NovelToon NovelToon

Blood Of Moon Slaves

Chapter 01 : Pertemuan

⚠️WARNING!!⚠️

NOVEL INI MENGANDUNG KATA-KATA KASAR, ADEGAN DEWASA DAN KEKERASAN🔞 JADI HARAP BIJAK DALAM MEMBACA YAA^^

Happy reading⬇️⬇️♥️

__________________________________________________________

Malam yang dingin menusuk kulit dan membuat siapa saja merapatkan diri ke dalam selimut, Belle sedang meringkuk di kasur miliknya dan tertidur lelap karena kelelahan.

Kota London sedang di terjang badai salju, musim dingin membekukan segalanya dengan hamparan selimut putih es di mana-mana.

Krietttt~

Suara kunci pintu yang terdengar dibuka paksa dari luar bergema namun menjadi samar karena suara angin dan badai salju yang turun malam itu. Sesosok bayangan kini terlihat jelas mengintai dari celah pintu yang dibuka paksa dengan susah payah, kaki nya melangkah masuk dan berhenti di samping ranjang. Sepasang mata itu mengamati Belle yang sedang terlelap, tangannya terulur menyibak selimut yang menutupi tubuh gadis itu.

"Indah" Bisiknya.

Tangan itu bergerak meraba tubuh yang sama sekali belum terbangun tanpa izin, mengamati setiap jengkal lekuk setiap pahatan dan bentuk. Cukup lama sebelum sang pemilik tubuh benar-benar terbangun.

"ALEX!!?" Belle terkesiap dan langsung bangun, gadis itu menarik selimut miliknya dan menutup seluruh badannya walaupun masih memakai baju lengkap. "Apa-apaan..CEPAT KELUAR DARI SINI!" Pekiknya keras.

Laki-laki tinggi itu hanya berdiri dan menyilangkan kedua tangannya di dada. "Pfft, kenapa? Lagi pula apa yang membuatmu sangat tidak ingin disentuh? Tingkahmu seperti manusia paling suci saja Belle, sampah sepertimu tidak pantas berbuat seperti itu" Sinis Alex dengan nada mengejek.

Belle melihat laki-laki itu dengan tatapan seakan ingin membunuh, walaupun sebenarnya memang begitu. Namun ia tidak bisa, diam dan melawan seperti sekarang adalah satu-satunya hal yang bisa ia lakukan.

"Keluar.." Ucap Belle dingin.

"Tch, jal*ng menyebalkan" Umpat Alex sambil keluar dan menutup pintu dengan keras.

Belle terdiam di atas kasurnya, tidak menangis, tidak juga menunjukkan sedikit pun emosi. Wajahnya datar dengan tatapan kosong menatap sekujur tubuhnya. "Menyedihkan" Desisnya pelan.

Ia sangat membenci laki-laki itu, Alex adalah cucu dari orang tuanya dan merupakan anak terakhir yang memiliki darah dari keluarga mereka selain Belle. Untuk sekarang mereka diasuh oleh wanita kepercayaan sekaligus kerabat dekat Ayahnya dulu bernama Lily, dan saat ini seluruh aset keluarga yang merupakan atas nama Belle masih dipegang oleh wanita itu. Semua aset dan kekuasaan akan sepenuhnya diberikan kepada Belle jika ia sudah berusia 19 tahun.

Harta dan tahta yang membuat Alex sangat membenci Belle, ia sangat ingin menghancurkan gadis itu. Untuk kehancuran Belle sendiri sudah cukup besar setelah seluruh keluarganya terbunuh karena pembantaian yang terjadi saat ia masih sangat kecil, lalu Alex datang dan menjadi mimpi buruk hingga lengkap sudah kehancuran manis untuknya.

"Sshhh" Belle mencengkram rambutnya karena nyeri yang menusuk di kepalanya mulai menyiksa.

Dingin memang merupakan musuh terbesarnya, tubuhnya sangat lemah saat kedinginan. Kulit putihnya terlihat semakin pucat, bulir air mata mulai mengalir membasahi manik merah darah yang terlihat bercahaya di wajahnya yang putih dan pucat.

Gadis itu menangis, walaupun ia menahan air mata nya mati-matian namun tubuhnya tidak bisa berbohong untuk bereaksi saat merasakan sakit. Tidak ada suara, air matanya tidak berhenti mengalir dengan kedua tangan yang memukul kepalanya berulang-ulang berharap bisa mengusir rasa sakit itu.

Tidak ada, tidak ada perubahan sedikit pun. Sakit yang menyiksa tetap saja sama seperti menggerogoti isi kepalanya. Gadis itu terpaku sebentar menatap pisau kecil di meja riasnya, yang ada di pikirannya sekarang hanyalah ingin mengambil pisau itu lalu mengakhiri semuanya. Persetan dengan umurnya yang dalam hitungan hari sudah sampai 19 tahun dan ia bisa bebas karena memiliki kekuasaan, ia sudah tidak memikirkan itu dan hanya ingin mengakhirinya sekarang juga.

Srettt!!

Satu sayatan dan darah segar mengalir dari pergelangan tangannya, ia membaringkan tubuhnya di atas lantai yang dingin. Membiarkan darahnya keluar dan menunggu waktu mati karena kehabisan darah, lagi pula seluruh badannya sekarang seperti sudah mati rasa dan tidak bisa membedakan lagi rasa sakitnya ada dimana saja. Sakit, sakit karena perasaannya yang terluka dan tubuhnya yang lemah sudah tidak ada bedanya. Rasanya seperti meminum racun dan terbakar dari dalam lalu dikuliti dari luar. Sempurna.

Dingin, matanya menatap salju yang turun dari luar balkon kamarnya yang mengarah langsung ke taman pribadi miliknya. Setidaknya itu adalah pemandangan indah yang bisa dilihatnya sebelum mati.

Meongg! Meowww! Meowww!

Suara kucing yang begitu keras di luar sana mengalihkan perhatiannya, itu adalah tangisan seekor kucing. Suara yang terdengar sangat dekat dan sepertinya dari taman miliknya, ia ingin melihat kesana namun tubuhnya sudah mulai lemas karena kehilangan banyak darah.

"Mahluk kecil yang kesakitan.. Kenapa kau menangis" Lirihnya.

Dengan susah payah ia bangun dan berjalan keluar dari balkon kamarnya, taman kecil yang berada di balkon lantai dua rumahnya itu tertutup salju. darahnya yang terus menetes memberi warna bercak merah di atas salju yang putih.

Belle melihat seluruh taman kecil itu dengan pandangan yang sudah mulai kabur, konyol sekali di ujung hidupnya ia masih berusaha menolong seekor kucing di tengah hujan salju fikirnya. Namun tidak apa, setidaknya hanya ia yang akan mati malam ini di sini.

Di samping mawar-mawar merah yang tertutup salju, terlihat gundukan berwarna hitam. Tentu saja itu adalah pemilik suara yang sejak tadi ia cari, ia hafal dengan seluruh isi taman miliknya dan akan mengenali jika ada benda asing disana.

dengan susah payah ia mengangkat kucing itu lalu memeluknya dan kembali ke balkon kamar yang hanya beberapa langkah saja, ia ingin membawa kucing itu kembali ke kamarnya namun belum sempat melangkah masuk badannya sudah ambruk karena kesadarannya yang menipis. Kucing hitam itu juga berlumuran darah, nafasnya berat dan matanya sudah menutup.

"Pfft..s-sepertinya kita akan mati ya" Desis gadis itu lirih.

Mereka sama-sama sekarat, baik Belle maupun kucing itu. Ia merengkuh tubuh mungil yang menggigil itu kedalam pelukannya dengan tangan yang berlumuran darah, pandangannya semakin memudar. Pudar, hingga semuanya menjadi gelap.

Belle sudah sepenuhnya hilang kesadaran walaupun jantungnya masih berdetak pelan, semua tampak seperti akan berakhir. Namun itu bukanlah akhir.

Darah yang mengalir dari tangannya menetes ke mulut kucing hitam di pelukannya, tubuh hewan kecil yang menggigil itu perlahan tenang. Lidahnya mengecap cairan asin yang menetes dari pergelangan tangan Belle, mata kucing itu terbuka. Biru sapphire yang bercahaya di gelap malam, hewan berbulu itu perlahan bangun dan menjilati luka di tangan Belle.

Kucing itu duduk anggun menatap wajah pucat gadis di hadapannya bergantian dengan pergelangan tangan yang tadi mengeluarkan darah namun sekarang sudah bersih dan tidak ada luka sama sekali di sana, bayangan kucing itu membesar, semakin besar hingga terbentuk bayangan manusia.

Ya, kini seorang lelaki berdiri menatap Belle yang sedang berada diantara hidup dan mati. Untuk sekarang sebut saja tubuhnya sedang koma, gadis itu sepenuhnya masih hidup dan bernafas hanya saja kehilangan kesadaran walaupun benar-benar hampir mati.

Laki-laki itu mengangkat tubuh pucat Belle dan membawanya masuk ke kamar, meletakkannya di atas ranjang dan membalut tubuh itu dengan selimut.

"Sayang sekali kau gagal mengakhiri hidupmu, dan sepertinya kau akan terus hidup lebih lama lagi ya? Nona" Bisik suara berat yang mengalun bagai menyatu dengan dinginnya malam.

Chapter 02 : Ikatan

Salju masih turun menutupi permukaan tanah dengan selimut putih dinginnya, bahkan langit masih kelabu tanpa hadir dari cahaya agung sang matahari.

Belle terbangun dari tidurnya, seluruh badannya terasa seperti baru dipukuli saja. Ingatannya masih buram, serpihan nyawa dan kesadarannya masih berusaha ia kumpulkan secara perlahan.

Sesaat setelah kesadarannya mulai terkumpul, yang pertama ditangkapnya adalah suara alunan nada piano yang ada di kamar miliknya. Alunan nada yang begitu lembut namun terasa asing, menenangkan dan begitu indah.

Penglihatannya masih kabur namun matanya berusaha mati-matian untuk membuka dan melihat kearah sumber suara yang didengarnya. Walaupun matanya masih perih dan susah dibuka, Belle bisa dengan jelas melihat punggung seorang laki-laki tinggi sedang duduk memainkan piano miliknya.

Panik, tentu saja. Awalnya ia mengira itu adalah Alex, namun jelas bukan karena Alex berambut pirang terang sedangkan laki-laki yang ada di kamarnya sekarang memiliki rambut hitam legam.

"SIAPA KAU!!" Panik Belle yang seketika membuat empu yang memainkan piano menghentikan alunan nada-nada indah miliknya.

Pemilik rambut hitam itu membalikkan badannya, seorang laki-laki dengan tinggi sekitar 190cm berbadan tegap dengan wajah yang sangat asing. Wajah tampan dengan rahang tegas dan kulit pucat yang begitu bersih serta bibir merah yang membuatnya terlihat seperti karakter vampir dari cerita dongeng.

Belle yang tadinya panik menjadi terdiam karena badannya seolah ditenangkan setelah melihat wajah laki-laki itu. Tatapan mereka bertemu, manik sapphire yang tajam menatap dalam seakan menerawang kedalam manik merah darah milik Belle.

"Selamat pagi, Nona" Ucap suara berat namun menenangkan.

Belle masih terpaku di tempat tidurnya, banyak sekali pertanyaan di dalam kepalanya namun tidak bisa ia keluarkan sekarang

"Siapa kau?" Satu-satunya kalimat yang akhirnya bisa Belle ucapkan.

Laki-laki itu berjalan mendekat ke arah ranjang milik Belle yang tentu saja membuat Belle terkejut dan memasang wajah waspada.

"Pfft tenanglah, aku bukan orang jahat. Mungkin," Ucapnya tenang "Yang pasti aku tidak akan melukaimu" Sambungnya lagi dengan senyum tipis.

Laki-laki berambut hitam itu duduk di tepi ranjang milik Belle, ia ingin mengatakan sesuatu namun belum sempat bibirnya terbuka Belle sudah berbicara lebih dulu.

"Kau belum menjawab pertanyaanku dengan jelas" Lirih Belle masih dengan tatapan waspada.

Laki-laki itu hanya tersenyum dan menyilangkan kedua tangannya di dada "Baiklah, namaku Luoise. Melihat lukisan yang ada disini, sepertinya kau tahu dengan sangat baik tentang Demon bukan?" Ucapnya dengan tenang sambil menatap Belle "Dan singkatnya aku adalah Demon yang terikat denganmu karena kemarin malam aku sudah meneguk darah milikmu" Jelasnya singkat.

Lagi-lagi Belle terdiam, ia masih mencoba untuk mencerna kata-kata dari laki-laki yang bernama Luoise di depannya itu. Semuanya seakan tidak masuk akal, namun saat serpihan ingatannya tentang kejadian semalam kembali semuanya menjadi sedikit jelas.

Ya, kemarin malam ia mencoba mengakhiri nyawanya lalu ada kucing hitam yang terluka dan ia mencoba menolong kucing itu lalu semuanya menjadi buram. Lagi pula jika dipikir-pikir harusnya ia sadar sejak semalam, kucing itu memang berbeda dari kucing biasa yang ada disana, mana ada kucing hitam yang besar dengan tanda bulan sabit di kepalanya.

Belle masih terdiam, ia melihat Luoise dengan tatapan waspada. Setelah dilihat lagi dengan seksama, tentu saja laki-laki yang ada di depannya sekarang ini bukan lah manusia. Luoise terlalu sempurna, segala yang ada pada dirinya benar-benar mengagumkan. Bahkan yang terlintas di otak Belle saat pertama kali melihat sosok laki-laki itu adalah satu kata yang hanya ia pakai jika benar-benar kagum, yaitu "Indah".

"Begitu ya" Ucap Belle lirih, "Demon atau apapun aku tidak peduli, lagi pula aku akan segera mati" Tambahnya datar.

Luoise menatap gadis itu, menggigit ibu jarinya sendiri hingga mengeluarkan darah dan meneteskannya ke dalam gelas berisi air yang ada di meja samping tempat tidur milik Belle. Tanpa permisi ia menarik tangan kanan Belle, membuat luka kecil secepat kilatan cahaya lalu meneteskan darah gadis itu ke dalam air yang sudah bercampur dengan darahnya sendiri tadi.

Semuanya dilakukan begitu cepat bahkan Belle tidak menyadarinya, ia seperti melamun sebentar lalu tersadar dengan tangan yang perih karena luka kecil.

"Minumlah" Ucap Luoise sambil menyodorkan air yang bercampur dengan darah Belle dan juga darahnya sendiri.

Belle memasang wajah heran "Kenapa aku harus meminumnya?" Tatap Belle kearah gelas berisikan air berwarna merah pekat seperti darah "Dan memangnya air apa itu?".

"Darahku yang bercampur dengan darah milikmu" Sahut Luoise santai.

Belle mengerutkan dahinya, darah? Darah mereka? Dan Luoise menyuruhnya apa tadi? Meminumnya? Oh orang gila mana yang mau disuruh meminum air berisi darah sendiri yang dicampur dengan darah milik orang lain.

"Darah? Kau gila?" Belle bergidik menatap gelas yang disodorkan oleh Luoise "Lagi pula untuk apa kau menyuruhku meminumnya?!"

Luoise tidak menjawab, ia meminum air yang ada di dalam gelas itu dan meneguknya dengan santai "Agar kau aman dan Demon lain tahu bahwa kau sudah menjadi inang"

Apa? Inang? "Apa-apaan?! Lagi pula sejak kapan aku setuju untuk menjadi inangmu sialan!" Kesalnya.

Laki-laki di depannya hanya diam, meminum air itu sekali lagi dan dengan secepat kilat menarik Belle lalu membuat gadis itu meminumnya lewat mulutnya. Dan secara paksa tentu saja, Belle memberontak namun tetap saja tenaganya kalah jauh dan tidak sebanding dengan laki-laki besar yang sedang menahannya. Oh jangan lupakan bahwa laki-laki itu juga bukan manusia, bisa melepaskan diri atau melawan hanyalah sebatas mimpi indah yang sayangnya tidak bisa digapai.

Luoise melepaskannya yang tentu saja disusul dengan amukan Belle.

"APA YANG KAU LAKUKAN SIALAN?!" Pekiknya sambil menjauhkan diri dari Luoise yang masih duduk santai di tepi kasur dan sekarang malah menyandarkan badannya dengan tenang bak orang yang menikmati waktu untuk bersantai.

Belle mengusap bibirnya berkali-kali, sial sekali ciuman pertamanya malah diambil seorang Demon atau apa lah itu. Dengan amarah yang tertahan ia menarik napas dan membuangnya berulang kali, sia-sia saja ia emosi seperti orang kesetanan jika Luoise tidak menghiraukannya, menjatuhkan wibawanya saja.

Luoise menghembuskan napasnya kasar, ia tahu gadis itu tidak terima. Namun mau bagaimana lagi, sekali seorang Demon meneguk darah manusia dan kekuatannya kembali berarti manusia itu adalah inang yang memang memiliki takdir untuk terikat dengan mereka. Luoise berdiri dan mendekat ke arah Belle, ia tahu gadis itu akan mengamuk namun ia bisa menanganinya.

"Jangan berani-berani untuk mendekat!" Tekan Belle dengan tatapan tajam.

Luoise berhenti sebentar, namun ia tetap melanjutkan langkahnya, ia berjalan hingga jarak mereka semakin dekat.

Grepp!!

Belle terdiam di dalam pelukan Luoise, Laki-laki itu memeluknya dengan erat. Cahaya putih berpendar dari badan Luoise dan menyelimuti mereka, Belle yang tadi memberontak kini terdiam.

Tenang, tenang dan nyaman. Itulah yang dirasakan Belle saat Luoise memeluknya, seperti telah pulang ke suatu tempat yang ia rindukan lalu beristirahat di sana dengan penuh ketenangan. Begitu hangat dan nyaman, perasaan yang selama ini ia cari namun belum pernah ia dapatkan. Namun, sekarang ia benar-benar seperti mendapatkan sesuatu yang selama ini sangat ia inginkan. "Nyaman sekali." Lirihnya.

🍰🍰🍰

Holaa^^

Panggil saya Vannoire, jadi Author mau tambahin beberapa foto untuk visual mereka biar halu kalian lancar dikit gitu loh ʕ ꈍᴥꈍʔ

Sebenernya mau bikin di part lain tapi agak nanggung jadi yaudah lah bikin sini aja mweheheh^^

Btw semua foto yang ada di bawah Author ambil dari pinterest ya.

Belle

Sesuai sama yang di covernya, Belle itu punya rambut putih, padahal Author mau bikin rambut dia pirang pucat gitu tapi berhubung susah nyesuain visual yang cocok jadi yaudah putih aja T_T

Luoise

Ini untuk penampilan asli Luoise, seperti deskripsi penggambaran Author, Luoise itu cowo cakep rambut hitam yang punya manik mata sapphire :3 Jadi ya haluin aja mas Luoise kek gini^^

Author cuma bakal nunjukin visual tokoh-tokoh utama dalam cerita, jadi buat tokoh pendukung atau pun tidak terlalu mencolok pasti tidak akan author beri gambaran seperti tokoh utama.

Dan selain Luoise dan Belle tentu masih ada tokoh lain yang berperan penting dalam cerita ini, namun untuk visual mereka akan Author tunjukkan jika cerita sudah sampai pada bagian di mana mereka harus muncul ;) Jadi kalau belum ada untuk beberapa part awal berarti emang belum waktunya aja avv^^

Sekian pengenalan pemeran utama cerita ini, terimakasih♥️

Jangan lupa support Author dengan memberi dukungan berupa like, vote, subscribe dan juga gift yaa^^

By : Vannoire

Chapter 03 : Aku Butuh Darahmu

Hening, yang terdengar hanyalah suara detak jantung dan irama nafas dari tubuh hangat yang dipeluknya sekarang. Belle tenggelam dalam pelukan Luoise, tubuhnya begitu kecil hingga seakan menghilang dan tenggelam dalam dekapan tubuh besar milik laki-laki itu.

Tenang, sesaat sebelum ia tersadar dan melepaskan dirinya dari Luoise, "Kau..memang selalu seenaknya ya?" Lirih Belle.

Namun kali ini berbeda, gadis itu tidak lagi marah atau pun mengamuk seperti sebelumnya. Ia hanya menjauh beberapa langkah sambil menatap tajam kearah Luoise.

"Memangnya jika aku meminta izin kau akan menyetujuinya? Nona?" Jawab Luoise enteng, laki-laki itu berjalan santai menuju sofa panjang milik Belle dan duduk di sana dengan tenang.

Belle hanya terdiam melihat Luoise, otaknya sekarang sedikit kesusahan mencerna apa yang barusan terjadi. Sedangkan laki-laki itu dengan santainya bersikap biasa saja seolah tidak terjadi apa-apa.

"Sekali lagi, tolong perjelas kau ini apa," Ucap Belle sembari membuka tirai di kamarnya dengan kasar.

Tidak ada sahutan, Belle membalikkan badannya dan alangkah terkejutnya ia saat mendapati Luoise sudah berdiri tepat di hadapannya dan sekarang jarak antara wajahnya dengan dada bidang laki-laki itu mungkin hanya sejengkal, "Arghh, mengagetkan saja. Kau.." Kalimatnya terpotong saat Luoise menunduk hingga manik mereka saling bertatapan.

"Apa keluargamu pernah melakukan perjanjian dengan Iblis darah?" Luoise menatap lekat manik merah darah milik Belle.

Belle mematung sebentar sebelum mendorong dada Luoise agar jarak mereka lebih lebar, raut wajahnya sudah jelas menunjukkan bahwa gadis itu sedang bingung, "Iblis darah? Apa maksudmu?" Tatap Belle dengan penuh tanda tanya.

Luoise diam menatap gadis itu sesaat dan berbalik menjauhi belle, kembali duduk ke sofa panjang tempat ia bersantai tadi, "Sudah kuduga kau ini polos sekali," Jawabnya singkat, " Mempunyai tanda sejelas itu dan bisa-bisanya kau tidak peduli" Sambungnya lagi.

"Apa? Tanda apa? Bisakah kau tidak berbicara separuh-separuh seperti itu? Selain suka seenaknya kau juga suka menggantung kata-kata dan hal yang kau katakan!" Frustasi Belle.

Gadis itu berdecak kesal dan mengambil mantel miliknya dari dalam lemari, "Aku akan turun sebentar, jika kau lapar atau ingin makanan ikuti saja aku kebawah," Ucap Belle sambil berjalan membuka pintu kamar dan keluar, "Lagi pula siapa dia sampai harus ku suguhi makanan?" Desisnya pelan diiringi raut muka yang sinis.

Ia berjalan santai menuruni anak tangga, lampu-lampu sengaja dipadamkan membuat rumah besar itu terlihat seperti kastil tua berhantu. Padahal jika semua penerangan dinyalakan, rumah itu adalah tempat tinggal yang sangat indah dengan ukiran yang dibuat penuh di setiap dinding ruangannya. Bangunan itu memang bergaya rumah Eropa pada abad pertengahan, dulunya Ayah Belle sangat menyukai Eropa dan segala keindahan tempat itu. Bahkan, rumah ini adalah hasil dari rancangannya sendiri.

"Hhhh..membosankan" Lirih Belle sambil membuka kulkas dan mengambil dua lembar roti tawar.

Ia memasukkan roti itu ke dalam alat pemanggang lalu mengambil beberapa bahan lain seperti keju dan daging ham, seketika roti miliknya matang gadis itu langsung menaruh semuanya hingga terbentuk sebuah makanan yang biasa disebut dengan sandwich, "Sempurna," Gumamnya lalu melahap sebagian yang telah dipotong menjadi dua olehnya.

Ia memakan sandwich miliknya dengan santai di meja makan besar dengan penerangan minim, sebenarnya bisa saja lampunya dinyalakan, namun ia lebih suka tempat yang minim cahaya seperti itu karena "tenang" katanya.

Baru memakan roti itu separuh namun ia sudah cukup kenyang, saat ingin mengambil separuh roti yang tersisa matanya terpaku pada pergelangan tangannya. Ia ingat jika semalam baru saja melakukan tindakan bodoh dengan menyayat pergelangan tangannya begitu dalam hingga darah tidak berhenti keluar dari sana, namun yang membuatnya heran adalah sekarang di mana bekas luka itu.

Ia terpaku sebentar, semuanya begitu abstrak. Terbangun dari tidur dan mendapati laki-laki asing yang mengaku jika dirinya adalah Demon yang terikat dengannya. Lalu bekas lukanya semalam juga menghilang, rasanya seperti berada diantara mimpi dan kenyataan. Mana yang harus ia percaya?

Belle mengamati kedua pergelangan tangannya, bersih dan tidak ada bekas luka bahkan goresan sama sekali, "Dimana bekas lukanya.." Desisnya lirih.

Gadis itu melamun sebentar, apa itu mimpi? Pikirnya. Sesaat ia tersentak, Luoise! Apa mungkin laki-laki itu juga mimpi? Ia ingat jika tadi ia meninggalkan Luoise di kamarnya untuk turun sarapan dan sekarang laki-laki itu tidak menyusulnya sama sekali.

Belle bergegas kembali ke kamarnya, menaiki anak tangga dengan tergesa-gesa dan melangkah cepat agar bisa kembali kesana. Bahkan jika ini mimpi maka ia akan sangat senang, tidak ada lagi laki-laki aneh atau Iblis atau apalah yang akan mengganggunya dengan perjanjian dan kontrak yang tidak masuk akal. Segaris senyuman terukir di bibir merahnya, Belle sudah tiba didepan kamarnya dan dengan cepat membuka pintu itu.

Klakk~

Raut Belle yang tadinya seperti bocah baru mendapatkan mainan kini berubah menjadi datar, "Bukan mimpi ternyata," Lirihnya sambil menutup pintu kamar dan berjalan kearah kasurnya lalu duduk disana menatap tajam kearah Luoise.

Luoise yang sedang membaca buku yang ia ambil dari perpustakaan pribadi yang ada di kamar Belle balik menatap gadis itu karena sadar bahwa Belle sejak tadi tidak berhenti menatapnya, "Kenapa? kau sudah selesai makan?" Tanya Luoise.

Belle mendengus kesal, padahal tadi ia sudah merasa senang sekali karena berfikir bahwa laki-laki, tidak, Demon itu hanyalah mimpinya, "Apa kau yang menghilangkan luka ini?" Ucap Belle sambil mengangkat tangan kiri dan menunjuk kearah pergelangan tangannya yang kecil.

Luoise menatap datar dan mengangguk, "Lukanya hilang sesaat setelah aku meminum darahmu malam itu," Jawabnya singkat.

Belle mengeryit, ia tahu bahwa bangsa Demon mempunyai kekuatan sebagai penyembuh. Bahkan menurut legenda, jika ada yang kehilangan separuh badannya asal masih bernafas maka para Demon bisa menyembuhkannya. Walaupun di sisi lain bangsa demon juga penghancur paling kejam yang tidak mempunyai belas kasihan.

Luoise menutup bukunya, ia bangun dari duduknya dan berjalan ke arah balkon milik Belle. Laki-laki itu menatap langit yang tertutup awan kelabu, hamparan salju diluar masih bertahta karena cahaya sang surya tidak bisa menembus banyak dan melelehkan mereka.

"Malam ini tidak ada bulan lagi ya," Lirihnya.

Belle melirik laki-laki itu, sebenarnya pertanyaan yang ada di kepalanya masih sangat banyak. Namun ia memilih untuk tidak banyak bertanya lebih dulu, perasaannya sekarang masih campur aduk tentu saja. Dan yang membuatnya sedikit heran sekarang adalah fakta bahwa ia merasa "aman" berada di dekat laki-laki itu, Belle sangat takut berada ataupun bersentuhan dengan laki-laki seumur hidupnya. Namun Luoise berbeda, tidak ada rasa gelisah dan ketakutan ataupun ancaman seperti yang biasa ia rasakan.

"Selama musim dingin, akan sangat sulit melihat bulan berada diatas sana," Ucap belle sembari berjalan mendekati Luoise, "Kau menyukai bulan?" Sambungnya lagi.

"Ya, sangat." Sahut Luoise singkat.

Belle mengangguk, "Sangat indah bukan, aku juga menyukainya.

"Aku sangat membutuhkannya," Lirih Luoise, suaranya sedikit bergetar.

Belle menoleh ke arah laki-laki itu, "Membutuhkan apa? Bulan?" Tanya gadis itu heran.

Tidak ada sahutan, laki-laki itu diam menunduk. Belle hanya menatapnya heran, cukup lama hingga gadis itu mencoba bicara lagi, "Kenapa kau tidak menjawabku?" Belle mengeryit, ia berpindah posisi menjadi ke depan Luoise.

Tangannya terulur untuk menggapai pundak Luoise, belum sempat ujung jemari miliknya menyentuh laki-laki itu. Luoise lebih dulu mencengkram kedua pundaknya yang membuat Belle sangat kaget. Bukan karena cengkraman Luoise, tetapi karena laki-laki itu menatapnya dengan wajah pucat seperti mayat. Bahkan mayat tidak seperti itu, kulitnya yang memang sudah pucat kini benar-benar terlihat seperti manekin putih. Bibirnya yang semerah darah kini hampir tidak berwarna sama sekali, mata sapphire yang terlihat bersinar itu sekarang redup bagai tidak ada kehidupan.

Belle ketakutan tentu saja, apa laki-laki itu akan berubah menjadi monster atau semacamnya? Pikirnya.

"Lu-Luoise?..Kau kenapa?" Tanyanya gemetar.

"Bulan..Aku butuh cahaya bulan agar bisa hidup" Suara laki-laki itu bergetar.

Belle tidak bisa apa-apa, ia juga kebingungan. Dimana ada cahaya bulan sedangkan sudah sebulan ini ia tidak pernah melihat bulan sama sekali karena sedang musim salju, "Dimana aku harus mencari bulan?? Tidak ada bulan di musim dingin" Ucap Belle gelisah.

Tubuh Luoise terhuyung hingga jatuh berlutut di depan Belle yang sedang kebingungan, gadis itu juga benar-benar khawatir sekarang. Luoise sudah terlihat seperti orang yang benar-benar akan mati, "Kemari, kembali kedalam. Kau bisa mati beku jika pingsan disini," Paniknya sambil berusaha membangunkan tubuh Luoise.

Dengan susah payah ia membawa Luoise yang sudah mulai kehilangan kesadaran dan dengan segenap tenaganya ia berhasil mendaratkan laki-laki itu ke atas ranjangnya dengan aman.

"Fuuuh~ Kau berat sekali sialan!" Umpat belle.

Gadis itu berusaha bangun, separuh lengannya tertindih Luoise karena tadi ia memapahnya, "Permisi, tanganku. Tanganku kau tindih Luoise.." Belle berusaha menarik tangannya namun Luoise terlalu berat hingga gadis itu ikut tertarik dan jatuh ke kasur.

"Shhhh..Apa kau tidak bisa mengangkat badanmu sebentar?!" Umpat gadis itu entah yang ke berapa kalinya.

Ia diam sebentar menormalkan nafasnya, Belle berusaha menarik bantal yang mengganjal sebelah sisi badan Luoise agar ia bisa lebih mudah melepaskan tangannya yang membuat leher gadis itu menjadi sangat dekat dengan wajah Luoise.

"Uuh kenapa susah sekali.." Keluh Belle.

"AKHHHH!!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!