...⊛⊛⊛...
Tokyo adalah salah satu kota metropolis yang ada di Jepang. Kota yang tidak pernah sepi baik saat siang bahkan malam. Teknologi yang berkembang di Tokyo juga semakin maju. Baik teknologi mesin, biologi, dan sains. Apalagi saat bulan pertama di tahun 2097 sedang berselang. Banyak sekali beragam jenis temuan baru untuk membuat manusia semakin malas bergerak.
Takashi Yamada merupakan pemuda yang baru saja naik kelas tiga SMA. Ia tinggal di salah satu gang bagian barat kota Tokyo.
Takashi mengenakan rompi kerjanya. Sudah satu bulan lebih dia bekerja paruh waktu di mini market. Kebetulan Takashi sedang sendirian. Bos dan rekan kerjanya baru saja pergi.
Sambil bermain ponsel, Takashi duduk menjaga meja kasir. Dia asyik memainkan game survival. Takashi memang sangat gemar dengan game bertema teka-teki dan bertahan hidup.
Seorang pembeli mendekat. Ia menyodorkan beberapa barang belanjaan.
Takashi menyapa dengan ramah. Dia berhenti bermain game dan bergegas menyembunyikan ponsel.
"Berbagai peralatan mandi dan beberapa snack sedang ada diskon. Mungkin--"
"Tidak perlu." Pembeli itu memotong pembicaraan Takashi. Dia tampak angkuh dalam keadaan mulut yang sibuk mengunyah permen karet. Tak lama kemudian, gadis berambut pendek setengkuk itu beranjak pergi.
Takashi mendengus kasar. Dia mengangkat bahunya tak acuh. Lalu kembali berkutat dengan ponsel. Bersamaan dengan itu, televisi baru saja menayangkan sekilas berita. Atensi Takashi teralih ke arah televisi untuk sejenak.
"Perusahaan besar Kaguya hari ini akan meluncurkan bio-teknologi di pusat kota Tokyo. Kebetulan penemuan baru yang akan diluncurkan ini juga dilakukan di beberapa kota penjuru dunia. Yaitu, Paris, London, Roma, Toronto, Seoul, Singapura, dan Amsterdam. Bio-teknologi ini berfungsi untuk menjaga stabilitas manusia agar memiliki umur panjang. Dalam percobaannya sendiri, 80% menemukan keberhasilan. Delapan dari sepuluh orang bisa bertahan hidup tanpa penyakit selama seratus tahun lebih. 'Hidup itu tidak panjang, maka perpanjanglah hidupmu dengan bio-teknologi Kaguya!' Ya, begitulah semboyan yang sudah tersebar di berbagai media. Ayo! Jangan ketinggalan. Sekarang ratusan orang sedang mengantri untuk bisa--"
"Maaf, kehidupanku membosankan. Aku tidak berminat memperpanjangnya." Takashi mematikan televisi. Hingga penjelasan reporter yang ada di televisi sudah tak lagi terdengar.
Sekian jam terlewat. Segalanya berjalan lancar seperti biasa. Takashi juga menikmati waktu dengan bermain game.
Bruk!
Prang!
Terdengar suara dentuman keras dari arah jalan. Mata Takashi membulat sempurna. Dia buru-buru keluar dan menyaksikan ada tiga mobil yang tertimpa kecelakaan.
Orang-orang segera berkerumun untuk melihat. Mereka tentu mencoba menolong korban kecelakaan.
Orang pertama yang ditolong adalah seorang lelaki bersetelan jas rapi. Dia tampak mengerikan dengan mata merah serta urat-urat nadi yang tampak jelas dibanding manusia pada umumnya. Meskipun begitu, tidak ada satu pun yang curiga. Terutama untuk dua orang yang sedang membantu lelaki berjas itu melangkah.
Tanpa diduga, lelaki bersetelan jas tersebut menggetarkan tubuhnya. Dia melepaskan pegangan dua orang yang membantunya. Lalu terduduk ke tanah sambil memuntahkan banyak darah dari mulut.
"Aaaarkkkhhh!" sebagian orang berteriak karena kaget. Bagaimana tidak? Darah yang dikeluarkan lelaki bersetelan jas itu sangat melimpah ruah. Hal tersebut membuat keadaan tubuhnya berubah menjadi pucat.
Lelaki bersetelan jas tersebut berdiri. Dia langsung menghampiri orang yang paling dekat dengannya. Menggigit serta mengoyak badan orang itu dengan ganas.
Semua orang di sekitar sontak ketakutan. Ada yang berlari, bahkan ada juga yang berusaha membantu.
Terdapat sekitar tiga orang yang mencoba menghentikan ulah lelaki bersetelan jas. Akan tetapi mereka justru mendapat serangan. Parahnya orang yang tadi sempat digigit oleh lelaki bersetelan jas hidup kembali. Lalu ikut melakukan serangan.
Takashi yang melihat, gemetar ketakutan. Dia merasa panik. Jadi bingung harus berbuat apa. Ketika lelaki bersetelan jas hampir mendekat, barulah Takashi terpikir untuk berlari.
"Sial! Sial! Sial!" umpat Takashi sembari berlari secepat mungkin. Dia sesekali tidak sengaja bertabrakan dengan beberapa orang.
Ketika Takashi hampir sampai ke mini market, kakinya mendadak tersandung. Hingga dia sontak terjatuh. Dirinya buru-buru berdiri. Namun lelaki bersetelan jas menyerang.
Untung saja Takashi bisa menahan serangan dengan dua tangan. Kini wajahnya saling berhadapan dengan lelaki bersetelan jas. Lelaki itu terlihat sangat menyeramkan. Ia menggeram seperti seekor binatang buas. Wajah, mulut, dan pakaiannya berlumuran darah. Bau anyir menyeruak menghantam indera penciuman Takashi.
"Aaaaaargghhhh!!!" Takashi melakukan adu kekuatan dengan si lelaki bersetelan jas. Dia mengerahkan tenaga maksimal. Keringat membanjiri beberapa titik tubuhnya.
Keadaan kota Tokyo dalam sekejap berubah menjadi kacau. Suara sirine ambulan, teriakan, dan tembakan terdengar dari segala penjuru. Segalanya terasa sangat mengerikan.
Lelaki Bersetelan jas terus mengangakan mulut karena sudah tidak sabar ingin menyantap Takashi. Air liur yang bercampur darah berjatuhan ke wajah Takashi. Kekuatannya juga sangat sulit dikalahkan. Takashi yang menguasai bela diri ninjutsu bahkan tidak mampu mengalahkan.
Saat mulut lelaki bersetelan jas nyaris menyentuh wajah Takashi, seorang polisi mendadak datang. Dia memukul kepala lelaki bersetelan jas dengan alat pentungan. Nyawa Takashi terselamatkan.
"Terima ka--" ucapan Takashi terpotong, tatkala polisi yang menyelamatkannya sudah diterkam oleh wanita paruh baya. Wanita tersebut tampak dalam kondisi yang sama seperti lelaki bersetelan jas.
Tanpa pikir panjang, Takashi bergegas menyelamatkan diri. Ia masuk ke dalam mini market. Kemudian menutup mini market dengan folding gate.
Setelah itu, Takashi bersembunyi ke bawah meja kasir. Dia mengambil ponsel dalam keadaan tangan yang gemetaran.
"Aku yakin lelaki berjas tadi berubah menjadi zombie. Apa aku sekarang bermimpi? Ini tidak nyata bukan. Rasanya sekarang aku membutuhkan bio-teknologi Kaguya secepat mungkin," gumam Takashi sembari memukul pipinya dengan keras. Semua keadaan yang sempat dia hadapi benar-benar membuat syok. Dia butuh waktu untuk menenangkan diri.
Takashi memainkan ponsel dan mencoba mencari tahu atas semua yang terjadi. Pupil matanya membesar ketika internet tidak lagi berfungsi. Ia tidak bisa mengakses apapun.
Karena tidak mau menanggung resiko, Takashi memutuskan bersembunyi saja. Setidaknya sampai kondisi sekitar menjadi lebih aman.
...⊛⊛⊛...
Takashi mencoba bertahan seorang diri. Dia juga mengabaikan segala suara teriakan dan raungan yang datang silih berganti.
Headphone dipasang oleh Takashi. Dia berusaha keras menghilangkan ketakutan serta rasa panik.
Andai memiliki keluarga, mungkin hal utama yang terlintas dalam pikiran Takashi adalah pulang. Namun apalah daya, dia hanyalah anak yatim piatu. Sejak kecil Takashi tidak pernah melihat rupa ayah dan ibunya. Ia tinggal di panti asuhan cukup lama.
Ketika menginjak usia 15 tahun, barulah Takashi memutuskan pergi dari panti asuhan. Karena di umur segitu Takashi sudah pandai mencari uang sendiri. Jadi pihak panti asuhan membiarkan Takashi hidup sendiri.
"Aku penasaran dengan keadaan di luar," gumam Takashi. Dia naik ke lantai dua. Di sana dirinya dapat menyaksikan keadaan di luar. Suasana sangat sepi.
Hanya ada beberapa manusia yang telah berubah menjadi zombie. Keadaan jalanan juga tampak porak poranda. Banyak sekali darah, potongan tubuh manusia, serta lalat-lalat yang menikmati daging busuk.
Takashi mendengus kasar. Dia memutuskan akan tetap bersembunyi. Toh dirinya punya banyak persediaan makanan yang melimpah. Takashi berniat akan bersembunyi sampai makanan di mini market habis.
Takashi sendiri merupakan anak introvert. Jadi bisa dibilang dia menikmati kesendiriannya di mini market. Yang perlu dikhawatirkan Takashi hanyalah serangan zombie. Namun dia tidak terlalu mencemaskan itu, karena Takashi yakin mini market yang ditempatinya cukup aman.
Dua bulan waktu berlalu. Keberadaan zombie kian bertambah. Membuat Takashi semakin yakin untuk tetap bersembunyi.
Zombie di sekitaran mini market juga mulai banyak. Takashi terkadang heran. Dari mana zombie itu berasal.
Takashi juga tidak pernah absen memeriksa internet dan radio. Berharap ada tempat aman yang bisa ditujunya. Tetapi sampai sekarang, koneksi internet dan radio masih belum bisa ditemukan. Tenaga listrik bahkan mulai menurun.
Dua bulan berubah menjadi satu tahun. Persediaan makanan Takashi mulai menipis. Lelaki tersebut juga sudah puluhan kali mencukur kumis dan jambangnya.
Takashi merebahkan diri ke kasur tempat dia biasa tidur. Hanya dengan bersinarkan cahaya lampu tidur, dirinya dapat terlelap dengan nyaman.
Biasanya Takashi tidur cukup lama. Saat waktu menunjukkan jam sembilan siang lewat, barulah dia terbangun. Itu pun karena perut yang terasa lapar.
Takashi beranjak dari kasur. Lalu mencari makanan yang bisa dimakan. Dia langsung dibuat panik ketika menyadari hanya tersisa dua bungkus makanan yang bisa dimakan. Itu pun hanya berupa snack kecil.
"Ah... Ini karena aku terlalu malas memeriksa persediaan makanan," gumam Takashi seraya menggaruk kepalanya berulangkali. Dia terpaksa memakan makanan yang ada. Takashi berniat akan keluar dari persembunyiannya untuk mencari makan. Atau perlu pindah saja ke tempat yang lebih menjanjikan.
Sebelum pergi, Takashi menyiapkan senjata terlebih dahulu. Dia mematahkan sapu dan mengambil tongkatnya saja. Di ujung tongkat itu, Takashi memasang sebuah pisau tajam di sana. Ia membuat senjata sejenis tombak yang bisa digunakan untuk melawan zombie.
Takashi juga sengaja mengenakan pakaian serba hitam. Melengkapi tampilan dirinya dengan topi serta masker yang menutupi sebagian wajah. Ia juga mengenakan tas ransel yang berisi senjata cadangan.
Rencana untuk keluar dari mini market dilakukan Takashi pada malam hari. Dia sengaja melakukannya agar dapat bersembunyi dengan mudah. Padahal dirinya tahu kalau zombie akan semakin ganas ketika malam berlangsung. Lari mereka bahkan dua kali lipat lebih laju dibanding manusia biasa.
Takashi memutuskan lewat pintu samping. Ia menengok ke kanan dan kiri. Terlihat hanya dua zombie di bagian kanan. Meskipun begitu, Takashi tetap harus berhati-hati. Mengingat zombie akan segera bergerombol jika mendengar ada sedikit suara.
Dengan langkah pelan, Takashi keluar dari mini market. Dia menutup pintu sangat pelan. Hingga tidak ada suara yang diperdengarkan oleh pintu tersebut.
Atensi Takashi tidak teralih dari dua zombie yang kebetulan berdiri membelakangi. Dia berjalan mengendap-endap ke tempat yang lebih tertutup.
Takashi kebetulan memakai kacamata canggih. Dengan menggunakan itu, dia tidak membutuhkan penerang jalan berupa lampu. Hanya saja Takashi tidak tahu sampai kapan baterai kacamata tersebut dapat bertahan. Semoga saja sampai dia menemukan tempat aman yang baru.
Mobil-mobil yang terpencar di segala penjuru, dijadikan Takashi sebagai tempat bersembunyi. Dia akan berjalan dari mobil yang satu ke mobil lainnya.
Keringat membasahi wajah Takashi. Terutama ketika dia menyaksikan jalanan yang akan dirinya lewati dipenuhi oleh zombie.
Para zombie tersebut tampak berjalan bergerombol menuju ke arahnya. Itu tentu menjadi keadaan yang sulit untuk dilewati.
"Rrrrrr..." Para zombie kian mendekat. Takashi bergegas bersembunyi ke bawah mobil. Dia membekap mulutnya dengan tangan sendiri.
Deg!
Deg!
Deg!
Jantung Takashi berdetak lebih cepat. Nyawanya akan langsung hilang jika dia membuat keributan secuil saja.
"Aaarkkhhh!!!"
"Yuki-chan!"
Terdengar suara teriakan. Di iringi oleh panggilan dari gadis lainnya. Para zombie yang mendengar, bergegas menghampiri sumber suara.
...⊛⊛⊛...
Takashi bernafas lega ketika para zombie berlari menjauh darinya. Dia lantas keluar dari tempat persembunyian.
Atensi Takashi tertuju ke arah dua gadis yang ada di atap truk tronton besar. Salah satu di antara dua gadis itu tampak terluka dan tidak bisa berjalan. Mereka juga sudah dalam keadaan dikepung oleh zombie.
Takashi mematung sejenak. Dia merasa tidak tega membiarkan dua gadis itu kesulitan. Takashi lantas memindai penglihatan ke sekitar. Ia memeriksa mobil yang dapat dirinya gunakan.
Diam-diam Takashi menghampiri beberapa mobil yang kemungkinan masih berfungsi. Usai memeriksa satu per satu, akhirnya dia menemukan mobil yang dicari. Mobil yang ditemukannya itu kebetulan adalah mobil polisi.
Tanpa berpikir lama, Takashi segera menjalankan mobil. Ia menginjak pedal gas kuat-kuat. Hingga mobil dapat melesat laju menuju dua gadis yang ingin diselamatkan.
Bruk!
Brak!
Takashi sesekali tidak sengaja menabrakkan mobil ke benda-benda yang berserakan di jalan. Mendengar keributan yang dibuatnya, para zombie sontak mengalihkan perhatian ke arah Takashi. Mereka segera berlarian untuk menghampiri.
Karena sudah terlanjur menarik perhatian para zombie, Takashi sekalian menggunakan alat pengeras suara yang kebetulan tersedia di mobil. Dia memberitahukan kepada dua gadis yang ada di atas truk untuk bersiap.
Dua gadis yang ada di atas truk sontak menoleh. Mereka segera bersiap untuk melompat ke atas mobil Takashi.
Ketika Takashi menghentikan mobil, maka saat itulah dua gadis di atas truk melompat secara bergantian. Salah satu dari mereka yang kakinya tengah sakit, harus memaksakan diri. Lagi pula dia tidak akan bisa selamat jika terus diam di satu tempat.
Takashi langsung melajukan mobil. Dia menabrak zombie-zombie yang menghalangi. Hingga keadaan mobilnya dibasahi oleh darah dalam sekejap.
Sementara dua gadis yang ada di atap mobil hanya bisa berpegang erat. Mereka juga tidak berhenti berteriak saat Takashi mengemudi mobil dengan brutal. Terlebih lelaki itu melajukan mobil dalam kecepatan tinggi.
"Pelan-pelan! Kau hampir membuat kami terjatuh!" protes salah satu gadis.
"Maaf! Tapi bertahanlah sampai kita menemukan tempat aman!" sahut Takashi. Dia terus melajukan mobil.
Lima menit berlalu. Namun Takashi masih belum bisa menemukan tempat yang aman dari zombie. Para zombie justru bertambah banyak. Mengingat keadaan malam yang semakin larut.
Gadis yang terluka sudah melemah. Temannya sangat kesulitan memegangi.
"Kita sebaiknya berhenti saja! Temanku sudah tidak kuat menahan lukanya!" pekik salah satu gadis yang sedang berusaha membantu temannya untuk berpegangan.
Takashi hanya diam. Dia lantas fokus menemukan tempat yang tepat untuk berhenti. Sampai dia melihat sebuah gedung mall dengan dinding kaca yang dapat ditembus. Tanpa ba bi bu, Takashi mengarahkan mobilnya masuk ke sana.
Prang!
Dinding mall yang berupa kaca itu pecah berkeping-keping. Takashi banting setir dan menghentikan mobil dalam posisi memiring. Selanjutnya, dia bergegas keluar dan membantu dua gadis yang ada di atap mobil.
Takashi membawa gadis yang terluka dengan menggendongnya ala bridal. Sedangkan gadis yang satunya berlari mengikuti Takashi. Mereka berlindung di salah satu toko furniture. Kemudian tidak lupa menutupi toko tersebut dengan folding gate.
Takashi merebahkan gadis yang terluka ke sebuah ranjang. Dia sigap merobek ujung bajunya. Takashi menggunakan itu untuk menutupi luka sang gadis yang terlihat telah pucat.
"Dia tidak digigit kan?" tanya Takashi.
"Tidak. Dia terluka karena tidak sengaja tersandung kawat besi yang berserakan. Aku juga sempat terluka. Tapi tidak terlalu parah," sahut si gadis berambut panjang. Tanpa sepengetahuan Takashi, dia menatap dari samping. Ia menatap kagum Takashi. Gadis itu juga tidak berhenti memperbaiki rambut serta membersihkan pakaiannya yang kotor.
"Kenalkan, aku Nana. Dan temanku yang terluka ini adalah Yuki. Kami sangat senang bisa bertemu dengan seorang lelaki. Aku dan Yuki sangat terkejut saat melihat kemunculanmu," ungkap Nana sembari memegangi dada. Atensinya tidak teralihkan dari Takashi. Mengingat lelaki tersebut juga memiliki paras yang tampan.
"Terkejut?" Takashi terkekeh. Dia tidak menganggap penuturan Nana serius.
"Ya, itu karena selama ini kami mengira kaum lelaki sudah punah," celetuk gadis yang memandangi Takashi.
"Kau bilang apa?" Takashi menuntut jawaban. Ia berpikir mungkin dirinya salah dengar. Kaum lelaki sudah punah? Itu lelucon paling gila yang pernah didengar Takashi dalam hidupnya.
"Kau tidak tahu?" tanggap Nana.
"Aku bahkan tidak mengerti. Jangan bicara omong kosong. Sebaiknya kita fokus menyembuhkan temanmu ini." Takashi kembali fokus mengobati Yuki.
"Yuki... Namanya Yuki." Nana mendekati Takashi. Berbisik ke telinga hingga sukses membuat Takashi berjengit.
"I-iya. Baiklah. Tapi perlukah kau memberitahunya dengan cara begitu?" tukas Takashi sambil mengusap telinganya berulang kali. Desisan Nana tadi berhasil membuat kupingnya memanas.
Bukannya marah, Nana malah tersenyum. Dia segera menjauh satu langkah dari Takashi.
Takashi mendengus kasar. Mencoba memaklumi sikap aneh Nana. Dia kemudian mengedarkan pandangan ke sekitar. Berharap dapat menemukan sesuatu untuk dimakan.
"Kita harus mencari makanan dan obat. Tapi sepertinya di toko ini tidak akan ada," imbuh Takashi.
"Aku tahu toko obat di mall ini. Seingatku ada di lantai dua," sahut Nana. Ia berjalan ke depan folding gate. Nana mengintip keadaan di luar lewat sana. "Tapi masih ada banyak zombie di luar. Aku sudah lelah berhadapan dengan mereka," sambungnya.
"Apa kau tidak lapar?" tanya Takashi sembari mendekati Nana. Keduanya berdiri bersebelahan.
"Tidak. Aku dan Yuki baru saja makan dua jam lalu. Apa kau lapar? Kebetulan kami membawa banyak makanan," ujar Nana. Dia bergegas mengambil ransel. Lalu mengeluarkan beberapa bungkus makanan dari sana.
"Sial! Kenapa kau tidak bilang dari tadi," imbuh Takashi. Dia langsung mengambil salah satu makanan. Yaitu sebungkus ramen instan. Takashi langsung memakannya tanpa harus dimasak terlebih dahulu.
"Kau yang tidak bilang dari awal," balas Nana seraya terkekeh. Dia kembali menatap lekat Takashi. Dalam keadaan posisi menopang dagu dengan satu tangan. "Kau tampan," pujinya.
Takashi mengerutkan dahi karena heran. Dia merasa sejak tadi Nana terus berusaha merayunya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!