Di sebuah desa bernama desa Bumi Bakti. Hidup seorang gadis berusia 17 tahun yang mempunyai banyak impian namun impiannya harus ia kubur dalam-dalam karena faktor kehidupan nya. Ia hidup di tengah-tengah keluarga yang sederhana, tidak ada keluhan di hati murninya terhadap apa yang saat ini ia jalani di keluarga yang terbilang jauh dari kata hangat. Sang ayah yang sangat suka berjudi dan ibu yang hanya menjadi seorang petani, kehidupan yang juga jauh dari kata berkecukupan itu membuat perbedaan di antara kedua orang tua gadis malang itu.
Alisha Purnama. Itulah nama gadis berusia 17 tahun itu, ia terpaksa harus putus sekolah karena keuangan keluarga yang tidak memungkinkan, setiap hari dialah yang mengurus rumah karena sang ibu yang bertugas mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Tiba suatu hari dimana sang ayah yang baru saja pulang dari kebiasaan nya, tiba-tiba mengamuk karena melihat meja makan dengan keadaan kosong, hanya ada teko air dan beberapa gelas kosong.
"Alisha!!" Teriak sang Ayah, Alisha yang saat itu sedang mencuci pakaian di halaman belakang berlarian dengan tunggang langgang menuju sang ayah yang memanggilnya.
"Ya ayah, Alis disini," saut Alisha dengan gemetar.
"Dimana makanan untuk ku!!" Bentaknya lagi.
"Maaf ayah, Alis belum masak, ibu belum pulang dari kebun."
"Ibu dan anak sama saja, tidak berguna!!" Hardiknya. Lalu sang ayah pun berlalu dengan berjalan sempoyongan karena pengaruh minuman yang di minum nya.
Di kota lain tepat nya di sebuah bangunan mewah. Suara tembakan saling bersahutan. Kaca-kaca jendela sudah banyak yang pecah dan berserakan di bawah lantai sana, bahkan beberapa titik terdapat darah segar yang berceceran.
Rumah yang semula tertata rapih dan wangi, sekarang berubah seperti terkena bom atom serta bau anyir yang menyakiti hidung.
Dorr..
Dorr..
Dorr..
Suara tembakan terus saja bersahutan dari dua kubu yang saling menyerang. Korban-korban berjatuhan dan beberapa orang juga sudah tergeletak tak bernyawa.
"Bersiaplah untuk hancur kau, Brengsekk!" Ucap seorang pria penuh penekanan yang sepertinya pemimpin dari salasatu kubu.
"Kau yang akan mati di tangan ku!" Balas musuhnya.
Perkelahian antar kubu terjadi lagi.
Bugh' Bugh' Bugh' 👊👊👊
Tubuhnya terpental jauh dan darah segar pun keluar dari sudut bibirnya yang karena pukulan pria itu.
Tapi musuh si pria itu seakan tidak berniat akan mundur, baginya lebih baik mati ketimbang harus mengibarkan bendera putih.
Sampai ketika suara tembakan itu sekali lagi berbunyi dan tumbanglah sang musuh. Tergeletak di lantai dengan darah yang mengalir dari dadanya yang terkena timah panas.
Tidak sampai disitu, anak buah yang melihat bosnya tumbang, merasa tidak terima dan kembali menyerang dengan membabi buta.
Tapi tidak membuat pria itu gentar, bahkan dia semakin bersemangat untuk melatih otot-ototnya pada anak buah musuhnya.
Brugh'
Seakan tidak merasa lelah dengan mengalahkan sepuluh orang musuh, pria itu mengeluarkan smirk nya setelah melihat semuanya bisa ia atasi dan benar-benar sudah terkapar di bawah tanpa nyawa.
Pria itu adalah George Elvano Abraham, ketua Mafia Sisilia dari Itali sekaligus CEO di sebuah perusahaan yang terbesar di Eropa. Ia sudah melebarkan sayapnya hingga keluar Italia bahkan ada beberapa negara yang sudah berhasil ia invasi.
Berawalnya peperangan itu terjadi karena sebuah pengkhianatan dari geng Mafia yang semula bekerjasama dengan geng yang Elvano pimpin. Merasa dirinya telah di khianati Elvano pun murka dan menghabisi mereka tanpa belas kasih.
Elvano pria yang memiliki paras yang tampan juga berkarisma, tapi siapa sangka di balik parasnya yang tampan, dia ternyata pemimpin mafia terkejam yang tidak memiliki kata ampun bagi sang pengkhianat.
Elvano berjalan setelah membersihkan tangannya yang penuh darah dari musuh-musuhnya, dan kemudian selampai yang ia gunakan, ia bunga dengan sembarang.
"Sudah ku peringati pada kalian termaksud kau! Aku sangat membenci pengkhianat, dan tikus got seperti mu malah melakukan apa yang ku tidak suka. Cih!" Ucap Elvano dengan mata yang menyalang, tangannya mengeluarkan senjata api dari sakunya lagu dan...
DOR...
Seperti tidak puas melihat salasatu musuhnya yang sudah terkapar namun masih bernafas, Elvano kembali menembakkan peluru pada kepalanya yang seketika musuhnya tidak bernyawa lagi. Sebuah senyum kepuasan terlihat dan diapun berlalu dari sana melewati tubuh-tubuh tanpa nyawa itu.
Hanya perlu menggedikan kepalanya, beberapa anak buahnya sudah mengerti harus melakukan apa. Ya Elvano memerintahkan pada anak buahnya agar membereskan semuanya tanpa ada sisa.
Di kamar, Elvano merebahkan tubuhnya di sofa panjang, merenggangkan otot-otot nya yang terasa sedikit pegal. "Ck, sial! Noda siallan ini kenapa harus menempel di baju ku." Ucapnya yang langsung membuka baju tanpa melalui kancing demi kancing melainkan membuka paksa sehingga kancing-kancing baju itu terlepas dari tempatnya lalu membuangnya ke tempat sampah yang ada di sudut ruangan.
Elvano Kembali merebahkan tubuhnya dan tidak lama ia pun tertidur dengan pulas dan nyaman seakan tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.
Gadis cantik sedang tersenyum kearahnya namun dengan lelehan air mata, berjalan dengan rambut yang terayun bebas dan Elvano terus saja berjalan di belakang gadis itu, tapi semakin ia berniat untuk mengejarnya, gadis itu seakan semakin menjauh darinya dan menghilang.
Mata Elvano seketika terbuka, tangannya memijat pangkal hidungnya, ya, baru saja ia bermimpi perempuan itu lagi. Perempuan yang sering hadir di dalam mimpinya tanpa ia tahu siapa namanya dan dimana ia tinggal.
Tapi kali ini mimpinya berbeda, ya sebelumnya ia bermimpi gadis itu terus tersenyum dengan ceria tapi tidak untuk kali ini. Air mata yang seakan meminta pertolongan padanya namun dia sembunyikan dengan senyuman palsunya.
Elvano merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel nya, hanya dengan sekali ketukan dia sudah tersambung dengan seseorang di sebrang sana.
"Aku bermimpi perempuan itu lagi. Sepertinya itu bukan sekedar mimpi. Carikan aku penafsir mimpi dan pelukis hebat, aku tunggu!"
Tanpa menunggu jawaban, Elvano sudah lebih dulu memutuskan sambungan telepon seakan memberikan perintah mutlak pada orang yang baru saja ia hubungi.
Sungguh wajah seorang wanita yang selalu hadir di mimpinya dan tidak sama sekali ia kenal itu terus mengganggu-nya. Merasa kepalanya sudah terasa berat Elvano pun memutuskan untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu barulah ia akan pergi untuk bersenang-senang bersama teman-temannya di sebuah diskotik yang dia sendirilah sebagai pemiliknya.
Berjalan penuh dengan aura misterius, Elvano melewati tubuh-tubuh wanita yang sedang bergoyang di sebuah tiang dengan liarnya. Tapi Elvano tidak sama sekali merasa tertarik walaupun ada beberapa yang menggodanya.
Elvano menggedikan kepalanya pada penjaga untuk segera menyingkirkan tangan kotor wanita yang terus berusaha menggodanya karena dia sungguh-sungguh merasa jijik.
Elvano duduk di sofa yang sudah disediakan karena memang disanalah tempat biasa Elvano berkumpul dengan teman-temannya.
Duduk di sofa tunggal, dan dikiri kanannya terdapat dua orang wanita cantik dan seksi yang memang sengaja di sediakan untuk menemani para pria dan sekedar menuangkan minuman.
Teman-temannya asik berbincang membicarakan berbagai macam topik, dari masalah perusahaan sampai wanita yang sudah berhasil mereka tiduri, namun tidak dengan Elvano yang seakan tidak tertarik dengan perbincangan sampah seperti itu.
''El, apa kau tidak tertarik dengan wanita seksi itu?'' tanya Erik yang juga merupakan mafia di gengnya.
Elvano hanya diam dengan tatapan tajam ke arahnya dan Erik pun diam karena mengerti keadaan suasana hati Elvano yang sepertinya sedang tidak baik.
''Elvano mana tertarik dengan wanita,'' timpal yang lain dan di susul gelak tawa oleh teman lainnya, Erik yang sudah mengenal Elvano sejak lama, hanya bisa menelan ludah dengan susah payah.
''Ya benar, dan kalian apa sudah dengar. Elvano sedang mencari wanita yang ada di mimpinya, sungguh konyol bukan?!'' ucap yang lainnya lagi, entah dia belum mengenal Elvano seperti apa atau memang karena pengaruh alkohol yang membuatnya hilang akal karena sudah menyinggung perasaan Elvano.
Erik melirik ke arah Elvano yang sudah mengepalkan tangannya, dan terlihat rahangnya pun menegang dengan tatapannya yang tajam ke arah teman gengnya itu.
'Satu, dua, tiga,' gumam Erik dan...
Brugh' Elvano menendang pria itu dengan sangat kerasnya sehingga dia pun terpental jauh dari tempat duduknya.
Tidak sampai disitu, Elvano terus menghajarnya dengan sangat beringas, tanpa ampun sedikit pun dan tidak memberikan kesempatan untuk orang yang sudah berani menyinggungnya itu bernafas dan sekedar menghindar dari amukannya.
Bugh' Bugh' Bugh'
Tidak ada yang berani memisahkan mereka, walaupun keadaan sudah sangat kacau seperti itu. Wanita yang ikut duduk dengan para pria disanapun sudah menyingkir karena merasa takut.
''Rik, Boni bisa mati kalau seperti itu caranya,'' ucap Dion yang merasa tidak tega dengan keadaan pria yang bernama Boni yang sudah lemas di bawah lantai namun masih juga menjadi samsak oleh Elvano.
''Itu sudah menjadi resiko. Dan pelajaran untuk kalian, jangan pernah mengatakan apapun yang membuat dia tersinggung!'' ucap Erik yang akhirnya bangun juga dari duduknya dan menghampiri Elvano yang masih menduduki tubuh Boni dan menghajarnya tanpa henti.
''El, sudah. Dia bisa mati.'' Erik menepuk pundak Elvano dan menariknya dengan hati-hati karena dia juga tidak mau menjadi sasaran amukan Elvano.
''Sial! Urus dia. Pastikan bajingan ini tidak pernah muncul lagi di hadapan ku!'' Masih dengan amarahnya, Elvano pun pergi dari sana meninggalkan kekacauan yang dibuatnya.
Beberapa teman ikut membantu Boni agar bisa mendapatkan penanganan segera karena keadaannya sudah sangat parah. Pecah disudut bibirnya bahkan ada gigi yang sudah terlepas dari tempatnya. Pipi yang sudah membiru karena lebam dan darah yang sudah keluar dari telinga juga hidungnya.
***
Di desa bumi bakti.
Alisha yang baru saja selesai memasak harus mendengarkan perdebatan kedua orang tuanya lagi. Seperti lalapan setiap hari, Alisha sudah sangat terbiasa.
Memasak masih dengan menggunakan tungku, yang harus terus meniup apinya menggunakan bambu, sehingga membuat wajah manis Alisha nampak kotor namun tidak menyembunyikan kecantikan alaminya.
Prankkkk...
Suara bising itu terdengar dari arah kamar tidur sang ayah dan ibu Alisha, tepat di jam dimana orang-orang pada umumnya sedang beristirahat karena lelah dari ladang-ladang mereka. Namun tidak dengan kedua paru baya itu.
Perdebatan keduanya membuat gadis 17 tahun itu hanya bisa mengusap dadanya, dengan berjalan perlahan Alisha menuju kamar orang tuanya karena merasa penasaran kali ini apa yang membuat mereka berdebat di tengah hari saat itu.
Alisha hanya dapat melihat dan mendengar di balik pintu rapuh yang bahkan sudah tidak dapat menutup dengan benar.
"Kapan kau akan berubah, Dirman!!" Teriak sang ibu.
"Jangan banyak mulut kau perempuan tua, aku mau kau beri aku uang sekarang!!" balasnya.
"Tidak, aku tidak akan memberikan kau uang sepeserpun!"
"Ooh, apa kau yakin tidak akan memberikan ku uang? kalau begitu gadis itu akan ku jual pada juragan Broto," ucapnya dengan lantang dan membuat Alisha terkejut.
"Kau ingin menjualnya? Tidak akan ku biarkan!" tantang sang ibu dan membuat harapan Alisha sedikit muncul.
"Kenapa, lagipula dia bukan anak kita."
Balm...
Ucapan sang ayah membuat Alisha terperanjat tidak percaya. Mulutnya terbuka lebar dengan di barengi air yang mengalir tanpa permisi dari pelupuk matanya.
Kebenaran apa ini, Tuhan?
Alisha luruh kebawah, dadanya terasa sebah,kakinya gemetar. Apa telinga dia tidak salah mendengar? tapi ucapan itu terdengar sangat jelas.
Dengan memundurkan langkahnya perlahan, Alisha keluar dari rumah reyot itu dan berlarian menuju rumah dimana adik dari sang ibu yang sering dia panggil Bibi Maryana itu berada. mengetuk dengan tangan gemetarnya sang bibi pun membuka pintu dan terkejut melihat Alisha, anak dari kakaknya yang dia sendiri tahu kalau Alisha bukan anak kandung dari mereka.
"Alis, kamu kenapa?" tanyanya dengan khawatir karena melihat Alisha yang menangis.
"Bibi, aku ingin tanya satu hal, tapi bibi harus jawab dengan jujur," ucapnya.
"Masuklah dulu," Alisha pun di bawa masuk oleh Maryana. "Kamu ingin tanya apa, Alis?" Tanyanya lagi
"Sebenarnya aku anak siapa?" Tanya Alisha dengan gemetar, lalu diapun menceritakan perdebatan orangtuanya yang di dengar nya sewaktu di rumahnya.
Tanpa mengelak sang bibi pun hanya terdiam dengan rasa kasihan terhadap gadis malang itu, ia sudah menebak akan timbul pertanyaan itu dari bibir mungil gadis yang sudah di anggapnya sebagai keponakannya itu.
"Ya kau memang bukan anak mereka melainkan anak yang di temui mereka tepat 17 tahun lalu di alun-alun kota dimana waktu itu ada acara semarak desa, pada waktu itu mereka sangat senang karena menemukan anak tapi siapa sangka kalau mereka akan bersikap buruk pada dirimu."
Dunianya seakan hancur, orang tua yang sejak dulu ia sayangi ternyata bukan orang tua kandungnya. Dan jika mengingat perlakuan mereka terhadapnya semua bisa ia mengerti.
Alisha pun menceritakan kalau Darman akan menjualnya pada juragan Broto, dan sang bibi tidak tinggal diam. Maryam menyuruh Alisha untuk segera pergi dari desa itu dengan dibekalkan uang dan baju-baju anaknya untuk Alisha bawa pergi.
''Hati-hati nak. Bila perlu jangan pernah kembali kesini lagi. Dan jika Kamu merindukan mu, kami yang akan kesana.'' Alisha mengangguk dan berpamitan pergi pada Maryam dan suaminya.
Di kota besar, disinilah Alisha berada. Turun dari bis yang berasal dari terminal di desanya, Alisha menginjakkan kakinya di sebuah halte yang dia sendiri tidak tahu dimana saat ini dia berada.
Hanya dengan berbekal alamat panti asuhan yang diberikan Maryam, karena di sanalah kakak Maryam dan ibu angkat Alisha tinggal, ya beliau adalah pemiliknya.
Penampilan yang kuyul, Alisha berjalan terus sembari melihat-lihat nama jalan yang tertera pada plang, beberapa pengendara sudah menawarkan Alisha tumpangan namun dengan tegas ia menolaknya.
Dan saat Alisha akan menyebrangi jalan, sebuah mobil hampir saja menabraknya sehingga bunyi decitan rem pun memekikkan telinga.
Alisha sudah menutup matanya, karena dia kira mobil itu benar-benar menabraknya.
Pemilik mobil itu sudah siap untuk turun karena kesal dengan kecerobohan Alisha yang menyebrang jalan dengan sembarangan.
Tapi saat melihat wajah cantik Alisha juga melihat rok Alisha yang tersingkap, seketika seseorang itu bersikap lembut.
''Nona manis, apa kau baik-baik saja?''
''Maafkan saya, Tuan.''
''Tidak apa-apa, sepertinya kamus sedang kesulitan, apa bisa ku bantu?''
''Ini Tuan, saya sedang mencari alamat ini,'' ucap Alisha menunjukan goresan pena yang di tulis oleh Maryam.
''Oh alamat ini, masih jauh dari sini. Lebih baik kamu ikut aku, aku akan mengatakan kamu.'' Tanpa permisi tangan Alisha ditarik untuk ikut dengannya.
Namun Alisha bukanlah wanita yang mudah di bodohi, ia merasa sikap pria itu terasa aneh dan mencurigakan. Alisha melepaskan tangan pria itu dengan cepat seraya berkata, ''Maaf, tidak perlu. Saya bisa sendiri.''
Alisha berlalu begitu saja tapi pria itu malah mengejarnya dan terus menarik tangannya. Ia tidak menyangka kalau ternyata di kota seperti ini tidaklah aman untuk gadis yang berjalan seorang diri dan terbukti saat ini.
Alisha terus memberontak bahkan beberapa kali dia juga berhasil lepas tapi, tetap saja postur tubuh Alisha bukanlah tandingannya karena pria itu memiliki tubuh yang besar. Alisha bingung juga takut, di jalanan itu hanya ada mereka saja, tidak seorang pun yang lewat.
Apa Alisha harus pasrah? tidak! dia terus saja berkontak.
''Lepas! Tolong!!'' teriak Alisha yang dia tahu itu hanyalah sia-sia.
Sebuah mobil melintas, namun seakan acuh dengan tindakan kriminal yang dilakukan oleh seorang pria pada seorang gadis belia.
Tapi matanya tidak sengaja melihat wajah panik Alisha dari balik kaca spionnya. Seketika ia menghentikan mobilnya.
''Gadis itu?'' gumamnya.
Bugh'
Sebuah tinjuan keras melayang pada wajah pria yang terus menarik tangan Alisha, bahkan sampai mengeluarkan darah segar dari sudut bibirnya.
Merasa tidak terima pria itu menatap tajam orang yang telah melukainya itu, dan Bugh'.. Brukk..
Bukan dia yang membalas pukulan orang itu, melainkan dia sendiri yang mendapatkan pukulan lagi dan itu membuat pria itu seketika tumbang tak sadarkan diri.
Alisha yang melihatnya juga merasa takut dengan aura orang yang menolongnya itu. Melangkah mundur secara perlahan dan bersiap akan pergi namun karena dia tidak melihat jalan, Alisha pun terjatuh karena tersandung batu kerikil.
Awww.. pekik Alisha den kencang, karena memang sakit, telapak tangannya lecet juga dengan lututnya.
Orang itu mendekat kearahnya dan menarik lengan Alisha sampai Alisha pun berdiri dengan canggung.
"Anda mau apa?'' Alisha kembali memundurkan langkahnya.
Orang itu mengerutkan alisnya. Tatapan terkunci pada wajah Alisha dan turun perlahan sampai ujung kakinya. Merasa di tatap seperti itu, Alisha benar-benar di buat takut.
''Jangan macam-macam! dan Anda juga harus di laporkan karena sudah mencelakakan orang lain.''
''Orang lain?'' suara serak namun seksi itu sampai ketelinga gadis 17 tahun itu. Semula ia terkesiap tapi dengan cepat Alisha menggelengkan kepalanya.
''Iy-iya, dia! Anda sudah mencelakai orang lain sampai pingsan!''
Sungguh teramat menyebalkan, ketika sudah menolong seseorang dari bahaya, dan malah di tuduh sebagai pelakunya yang bahkan dia sama sekali tidak menerima ucapan terima kasih sekali pun!
Orang itu hanya diam dengan terus menatap intens pada Alisha yang semakin dibuat gugup, ketakutan sampai bersikap was-was. Alisha memperhatikan kondisi jalanan itu yang benar-benar sepi.
Dan ketika Alisha sedang membalikkan badannya karena melihat seseorang yang melintas jauh dari tempatnya tiba-tiba.
Brukkk
****
Mata sipit Alisha terbuka secara perlahan namun tertutup lagi karena silaunya lampu yang menggantung bebas di langit-langit kamar.
Tunggu!
Kamar? Alisha segera bangun dari tidurnya namun kepalanya yang terasa sakit membuat dia sulit untuk berdiri sehingga membuatnya jatuh dan hampir saja kepalanya terhantuk ujung meja nakas, tapi ...
Hup'
Ada tangan besar yang menangkap kapal Alisha tepatnya pada dahinya. Dengan alis yang menyatu karena masih merasakan sakit di kepalanya yang entah apa penyebabnya itu, Alisha menoleh mengikuti tangan besar itu sampai dia benar-benar melihat wajah orang itu.
"Anda. Lepas!" ucapnya dengan tertahan karena rasa nyeri di belakang kepalanya semakin terasa sakit.
"Jangan keras kepala, kau bisa terluka kalau sampai terjatuh."
"Ini dim-man-na?''
''Rumah ku, jangan terlalu banyak bergerak. Istirahatlah.''
Alisha melihat orang itu di balik bulu matanya yang lentik karena memang sesulit itu untuk membuka matanya lebar-lebar. Nampak pria yang sama dengan pria yang menolongnya di jalanan tadi, tapi kenapa dia bisa di bawa kerumahnya? bahkan Alisha sulit mengingat kejadian sebelumnya, sebelum benar-benar ia pingsan.
''Hei, kau siapa, Tuan?!'' pekik Alisha dengan susah payah.
''Elvano. Panggil aku sesuka hatimu, istirahat saja dan jangan pernah berpikir untuk meninggalkan kamar.'' Ucap pria itu yang ternyata adalah George Elvano Abraham.
Elvano keluar dari kamar, meninggalkan Alisha di sana dengan keadaan yang lemah. Pintu pun tidak di kunci karena pikirnya, Alisha tidak akan mampu untuk keluar kamar, untuk bergerak pun sulit.
Elvano berjalan menuju ruangan memasak dan itu sangat mengejutkan bagi para pelayan disana yang terkejut melihat kedatangan Elvano kesana.
''Tuan George. Apa ada yang perlu kami bantu?'' ucap salasatu dari pria yang memakai pakaian pelayan itu.
''Tidak, kalian bisa pergi. Saya ingin membuat bubur,'' kata Elvano yang berucap dengan sombongnya dan pastinya membuat pelayan-pelayannya tercengang.
''Maaf Tuan. Biar kami saja yang siapkan, anda bisa menunggunya.''
''Apa kau tidak mendengar ku?! aku tidak membutuhkan bantuan kalian saat ini. Pergi!''
''Tapi-?''
Elvano menatap tajam kesemua pelayan pria itu, dan hanya mendapatkan tatapan maut Elvano semuanya pun segera pergi karena mereka sangat mengenal Elvano yang notabennya seorang mafia yang bertabiat tempramental.
Bukan tanpa alasan pelayan itu terus menawarkan bantuannya, karena memang terakhir Elvano masuk dapur, langsung membuat kekacauan sehingga damkar pun turun tangan karena ulah Elvano.
''Bersiaplah menghubungi damkar, Jon,'' seru pria pada temannya yang sesama pelayan.
Kembali ke dapur. Elvano yang sudah menyiapkan alat dan bahan-bahan untuk membuat bubur tiram, langsung melakukan tahap demi tahap sesuai instruksi seseorang yang ada dilayar ponselnya, ya Elvano membuat bubur tiram dengan mencari resep dari internet yang terpercaya yang dia yakini tidak akan gagal kali ini.
Beberapa menit keadaan dapur masih terpantau baik-baik saja. Sampai dua puluh menit pun berlalu keadaan dapur yang semula tertata rapi kini berubah seketika. Teflon, spatula sampai alat makan pun sudah berhamburan di segala arah, juga bumbu-bumbu yang berantakan di sembarangan tempat. Bahkan tempat itu bukan seperti dapur dari rumah seorang konglomerat tapi seperti dapur umum yang terkena bencana tsunami.
''Akhirnya selesai juga.'' Dengan acuh Elvano meninggalkan dapur yang kacau itu dengan hasil masakannya yang di bawa menuju kamarnya.
Desas-desus Elvano membawa seorang gadis cantik kedalam kamar sudah menyebar dikalangan para pelayan sehingga membuat beberapa orang terus membicarakannya.
''Apa Tuan George habis menculik anak gadis orang?''
''Hussstt, jangan sembarangan bicara kalau tidak mau hidupmu berada dalam bahaya.''
Alisha berusaha bangun dan saat ini sudah sampai depan pintu dan bersiap untuk membukanya tapi saat ia akan membuka pintunya, seseorang juga membukanya dari arah luar.
Elvano berdiri dengan tatapan mata yang aneh menurut Alisha. Masuk kedalam dan menutup pintunya, Elvano melalui Alisha begitu saja.
''Makanlah, aku tau kau pasti lapar!'' Elvano meletakkan semangkuk bubur tiram itu di atas meja samping ranjang dan di sendiri berjalan dan duduk di sofa yang ada di dalam kamar.
''Tuan Vano. Saya ingin pulang, apa bisa mengantarkan saya?''
''Vano? bagus juga. Aku suka panggilan mu itu.''
''Tuan, apa bisa anda mengantarkan saya ke alamat- aahh... tunggu sebentar,'' Alisha mencari kertas yang ia simpan di dalam saku roknya yang ternyata sudah tidak ada, Alisha terus saja mencari tapi memang kertas itu tidak ada.
''Tuan! apa kau melihat kertas yang terdapat alamat?''
''Kertas?Eumm... sepertinya aku melihatnya terjatuh saat kamu pingsan tadi.''
Mata Alisha terbelalak kepalanya yang sakit seakan tidak lagi ia rasakan, dengan panik Alisha berbalik badan dan membuka pintu lalu keluar dari sana dengan berlari.
Elvano yang melihat Alisha keluar kamar seketika berdecak kesal, dan menyusul langkah Alisha dengan langkah yang santai.
Iris matanya melihat Alisha yang tengah kebingungan pada antara lorong yang akan ia lewati, tapi sebelum ia melangkah kembali, tubuhnya sudah melayang yang ternyata sudah ada seseorang yang menggendongnya seperti sedang mengangkat sekarung beras.
''Aakkkkhhh... turunkan aku!! Tuan!!'' Alisha terus memberontak tapi bagaimanapun tenaga yang Alisha keluarkan tidak sedikitpun mempengaruhi Elvano untuk membawanya kembali kekamar.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!