NovelToon NovelToon

Benih CEO Dirahimku

Bab 1 Masa sulit

Stella tersenyum melihat berkas yang tergeletak diatas meja. Alvin suaminya tidak mempersulit jalannya persidangan. Semua barang berharga, termasuk rumah dan properti menjadi milik Stella sepenuhnya.

Alvin berbesar hati untuk tidak mengambil kembali harta yang sudah dia berikan pada istrinya selama dua tahun pernikahan.

Alvin melakukan semua ini karena besarnya rasa cinta terhadap istrinya. Meskipun pada kenyataannya, besarnya rasa cinta Alvin masih kalah oleh godaan nafsu sesaat dan rasa kesepian selama merantau jauh dari istrinya.

"Braakkkkk!"

Mata wanita yang mendorong pintu rumah Stella melotot menatap Stella yang juga kaget, karena suara keras pintu yang dibuka dengan kasar.

"Kembalikan hak suamiku! Kamu tidak bisa memberikan anak, kenapa meminta harta dari ayah anakku!"

Deg!

Stella kaget mendengar wanita selingkuhan suaminya berbicara dengan menatap tajam kearahnya.

"Apa katamu! Hak? Kau meminta hak dari suamiku? Aku istri sahnya. Aku lebih berhak daripada kamu! Kamu hanyalah istri sirinya!" Stella juga tidak mau kalah dari wanita yang sekarang berdiri dirumahnya.

Namun tiba-tiba dari belakang wanita itu, muncul ibu mertuanya dan kedua adik iparnya.

"Stella! Aku ibunya Alvin. Aku ingin kamu mengembalikan semua harta yang sudah anakku berikan padamu! Kamu tidak berhak! Kamu tidak bisa memberikan kami keturunan? Kenapa meminta harta gono gini?"

"Ibu!? Ibu membela wanita itu? Aku adalah istri sahnya. Dan wanita itu hanyalah selingkuhan Mas Alvin!" Stella meradang melihat keluarga suaminya membela wanita selingkuhan suaminya bukannya dia yang jelas istri sahnya.

"Kau dengar! Jika kau masih punya harga diri? Tinggalkan rumah ini dan kembalikan semua yang sudah suamiku berikan padamu! Aku dan mas Alvin punya anak! Anakku lebih berhak daripada dirimu!" Teriak Nungky, wanita yang sudah berselingkuh dengan suami Stella lalu di nikah siri dan punya anak.

Mendapat dukungan dari keluarga Alvin, maka keberaniannya untuk menindas istri sah Alvin, semakin menjadi-jadi.

Stella tidak mau mengalah. Karena jelas, suaminya sendiri sudah memberikan semua harta itu jika mereka bercerai. Dia akan mempertahankan haknya. Dia tidak mau ditindas oleh wanita kedua suaminya itu.

"Tidak! Aku tidak akan meninggalkan rumah ini. Aku istrinya. Meskipun aku tidak bisa memberikan anak, tapi aku adalah istri sahnya selama dua tahun. Dan Mas Alvin sendiri yang mengatakan jika akan memberikan semua harta itu jika kami bercerai, dia tidak mempersoalkannya. Lalu kenapa kalian datang kemari dan meminta harta milikku!?" Stella kesal dan sekarang rasa hormatnya pada keluarga suaminya menjadi tidak ada.

Jelas mereka membela orang yang salah. Dan lagi, perceraian ini terjadi karena kesalahan Mas Alvin. Dia yang berselingkuh dan menipu Stella. Jadi, wajar jika Stella menuntut haknya selama pernikahan dua tahun.

"Ibu, bagaimana ini? Mbak Stella tidak mau menyerahkan harta Mas Alvin?" kata Nungky yang berdiri disamping ibunya Alvin.

"Stella!" Berteriak dari tempatnya berdiri. "Jika kamu tidak memberikan harta anakku. Maka aku akan memaksamu dengan kasar. Aku akan bertindak kasar padamu! Cepat serahkan semua kunci rumah, sertifikat dan semua harta Alvin. Atau kami akan melewati batasan antara menantu dan mertua!"Teriak ibu Viar mertuanya yang sejak awal memang tidak menyukainya menjadi menantunya.

"Tidak! Aku juga berhak untuk mempertahankannya! Ini rumahku! Dan semua milik Mas Alvin sekarang sudah sah menjadi milikku!"

Stella memegang semua berkas yang sudah ditandatangani Alvin kedadanya.

"Ibu, jika dia tidak mau mendengarkanmu. Lebih baik kita seret dia keluar dari rumah ini," kata Nungky lalu berjalan mendekati Stella.

"Stella, kami terpaksa bertindak kasar padamu. Karena kamu tidak mau menyerahkan secara baik-baik!" Ibu Viar dan Nungky mendekati Stella dan memegangnya lalu menariknya keluar dengan paksa.

"Lepaskan! Lepaskan! Ini rumahku! Kalian pergilah dari rumahku!"

Stella berusaha lepas dari cengkeraman mertua dan selingkuhan suaminya, namun mereka memeganginya dengan kuat dibantu oleh kedua adik iparnya.

Stella meronta hingga semua berkas berserakan dilantai. Tidak ada yang mempedulikannya, mereka tetap menyeret Stella dengan paksa keluar dari rumah itu.

"Lepaskan!" Stella terus berteriak dan berusaha bertahan didalam ruang tamu. Mereka menyeretnya keluar meskipun Stella terus meronta.

"Wanita matre! Kamu harus keluar dari rumah putraku! Ini semua harta putraku. Kalau kamu bercerai, maka keluar dan jangan bawa apapun dari sini,"

"Ibu, sakit, lepaskan! Kalian jahat! Kalian tidak punya perasaan!"

"Hahahaha.....lihatlah dirimu!" kata Nungki sambil mendorong Stella keluar dari pintu depan. Stella tersungkur dilantai. Dan saat akan bangun, dia pingsan.

Saat itulah sebuah mobil datang, dan Alvin turun dari mobilnya.

Melihat Stella pingsan dilantai, dia langsung berusaha menolongnya dan menatap tajam wajah ibunya serta Nungky.

"Apa yang kalian lakukan?" Alvin marah tapi saat ini dia ingin segera membawa Stella kerumah sakit.

"Aku akan membawamu kerumah sakit," kata Alvin lalu menggendong Stella.

"Kita akan bicara nanti! Kalian keterlaluan!" Umpat Alvin melihat ibunya, Nungky, serta kedua adik perempuannya mengeroyok Stella.

"Mas, dengarkan aku!"

Nungky menjadi ketakutan. Ini adalah idenya membujuk mertua Stella dan kedua adik Alvin untuk mengusir Stella dari rumahnya.

"Ini idemu," kata ibu mertuanya menatap tajam Nungky.

"Saya tidak tahu jika Mas Alvin akan datang," Nungky memucat.

"Kau hadapi dia, ibu tidak ikut campur lagi. Kau bilang dia keluar kota. Lalu kenapa bisa datang kemari?" Ibu Viar kesal karena Nungky salah informasi.

"Ibu...."

"Sudahlah, ayo anak-anak, kita ke restoran. Ini biar ditangani olehnya. Ini semua idenya," Ibu Viar dan kedua anak perempuannya lalu pergi meninggalkan ruang Stella.

Nungky kesal dan menendang tembok didekatnya.

"Kurang ajar! Kenapa Mas Alvin pakai acara muncul segala! Bukankah dia keluar kota? Oh, aku meninggalkan bayiku dirumah. Aku harus segera pulang," Nungky lalu pulang dan meninggalkan rumah Stella.

Dirumah sakit.

Dokter segera memeriksa Stella dan kondisi nya lemah. Namun tidak lama kemudian dokter keluar dan tersenyum pada Alvin.

"Selamat, istri bapak sedang hamil. Tidak perlu khawatir, dia akan membaik beberapa jam lagi. Dia hanya lemah," kata Dokter dan Alvin terperanjat tak percaya.

"Hamil? Terimakasih dokter,"

Alvin tidak pernah membayangkan jika di ujung tanduk hubungan pernikahan nya, ternyata Stella hamil.

Padahal saat ini mereka sudah mendaftarkan perceraian di pengadilan. Dan tinggal menunggu tahap akhir sidang saja mereka resmi bercerai.

Sementara, Stella yang sudah sadar kaget mendengar jika dirinya hamil.

"Hamil?"

"Mana mungkin?"

"Aku sudah akan bercerai, dan anak ini.....anak ini....adalah anak orang lain," Stella menggenggam erat tangannya sendiri.

Tidak menyangka jika satu malamnya bersama atasan suaminya dalam misinya mengungakap perselingkuhan itu malah menjadi kesalahan berikutnya.

Satu kesalahan suaminya, kini adalah kesalahan dirinya yang tidak mawas diri.

"Aku tidak benar-benar ingin membalas perselingkuhan suamiku dengan perselingkuhan yang lainnya. Tapi ini adalah suatu kecelakaan. Aku tidak sadar waktu itu. Dan atasannya, melakukan hubungan satu malam tanpa seijinnya, sekarang ada benih di rahimnya. Benih CEO dan bukan suaminya...."

Stella gemetar dan dadanya bergerak naik turun dengan cepat.

Bab 2 Dilema

Stella menatap pintu kamar rumah sakit, suaminya berdiri disana. Senyum mengembang mekar bak bunga di bibirnya. Ini adalah kejutan indah disaat akhir pernikahan mereka.

Stella berkeras hati untuk berpisah. Tapi, siapa yang akan menduga, jika saat ini dia tengah hamil. Pengadilan akan menunda perceraian mereka hingga anak itu dilahirkan.

Alvin berjalan dengan hati bahagia tak terkira. Dia memang tidak ingin pisah dari Stella. Dan kabar tentang kehamilanya, adalah jalan kembali untuk merajut kembali hubungan yang terkoyak.

"Stella," Alvin memanggil namanya, mereka saling bertatapan. Stella masih diam dan tidak berbicara apapun. Pikiran nya masih kacau dan belum memutuskan langkah apa yang harus dia ambil.

"Stella, kita akan punya anak, kita akan menjadi orang tua. Anak dalam rahimmu, akan memperbaiki hubungan kita," kata Alvin akan memeluk Stella.

Itu yang akan dilakukan para suami ketika mengetahui istrinya hamil. Menatap istrinya penuh cinta dan memeluknya.

"Tidak!" Stella menahan badan Alvin dan mencegahnya memeluknya.

Alvin kaget, dan terpana. Menatap Stella penuh tanda tanya. Apakah hatinya masih keras seperti baja meskipun saat ini dia tahu jika ada janin dalam rahimnya? batin Alvin menatap Stella tak berkedip.

"Meskipun aku hamil, aku tidak bisa menggagalkan kan rencana perceraian kita?"

"Kenapa!?" Alvin terkejut dengan perkataan Stella yang tidak masuk akal.

"Pengadilan tidak mengijinkan bercerai jika istrinya hamil," Alvin menjelaskan.

"Aku tahu. Kau lupa satu hal, kau sudah punya anak dengan wanita lain? Lalu bagaimana dengan anakmu bersama wanita itu? Akan kau campakkan? Atau kau akan membuat hatiku lebih sakit lagi dengan poligami? Aku tidak setegar itu dan jiwaku tidak sekuat itu untuk melakukan poligami," Tegas Stella menghempaskan harapan Alvin untuk meluluhkan hati istrinya.

"Stella, kau juga lupa satu hal. Aku memang bersalah. Tapi coba kau ingat kembali. Aku melakukan semua itu, karena kau tidak mau tinggal merantau bersamaku. Aku kesepian dan aku terjun dalam dosa. Aku sudah bertaubat. Aku khilaf. Aku akan menebus kesalahanku padamu. Apapun yang kau minta akan aku berikan. Semua gajiku, juga akan aku berikan padamu, asal kau mau kembali dan kita bisa menjadi suami istri lagi dan hidup bahagia," Alvin hilang akal untuk meyakinkan istrinya.

"Mas, biarkan aku menenangkan diri dulu. Saat ini aku ingin sendiri. Kau bisa tunggu diluar,"

"Stella...." Alvin menatap sedih dan dimatanya juga ada luka dari perceraian yang sudah didepan mata.

"Mas...aku mohon...." Stella butuh waktu untuk menenangkan dirinya sendiri. Dia harus memikirkan langkah apa yang harus dia ambil.

Bayi di dalam rahimnya, bukanlah anak Alvin. Bagaimana menjelaskannya? Apakah Alvin akan menerimanya jika tahu itu bukan anaknya?

Jika dia berkata jujur, maka dia akan semakin ditindas oleh keluarga suaminya. Jangankan menang di pengadilan. Dia akan dipermalukan dan semua harta yang sudah diberikan suaminya akan diminta kembali oleh keluarganya?

Apa yang harus aku lakukan?

Stella lalu menelpon Andin sahabatnya, saat ini dia butuh nasehat dari sahabat yang bisa dipercaya.

Mengatakan kebenaran siapa ayah bayi yang dia kandung pada orang tuanya atau keluarganya jelas tidak mungkin. Satu-satunya yang bisa membuat pikiranya terbuka hanyalah sahabatnya.

Andin adalah sahabat terbaiknya. Selama ini selalu membantunya menangani setiap masalah yang menerpanya.

"Andin, bantu aku...aku sedang dalam masalah besar," kata Stella berbisik dalam telepon.

Andin mendengarkan sebagai seorang sahabat yang baik. Tidak menyela ucapannya dan membuatkan sahabatnya mengatakan uneg-uneg dihatinya.

Karena Andin tidak tahu, Stella hanya sedang ingin curhat atau butuh bantuan.

"Ya, aku akan mendengarkan, katakan saja, sekarang aku sedang sendirian dikamar," Andin menjawab dan membuat Stella berani untuk mengatakan rahasia besar tentang siapa ayah dari bayinya.

Aku harus mengatakan pada seseorang. Aku butuh nasehat dari orang lain. Saat ini aku tidak bisa memutuskan apa yang harus aku lakukan. Besok aku akan sidang lagi ke pengadilan. Jika Mas Alvin mengatakan aku sedang hamil, maka pasti akan ditunda dan prosesnya akan menjadi semakin lama.

"Andin, aku hamil," kata Stella membuat Andin kaget.

"Apa!? Akhirnya kau bisa menjadi seorang ibu, aku turut bahagia untukmu," itulah yang diucapkan Andin mengingat sahabatnya sangat ingin punya seorang anak. Bahkan karena tidak kunjung hamil, maka keluarga suaminya memusuhinya.

"Andin, aku hamil disaat yang tidak tepat. Mas Alvin sudah punya anak dari wanita lain. Dan lagi, anak ini bukan anaknya,"

"Apa? Aku tidak mengerti yang kau katakan. Maksudmu, jika itu bukan anak suamimu, lalu anak siapa? Apa terjadi inseminasi?"

"Tidak, ini...Andin aku tidak bisa mengatakannya. Tapi bagaimana menurutmu...bisakah aku bercerai saat sedang hamil? Apakah pihak pengadilan akan mengabulkan gugatan ku?"

"Stella...kau sedang hamil. Apakah kau yakin akan berpisah dari suamimu? Apakah kau tidak berfikir untuk mempertimbangkan kembali keputusan mu? Bagaimana dengan anakmu jika kau bercerai?" Andin berfikir dengan perasaannya. Dia memposisikan dirinya jika berada di posisi Stella, mungkin dia akan memaafkan kesalahan suaminya demi anaknya.

"Andin, itulah yang membuatku gelisah. Aku bingung saat ini. Tapi jika aku ingat kembali bagaimana Mas Alvin mengkhianati ku, sedetikpun aku tidak bisa bersamanya. Aku sakit setiap kali menatap wajahnya. Wajah wanita itu dan bayi mereka membuat aku tidak bisa memberinya kesempatan lagi," Stella merasa lega setelah berkeluh kesah dengan sahabatnya.

Meskipun, dia tidak akan mendapatkan nasehat yang paling tepat. Karena pada dasarnya, hanya dia yang tahu dan bisa memutuskan untuk berpisah atau melanjutkan pernikahannya.

Tapi sedikit berbagi masalah dengan orang lain, membuat beban di hatinya sedikit berkurang.

"Stella... sebagai sahabat, aku hanya akan selalu mendukung apapun keputusan yang kau ambil. Hanya kau yang tahu apa yang terbaik untukmu. Orang lain, tidak benar-benar bisa memberikan keputusan yang paling tepat untukmu. Jika kau bingung. Pejamkan matamu lalu kau pikirkan sekali lagi jika bercerai kau akan bahagia atau tidak? Atau jika kau pilih untuk memaafkan, kau akan bahagia atau tidak, hanya itu yang bisa aku katakan padamu...." Andin menghela nafas berat.

"Andin... terimakasih, sudah mendengarkan keluh kesah ku. Ternyata aku hanya butuh teman berbagi. Dan aku sudah memutuskan apa yang harus aku lakukan sekarang," kata Stella lalu menutup teleponnya.

Dia sudah memutuskan apa yang harus dia pilih. Bercerai atau memaafkan suaminya....

"Mas Alvin, bisa kemari?" kata Stella memanggil suaminya yang berdiri didepan kamar rawat inapnya.

"Ya, aku datang," Alvin sejak tadi menunggu didepan pintu.

"Aku ingin pulang, aku sudah sehat,"

"Oke, aku akan mengantar kamu pulang,"

Stella tersenyum. Alvin juga senang. Dalam hati, berharap bisa meluluhkan hati istrinya dan mendapat kesempatan kedua.

Mereka sampai dirumah.

"Mas, sudah malam, sebaiknya kamu pulang," kata Stella yang sudah mendapatkan keputusan yang tepat.

"Stella, kau sedang hamil. Kita tidak jadi bercerai kan? Kita akan punya anak,"

"Tidak Mas. Kita akan tetap bercerai..." mengatakan dengan nada tenang.

Bab 3 Pergi ke kapal pesiar

Alvin kaget saat mendengar pernyataan dari Stella yang tetap akan bercerai meskipun sedang hamil.

Alvin malah langsung mendekap Stella dan memeluknya erat. Stella berusaha melepaskan pelukan suaminya dengan sekuat tenaga.

Tapi Alvin tidak peduli dan tetap memeluknya karena mungkin ini terakhir kali dia bisa memeluk istrinya itu. Tekadnya sudah bulat untuk berpisah. Dan ini mungkin menjadi momen terakhir kali dia bisa memeluk istrinya itu meskipun dengan sedikit memaksa.

Akhirnya Stella membiarkan dirinya dipeluk untuk terakhir kalinya oleh suaminya. Setelah pelukannya mengendur, Stella melepaskan diri dan mundur dua langkah.

Alvin tertunduk lalu berjalan keluar dari ruangan itu, di ikuti Stella di belakangnya. Tanpa berbicara sepatah katapun mereka masuk kedalam mobil.

Didalam mobil, Stella menatap keluar jendela dan Alvin juga diam seribu bahasa. Hingga mobil itu berhenti dirumah mereka berdua. Stella lalu turun dan Alvin pulang kerumah orang tuanya.

Sampai dirumah, Stella mengemasi semua barangnya dan akan pergi menemui CEO yang sudah membuatnya hamil.

Masalah perceraiannya akan dilanjutkan oleh kuasa hukumnya. Dia mengunci rumah itu lalu pergi lagi diam-diam. Tidak ingin seorangpun tahu jika dia akan pergi ke kapal pesiar.

Sampai di pelabuhan, Stella lalu berjalan dan naik ke kapal pesiar yang masih singgah. Dia sengaja tidak memberi tahu CEO karena suatu hal.

Stella berhasil masuk dan sekarang mencari Vishal untuk mengatakan segalanya. Namun dua penjaga menahannya.

"Sedang ada pertemuan keluarga. Anda tidak diijinkan masuk kedalam," kata dua penjaga itu yang berjaga di depan pintu.

"Pertemuan keluarga?" Stella kaget dan baru sadar jika Vishal juga punya keluarga besar. Lalu bagaimana dia bisa masuk sekarang? Stella berfikir dan ingin tahu apa yang terjadi didalam ruangan itu.

Bagaimana pun ayah dari bayi yang dia kandung bukanlah orang biasa yang dengan mudah dia temui. Dan siapa yang akan percaya padanya jika dia mengatakan sedang mengandung anaknya?

Stella lalu berbalik dan melihat seorang pelayan yang membawa nampan dan akan masuk keruang keluarga itu.

Stella segera menghampirinya. Memberikan sedikit tips pada pegawai wanita itu untuk bertukar pakaian.

"Ini sangat penting. Tolong bantu aku," melihat Stella memohon, akhirnya pelayan itu mengangguk dan mereka bertukar pakaian.

Stella memakai topi putih dan baju serba putih membawa nampan dan masuk kedalam ruangan itu, penjaga juga tidak menahannya lagi seperti tadi.

Stella menarik nafas lega akhirnya bisa masuk dan melihat Vishal duduk bersama keluarganya.

Seorang gadis cantik dengan mata biru dan rambut pirang duduk disampingnya. Dan saat Stella akan melangkah kakinya terhenti saat mendengar ucapan wanita yang duduk disamping Vishal. Wanita setengah baya berbicara dengan lembut dan berwibawa.

"Alice, kau baru saja datang dari pengobatan, kami sangat bahagia akhirnya kau terbangun dari koma," kata Nyonya Shalma, ibunya Vishal.

"Vishal, Alice sudah berkorban demi menolongmu. Dia hampir kehilangan nyawanya. Maka tepati janjimu," kata Nyonya Shalma dan membuat Stella yang tengah mengedarkan minuman menjadi terhenti.

Menepati janji? Janji apa?

Flashback*

Saat itu, Vishal berenang di perairan dalam bersama semua keluarganya termasuk keluarga Alice yang merupakan keluarga bangsawan. Ayah mereka berbisnis bersama dan anak mereka mengenal sejak kecil.

Vishal tanpa sengaja berenang semakin kedalam dan hampir saja dimakan ikan hiu, Alice yang melihatnya lalu membantunya.

Namun naas, Vishal bisa selamat dan naik keatas kapal, sedangkan baju Alice tersangkut pada gigi ikan itu, dan dia terpelanting masuk kedalam laut. Ikan itu mengigit kakinya hingga dia harus segera mendapatkan pertolongan dan akhirnya karena kehilangan banyak darah, diapun koma.

Vishal lalu berjanji ditelinga Alice jika dia akan menjaganya seumur hidupnya asalkan Alice terbangun dari koma.

*

*

Vishal terperanjat kaget saat teringat janjinya waktu itu. Namun siapa sangka jika saat ini hatinya telah menjadi milik gadis lain. Yaitu gadis yang menghabiskan satu malam dengannya dan tidak bisa dia lupakan hingga saat ini.

Nama gadis itu adalah Stella. Vishal termangu dan terdiam. Menatap semua keluarganya tanpa berkata sepatah katapun.

"Kau pasti akan menepati janjimu pada anak kami bukan?" kata Ayah Alice menatap Vishal.

Vishal diam dan hanya menatap kosong wajah Alice sahabatnya. Wajah sendu gadis bermata biru yang kini lumpuh demi dirinya, dan tiba-tiba, wajah itu berubah menjadi wajah Stella dalam pandangannya. Wajah Stella yang telah dia nodai dimalam pesta beberapa waktu lalu.

Hatinya bergolak, mata biru Alice yang menatapnya penuh harap, tapi dia tidak bisa melupakan cinta pada pandangan pertama pada gadis asing bernama Stella, yang kini sedang dia nantikan kedatangannya, setelah bercerai dari suaminya.

Ya! Dia jatuh cinta pada istri orang lain!

Vishal tidak tahu, jika gadis yang dia pikirkan saat ini sangat dekat ada disisinya. Sedang menyamar demi bisa menemuinya. Dan bisa masuk dalam pertemuan keluarga.

Stella kaget. Mengetahui Vishal berhutang nyawa pada gadis lumpuh bermata biru. Dan keluarganya, menginginkan mereka dijodohkan demi balas budi.

Tangan Stella gemetar. Gelas di atas nampan pun ikut gemetar dan menyenggol bahu Vishal.

"Ohh maaf," Stella segera tertunduk dan minta maaf karena membuat basah baju CEO tanpa sengaja.

Semua mata tertuju pada Stella yang teledor karena menumpahkan minuman pada CEO.

"Sudah. Tidak papa. Saya akan berganti baju dulu," Vishal lalu bangun dan mengganti bajunya.

Sementara Stella berdiri dengan gemetar. Mereka semua menatapnya dengan tajam dan wajah menunjukkan rasa kesal.

"Kamu! Cepat bersihkan gelas yang pecah itu! Kerja tidak pecus!" Hardik ibu Alice kesal karena dia juga terkena cipratan air minum itu.

"Maaf, saya tidak sengaja,"

"Lain kali, bekerja yang benar. Fokus saat bekerja. Jangan malah melamun! Memangnya apa yang kamu pikirkan!?" hardik ibunya Alice menatap tajam dan remeh pada Stella yang berdiri didekatnya.

"Mom, sudah, dia tidak sengaja," kata Alice dengan lembut. "Kamu bisa mengganti dengan minuman yang baru setelah membereskan semua ini," katanya lagi.

"Baik, saya akan mengganti dengan yang baru," Stella dengan cepat membereskan pecahan gelas itu dan saat dia mengelap lantai, tanganya menyentuh sepatu Vishal yang berhenti didekatnya.

Deg.

Dada Stella berdebar kencang. Air matanya hampir saja menetes jatuh teringat pada kehamilannya.

Stella lalu mendongakkan kepalanya dan tanpa sengaja bertatapan dengan mata Vishal.

Vishal terkejut saat mengetahui jika pelayan itu adalah Stella.

"Stella, kau....."

Stella menggelengkan kepalanya dan memberi isyarat untuk tidak berbicara lagi.

Vishal lalu mundur saat Stella memegang sepatunya, dan Stella segera berdiri tegak. Mereka saling bertatapan, tanpa bersuara.

Dalam kebisuan, mata tetap saling menatap dengan penuh tanda tanya.

Kenapa dia berpakaian seperti ini? gumam Vishal bingung.

Bagaimana aku harus mengatakan jika aku sedang hamil darah dagingmu. Apa yang akan terjadi jika aku mengatakannya? Apakah kau akan menolaknya dan tidak mengakui perbuatan mu? gumam Stella.

"Cepat bawakan minuman yang baru!" Kata ibunya Alice saat melihat pelayan itu berdiri seperti patung menatap atasannya.

Stella lalu mengangguk dan berjalan keluar dengan pecahan kaca yang akan dia buang.

"Aku akan keluar sebentar," Vishal lalu mengejarnya dan mengikuti dari belakang.

Saat ada didapur, Stella mengusap air matanya dan saat akan membuang pecahan kaca itu, tanganya malah tergores dan berdarah.

Vishal tiba-tiba memegang jari Stella yang berdarah dan mengisapnya. Stella terperanjat kaget, tidak menduga Vishal kini ada dibelakangnya tepat.

Stella menarik jarinya dari genggaman Vishal.

"Biar aku obati," Vishal lalu mengambil kotak obat diatas kepala Stella di dapur, didalam kapal pesiar. Dengan cekatan mengobati jari Stella dan membalutnya dengan plester.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!