambung Anzel menjelaskan.
Malam pun kian larut, obrolan mereka pun semakin dalam juga semakin penuh dengan canda tawa, Rara dan Anzel adalah sepasang sahabat yang selalu bersama dari mereka SMA sampai kuliah pun masih sama-sama. Anzel mengambil jurusan Ilmu Bisnis Internasional sedangkan Rara mengambil jurusan Ekonomi. Entah karena banyak alasan kebersamaan mereka sering sekali membuat banyak orang mengira kalau mereka pasangan kekasih. Padahal mereka hanya bersahabat saja. Begitupun dengan Anzel dia nyaman dengan Rara karena Rara adalah sahabat yang apa adanya, menyenangkan dan juga sangat baik kepada Anzel.
"Ayo pulang ke rumahku Ra." Ajak Anzel sambil berdiri dari kursinya.
"Sudah malam waktunya istirahat, kamu bisa tidur dikamar tamu di rumahku, lalu besok aku akan antar kamu pulang ketemu Mamamu, besok aku akan bantu kamu ngomong baik-baik biar Mama nggak marah." Tutur Anzel dengan sabarnya.
"Baiklah Nzel, aku nginap malam ini di rumahmu biar aku pun tenang, agar besok aku bisa lebih siap bertemu Mamaku, semoga aja Mama berubah pikiran ya." Tutur Rara dengan wajah cemberut.
"Yaudah jangan cemberut lagi dong, kamu mau aku belikan permen biar senyum lagi?" Tanya Anzel dengan girangnya menggoda Rara.
Sesampainya mereka di rumah Anzel malah menarik tangan Rara dan membawanya ke kamarnya. Karena malam itu rumah Anzel sangat sepi dia bisa memasukkan Rara ke dalam rumahnya dengan mudah.
"Ayo ikut aku ke kamarku, ada yang ingin aku bicarakan padamu." Sambil menarik tangan Rara mereka pun bergegas menaiki anak tangga dengan cepatnya.
"Aduh kamu mau ngapain lagi sih Nzel?" Tanya Rara dengan nadi emosi.
"Sudah ikut aja, ada yang mau aku tunjukan kepadamu!" Jawab Anzel sambil membuka daun pintu kamarnya.
Dan Brakkk! Pintu kamar pun tertutup.
-------------
Bersambung
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!