NovelToon NovelToon

Alex Sang Pewaris

Serangan mendadak

Pukulan mendarat tepat mengenai wajah tampannya, dia sangat terkejut mendapatkan serangan mendadak. Menyentuh bekas yang memerah dan menatap sang pelaku yang tak lain adalah seorang pria tampan yang lebih tua darinya, kakak kedua. Dia hanya terdiam karena sudah terbiasa mendapatkan serangan mendadak, namun kali ini dia tidak tahu penyebab dan kesalahan dirinya. Menatap sang pelaku dengan raut wajahnya yang dingin, tersirat rasa ingin membalas perbuatan kakak kedua yang selalu saja menyusahkan dirinya. 

Ketiga pria tertawa melihat kondisi pipi Alex yang memar, mereka sangat puas dapat memberikan pelajaran kepada sang adik. "Ternyata dia masih sama dengan dulu, sangat bodoh dan juga payah." Celetuk Lerry, sang kakak kedua. 

"Mau bagaimana lagi? Dia hanya bisa mengurus peternakan saja, tidak ada keahlian apapun yang melekat pada anak pembawa sial." Sambung Mike, kakak ketiga. 

Ya, Alex mempunyai lima saudara. Namun perbedaan begitu mencolok dan lebih condong kepada kakaknya, sementara dirinya tidak pernah dianggap oleh keluarga Mateo. Sejak kecil hingga sekarang dia selalu mendapatkan siksaan dan hinaan dari ketiga kakaknya. "Apa kesalahanku hingga kalian memukulku?" tanyanya penuh keheranan, menatap ketiga kakaknya yang seakan memangsa dirinya. 

"Turunkan pandanganmu itu, apa kau masih menginginkan terjadi di pipi sebelahmu?" ancam Mike yang menggertak.

Kali ini Alex tidak terima jika dia dipukuli tanpa adanya alasan, menatap ketiga kakaknya dengan tajam berbuah begitu cepat. Namun, kali ini dia menuai buah yang asam dan juga pahit. 

"Kau sudah berani menantang ketiga kakak mu?" ketus Lucas yang bergerak maju kedepan dengan perlahan, membuka kancing lengan dan baju. Dia bersiap-siap untuk menendang dengan pola lingkaran yang berputar mengikuti gaya dan juga tekanan. 

Alex melihat jika Lucas ingin menyerangnya, dengan cepat dan memiliki refleks yang bagus. Dia segera menghindar membuat kakak tertua sangat marah padanya. "Aku dinyatakan bersalah jika memang ada alasan yang kuat, kalian selalu mencari-cari alasan yang tidak logis untuk menyakiti dan juga menyiksa ku. Apa semuanya belum cukup? Kenapa kalian membenciku dan juga menyiksaku? Apa kesalahanku? Katakan kepadaku!" desaknya dengan tatapan tajam, tidak bisa menerima semua perlakuan itu lebih lama lagi. Sudah cukup dia menerima segalanya, tapi tidak lagi.

"Berani sekali kau meninggikan intonasi mu kepada kami?" ucap Lucas yang sangat kesal.

"Kau pantas menerimanya," sambung Lerry yang tersenyum miring.

"Pantas? Bukankah aku juga anak dari keturunan Mateo? Kita ini bersaudara, tapi kalian memperlakukanku jauh lebih buruk dari seekor binatang." Alex mengingat semua kenangan bersama dengan keluarga Mateo, tidak ada kasih sayang membuatnya merasa dikesampingkan oleh Ayah dan juga tiga saudara laki-lakinya. "Tidak ada kakak yang jauh lebih buruk dibandingkan kalian!" tekan nya yang membuang saliva kesamping, hal itu memicu kemarahan dari Lucas, Lerry,dan juga Mike.

"Sudah berani kau rupanya?" Lucas tak bisa mendengar satu kata buruk mengenainya, berjalan maju mendekati Alex. Dia segera melayangkan pukulan tepat mengenai perut, untung saja pria yang tidak mengenakan baju itu menangkisnya. 

"Aku tidak akan diam seperti orang bodoh, dan gertakan itu tidak akan mempan lagi sekarang." Balas Alex yang balik menggertak, menahan tinjuan dari Lucas dan memelintirnya hingga sang empunya merasakan sakit.

Untung saja Alex mempunyai sedikit ilmu beladiri, dia mempelajari segalanya di saat berusia delapan tahun dengan otodidak. Dia ingin melindungi dirinya sendiri dari kekejaman ketiga kakak laki-lakinya. Membalas serangan dengan gerakan memutar dan mendaratkan sikut yang mengenai wajah Lucas hingga menimbulkan darah segar keluar. 

Terjadi aksi pertarungan dari Lucas dan juga Alex, sementara Lerry dan juga Mike menyemangati bagai pertarungan ayam aduan, mereka berdua juga saling bertaruh siapa yang menjadi pemenang, kakak tertua atau adik keempat. 

Lucas menendang perut Alex hingga membuat sang empunya terjerembab ke lantai, memberi pukulan telak. Mau bagaimanapun juga, dia tetap tidak ingin kalah dari siapapun dan hal semacam beladiri yang dimiliki oleh adik keempat membuatnya merasa geli. "Ilmu beladiri mu sangatlah kuno sekali, aku bahkan mempelajari hal itu saat masih sekolah dasar. Kau tidak akan sanggup melawan ku, pergilah urus peternakan dan jangan bermimpi terlalu tinggi," ejeknya yang tersenyum miring, tidak bisa dipungkiri jika kecepatan dari adik keempat lebih cepat dibandingkan dirinya.

"Kau membangun singa yang tertidur," ucap Alex dingin, sembari menatap tajam Lucas. Dengan kecepatan seperti angin, dia bangkit dan menyerang secara bertubi-tubi membuat kakak pertama hampir kewalahan. Lerry dan Mike melihatnya dengan menggertak gigi, mereka tidak bisa bertaruh lagi selain membantu kakak pertama.

Pertarungan terjadi tidak seimbang, antara tiga di lawan oleh satu orang. Alex tak mengeluh dan meladeni serangan demi serangan dengan tangkisan, membalikkan serangan secepat kilat ke sasaran yang sudah ditandai. 

"Mau bagaimanapun juga, kau tidak akan sanggup melawan kami. Dasar anak pembawa sial!" cetus Mike yang berhasil menumbangkan Alex dan juga keyakinannya. 

"Lihatlah siapa dirimu! Bahkan pelayan di kediaman Mateo juga tidak sebanding denganmu," Lucas sengaja membuang saliva mengenai wajah Alex yang terjerembab.

Alex tak terima dengan harga diri yang di injak-injak oleh ketiga saudaranya, mengusap ludah dan menyingkirkan segera dari wajahnya. Dia bangkit dan kembali menyerang, tidak akan membiarkan jika ketiga pria itu menindasnya dan juga menghinanya. 

Pertarungan itu menarik perhatian seorang gadis yang kebetulan melewati peternakan, dia sangat penasaran saat menerka apa yang terjadi. "Apa di dalam sangat bising sekali? Apa yang terjadi?" ucap seorang wanita yang bernama Jessie, wanita berambut ikal itu mencoba masuk ke dalam ruangan.

Betapa terkejutnya Jessie saat melihat Alex yang dikeroyok oleh kakaknya, dia segera berlari dan mencari tahu penyebabnya. Ya, dia adalah adik paling bungsu yang selalu membela Alex yang mendapat perlakuan buruk dari ketiga kakak laki-laki mereka. "Hentikan, apa yang kalian lakukan?" pekiknya menghampiri kakak keempat yang sudah babak belur akibat serangan tidak seimbang. Menatap tajam dan ingin meminta penjelasan, mengenai pertarungan itu.

"Sebaiknya kau pergi dari sini, biarkan kami menuntaskan pekerjaan yang hampir selesai." Titah Lerry yang mencoba untuk memperingatkan adik bungsu agar tidak menghalangi mereka.

"Tidak akan aku biarkan kalian menyakiti kak Alex," keukeuh Jessie yang memangku kepala pria yang selalu dia bela.

"Apa kau tidak ingat peringatan dari Lerry? Menyingkirlah, atau kau akan terima akibatnya," ancam Lucas tidak ingin jika ada yang belum selesai, dia bergerak maju ke depan dan mendorong tubuh Jessie hingga terbentur di dinding.

Alex tak tahan dengan perlakuan kasar kepada ketiga kakaknya untuk Jessie, dia sangat menyayangi adik bungsu dan tidak bisa melihat kesusahan. Berusaha untuk bangkit dan kembali menyerang, tapi digagalkan oleh Mike.

"Jangan menghalangiku, dasar bocah!" umpat Lerry yang melemparkan tatapan tajamnya kepada Jessie. 

"Kalian pecundang," umpat Jessie menyulut emosi dari ketiga pria itu.

Ketiga pria berhati iblis

Alex menggelengkan kepalanya saat melihat ketiga kakak laki-lakinya tengah berjalan menghampiri Jessie, tentu saja ingin menyiksa gadis malam itu. Tubuh yang penuh dengan lebam dan bahkan sudut bibirnya juga mengeluarkan darah segar. "Jangan dekati dia, siksa saja aku." Ucapnya untuk menyelamatkan sang adik.

Jessie sangat ketakutan dan bahkan gemetaran melihat sorotan mata tajam dari Lucas, Lerry dan Mike. Dia memundurkan langkahnya untuk menghindari ketiga kakak tertua, dia melirik kiri dan kanan dengan sangat antusias mencari barang apa saja untuk dijadikan senjata. Pandangannya fokus pada sebatang kayu yang berukuran sedang, dia segera meraihnya dan mengayunkan untuk menghentikan langkah. "Menjauhlah atau aku bisa menyakiti kalian!" pekiknya. 

"Apa kau bercanda? Buang kayu itu atau kau akan menerima ganjarannya." Ancam Lucas.

"Hanya sebilah kayu," sambung Mike yang bergerak cepat, dan meraih kayu yang ada di tangan adik bungsu yang sekarang berada dalam genggamannya. Dia segera melempar kayu itu menjauh dan menarik rambut ikal Jessie dengan cengkraman yang kuat.

Jessie meringis kesakitan berusaha untuk melepaskan cengkraman kakak ketiga, begitu kuat dan dia meneteskan air mata dengan kepala yang mendongak ke atas. "Kak lepaskan aku!" liriknya yang berusaha untuk memohon.

"Melepaskanmu? itu tidak mungkin, kita sudah membicarakan hal ini sebelumnya, tapi kau begitu sok berani dengan membela parasit itu."

"Jangan sakiti dia, apa kalian tidak punya hati nurani, Jessie itu adik kita." Alex berusaha untuk menyelamatkan Jessie, tapi hal itu sangatlah mustahil di saat ketiga pria tampan yang tersulut emosi akibat ucapan dari wanita malang itu mulai bertindak nekat.

Lucas segera mengambil alih, datang menghampiri Alex dan menendang bagian perut. "Siapapun yang menghalangi jalan kami akan bernasib sama seperti Jessie, kesalahan karena membela dirimu." 

"Sakit!" teriak Jessie yang sudah tidak tahan lagi dengan jambakan di rambutnya, seakan Mike menjadi tuli dan juga buta akan penderitaan sang adik.

Alex sudah tidak tahan lagi mendengar ringisan rasa kesakitan yang dirasakan oleh Jessie, dia juga merasakan hal yang sama. Dia kembali berusaha untuk bangkit dan berjuang, melayangkan kaki dan menendang tubuh Lucas hingga terjerembab ke atas lantai. "Lawan aku, dasar pengecut!" umpatnya yang sudah kesal.

"Tidak Kak, jangan lakukan itu! Mereka bukanlah tandinganmu." Jessie berusaha untuk menghentikan langkah Alex, dia tidak ingin jika kakak ke empat akan terluka parah. 

"Tutup mulutmu!" Mike yang sangat ringan tangan melayangkan tamparan tepat di pipi mulus Jessie, dan meninggalkan bekas memerah.

"Kaparat, sini lawan aku!" Alex berlari menghampiri Mike, meninju wajah dari kakak ketiga dengan ganas sebagai seekor singa yang mengamuk. 

Mike tak bergeming, dia tetap menarik rambut panjang yang ikal itu semakin kuat, tak puas sampai di situ, dia juga mengalihkan kedua tangan untuk mencengkram leher Jessie. Sikap yang begitu brutal bagi seorang kakak tidaklah mencontohkan hal yang baik, selalu menindas orang yang lemah. "Jika Kau kembali nekat untuk menyelamatkan gadis ini, maka aku tidak akan segan-segan membunuhnya," ancamnya yang tertawa seram.

Alex tak punya pilihan lain, dia berdiam diri layaknya seorang patung, namun mata yang memerah mengeluarkan cairan bening. Dia tidak kuat melihat Jessie meneteskan air mata akibat ulah dari ketiga kakak mereka yang tak berperasaan, menahan diri untuk tidak berbuat kesalahan yang bisa berakibat fatal. "Aku tidak akan melawan, tapi tolong lepaskan Jessie, dia tidak bersalah." 

"Jangan turuti perkataannya, Kak. Mereka ini iblis yang berwujud manusia, aku tidak apa-apa." Sela Jessie.

Mike kembali geram dengan perkataan Jessie yang tidak menyerah. "Jika sekali lagi kau mengatakan sesuatu, maka jangan salahkan aku untuk membunuhmu di tempat ini."

"Apa kau pikir aku takut, hah? Tidak. Seharusnya Kakak menjadi pelindung untuk adik-adiknya, tapi kau benar-benar seperti iblis tidak ada belas kasihan di antara saudara." Jessie menatap mata Mike dengan tajam, tidak ada rasa ketakutan melainkan amarah. Betapa terkejutnya semua orang saat dirinya berani meludahi wajah Kakak ketiga dengan kebencian yang mendalam. "Itu hadiah yang pantas untukmu, dasar pecundang." Tukasnya tanpa raut wajah bersalah.

Mike mengelap air liur yang mengenai wajahnya, memejamkan mata sepersekian detik, dan melayangkan tamparan begitu keras sehingga nyaring terdengar di dalam ruangan. "Kau punya banyak keberanian untuk melawanku, tidak lama lagi malaikat maut segera menghampiri. Akulah malaikat maut yang mencabut nyawamu!" tekannya yang mencengkram erat leher Jessie dan tidak melepaskannya walau Alex berusaha sekuat tenaga.

Jessie kesulitan saat kadar oksigen yang dihirup semakin menipis, Mike tak menghiraukan lagi dan lebih memilih pikirannya yang dipenuhi rasa kebencian dan juga dendam. Cengkraman di leher yang begitu kuat membuat gadis malang itu tak sanggup lagi. 

Alex tak tahan melihat Jessie yang menderita, melihat di depan mata yang menyiksa batinnya. Melawan entah kekuatan dari mana namun kasih sayangnya kepada adik bungsu, dia rela untuk mengorbankan nyawanya sendiri. 

Usaha yang begitu keras tak pernah menghianati hasil, Alex berhasil meruntuhkan kesombongan dari Mike yang perlahan melepaskan cengkraman tangan yang melingkar di leher jenjang Jessie. Keadaan lengah yang dimanfaatkan sebaik-baiknya, hanya perlu dengan perhitungan yang pas dan juga taktik.

Lucas tak terima jika Jessie telah terlepas dari cengkraman Mike, dia begitu geram dan juga marah yang hampir meledak. "Beri mereka pelajaran!" titahnya kepada adik kedua dan adik ketiga.

"Baik," sahut Lerry dan Mike serempak, mereka mematuhi perintah dari kakak pertama.

Alex segera menarik tangan jessie agar menjauh dari pertempuran yang bisa menyakiti gadis itu, membawa ke tempat aman agar terhindar dari pukulan yang tidak diinginkan. "Jangan keluar sebelum aku memanggilmu!" 

"Sebaiknya kita lari dari sini, mereka tidak akan mengampunimu," desak Jessie yang tidak ingin Alex kembali terluka parah. 

"Aku tidak akan kenapa-kenapa, yang terpenting adalah dirimu harus tetap selamat." Alex berlari menghampiri ketiga pria yang ingin menerkamnya. 

Pertarungan yang tidak seimbang terjadi lagi, Alex sudah berusaha dengan keras melawan serangan dengan menangkisnya. Namun dia tidak bisa melawan ketiga kakaknya yang begitu brutal, menghajarnya secara bertubi-tubi. 

Jessie menangis melihat pengorbanan Alex yang sangat besar, mengajukan peringatan dari kakak keempat dan berlari untuk menyelamatkannya. 

Lucas, Lerry, dan Mike tertawa puas saat Alex terkapar di atas lantai yang dipenuhi dengan bekas memerah dan juga darah yang mengalir di bagian tertentu. "Itu akibatnya jika kalian berani melawan kami!" 

"Kalian sangat kejam, tidak punya perasaan dan berhati iblis." pekik Jessie yang menangis, seraha menatap ketiga kakaknya dengan wajah tak berdaya.

"Diam! atau kau tidak akan bisa bicara untuk selamanya," ancam Lerry.

"Ayo kita pergi dari sini!" perintah dari Lucas yang dipatuhi oleh Lerry dan Mike, mereka pergi meninggalkan dua orang Malang. Mendapat kepuasan tersendiri saat berhasil menyiksa Jessie dan Alex.

Kebenaran terungkap

Alex mengelus wajah Jessie yang menangis karena melihat kondisinya yang begitu lemah, dia tidak ingin jika adiknya menangis. "Bukankah ini sudah biasa terjadi padaku? Apa kamu tidak apa-apa?" tanyanya yang begitu khawatir karena Mike hampir saja membunuh adik bungsu. 

Jessie menghentikan tangisan yang sekarang tinggal sesegukan, Alex selalu saja melindunginya dari kekejaman ketiga kakak tertuanya. "Aku tidak apa-apa? Aku akan mengobati lukamu, Kak." Dia begitu merasa bersalah, luka di tubuh Alex juga karena kesalahannya. 

Alex menganggukkan kepala dengan pelan, menuju ke kamar yang dibantu oleh Jessie dengan cara di bopong, tubuhnya yang begitu berat membuat gadis itu harus berusaha dengan keras untuk sampai tujuan. Jalan yang terseok-seok tak lagi digubris, peluh membasahi dahi nyata terlihat. Butuh perjuangan dan bahkan jatuh bangun gadis itu merangkul tubuh kakaknya, dan membawanya ke dalam kamar, membaringkan tubuh yang penuh dengan luka memar dengan perlahan di atas ranjang yang sederhana. "Akan aku ambil kotak P3K," spontannya yang memahami keadaan darurat dengan cepat. 

Alex menganggukkan kepala, tubuh yang terasa remuk membuatnya kesulitan bergerak. Tapi hal itu bukanlah kelemahannya, penyiksaan yang diderita bukan kali pertama yang dia dapatkan. Menatap langit-langit kamar yang begitu sederhana, menghela nafas berat dan melihat sekilas ratapan kehidupan semana dia berada di Mansion Mateo. Sungguh sangat berat jika memikirkannya, sudah memikirkan masak-masak mengenai rencana selanjutnya dengan membawa Jessie kabur dari keluarga mereka. 

"Apa yang sedang Kakak pikirkan?" 

Alex menoleh dan tersenyum. "Bukan apa-apa."

Jessie mengobati luka dan bekas lebam itu begitu telaten, Alex merasakan jika jantungnya berdegup dengan cepat saat memandangi wajah cantik sang adik. 

"Sudah selesai, beristirahat lah! Aku pergi dulu."

"Terima kasih."

"Sama-sama." Jessie berlalu pergi, menutup pintu setelah memperhatikan raut wajah Alex di sebalik pintu, tersenyum yang menyimpan sesuatu.

Di tengah malam, Alex merasa sangat haus sementara air di dalam teko kosong. Menyingkirkan selimut dan menapakkan kaki

Menyingkirkan selimut dan menapakkan kaki di lantai, melangkah menuju dapur untuk mengisi air mineral yang selalu dia lakukan ketika air di dalam teko habis.

Terdengar suara sayup tak jauh dari tempatnya berada, mencoba untuk mencari sumber suara menggunakan insting. "Suara apa itu?" gumamnya tak berputus asa.

"Ayolah Daddy, kita sudah sekian lama menjajah kelompok gangster itu. Tapi mengapa masalah ini bisa terjadi?" 

"Aku mana tahu hal itu, kalian bertigalah yang mendapatkan tanggung jawab dari properti milik keluarga Mateo."

"Walaupun aku benci untuk mengatakan ini, kami berlima Dad." Ujar Mike yang tidak mengetahui silsilah keluarga Mateo.

Seketika mereka tertawa saat mendengar guyonan dari Mike yang tidak mengetahui apapun. "Hanya kalian bertiga putra laki-laki ku, sementara Alex bukanlah darah dagingku." Ungkap Antoni. 

Waktu seakan berhenti, memori dengan hitungan mundur dirasakan begitu cepat. Memori kebersamaan mereka dan juga kehangatan tak pernah dirasakan oleh Alex, kebenaran yang terbongkar menjadi patokan mengenai sikap keluarga Mateo kepadanya. Masih mengintip di sebuah ruangan rahasia yang baru saja ditemukan, sangat waspada jika terjadi sesuatu yang tidak inginkan. "Aku bukan keturunan Mateo? Lalu siapa aku?" pikirnya yang menerka sebab dan akibat.

"Apa maksud, Dad?" Mike belum bisa mencernanya, butuh waktu untuk menyadarinya.

"Dasar konyol, Alex hanyalah anak dari musuh Daddy. Dia hanyalah seorang tawanan yang lebih rendah statusnya di bandingkan pelayan di Mansion ini."

"Ada yang bisa menjelaskan secara rinci?" 

"Itu terlalu panjang untuk dijelaskan, Alex itu anak musuh yang diculik Daddy. Pria malang itu di culik saat berumur satu hari di rumah sakit," terang Lucas.

"Pantas saja Daddy tidak membelanya sama sekali, jadi ini sebabnya?" 

"Sekarang kalian sudah tahu kebenaran, jangan sampai hal ini kalian bahas di luar." Antoni memberi peringatan penting yang mutlak, tak mau ada bantahan.

"Bagaimana nasib kedua orang tua Alex, Dad?" tanya Lerry yang tidak tahu menahu kisah itu.

Seorang pria yang berperawakan menarik walau umurnya sudah berkepala lima yang akan merangkak genap kepala enam, tapi masih terlihat tampan di usianya.

"Siapa yang tidak tahan dengan penderitaan dari wanita yang kehilangan anaknya sehari setelah lahir? Ibunya tidak bersemangat untuk hidup dan mati secara perlahan, sementara pria yang menjadi musuhku itu merasa menyalahkan dirinya dan aku membunuhnya dengan sangat kejam dan juga brutal. Mereka mati mengenaskan, dan aku berhasil menghancurkan keluarga mereka." Ungkap Antoni yang begitu bangga dengan prestasinya beberapa tahun silam.

Seketika Alex mengepal tangannya, mata yang memerah menaruh kemarahan dan juga kebencian. Pria yang selalu dihormati adalah musuh yang selama ini dia hidup dari pria itu, sangat bertekad untuk membalas dendam yang terbesit di pikiran jahatnya. "Itulah sebabnya mereka menyiksa ku, itu bagus setidaknya para bajingan itu bukanlah saudaraku." Ucapnya di dalam hati dan berlalu pergi sebelum gelagatnya tercium oleh orang lain.

Efek obat yang begitu manjur membuatnya bisa melangkah kemanapun kehendaknya. Kini dirinya di selimuti kobaran api dendam yang menyala-nyala, raut wajah yang merah padam ingin melampiaskan segera. Dia memukul samsak yang selama ini menjadi pelampiasan amarahnya, sebuah kebenaran yang terasa pahit membuatnya tidak bisa berkonsentrasi. "Apa yang harus aku lakukan?" monolognya yang belum mendapatkan langkah awal pembalasan, cukup lama dia memikirkannya. 

Alex segera beranjak dari sana menuju gudang yang selalu dikunci rapat, tapi dirinya sangat ahli menyusup tanpa ketahuan oleh siapapun. Ditemani lentera yang dia dapatkan di gudang dan menyusuri tempat yang berkabut, berdebu, dan juga banyak sarang laba-laba. Tempat yang begitu banyak debu tak merendam semangat untuk mencari identitasnya, berharap ada barang dan mencari tahu informasi selanjutnya.

Satu persatu barang yang tidak diperlukan dia singkirkan ke tepian, mencari sebuah bukti identitas dirinya bagai harta karun yang tak ternilai harganya. Alex menutup hidungnya menggunakan kain yang melekat ditubuh, mengarahkan lentera cukup menerangi ruangan gelap dan juga lembab. "Dimana aku bisa menemukan buktinya?" 

Dia mencari tanpa lelah semakin membuatnya penasaran, sudah hampir mencari dengan memeriksa setiap kotak yang ternyata hanya berisi tumpukan dokumen lama.

Hidung yang berawal putih bersih, kini menghitam karena dari asap yang ditimbulkan oleh lentera mengenainya. Melakukan pekerjaan dengan penuh hati-hati tanpa ketahuan oleh orang lain. 

Sebuah usaha tak pernah mengkhianati hasil, kerja keras yang membutuhkan waktu selama sejam membuatnya tak bisa berhenti kata-kata kalimat rasa bahagia. Menemukan sebuah koper kaleng berwarna biru yang begitu mencolok dalam pandangannya. Segera dia meraih dan sangat penasaran dengan isi koper, berharap banyak jika terjadi sesuatu.

"Sepertinya koper kaleng itu terlihat sangat mencolok, apa yang membuatnya begitu menarik?" terbesit di pikiran untuk segera membuka gembok yang membuatnya sangat penasaran.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!