Seorang gadis cantik manis berhijab, dengan seragam sekolah putih abu-abu, sedang berjalan di jalan raya. Senyum manis menghiasi wajahnya, namun langkahnya terhenti saat melihat sebuah kecelakaan di depan mata.
"Bruk!"
Mobil-mobil itu bertabrakan dengan keras. Isyah Salsabila tersentak, matanya membulat karena terkejut. "Aaahhhkkk!" teriaknya, suaranya bergetar karena panik. Tanpa pikir panjang, ia langsung berlari menuju lokasi kecelakaan.
"Tolong! Tolong!" teriaknya lagi, suaranya terengah-engah. Warga sekitar langsung berdatangan, membantu korban.
Seorang laki-laki tua, yang diperkirakan berusia lima puluh tahun, dibawa oleh warga ke rumah sakit terdekat. Isyah Salsabila ikut serta, hatinya dipenuhi rasa cemas.
Sesampainya di rumah sakit, warga meninggalkan laki-laki tua itu bersama Isyah Salsabila. Isyah Salsabila setia menemani laki-laki itu di ruang UGD, hingga akhirnya laki-laki itu sadar.
"Saya ada dimana?" ucap laki-laki itu dengan sangat lemas. Isyah Salsabila langsung menghampirinya, wajahnya memancarkan kelembutan.
"Bapak, ada di rumah sakit. Tadi Bapak kecelakaan," jelas Isyah Salsabila dengan sangat lembut, membuat laki-laki itu terdiam.
"Boleh telepon kan anak saya?" tanya Bapak itu pada Isya.
"Boleh, Pak." jawab Isyah dengan sangat lembut.
Bapak itu memberikan ponselnya dan langsung menghubungi anaknya. Isyah yang akan berbicara kepada anaknya tersebut.
📱Aril.
"Ha-lo ..." ucap Isyah dengan sangat gugup.
"Siapa kamu, dimana papa saya?" ucap Aril dengan sangat cemas dan panik mendengar suara wanita, yang menjawab telepon dari Papanya.
"Saya Isya, tadi Papa anda kecelakaan dan sekarang ada di rumah sakit Cananda," jelas Isyah.
"Apa! Saya kesana sekarang juga dan kamu jangan pergi sebelum saya kesana." ucap Aril yang langsung memutuskan sambungan teleponnya.
Isyah memberikan kembali ponsel milik laki-laki yang ia tolong tadi.
"Terimakasih sudah menolong saya, Nak. Perkenalkan nama saya Ben Atmajaya." ucap Pak Ben dengan sangat lembut membuat Isyah tersenyum.
"Saya Isyah Salsabila, panggil saya Isyah." ucap Isyah dengan sangat lembut sambil tersenyum manis.
"Nama yang indah, seindah orangnya, eh. Kamu masih SMA?" tanya Pak Ben yang melihat Isyah memakai seragam Sekolah berwarna abu-abu.
"Benar, Pak. Tidak apa-apa saya belum terlambat," jelas Isyah pada Pak Ben.
"Baiklah, nanti anak saya yang akan mengantarkan mu bagaimana?" tawar Pak Ben pada Isyah.
"Baiklah, saya akan ikut." ucap Isya dengan sangat lembut.
Beberapa menit kemudian, Aril akhirnya sampai. Ia langsung masuk dan melihat keadaan Papanya.
"Papa, tidak apa-apa?" tanya Aril dengan sangat cemas dan panik. Matanya kemudian tertuju pada Isyah.
"Papa tidak apa-apa, kata Dokter tadi Papa sudah boleh pulang," jelas Pak Ben.
"Terimakasih, kamu sudah menolong Papa saya, " ujar Aril.
"Sama-sama, kalau begitu saya permisi dulu ya, takut telat sebab hari ini ada ujian di Sekolah, " jelas Isyah dengan sangat lembut.
"Aril, kamu antara Isyah dulu ke Sekolahnya ya?" pinta Pak Ben pada putranya.
"Baiklah, ayo saya akan mengantarkan kamu." ucap Aril yang mulai berjalan. Isyah menyalami tangan Pak Ben terlebih dahulu.
"Saya permisi dulu ya, Pak. Assalamualaikum." ucap Isyah yang berlalu pergi.
"Wa'alaikumsalam." jawab Pak Bena yang menatap kepergian Isya.
"Dia wanita yang Sholeha, aku ingin sekali menjodohkannya dengan Amit. Ah, aku lupa meminta nomor ponselnya, aku akan meminta Aril untuk meminta nomor ponselnya," batin Pak Ben.
Pak Ben mengirimkan pesan kepada Aril untuk meminta nomor ponsel Isyah Salsabila.
💌
(Minta nomor ponsel Isyah, jangan sampai tidak ada.)
Aril yang menunggu Isyah didalam mobil menerima pesan dari Papanya.
"Yang benar saja papa ini, anak masih bau kencur seperti itu, aku tebak umurnya masih 16 tahun, masa mau di gebet sih," ucap Aril yang menggelengkan kepalanya.
Isyah masuk kedalam mobil Aril dan duduk di samping Aril.
"Dimana Sekolah mu, katakan dan tulis nomor ponsel mu." ucap Aril dengan sangat cuek sambil memberikan ponselnya pada Isyah.
"Sekolah (sensor) dan ini sudah saya isikan nomor ponsel saya." ucap Isyah yang memberikan kembali ponsel Aril.
"Berapa umurmu, dan nama ku Aril." ucap Aril sambil mengemudikan mobilnya.
"Enam belas tahun, saya Isyah Salsabila." ucap Isya dengan sangat canggung.
"Cik, benar tebakan ku." ucap Aril.
Isyah hanya diam saja, mereka sama-sama diam selama berjalan menuju Sekolah Isyah. Setelah sampai, Isyah langsung turun. Ia hendak mengucapkan terimakasih, namun Aril sudah melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
"Astaghfirullah, baru aja mau ngucapin terimakasih eh udah pergi gitu aja," batin Isyah.
Aril kembali ke rumah sakit untuk membawa Papanya pulang ke rumah mereka. Setelah mereka sampai di rumah, Aril membawa Papanya ke kamar dan ia duduk di samping Papanya.
"Pa, dia masih muda sekali apa Papa akan menikahinya?" tanya Aril dengan sangat lembut.
Sontak saja membuat Pak Ben tersenyum dan tertawa kecil.
"Bukan untuk Papa, tapi untuk kakak mu Amit." jelas Pak Ben, sontak saja membuat Aril tersenyum.
"Oh, tapi. Apa kakak mau Pa?" tanya Aril yang meragukan bahwa Kakaknya akan menerima gadis hitam seperti Isyah.
"Papa akan mengurusnya, agar dia mau sebab Papa sangat menyukainya, " ucap Pak Ben sambil mengingat-ingat kembali wajah Isyah dan sikap sopan Isyah padanya.
"Baiklah, kalau begitu Aril mau kerja dulu ya, Pa. Sebab pekerjaan masih sangat banyak di Kantor." ucap Aril yang bergegas pergi meninggalkan Papanya.
Aril bekerja sebagai sekertaris Kakaknya sedangkan Amit menjadi asisten Papanya, mereka membangun Perusahaan Atmajaya Grup dengan sangat baik.
Setelah sampai di Kantor, Aril langsung masuk kedalam ruangannya lalu ia mengerjakan tugas-tugasnya.
Pak Ben menelfon Amit untuk memberi tahu kalau ia ingin menjodohkan anaknya tersebut dengan gadis yang menolongnya tadi.
📱Amit.
"Amit, Papa ada kenalan seorang wanita cantik masih muda," ucap Pak Ben dengan sangat jelas dan tidak bertele-tele.
Amit memeriksa berkas-berkas sambil menjawab telepon dari Papanya.
"Baiklah, malam nanti pertemukan kami di rumah dan Amit akan cepat pulang tapi. Amit tidak janji akan menerima keputusan Papa," jelas Amit sambil memegang berkas-berkas penting.
"Baiklah, terimakasih." ucap Pak Ben yang menutup sambungan teleponnya.
Setelah selesai menelfon Amit, Pak Ben mengirimkan pesan kepada Aril.
💌
(Jemput Isyah nanti malam, jangan banyak bicara sebab Papa tidak ingin menerima alasan mu itu.)
Aril membaca pesan dari Papanya lalu ia bernafas panjang.
"Ada-ada saja, yang mau di jodohkan siapa yang di repot kan siapa. Aku tidak yakin kalau kak Amit mau sebab gadis tadi hitam, " ucap Aril sambil mengingat-ingat kembali gadis yang ia temui tadi.
Aril langsung mengirimkan pesan kepada Isyah.
💌
(Bersiaplah, nanti malam aku akan menjemputmu. Kirimkan lokasinya dan jangan banyak bertanya.)
Isyah yang menerima pesan dari Aril langsung terdiam dan berfikir- pikir.
"Ada apa ya, aku sebaiknya datang saja dan aku tahu apa yang sebenarnya terjadi," batin Isyah.
.
.
.
Bersambung.
Isyah terdiam di kamarnya, raut wajahnya muram, bibirnya terkatup rapat, rasa lelah dan kecewa bercampur aduk. Ia tak menyangka pertemuannya dengan Aril dan keluarganya akan berakhir seperti ini. Harapannya untuk bisa fokus pada sekolah dan meraih cita-citanya, kini terusik oleh perjodohan yang tiba-tiba.
"Ya Allah, kenapa harus aku?" gumamnya lirih, menunduk lesu, matanya berkaca-kaca.
Erla, keponakannya, yang masih polos dan ceria, mencoba mencairkan suasana. "Sa, ceritakan semuanya, aku penasaran!" Matanya berbinar-binar, penuh rasa ingin tahu.
Nyia, adik Isyah, menimpali dengan nada jahil. "Udah, La. Jangan ditanya lagi, pasti dia habis di tambak." Nyia menyeringai, menutupi dadanya dengan tangannya.
Isyah menghela napas, kemudian menatap kakak-kakaknya dengan kesal. "Tolong, aku mau tidur. Sebaiknya kalian juga tidur." Alisnya bertaut, wajahnya menunjukkan kekesalan.
Fia, kakak Isyah, mencoba menggoda Isyah. "Alah, Bu, bu, kapan-kapan kenali ya sama kami." Fia tersenyum lebar, menunjukkan kegembiraannya.
Erla dan Nyia ikut tertawa, memperparah kekesalan Isyah. "Ya Allah, kenapa mereka semua membuat aku pusing sih," batin Isyah, wajahnya mengerut kesal.
Sementara itu, di kediaman keluarga Atmajaya, Amit melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Ia ingin segera sampai di rumah dan melupakan kejadian yang baru saja terjadi. Raut wajahnya tampak muram, mencerminkan kekecewaan dan rasa jengkel. Bibirnya terkatup rapat, menunjukkan kekecewaan.
Sesampainya di rumah, ia melihat Pak Ben duduk di sofa, wajahnya tampak serius. Amit langsung menghampiri Papanya dan duduk di sampingnya.
"Papa, akan mengangkat Isyah sebagai anak kalau kamu juga tidak bisa menjamin dia akan jadi menantu disini, " jelas Pak Ben dengan sangat tegas. Alisnya bertaut, menunjukkan keseriusannya.
Amit menghela napas. "Semua ada di tangan Papa, silahkan saja dia tinggal disini dan Papa menyekolahkannya. Amit sama sekali tidak keberatan, yang terpenting Papa tanggung jawab atas semua keperluan Isyah selama disini. Jaga anak gadis orang itu berat, Pa." Amit berkata dengan santai, mencoba menyembunyikan rasa ketidaksukaannya.
Pak Ben terdiam, mencoba mencerna ucapan Amit. Ia memikirkan bagaimana cara agar ia bisa mengangkat Isyah menjadi anaknya. Raut wajahnya tampak penuh kerutan, mencerminkan kekhawatiran.
Keesokan harinya, Isyah terbangun dengan perasaan yang berat. Ia harus kembali menghadapi kenyataan perjodohan yang dipaksakan padanya.
"Bagaimana, Sa? Apa kamu sudah siap?" tanya Fia, mencoba mencairkan suasana. Fia tersenyum hangat, mencoba menenangkan Isyah.
Isyah menghela napas. "Aku tidak tahu, Kak. Aku bingung." Wajahnya menunjukkan kebingungan dan ketakutan.
"Jangan khawatir, Sa. Kita hadapi bersama. Kamu harus kuat," ucap Fia sambil mengelus pundak Isyah. Wajah Fia menunjukkan keprihatinan dan dukungan.
Isyah hanya mengangguk, hatinya masih dipenuhi rasa takut dan ketidakpastian.
Di kediaman keluarga Atmajaya, Pak Ben terlihat gelisah. Ia terus mondar-mandir di ruang tamu, menunggu kedatangan Isyah. Raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran.
"Amit, bagaimana dengan Isyah? Kapan dia akan datang?" tanya Pak Ben dengan nada cemas.
Amit yang sedang membaca koran, menjawab dengan santai. "Tenang, Pa. Isyah akan datang. Papa tidak perlu khawatir." Amit tersenyum tipis, mencoba menenangkan Papanya.
Pak Ben menghela napas. Ia berharap rencana perjodohan ini berjalan lancar dan Isyah mau menerima takdirnya.
Isyah tiba di kediaman keluarga Atmajaya, hatinya berdebar kencang. Ia disambut oleh Pak Ben dengan senyuman hangat.
"Isyah, selamat datang. Silahkan masuk," ucap Pak Ben.
Isyah mengangguk, kemudian masuk ke dalam rumah. Ia disambut oleh kemewahan rumah itu, jauh berbeda dengan rumahnya yang sederhana. Isyah terkesima, matanya berbinar-binar.
"Isyah, ini Amit, anakku," ucap Pak Ben memperkenalkan Amit.
Isyah mengangguk, kemudian menyalami tangan Amit. "Salam kenal, Mas Amit."
Amit hanya mengangguk singkat, matanya menatap Isyah dengan pandangan yang sulit diartikan.
"Kalian mengobrol saja dulu, saya mau masuk kedalam ya," ucap Pak Ben, kemudian berlalu pergi.
Isyah dan Amit terdiam, suasana terasa canggung.
"Ikut aku, kita bicara di taman saja," ucap Amit, kemudian beranjak dari sofa.
Isyah mengangguk, kemudian mengikuti Amit menuju taman.
Mereka duduk di sebuah bangku taman, saling berhadapan.
"Sa, aku minta agar kita pura-pura saja mau menjalani hubungan kita, tapi pada dasarnya kita tidak memiliki hubungan apapun, kau mengerti?" jelas Amit. Wajah Amit tampak datar, menunjukkan ketidaksukaannya.
Isyah terdiam, mencoba mencerna ucapan Amit.
"Baik, Pak," jawab Isyah pelan.
"Bagus. Simpan nomor ponsel ku," ucap Amit sambil memberikan ponselnya kepada Isyah.
Isyah menerima ponsel Amit, kemudian memberikan nomor ponselnya.
"Berapa umurmu, dan kelas berapa kau?" tanya Amit dengan sangat dingin, suaranya seperti es.
"Umur saya 16 tahun, dan saya kelas dua SMA," jawab Isyah dengan sangat lembut, suaranya terdengar sedikit gemetar.
"Ya ampun, papa benar-benar keterlaluan bisa-bisanya aku di jodohkan sama anak bau kencur seperti ini," ucap Amit yang mengusap kasar wajahnya. Wajahnya menunjukkan rasa jengkel dan ketidaksukaan.
Isyah hanya diam saja saat mendengar ucapan Amit. Matanya menunduk, merasa malu dan terhina.
"Baiklah, kalau begitu kita mulai saja pura-pura ini. Jangan berharap lebih, dan jangan berharap aku akan jatuh cinta padamu," ucap Amit dengan nada dingin, kemudian bangkit dari duduknya.
Isyah hanya mengangguk, kemudian bangkit dan mengikuti Amit.
"Kita makan malam dulu, kemudian aku akan mengantarmu pulang," ucap Amit, suaranya masih dingin.
Isyah hanya mengangguk, kemudian mengikuti Amit menuju meja makan.
Setelah makan malam, Amit mengantarkan Isyah pulang dengan motor sport miliknya. Sepanjang perjalanan, mereka sama-sama terdiam. Isyah tidak berani memulai percakapan, sedangkan Amit tampak fokus mengendarai motornya, raut wajahnya datar, menunjukkan ketidaksukaannya.
"Terima kasih sudah mengantarkan saya," ucap Isyah saat mereka sampai di depan rumahnya.
Amit hanya mengangguk, kemudian melajukan motornya pergi.
Isyah menghela napas, kemudian masuk ke dalam rumahnya.
"Dasar, adik sama abang sama-sama tidak memiliki sopan," gumam Isyah sambil melepas sepatunya. Wajahnya menunjukkan kekecewaan.
Ia langsung menuju kamarnya yang bergabung dengan dua saudaranya. Saat ia masuk, ia melihat keponakannya ada di tempat tidurnya.
"Bu, Isa ... Baru pulang ya?" ucap Erla yang tersenyum manis kepada Isyah.
Isyah langsung menidurkan tubuhnya di atas kasur miliknya bersama dengan Erla.
"Udah, La. Jangan ditanya lagi pasti dia habis di tambak," ucap Nyia yang menutupi dadanya. Nyia tertawa kecil, menunjukkan kejahilannya.
"Sa, ceritakan semuanya penasaran ini," ucap Fia, kakak Isyah. Fia tampak penasaran dan ingin tahu.
"Tolong, aku mau tidur sebaiknya kalian juga tidur," ucap Isyah dengan sangat kesal sambil melepaskan hijabnya. Wajahnya menunjukkan kekesalan.
"Alah, Bu, bu, kapan-kapan kenali ya sama kami," goda Erla yang tertawa-tawa bersama dengan Nyia dan Fia.
"Ya Allah, kenapa mereka semua membuat aku pusing sih," batin Isyah, wajahnya mengerut kesal.
Amit melajukan motornya dengan kecepatan tinggi agar ia bisa segera sampai di rumahnya. Setelah sampai, ia masuk dan melihat Papanya ada di sofa sedang menunggunya.
Amit langsung menghampiri Papanya dan duduk di samping Papanya.
"Papa, akan mengangkat Isyah sebagai anak kalau kamu juga tidak bisa menjamin dia akan jadi menantu disini, " jelas Pak Ben dengan sangat tegas. Alisnya bertaut, menunjukkan keseriusannya.
"Semua ada di tangan Papa, silahkan saja dia tinggal disini dan Papa menyekolahkannya. Amit sama sekali tidak keberatan, yang terpenting Papa tanggung jawab atas semua keperluan Isyah selama disini. Jaga anak gadis orang itu berat, Pa." ucap Amit dengan sangat santai. Amit tersenyum tipis, mencoba menenangkan Papanya.
Pak Ben terdiam dan memikirkan bagaimana cara agar ia bisa mengangkat Isyah menjadi anaknya. Raut wajahnya tampak penuh kerutan, mencerminkan kekhawatiran.
.
.
.
Bersambung.
Hay teman-teman, jangan lupa untuk tinggalkan jejak kalian ya.
Like, Vote, Favorit, komen.
Author sangat berterimakasih atas dukungan dari kalian semua.
Salam manis untuk kalian semua.😘
Pagi hari tiba, mentari pagi mulai mengintip dari balik pepohonan, menyapa Isyah yang sudah bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Ia harus berjalan kaki, menempuh jarak satu kilometer dari rumahnya, tapi ia sudah terbiasa. Ia bersungguh-sungguh bersekolah, matanya berbinar-binar dengan semangat, menunjukkan tekadnya untuk meraih cita-cita.
Isyah sudah rapi menggunakan seragam sekolah berwarna putih abu-abu, dan ia langsung keluar. Di luar, ia disambut oleh keluarga kecilnya yang sangat bahagia.
"Mak, Isyah langsung pergi aja ya?" ucap Isyah yang meminum air putih, dan ia langsung memakai sepatu sekolahnya.
"Eh, enggak sarapan dulu?" tanya Bu Jima pada anak gadisnya. Wajah Bu Jima menunjukkan kekhawatiran, alisnya bertaut.
"Enggak, Mak. Udah telat ni kalau sarapan dulu, " ucap Isyah yang berjalan menghampiri Bapaknya dan juga Ibunya yang ia panggil Emak.
"Pak, kalau Bapak pergi ke laut jangan lupa bawah obat masuk angin takutnya Bapak masuk angin, " ucap Isyah sambil mencium tangan Bapaknya dan juga Ibunya.
"Iya, kayaknya Bapak hari ini masih libur besok baru nginep di laut, kamu jaga Emak sama Kakak adikmu ya," pesan Pak Salam pada anak gadisnya.
"Fia juga ada, Pak." tambah Fia yang sedang menyantap sarapannya. Fia tersenyum manis, menunjukkan kegembiraannya.
"Nyia, juga ada kok, Pak." sambung Nyia yang tak mau kalah dengan Kakak-kakaknya. Nyia mengangguk dengan semangat, menunjukkan kegembiraannya.
"Iya, semuanya jagain Emak kok." ucap Bu Jima pada anak-anaknya. Bu Jima tersenyum hangat, menunjukkan rasa sayangnya.
"Assalamualaikum." ucap Isyah yang berlalu pergi meninggalkan rumahnya.
Isyah berjalan dengan perlahan, dan ia menghentikan langkahnya saat melihat Amit mengendarai motor sport.
"Kayaknya itu Bang Amit deh, kan semalam dia nganterin aku pakek motor sport itu," batin Isyah. Wajah Isyah menunjukkan rasa penasaran, matanya berbinar-binar.
Amit membuka helmnya, lalu ia memberikan satu helm pada Isyah.
"Jangan banyak bicara, ini semua adalah kemauan papa." ucap Amit dengan sangat cuek. Wajah Amit tampak datar, menunjukkan ketidaksukaannya.
Isyah tidak mengatakan apapun, ia langsung naik ke atas motor sport milik Amit lalu ia berpegangan pada jas Amit. Ia merasa sangat takut saat Amit melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.
"Ya Allah, lindungilah hamba sampai di sekolah dengan selamat," batin Isyah. Wajah Isyah menunjukkan ketakutan, matanya terpejam erat.
Setelah sampai di sekolah, Isyah semua murid menatap ke arah Amit dengan tatapan tajam.
"Eh, lihat tu, Isa sama laki-laki dewasa kayaknya dia jadi simpanan deh." ucap salah satu murid yang terdengar jelas oleh Amit. Murid itu menyeringai, menunjukkan rasa mengejek.
"Sebaiknya, kau masuk dan aku pergi." ucap Amit yang mulai melajukan motornya dengan kecepatan tinggi.
Isyah berjalan melewati murid yang menatap tajam ke arahnya dan juga menjelekkan dirinya.
"Kayaknya dia udah gak tahan hidup susah, makanya jual diri!" cibir salah satu teman sekolahnya yang tidak menyukainya. Teman sekolahnya itu mengerutkan kening, menunjukkan rasa jijik.
"Ya Allah, sabar kan hamba jangan sampai hamba terpancing emosi," batin Isyah. Wajah Isyah menunjukkan kesedihan dan berusaha menahan emosinya.
...
Setelah jam makan siang, Amit akan menjemput Isyah. Ia akan bertemu dengan orang tua Isyah, ia juga akan datang bersama dengan Papanya. Namun, ia terlalu cepat menjemput Isyah sehingga ia menunggu di depan sekolah Isyah.
"Lama sekali, bisa-bisa orang mengira ku mencari daun muda. Dan membicarakan aku menggoyang anak di bawah umur lagi," batin Amit. Wajah Amit menunjukkan rasa jengkel, alisnya bertaut.
Tak berselang lama, akhirnya Isyah keluar dari kelasnya dan Amit langsung memanggilnya. Sehingga anak-anak murid langsung bergegas menghampiri mereka.
"Hay, sugar Deddy. Mau dong kayak Isyah." ucap salah satu murid disana dan mereka langsung tertawa-tawa. Murid itu menyeringai, menunjukkan rasa mengejek.
"Sa, cepat naik kita pergi sekarang sebelum banyak lagi yang menghina kita." ucap Amit yang naik ke atas motornya lalu Isyah juga naik.
Amit melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Setelah itu ia menghentikan lajunya.
"Sa, apa kau tidak sakit hati di fitnah seperti tadi oleh mereka?" tanya Amit sambil berbalik badan. Wajah Amit menunjukkan rasa penasaran.
"Enggk, biarkan saja yang terpenting itu semua bukan yang sebenarnya." jawab Isyah. Wajah Isyah menunjukkan ketenangan, matanya menatap lurus ke depan.
Amit terdiam dan langsung kembali melanjutkan perjalanan. Setelah sampai, mereka langsung turun dan Isyah membulat matanya.
"Bukankah itu mobil Aril, ngapain dia ada disini apa ... " batin Isyah. Wajah Isyah menunjukkan rasa penasaran.
Isyah bergegas masuk kedalam dan ia langsung berhenti saat melihat Bapaknya sedang mengobrol dengan Pak Ben dan juga Aril. Bahkan ada juga Ibunya disana.
"Duduk." ucap Pak Ben yang menepuk ruang kosong di sampingnya.
Isyah tersenyum dan langsung duduk di samping Pak Ben. Setelah itu Amit datang dan duduk di bangku kosong.
"Nak, Pak Ben ini sudah menceritakan semuanya pada Bapak dan beliau juga memberikan Bapak pekerjaan, yang layak dan juga tempat tinggal yang layak setelah kamu di jadikan anak angkatnya," jelas Pak Salam dengan sangat gembira. Wajah Pak Salam menunjukkan rasa bahagia, matanya berbinar-binar.
"Tapi, Pak. Bagaimana jika Isyah tidak betah disana?" tanya Isyah dengan sangat polos. Wajah Isyah menunjukkan rasa khawatir.
"Nak, Papa akan membuat mu seperti anak Papa sendiri mana tahu kamu bisa jadi menantu Papa." jelas Pak Ben sontak membuat semua orang terdiam. Wajah Pak Ben menunjukkan rasa antusias, alisnya terangkat.
"Bapak setuju, sekarang kamu kemas-kemas barang-barang kamu." pinta Pak Salam pada anaknya.
"Cepatlah, Nak. Papa tidak sabar membawamu pulang," ucap Pak Ben dengan sangat antusias.
Sedangkan Aril dan Amit hanya diam saja.
Isyah mulai berjalan menuju kamarnya. Disana sudah ada Kakak dan Adiknya. Isyah langsung memeluk kedua saudaranya dengan sangat haru.
"Kak, aku pasti akan datang selalu kalau kalian semua udah pindah ..." ucap Isyah dalam isak tangisnya.
"Kak, Nyia akan rindu Kakak ..." ucap Nyia dalam isak tangisnya yang memeluk dua saudaranya.
"Kalian jangan sedih, kita pasti sering ketemu sebab bapak akan pindah di samping rumahnya pak Ben itu, " jelas Fia, kakak tertua mereka yang sudah berusia 20 tahun. Fia mengelus punggung adik-adiknya, mencoba menenangkan mereka.
"Tapi, Nyia pasti rindu sebab kita bisa tidur bertiga dalam satu kamar," ungkap Nyia, adik terkecil yang baru berusia 12 tahun. Wajah Nyia menunjukkan rasa sedih, bibirnya bergetar.
"Kita pasti akan sering ketemu, " ucap Isyah yang mulai melepaskan pelukannya, lalu ia mulai mengemasi barang-barangnya kedalam tas miliknya.
"Sa, jangan lupa selalu telfon kami ya, walaupun kita akan tinggal bersebelahan tapi. Kita gak bisa kayak dulu lagi, " ucap Fia dengan sangat sedih sambil menatap ke arah Adiknya yang sedang berkemas.
"Iya, Kak Fi. Aku pasti telfon kok, mana mungkin aku lupa sama kalian." ucap Isyah yang sudah selesai mengemasi barang-barangnya.
...
Amit sangat menyukai Fia sejak mereka bertemu tadi. Bahkan Aril juga menyukai Fia, sebab Fia memiliki kulit putih dan wajah yang cantik. Bahkan Fia memiliki dagu yang panjang.
"Kenapa Kakaknya Isyah cantik, manis, ah, aku jadi penasaran sama dia," batin Amit. Wajah Amit menunjukkan rasa tertarik, matanya berbinar-binar.
"Aku akan mendekati Kakaknya Isyah, aku akan mendapatkan dia sebab dia wanita idaman ku," batin Aril. Wajah Aril menunjukkan rasa tertarik, bibirnya membentuk senyuman licik.
Isyah datang bersama dengan dua saudaranya dan ia memeluk Ibunya dengan sangat erat.
"Mak, jangan terlalu capek ingat Mak udah tua." pesan Isyah pada Ibunya sambil menahan sedih yang ia rasakan. Wajah Isyah menunjukkan rasa sayang dan keprihatinan.
"Iya, kamu juga jangan menyusahkan Pak Ben ya?" pesan Bu Jima pada anak gadisnya.
"Kalau sudah siap, kami permisi dulu ya, dan kalian bersiap-siap untuk pindah rumah dan bekerja di Swalayan milik saya." ucap Pak Ben yang bergegas bangun bersama dengan kedua anak laki-lakinya.
"Terimakasih, banyak. Pak. " ucap Pak Salam yang memeluk Pak Ben dengan sangat lembut.
Isyah bersama dengan Amit menaiki motor sport milik Amit. Sedangkan Pak Ben bersama dengan Aril, menaiki mobil. Semua barang-barang Isyah Pak Ben yang membawanya.
Sebab itu semua adalah permintaan dari Pak Ben sebab ia ingin mendekatkan Amit dan juga Isyah.
.
.
.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!