Siang itu di tengah terik matahari yang bersinar sangat cerah aku melihat seberkas cahaya pantulan dari spion kaca motorku. Tersenyum itulah yang pertama kali aku lakukan. Pemuda yang memakai kemeja putih bergaris dengan lengan dilipat kesiku membuat kulit bersihnya yang terpapar sang surya nampak beraura. Senyumnya yang bias tapi sangat menawan. Perawakan yang tinggi yang ku prediksi 175cm. Aku jadi geli karena memperhatikan dia begitu detail.
Tanpa kusadari dia mendekat kearahku sambil tersenyum menunjukkan deretan giginya yang putih dan bersih. Aku masih saja terpana padanya, hingga diapun mulai menegurku.
" Adek ... Bisakah kamu melajukan motormu sekarang? Mobilku mau lewat tapi kamu masih saja mematung di sini, " ucapnya padaku
" Ya Allah ... Maaf kak, tadi aku memperhatikan kakak membantu beliau jadi tidak fokus kalau menghalangi jalan," ucapku seraya menunduk dan kemudian mulai menancapkan gas lalu pergi menjauh. Aku lihat dari spion dia geleng- geleng sambil terseyum. Malunya aku ketika dia sampai menegurku.
Aku adalah siswi sekaligus santri di Madrasah Tsanawiyah ponpes Manarul Qur'an di kota A. Aku dipercaya untuk melaksanakan kegiatan tadabur alam di luar ponpes. Mungkin karena aku jarang bertemu dengan lawan jenis sehingga membuat mata ini sedikit katrok ketika melihat kaum adam yang rupawan. Aku adalah putri kedua dari orang tuaku, karena kakakku yang tak mau berhijab, sholat yang tidak rajin dan jarang mengaji membuatku dimasukkan pesantren oleh orang tuaku. Karena beliau berdua ingin putrinya menjadi seorang perempuan yang tangguh dalam segala hal terutama menjadi insan yang berakhlaq. Kakakku FATIMAH EL KHUMAIROH adalah gadis cantik, berkulit putih, baby face, tinggi badan 165cm dan diapun sudah menjadi dr. Muda di usinya yang masih 21 tahun. Dia sangat idealis banyak pemuda tampan yang mengejarnya tapi dia terlihat tidak tertarik pada mereka.
Sedangkan aku adiknya WARDATUL JAMILAH EL KHUMAIROH adalah gadis mungil, pemberani, apa adanya dan agama adalah pondasi terkuat dalam diriku. Aku mungkin tak sepandai kakakku tapi setidaknya kami memiliki kualitas yang berbeda dalam bidangnya. Aku bangga ketika melihat kakak sudah menjadi dr. Di usianya yang terbilang muda. Terkadang aku merasa kecil, bisakah aku seperti kakak yang sangat luar biasa dalam bidang umum. Yang kukerjakan setiap hari belajar, berdoa, mengaji, bersih- bersih layaknya santri pada umumnya. Ya inilah aku yang apa adanya.
" Wardah ... Besok akhirussanah, kamu diminta bu nyai untuk mempersiapkan rentetan acaranya dibantu teman2 pengurus," ucap Aminah mengingatkanku
" siap Ami, Besok pembicaranya jadi siapa? "
" Tadi kata Umi putranya yang dari lebanon yang akan mengisi acara, katanya beliau pebisnis muda sekaligus dr. spesial apa gtu di kota C. Tadi kata Umi di suruh menyiapkan saja mumpung putranya mau mampir ke ponpes," jawab aminah panjang lebar dan aku hanya mengangguk. Kupersiapkan semua yang dibutuhkan untuk kegiatan akhirussanah besok, meskipun lelah inilah bakti kami untuk pondok. Kami selalu sedia siap dan tanggap. Hingga malampun datang kumandang adzan maghribpun menghampiri telingaku. Kuhentikan semua aktivitasku dan memcoba untuk kembali menjadi hamba yang khusuk setelah seharian ini lelah dengan mata jelalatan karena melihat ketampanan pemuda yang tidak halal bagiku.
" Astaghfirullah ... Dia lewat lagi mampir dalam anganku, semoga saja kelak suamiku seperti kakak yang tadi. Masyaallah dia ciptaan Allah yang luar biasa. Indah dilihat namun tak bisa digapai tanpa bantuan Allah," aku bermonolog seorang diri.
Malam ini adalah malam penuh sejarah, entah kebetulan atau tidak suara itu berkumandang dari masjid tempat kami bersujud pada sang pemilik alam. Aku yang masih remaja tiba- tiba ingin menjadi dewasa ketika melihat kembali pemuda tampan pagi tadi berada diatas mimbar dengan senyum menawan dan pandangan yang teduh.
"Fabiayyi Ala Irobbikuma tukadziban, Maka nikmat tuhanmu mana yang kamu dustakan? Santri- santriku yang dimuliakan oleh Allah SWT pada ayat diatas sudah sangat jelas bahwa Allah selalu memberikan kita nikmat, bahkan disetiap nafas kita dapat merasakan nikmat yg Allah berikan. Jadi, adik- adik santri mari kita syukuri nikmat yang Allah berikan kepada kita. Karena kita tidak pernah tahu apa yang kita keluhkan saat ini, malah hal itulah yang orang lain inginkan. Mari kita bersyukur, bersujud, bermujahadah pada sang pemilik alam."
يَا رَبي بِالْمُصطَفَى بَلِّغْ مَقَاصِدَنَا
وَاغْفِرْ لَنَا مَا مَضَى يَا وَاسِعَ الْكَرَمِ
يَا رَبي بِالْمُصطَفَى بَلِّغْ مَقَاصِدَنَا
وَاغْفِرْ لَنَا مَا مَضَى يَا وَاسِعَ الْكَرَمِ
Lantunan sholawat yang diserukan oleh putra ketiga sang kyai sangat meneduhkan hati. Tak berasa air mata ini mengalir, aku saja yang masih belia diusia 15 tahun bisa seperti ini. Bagaimana dengan mereka santri yang lain yang sudah di tingkat atas pastilah sangat memimpikan dan mendambakan suami seperti beliau. Allahu akbar lantunan sholawat bergema di masjid agung ponpes Manarul Quran. Aku hanya butiran debu dari ratusan santri di dalamnya.
ku bersujud atas nikmat hari ini, aku berdoa dalam sujudku meminta pengampunan pada Robb-ku.
" Ya Allah ampuni zina mataku hari ini, ampuni dosa-dosaku jika terlalu mengagumi makhlukmu yang bernama abdullah ( hamba Allah ). Ya Allah aku masih kecil tetapi jika boleh aku ingin kelak memiliki suami yang seperti beliau. Baik akhlaqnya rupawan orangnya. Aamiin Ya robbal alamin," ucapku
Ketika suara riuh santri mulai tenggelam di gelapnya malam aku dan teman2 masih saja mempersiapkan acara akhirussanah besok. Setelah 3 tahun mengenyam pendidikan di sini, aku akan segera meninggalkan ponpes ini untuk menuntut ilmu di tempat lain.
" Wardah kenapa? Tumben melamun?" tanya Aminah
" Tidak berasa ya setelah ini kita akan berpisah, aku akan merindukan suasana pesantren ini termasuk kamu Ami," ucapku sambil tersenyum lebar
" Ah ... Wardah kamu sih pakai berhenti dari ponpes menuju ponpes lainnya. Aku pasti merindukanmu, sering2 ke sini ya kalau ada libur pasti kamu akan merindukan Gus Izdi hahahah," tawa Aminah pecah saat mengucapkan nama itu. Aku bingung lucunya dimana, Aminah memang sedikit aneh tapi dia luar biasa santri yang baik dan sahabat terbaikku.
" Gus Izdi siapa Ami? jangan mengada - ada aku saja orangnya tidak kenal yang mana," jawabku santai Aminah nampak tersenyum.
" itu... Yang tadi ceramah di depan Gus Ahmad Izzudin Al Qassam, putra ketiga pak kyai. Dia jarang ke ponpes wardah tapi namanya jadi seantero kota karena kewibawaannya ketampanannya, kesuksesannya," ucapnya dengan ekspresi yang membuatku geli.
" Terus ... Aku harus bagaimana? Udah ya Ami udah malam istighfar yang banyak. Jangan ngelantur kemana- mana itu omongan khawatir ada yang denger, " ucapku menimpali perkataan Ami tadi yang sedikit keras nadanya yang bisa jadi orang lain lewat pasti denger.
Malam ini terlewati dengan sangat indah. Kegiatan akhirussanah membuatku lebih mandiri menjadi lebih percaya diri karena diberikan sebuah kepercayaan.
Pagi harinya ...
Semua santriwan dan satriwati sudah bersiap di depan pentas kegiatan akhirussanah. Nampaknya kegiatan akan segera di mulai. Tetapi tiba- tiba Wardah menabrak seorang wanita bercadar. Tetapi dia mengenali wanita itu.
" Kakak? Kak Fatimah di sini? Kenapa Mama tidak bilang," tanyaku pada kakakku yang melongi ketika melihat adiknya di sana
" Dek ... Kamu nyantri di sini, kakak gak tahu. Ini sebenarnya kakak ke sini karena calon kakak mengundang kemari untuk bertemu abah sama uminya," jawab kakakku, aku aneh ketika melihat kakak bercadar karena setahuku dia tak berhijab.
" Kak? Beneran kamu sudah pakai semua ini? Tanyaku pada kakak
" Kulakukan karena aku mencintainya adikku sayang," jawaban kakak membuatku sedih tapi bahagia. Siapa orang yang membuat kakakku jadi mau berhijab. Pasti sangat dia luar biasa.
Keramaian hiruk pikuk dan lalu lalang para santri seakan berhenti seketika seperti jam dinding yang tak berdetak. Ketika suara pemuda memanggil nama kakakku.
" Fatimah ... Kemarilah! Umi dan Abi sudah menunggu," seru pemuda di seberang sana. Aku yakin saat ini kakakku sedang tersenyum padanya. Kakak hanya menoleh padaku dan membisikkan sesuatu.
"Kita bicara lain waktu dek, aku harus pergi!" ucapnya berpamitan. Aku hanya melongo tak menjawab apapun. Apa iya dia kakakku, aku berusaha membalikkan badan. Kali ini pandanganku bertemu dengan Gus Izdi yang tadi malam Ami sebutkan namanya. Kubuang pandanganku, sambil berjalan menjauh ada sedikit sakit yang kurasakan seperti di tusuk sebilah pisau tajam.
"Astahgfirullah ... Ayo wardah ini bukan apa- apa. Jika dia jodoh kakakku maka inilah yang terbaik," ucapku dalam hati. Akupun kembali disibukkan oleh berbagai kagiatan Akhirussanah hari ini. Aku dan teman- teman harus berpisah karena akan menempuh pendidikan lainnya.
Di tempat lain ...
" Ayo masuk saja calon mantu! Izdi mengenalkanmu lewat ponsel saja pada umi.," ucap umi sambil tersenyum
" Iya umi ... Maaf saya baru bisa menemui Umi." jawab fatimah
"Calon mantu bekerja di Rumah Sakit yang sama dengan Izdi y? Jangan lama-lama nduk, syetan itu tahu kelemahan kita. Jika saling mencintai maka segeralah menikah. Bukankah begitu Iz?" tanya umi panjang lebar.
"Umi .... Mungkin fatimah ingin menata karirnya dulu kami juga masih muda. Insyaallah kalau sudah waktunya pasti akan menikah," jawab Izdi
" Iz, putraku ... Jika terlalu lama bisa jadi kamu akan menjadi milik orang. Sesuatu yang baik maka segeralah dilaksanakan," jawab umi
" Insyaallah Umi ... Beri kami sedikit ruang," jawab fatimah pada akhirnya
Pertemuan hari ini dengan keluarga Izdi sangatlah melelahkan bagi fatimah. Ia harus mengikuti saran umi tapi Fatimah tetaplah fatimah dia memiliki pendirian yang kuat. Izdi hanya bisa pasrah dan berdoa agar mereka segera diikat dalam sebuah pernikahan dan dijadikanlah mereka pasangan yang halal. Izdi dan Fatimah adalah teman dari semenjak masuk di rumah sakit paras ayu fatimah dan sikapnya yang sopan membuat Izdi jatuh hati. Meskipum dia adalah tipikal orang yang modern dan penampilannya yang non hijab. Setidaknya Fatimah masih bisa diingatkan. Sejauh ini izdi masih meyakini cintanya untuk fatimah.
Semenjak kejadian dipesantren bertemu dengan sang kakak aku tidak menemui kakakku sama sekali. aku hanya fokus pada kelasnya di tingkat Madrasah Aliyah. Belajar dan belajar supaya bisa membanggakan Mama dan Papa.
Fatimah dan Izdipun hanya bisa sebatas membantu satu sama lain karena mereka belum halal untuk kemana- mana bersama. Izdi berharap fatimah segera membuka hatinya dan memantapkan pernikahannya.
Akhirussanah di ponpes manarul Quran membekas dihatiku. Di setiap sujudku aku memohon pada Robbku.
" Ya Allah jagalah jodohku dimanapun dia berada karena aku sedang menuntut ilmu, karena aku sedang memperbaiki diri untuk memantaskan diri untuk menemui calon imamku kelak," kupanjatkan doa ini di setiap sujudku. disetiap bacaan surat al fatihah kuselipkan doa untuk jodohku, cintaku, kasih sayangku.
Mama dan Papa pun masih bingung ketika aku bilang kakak datang ke pesantren saat akhirussanah untuk menemui calon suaminya. Ternyata kakakku luar biasa beliaunya tidak memberi tahu perihal kedekatannya dengan Gus izdi pada sang ibu. Ketika Fatimah ditanya masalahnya.
" Ma ... Jangan membuat beban juga dalam hidupku, aku mohon aku masih menikmati kesendirian ini. Aku belum siap menikah dengannya," ucap fatimah
"Fatimah ... Jangan permainkan pemuda itu. Dia pemuda yang baik agamanya," ucap Mama
" Lepaskan dia ... Biarkan dia menikah dengan orang lain. Nak jika kamu tidak siap kenapa dia harus menunggumu," ucap sang mama sambil sedikit emosi.
" Ma ... Udah ya. Aku masih repot," ucap Fatimah tanpa memberi salam pada sang ibu.
Izdipun hanya bisa pasrah menikah kapanpun ia iyakan. Mungkin karena fatimah adalah gadis satu-satunya yang bisa menerobos di hatinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!