Seminggu sebelum pesta pernikahan anak dari majikanku. Semua orang sibuk mempersiapkan acara tersebut. Acara yang sangat meria, dengan dekorasi yang megah dan mewah.
Hingga tiba hari H, di mana pagi ini semua orang terlihat sibuk menyiapkan segala sesuatu, mulai dari menu makanan yang harus semuanya sempurna. Bagaimana tidak! Yang menikah hari ini adalah ceo ternama di kota ini. Bara Pratama, sosok pria yang dingin bagaikan kulkas 10 pintu, hari ini akan menikah dengan kekasih tercintanya. Setelah mereka berpacaran lebih dari tiga tahun lamanya.
Namun ada yang aneh kali ini. Semua keluarga besar nampak bingung dan terlihat dari wajah mereka, semua gelisah. Entah apa yang terjadi, padahal semua sudah sempurna.
Hingga riuk-riuk aku mendengar tenyata sang mempelai wanita hingga saat ini belum juga menunjukkan kabar, dimana saat ini.
"Semua orang sudah mencari mempelai wanita tapi tidak menemukannya." Kata salah satu rekan kerjaku.
"Emang kemana calon pengantinnya?" Aku pun bertanya karena penasaran.
"Katanya udah berangkat sih. Tapi ngak tau tiba-tiba ponselnya ngak aktif dan ngak bisa di hubungi sama sekali."
Aku pun melihat dari bilik pintu, menatap keluarga Langit yang terlihat sedang sangat gelisah. Belum lagi, semua para tamu undangan sudah berkumpul memenuhi ruangan. Aku tahu, pasti kelak mereka semua akan malu, jika pernikahan ini batal.
"Bunga bawa ini keluar." Titah salah satu teman kerjaku, menyuruhku membawa senampan minuman.
Aku pun langsung mengambil nampan itu dan membawanya ke ruangan. Mata mami Bara langsung tertuju padaku saat aku mulai masuk ke dalam ruangan itu.
Dak. Dik. Duk. Begitulah perasaan ku saat ini. Aku grogi karena mendapat tatapan dari wajah majikanku, yaitu maminya Bara. Namun kututup grogiku dengan terus berjalan sambil tersenyum.
Namun langkah ku terhenti kala mami Bara langsung memanggilku.
"Hey Bunga. Ikut aku sekarang juga." Ucap Liana, maminya Bara yang berdiri tepat di belakangku.
Aku langsung menoleh.
"Siap nyonya." Kata ku sambil mengikut di balik badan majikanku.
"Persiapkan dia. Buat dia secantik mungkin dalam waktu setengah jam." Titah mami Bara yang tak ingin terbantah.
Seseorang wanita langsung menarikku dan membawaku duduk di kursi dengan cermin besar yang berada di depan wajahku.
"Nyonya maaf, aku ini mau di apakan?" Tanyaku dengan polos karena memang aku tidak tahu apa yang akan mereka lakukan padaku. Pada seorang pembantu seperti diriku.
"Jangan banyak bicara. Ikuti saja perintahku. Bukan kah orang tuamu memiliki banyak utang?"
Aku menganggukan kepalaku.
"Hari ini jadilah pengantin wanita dari putraku. Maka utang dari orang tuamu akan aku ku lunasi semuanya."
"Tapi nyonya.."
"Jangan membantah, ini perintah dariku." Bentaknya dengan mata tajam menatap padaku.
Setelah berucap seperti itu Mami Liana keluar dari ruangan. Aku pun menghela nafas. Iya aku memang ingin melunasi utang orang tuaku, tapi tidak begini juga caranya. Kenapa aku harus telibat dengan situasi seperti ini. Ya Rabb, tolong lah hambah mu ini. Aku tak tahu harus bagaimana saat ini. Apakah aku harus lari? Tapi itu tidak mungkin.
...
"Mami. Apa mami gila? Aku tidak ingin." Ucap Bara dengan sangat kerasnya, menolak menikah dengan diriku.
Ya, aku sadar. Siapa sih aku? Aku hanya seorang pembantu dan tidak mungkin seorang ceo mau menikah denganku.
"Sayang. Ini hanya jalan satu-satunya agar keluarga kita tidak malu dengan kejadian seperti ini."
"Tapi mami. Aku tidak mengenalnya, dan tidak ada cinta. Jadi kenapa kami harus menikah." Tolak Bara lagi.
"Sayang. Dia pembantu di rumah kita. Dan untuk cinta. Tidak usah libatkan sama sekali. Kamu hanya menikah setelah itu tinggalkan dia. Yang penting keluarga kita bisa terhindar dari malu hari ini."
Bara terdiam sesaat memikirkan ucapan dari mami nya
"Sayang. Kalaupun setelah Selena kembali, kamu bisa menikahinya lagi, dan meninggalkan pembantu itu. Ini hanya alibi biar keluarga kita terhindar dari malu ini sayang." Bujuk mami Liana
"Dengarkan permintaan mami sayang. Apa kata orang-orang di luar sana jika pernikahan ini batal? Coba fikirkan?"
"Baiklah, aku ikut kata mami." Jawab Bara setelah mempertimbangkan apa yang mami nya ucapkan.
"Terima kasih sayang."
Lalu Bara langsung meraih ponselnya, meminta sang asisten untuk membuat kontrak pernikahan di atas kerta. Ia harus memperjelas hubungannya dengan Bunga sang pembantu.
...
"Sudah selesai" ucap MUA yang telah merias wajahku.
Aku melihat kedalam cermin dan betapa kagetnya diriku sendiri menatap pantulan diriku di dalam cermin. Mungkinkah itu aku yang di dalam sana? Atau ada orang lain yang berada di balik cermin itu. Kenapa orang yang ada di pantulan cermin itu sangat cantik sekali? Tidak! Tidak mungkin itu aku, tapi siapa lagi jika bukan aku?
"Sempurna." Ucap salah satu teman MUA itu.
Iya dia gampang di makeup karena wajahnya memang sangat cantik. Wajahnya masih polos hanya di oles sedikit langsung kelihatan kinclongnya.
"Pantas saja di sangat cantik."
"Iya,"
"Pasti tuan muda Bara akan terpanah saat melihat dirinya"
"Jangan banyak bicara." Kata mami Liana, saat kembali masuk ke dalam ruangan tempat ku di rias. Mami Liana menatapku dengan tatapan yang sangat sulit untuk aku tafsirkan.
Dan aku pun berjalan kaluar dari dalam kamar mengikuti langkah mami Liana yang berjalan di depanku. Sungguh semua mata tertuju padaku, dan membuat hatiku menjadi berdebar karena merasa takut sekaligus grogi dengan apa yang akan aku hadapi selanjutnya.
Bara menatapku dengan tatapan yang sangat tajam saat melihatku, Bara melihat dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dan melangkah mendekat ke arahku dengan tatapan yang sangat tajam.
"Biarkan dia yang menjadi penganti wanitamu." Ucap Mami Liana, sambil berbisik le arah Bara.
Sungguh tatapan itu membuatku sangat takut. Hingga beberapa saat kemudian, entah apa yang mami Liana katakan akhirnya Bara menyetujui untuk mejandikanku penggati pengantin wanita.
"Sah.." ucap semua orang yang berada di dalam ruangan.
Sungguh aku hanya bisa menundukkan kepala, bukan pernikahan yang seperti ini yang aku inginkan.
"Siapa dia?" Tanya Dito ayah Selena sambil menatap Bunga dari ujung kaki hingga ujung kepala.
Begitupun dengan Mey, ibunda Selena, ia juga menatap Bunga dengan penuh selidik.
"Dia'," ucap Bara terpotong kala mami Liana menyelah.
"Dia Bunga, yang tadi melakukan ijab kabul bersama dengan Bara." Terang Liana.
"Apa?" Ucap Dito dan Mey secara bersamaan, mereka kaget karena ternyata Bara akan menikahi gadis lain, dan bukan anak nya.
"Ada apa ini. Kenapa kalian membuat lelucon seperti ini? Saat anak ku hilang, dan kalian malah ingin melangsungkan pernikahan ini?" Bentak Dito tidak terima.
Mey, ibunda Selena pun maju mendekat kearah Bunga.
Plakkkk. Satu tamparan mendarat di pipi mulus Bunga.
"Dasar wanita tidak tahu malu. Bisa-bisa nya kamu merebut milik anakku." Ucap Mey sambil menarik rambut Bunga kebelakang, membuat Bunga meringis menahan sakit.
"Maaf nyonya. Maaf." Kata Bunga dengan buliran air mata yang mulai jatuh membasahi pipinya, karena sakit yang ia tahan.
"Tidak ada kata maaf untukmu. Kamu sudah menghancurkan masa depan putriku. Dengan merebut posisinya." Bentak Mey.
Bara mau pun mami nya hanya bisa berdiam diri memandang Bunga yang terus di cemoh dan di siksa oleh Mey, ibunda Selena.
"Bara tolong jelaskan apa maksud dari semua ini?"
"Ayah, ini semua hanya permintaan mami ku."
"Maaf pak Dito. Saya melakukan ini hanya ingin agar keluarga saya aman tidak mendapatkan malu kerena batalnya pernikahan ini. Jadi saya terpaksa mengambil jalan ini agar semua bisa baik kembali." Jelas Liana.
"Tapi bagaimana dengan anak ku? Bagaimana nasib nya kelak?" Tanya Dito.
Dito sudah membayangkan akan menjadi besan dari seorang konglomerat, namun kepergian anak nya Selena tepat di hari pernikahan sang putri membuat mimpi Dito menjadi berantakan. Gagal sudah ia menjadi besan dari konglomerat, namun Dito masih tidak mau mengalah, ia tetap masih mau memperjuangkan putrinya karena Dito tahu, bahwa Bara sangat mencintai Selena, anaknya.
"Aku janji akan menikahi Selena jika sudah di temukan." Kata Bara menyakinkan Dito, ayah Selena.
"Aku pegang janji mu Bara." ucap Dito lalu bernafas dengan legah, karena setidaknya mimpi nya masih bisa terwujud.
"Nyonya tolong lepaskan." Lirih Bunga.
"Kau sudah menghancurkan mimpi putriku, maka terima lah siksaan ku." Ucap Mey sambil menghempaskan tubuh Bunga ke lantai, membuat Bunga jatuh.
"Auhh." Ringis Bunga menahan sakit di kedua telapak tangannya, dan juga sakit di bagian pinggang nya.
"Auuhhh sakit nyonya. Sakit... Tolong lepaskan." Bunga menangis sambil memohon agar Mey melepaskan kaki nya dari atas tangan Bunga.
Ya Mey menginjak tangan Bunga dengan sendal hak tingginya.
"Rasakan itu." Ucap Mey dengan penuh penekanan di setiap kata katanya..
Sesaat kemudian.
"Apa yang kalian lakukan?" Tanya oma Desi yang berjalan menuju Bunga.
"Mami." Ucap Liana.
"Bunga sayang, ayo berdiri." Pinta oma Desi.
"Dan kamu Mey, apa yang kamu lakukan dengan cucu menantuku?" Tanya Oma dengan tegasnya.
"Maaf, aku hanya-,"
"Dito, Mey, keluar kalian dari sini. Aku tidak ingin ada siapa-siapa di rumah ini selain keluarga inti." Titah oma yang tidak bisa di bantahkan lagi..
"Tapi mami. Mereka orang tua Selena." Bujuk Liana.
"Oma, dia calon mertuaku." Kata Bara dengan tegas.
"Batal calon. Karena Selena telah hilang" ucap oma dengan tegas.
Dito dan juga Mey berlalu pergi dari kediaman Bara.
Begitupun Bara, ia merasa kecewa dengan omanya yang telah mengusir ayah dan ibu nya Selena. Bara pun pergi berlalu dari tempat itu, menuju ke kamar pribadinya.
Begitupun dengan Liana. Karena tidak ingin berdebat dengan mami nya, ia memilih untuk pergi.
"Kemarilah Nak." Panggil oma terhadap Bunga "jangan takut." Timpal oma
"Maaf nyonya, saya hanya-,
"Maafkan atas kelakuan anak mami, yang telah menjadikan mu menantu di rumah ini. Tapi asal kamu tahu Nak, oma bahagia karena kamu bisa menjadi istri dari Bara cucu kesayangan oma."
"Tapi nyonya."
"Oma harap kamu bisa merubah Bara yang terang menyala menjadi Langit yang redam yang menurut apa kata keluarga"
"Nyonya saya hanya pembantu-,
"Panggil oma. Karena mulai hari ini kamu adalah cucu ku."
"Baik Nyonya, eh oma."
"Sekarang pergilah ke kamar Bara, karena mulai hari ini, kamar Bara adalah kamar mu juga."
Dengan berat hati Bunga melangkah menuju kamar Bara. Jujur Bunga sangat takut, tapi oma terus memintanya untuk terus berada di dekat dengan Bara.
Dengan jantung yang berdetak tidak karuan, Bunga membuka pintu kamar Bara dengan sangat perlahan lahan. Bunga mengintip saat pintu kamar terbuka.
"Aman." Kata Bunga, sambil berjalan masuk mengendap-endap seperti layaknya seorang pencuri.
"Apa yang kamu lakukan di sini?" Tanya Bara dengan suara lantangnya membuat Bunga terdiam mematung ditempat.
Bara berjalan mendekati Bunga.
"Kamu ingin mencuri, ha?"
"Ti-tidak Tuan." Ucap Bunga terbata, ia melihat wajah Bara yang penuh dengan emosi. Bunga langsung menundukkan kepalanya karena takut melihat wajah Bara
"Katakan apa yang ingin kamu lakukan disini?" Tanya Bara lagi sambil menarik lengan Bunga kebelakang, memutar. Membuat Bunga merasakan kesakitan.
"Tuan, saya hanya di suruh oleh oma untuk masuk ke kamar ini." Jawab Bunga
Bruuukkkk.. Bara mendorong tubuh Bunga ke lantai membuat kepala Bunga membentur lantai marmer.
"Auuhh, sakit." Ringis Bunga.
"Jangan macam-macam dikamarku. Jika kamu ingin hidup lebih lama." Ancam Bara
"Ya Rabb, kenapa aku harus berada di posisi ini. Apakah aku sanggup Ya Rabb dengan semua ini?" Batin Bunga sambil meneteskan air matanya.
"Hapus air mata buayamu itu." Tegur Bara tanpa melihat kearah Bunga sama sekali.
"Ingat! Kamu hanya pembantu di rumah ini. Dan jangan pernah berharap bisa menjadi nyonya besar."
"Mengerti!" Bentak Bara, suaranya menggema di seisi kamar.
"I-iya Tuan."
"Bagaimana apa semua sudah siap?" Tanya Bara saat panggilannya terhubung dengan sang asisten yang bernama Raka
"Sudah Tuan." Jawab Raka.
"Bawa sekarang juga." Tintah Bara dan langsung memutuskan sambungan telponnya tanpa mendengar jawaban dari Raka.
Beberapa saat kemudian. Raka masuk kedalam kamar, mendapati tuannya yang sudah duduk di atas sofa, sambil meminum wine. Sedangkan Bunga, masih setia dengan menggunakan gaun pengantin duduk di atas lantai marmer sambil menghadap kearah Bara. Sungguh Raka merasa kasihan melihat Bunga seperti itu.
___//
"Mana berkasnya." Tanya Bara saat Raka masuk kedalam kamar.
"Ini Tuan." Raka mengeluarkam berkas yang di minta oleh Bara tadi.
Dan Bara langsung melempar kertas itu di tepat di depan wajah Bunga, membuat Bunga yang tadi nya menunduk kini mengangkat wajahnya.
"Apa ini Tuan?" Tanya Bunga sambil memungut dua lembar kertas yang tadi di lempar oleh Bara.
"Baca dan tanda tangani. SEKARANG!!" Ucap Bara dengan tegas dan penekanan di setiap katanya.
"Baik Tuan."
Bunga langsung membaca isi tulisan yang berada di kertas itu. Tentang kontrak pernikahan mereka. Yang menyatakan jika Selena telah di temukan, berarti Bunga harus pergi sejauh mungkin dari kehidupan Bara.
"Tapi Tuan ini." Bunga menunjuk poin ke 5 yang semua apapun yang Bara inginkan harus di penuhi oleh Bunga tanpa ada bantahan sedikitpun.
"Kenapa? Kau tidak terima?"
"Iya Tuan."
Bara langsung tertawa dengan lantangnya. Menertawakan Bunga yang kini duduk di lantai sambil melihat dirinya.
"Kau kira aku akan meminta hak ku sebagai suami kontrak mu? Hahaha jangan harap itu." Kata Bara dengan tegas. "Kau pembantu dan kau! Sama sekali bukan level ku, dan aku pun tidak sudi menyentuh wanita murahan seperti mu. Jadi cepat tanda tangan."
"Tapi Tuan, bagaimana kalau tuan kelepasan." Bunga terus berusahan melawan karena ia takut jika Bara menyentuhnya padahal ini hanya pernikahan kontrak saja.
"Kalau aku menyentuhmu, maka akan ku beri kamu uang 100juta. Tapi jangan harap, karena melihatmu pun aku tidak sudi, apalagi sampai menyentuhmu"
"Baiklah" ucap Bunga dan dengan yakin dan menandatangai berkas perjanjian kontrak mereka.
Setidaknya bagi Bunga, utang keluarganya lebih penting saat ini. Dan jika memang Bara kemudian hari menyentuh dirinya, setidaknya Bunga bisa mendapatkan bayaran, Miris bukan? Bung sudah sebagai wanita bayaran saja. Namun lebih baik memilih jalan ini, dari pada Bara menyentuhnya tanpa bayaran sama sekali. Lagian masa depan Bunga juga sudah hancur sejak hari ini, dimana ia sudah menjadi istri dan akan segerah menjadi janda jika Selena sudah di temukan.
Dan setidaknya Bunga bisa pergi dari rumah ini kelak dengan tangan yang tidak kosong.
"Matre." Satu kata yang berhasil keluar dari bibir Bara kala melihat Bunga menandatangani berkas tersebut.
"Bagus nona Bunga, setidaknya nona bisa membuat benteng pertahanan." Batin Raka, sang asisten.
Setelah semuanya selesai Raka pun berpamitan pulang, dan sedangkan Bunga ia bingung mau melakukan apa di dalam kamar ini. Belum lagi baju pengantin yang ia pakai masih melekat sempurnah di tubuhnya, membuat Bunga risih dengan sendirinya
"Apa aku harus ke kamar ku mengambil baju ku?" Gumam Bunga, namun sesaat kemudian pintu kamar Bara di ketuk dari luar.
Bunga langsung bergegas membuka pintu kamar.
"Arin. Akhirnya kau datang, boleh aku minta tolong, aku ingin mengambil bajuku di kamar."
"Ini baju anda nyonya,"
"Arin terima kasih." Kata Bunga sambil memeluk Arin, teman nya bekerja di rumah Bara. Yang sudah di anggap seperti saudara sendiri.
"Jangan memelukku, nanti oma marah." Bisik Arin.
"Selamat sudah menjadi nyonya di rumah ini. Aku bahagia sekali." Kata Arin
"Arin, tapi aku tidak bahagia." Bisik Bunga. "Aku tertekan Arin."
"Nikmati saja Nga, ada oma yang akan menjagamu. Sana masuk, ganti bajumu karena pasti badan mu sudah gerah."
"Sekali lagi makasih yah Arin."
"Iya."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!