NovelToon NovelToon

Surprise Child

Bab 1 Kutukan

Drap Drap Drap

"Pelan-pelan Putri... saya mohon!" teriak seorang pelayan dengan nafas sepenggal yang hampir habis, diikuti pelayan lain dibelakang yang kondisinya tak jauh berbeda.

Hahahahahaha

"Ayolah... kejar aku!" teriaknya dengan tawa riang.

Bruk

"Ah! hhhhhhh hhhhhhh hhhhhhh ayah," panggilnya dengan senyum yang memudar.

"Yang Mulia," sapa para pelayan itu segera menundukkan tubuh saat melihat Sang Raja berdiri tepat dihadapan putrinya.

Hanya dengan sekali lihat ia tahu putrinya telah membuat para pelayan kerepotan, menggelengkan kepala ia benar-benar tak mengerti mengapa semua Putri gemar membuat keributan.

"Sepertinya pendidik mu belum mengajarkan bahwa seorang putri dilarang berlarian di istana," ujarnya pelan namun dengan nada tajam yang langsung membuat Sang Putri menunduk.

"Sudah ayah," jawabnya pelan.

"Kalau begitu jangan melupakannya."

Itu adalah sebuah perintah yang harus diikuti.

"Kemarilah! pangeran sebentar lagi akan pulang dari perburuannya."

Mereka berjalan menyusuri koridor, melewati para penjaga yang segera memberi hormat saat mereka lewat. Tepat di muka pintu istana mereka berdiri tegak, memperhatikan Sang Pangeran yang baru pulang bersama para prajuritnya.

Menuntun kuda jantannya Pangeran tak lupa memberi hormat kepada Sang Raja, menerima pujian kecil atas hasil buruannya yang cukup memuaskan.

Waktu makan malam sebentar lagi akan tiba, Raja memberi titah agar hewan buruan itu segera di bawa ke dapur untuk di masak sementara mereka akan bersiap.

Dibantu para pelayan Pangeran membersihkan dirinya, menghilangkan bau lumpur dari tubuhnya sebelum kemudian berpakaian.

"Tersenyumlah ratuku, jangan sambut bintang dengan muka masam agar mereka tak sembunyikan diri dibalik awan," tegur Pangeran.

Tapi putri masih merajuk, ia bahkan enggan menampilkan wajahnya.

"Ada apa? katakan padaku!" pintanya dengan lembut.

"Kau sangat beruntung! ayah memberimu ijin untuk melakukan segala hal yang kau mau sementara aku harus berhadapan dengan buku dan kain setiap hari," keluhnya.

"Owh ratuku, mungkin kau melakukan hal yang membosankan setiap hari tapi masa depanmu sangat cerah. Sepeninggal Raja anak kita akan segera naik tahta dan kau seketika menjadi Ratu, mengapa harus merajuk untuk hal yang tidak perlu?" tanyanya.

Putri membalas dengan tatapan dingin, membuat Pangeran menyesal telah mengatakannya.

"Kita bahkan tidak tahu kapan aku akan hamil," ketusnya.

"Pasti sebentar lagi, bersabarlah. Ah baiklah, aku akan meminta ijin kepada Raja untuk membawamu jalan-jalan besok."

"Sungguh?" tanya Putri kembali sumringah.

Pangeran menganggukkan kepala, menerima ucapan terimakasih serta pelukan yang hangat.

Hanya kepada Pangeran Thodor Raja selalu berbaik hati, apa pun yang dimintanya pasti akan ia berikan. Usut punya usut Pangeran Thodor adalah anak dari sepupu jauh Sang Raja, hanya dengan mengetahui itu semua orang sudah tahu Raja tidak menginginkan darah campuran untuk keturunannya.

Ia percaya tahta hanya akan aman selama berada dibawah naungan garis keturunannya, itulah mengapa ia menikahkan putrinya Agrarta kepada pangeran Thodor.

Selain dari itu pangeran Thodor adalah sosok pria sejati yang pintar dan selalu mengutamakan kepentingan istana, karena itu kepadanya ia berikan tanggungjawab mengayomi putri Agrarta yang masih belum dewasa secara pemikiran.

Raja selalu berharap putri mau belajar agar kelak menjadi Ratu yang hebat, namun sayangnya putri masih suka bermain seperti saat ini. Ia bersorak kegirangan saat Raja memberi ijin kepada mereka, meski dengan satu syarat yaitu hanya berlaku selama satu hari yang artinya besok pagi mereka harus sudah berada di istana.

Tak masalah bagi putri Agrarta, meski hanya sehari tapi ia sudah senang bisa melihat dunia luar secara bebas. Dari dalam kereta kuda ia melihat banyak jenis pepohonan yang hijau dan rindang, udaranya yang sejuk dan angin yang menyebarkan serbuk bunga.

"Kita akan pergi kemana?" tanya putri.

"Kastil, kau bisa bermain dengan kelinci disana."

"Sungguh? ada hewan apa lagi disana?" tanyanya lagi bersemangat.

"Tidak banyak, tapi aku yakin kau akan bersenang-senang."

Putri tersenyum, percaya kata-kata itu akan terwujud sebab ia sudah mengenal baik suaminya itu.

Iiiihhhhhaaaaa...

"Pergi! dasar makhluk hina!" teriak seseorang tiba-tiba.

Kereta berhenti, membuat mereka penasaran apa yang telah terjadi. Pangeran segera turun untuk memeriksa diikuti oleh putri yang dibantu pelayannya, tepat di depan mereka melihat seorang wanita bertudung.

Jendral yang memimpin iringan itu segera turun dari kudanya saat melihat pangeran mendekat diikuti oleh yang lain.

"Ada apa ini? kenapa berhenti?" tanya pangeran.

"Mohon maaf pangeran, wanita ini tiba-tiba keluar dari semak-semak dan mengagetkan kuda ku."

"Dasar bajingan! kau yang hampir menabrak ku dengan kuda sialan mu!" bantah wanita itu dengan kesal.

"Beraninya kau bicara seperti itu dihadapan Yang Mulia! tunjukkan rasa hormat mu!" perintah Jendral segera mengambil tindakan.

"Aarh!" pekik wanita itu saat tubuhnya di paksa untuk menunduk.

Dari balik tudungnya ia menatap bagaimana pangeran dan putri menatap jijik padanya, sungguh sebuah penghinaan yang tak bisa ia terima.

"Hanya karena kau diatas kereta dan aku beralaskan sandal bukan berarti derajat mu lebih tinggi dariku! dasar murahan!" teriak wanita itu.

"Diam!" perintah Jendral semakin menekan tubuhnya kebawah.

"Cepat singkirkan dia!" perintah putri tak tahan.

"Baik!" jawab para prajurit.

"Tidak! lepaskan aku! lepas!" jerit wanita itu sambil meronta.

Tapi tangan para prajurit sangatlah kuat sehingga ia tak bisa melepaskan diri, semakin ia meronta tubuhnya semakin ditarik dengan kencang.

Kebencian pun tak dapat terelakkan, penuh dendam wanita itu merapalkan mantra sambil menatap sang putri. Semakin ia menjauh dari mereka mantra itu semakin bekerja hingga pada perlahan membuat putri merasakan sakit, awalnya dari perut kemudian merambah hingga keseluruh tubuh.

Pangeran yang panik sebab putri tiba-tiba menjerit kesakitan memutuskan untuk kembali ke istana, setelah sampai tabib pun di panggil namun anehnya tabib tak menemukan penyakit apa pun.

Siang dan malam putri terus menjerit kesakitan di atas ranjang, setiap hari tabib baru yang terkenal hebat di panggil untuk memeriksa. Tapi mereka semua menggelengkan kepala, tak ada yang tahu putri mengidap penyakit apa.

Tiga hari lamanya bagai di neraka, semua sudah tak tahan bahkan hampir putus asa.

Dalam untaian doa dan air mata tiba-tiba seorang pelayan berkata, "Yang Mulia mohon maaf atas kelancangan hamba, jika Yang Mulia berkenan ijinkan saya mengenalkan seseorang."

"Siapa? bawa saja dia kemari dan suruh memeriksa putri!" perintahnya.

"Sebelum itu Yang Mulia harus berkenan akan satu hal."

"Apa itu? sebanyak apa pun harta yang kau inginkan pasti akan kuberi."

"Bekerja menjadi pelayan anda sudah merupakan rahmat bagi saya, ini adalah tentang sesuatu yang lain. Orang yang hendak saya kenalkan bukanlah seseorang melainkan sesuatu, jika dia berhasil menyembuhkan sang putri anda harus berkenan mengambulkan apa pun permintaannya."

"Pasti akan aku kabulkan, sebagai Raja aku tidak akan mengingkari sumpahku! siapa dia?" tanya Raja.

"Damien."

Bab 2 Imbalan

Drrssssss

Hujan terus mengguyur bumi, menghilangkan jejak pria itu setiap langkah baru tercipta. Diatas tanah yang bau dingin cupingnya hidungnya sudah memerah, sepenggal nafasnya yang berat memberitahu medan cukup sulit untuk di lalui tapi ia tak mau menyerah.

Akhirnya senyumnya mengembang saat ia melihat sebuah gubuk dekat hulu sungai, tanpa menunda lagi segera ia menuju gubuk itu dan masuk ke dalamnya.

Kreeeettt

Derak pintu menyambut kedatangannya serta bau apek yang kentara dengan debu, tapi itu lebih baik karena setidaknya tempat itu tidak bocor.

"Halo!" serunya sambil berjalan lebih dalam lagi.

Tak ada yang menyahut, hanya suara gemuruh hujan yang dapat ia dengar. Ia pun memutuskan untuk menyalakan perapian agar ada sedikit kehangatan diruangan itu, tapi baru saja ia hendak berjalan tiba-tiba matanya menangkap sebuah bayangan hitam dari arah kamar.

"Halo?" serunya lagi sambil mencoba mendekat.

Whuuuusss

Tiba-tiba bayangan gelap itu menghilang begitu saja, panik ia mundur beberapa langkah sambil menatap waspada ke sekitar.

"Jonah!" seru seseorang tepat dibelakangnya.

"Ah! hhhhhh hhhhhh Damien," balasnya kaget.

Seringai Damien menunjukkan betapa senangnya ia mendengar degup jantung Jonah yang begitu kencang, juga aroma keringat yang mengalahkan bau dingin air hujan.

"Kenapa kau kemari?" tanya Damien.

"Raja butuh pertolongan mu," sahut Jonah.

Ia pun menceritakan apa yang menimpa putri Agrarta, menurut pengalamannya Damien pasti tahu penyakit apa yang di derita putri dan dia mampu untuk menyembuhkannya.

Senyum Damien mengembang, ia mengangguk setuju untuk membantu.

Hanya sekali lihat saja Raja mengerti maksud Jonah saat memberitahunya bahwa Damien bukanlah manusia, dia adalah makhluk malam dengan keabadian hitam yang menyertainya.

Meski lebih terkenal sebagai sosok monster penghisap darah manusia tapi Raja sama sekali tak keberatan asalkan ia benar-benar bisa menyembuhkan putri.

"Apa yang terjadi padanya?" tanya pangeran Thodor setelah Damien memeriksanya.

"Dia terkena kutukan," sahutnya.

Seketika pangeran teringat akan wanita yang mereka usir, jika di telaah kembali memang putri tiba-tiba sakit setelah wanita itu marah pada mereka.

"Lalu bagaimana cara menyembuhkannya?" tanya pula Sang Raja.

"Hanya ada satu cara, habisi pemilik kutukan."

Menurunkan mantelnya Damien bergerak dengan kecepatan tinggi, saat mantelnya jatuh ke lantai ia sudah menghilang dari pandangan semua orang.

Mengikuti bau sihir dari putri mudah bagi Damien menemukan jejak sang pelaku, apalagi hujan sudah reda yang membuat indra penciumannya jauh lebih baik.

Dalam waktu singkat ia berhasil menemukan wanita itu di tepian sungai, sedang tidur dibawah naungan pohon yang melindunginya dari hujan bukan darinya.

Berjalan perlahan Damien mengeluarkan sebuah belati siap untuk menyerang, tapi tiba-tiba.

Zaashh

"Ah!" pekik Damien saat tubuhnya terkena sebuah cairan yang membuat tubuhnya mengeluarkan asap.

"Aku tahu kau akan datang," ujar wanita itu dengan posisi sudah bangun dan tangan yang masih memegang botol bekas menyiram Damien.

"Ck, kalau begitu kau juga meramalkan kematianmu."

Tak memperdulikan ucapan Damien wanita itu segera mengeluarkan botol kedua, siap menyiram sampai seluruh tubuh Damien habis terbakar.

"Dasar penyihir!" ketus Damien.

Tak mau bermain-main Damien segera berlari secepat kilat hingga mata wanita itu tak mampu mengikuti pergerakannya, sedikit berputar-putar sambil menyerang begitu ada celah.

"Aarrrrrrggghhhhh.... sialan!" teriak wanita itu kesal sambil menyemprotkan air dalam botol ke segala arah.

Zhaaasss

Sialnya tindakan tak terduga itu membuat Damien terkena tepat di tangannya, melepaskan sarung tangan ia memeriksa kulitnya yang melepuh cukup parah.

"Ck," gumamnya kesal.

Ia harus mengakhiri ini sebelum lukanya melebar dan infeksi, mengeluarkan jati dirinya perlahan matanya berubah menghitam seiring taring yang mencuat keluar.

Whuuussss

Dalam satu hentakan saja ia meluncur tepat kedepan dimana wanita itu kini tanpa perlindungan.

Aaaaaaaaaa

Jeritan penuh keputusasaan yang tak pernah Damien kira, saat ia mulai menghisap setiap masa yang telah lalu itu meluncur dalam benaknya bagai air yang mengalir.

Bola matanya semakin menghitam bersamaan dengan derita wanita itu yang kini menjadi miliknya, sekarang ia mengerti mengapa di hatinya hanya ada kebencian.

Sungguh dia hanya wanita malang yang tak pernah merasakan bahagia, hanya karena wajahnya tidak secantik wanita lain bahkan sejak kecil ia sudah tak diterima keluarganya.

Berkelana dalam cacian dan hinaan tubuhnya tumbuh bersama dengan kekuatan kebencian yang hanya akan mengutuk hingga di penghujung nafasnya.

Perlahan Damien melepaskan cengkeramannya saat ia selesai menghisap, taringnya telah lenyap begitu juga dengan mata hitamnya.

Raungan kecil dari wanita itu menandai akan ketimpangan hidup, merasa kasian Damien mendekap wanita tak berdaya itu.

"Siapa nama mu?" tanyanya.

"Jesi.. ca... " sahutnya pelan.

"Nama yang bagus, apa yang kau ingin aku lakukan dengan jasadmu?" tanyanya lagi.

"Maukah kau... menguburnya? menandai dengan bunga... di tepi sungai ini... " jawabnya lagi.

"Aku akan melakukannya," janji Damien.

Wanita itu tersenyum, perlahan tangannya terangkat untuk membelai pipi Damien. Dalam hitungan detik sebelum nafas terakhirnya berhembus satu penglihatan membuatnya berkata, "Kau tidak beruntung dengan gadis."

Whuuussss

Entah mengapa angin tiba-tiba berhembus, seolah membawa serta ruh ke alam baka agar tenang dalam dunianya.

Menghembuskan nafas panjang Damien segera menggali dan menguburkan jasad wanita itu sesuai permintaan, setelah semua selesai ia pun kembali ke istana.

Fajar hampir tiba dan ia harus segera menyelesaikan urusannya sebelum terbakar dalam cahaya.

"Yang Mulia," sapanya.

"Oh Damien! putriku sudah sembuh! dia sudah sehat kembali!" seru Raja memperlihatkan bagaimana putri kini dapat tertawa dan bicara.

Damien hanya mengangguk, membiarkan haru sejenak pada keluarga bahagia itu.

"Ah, Damien. Sekarang katakan apa yang kau inginkan? aku pasti akan mengabulkannya," ujar Raja tak lupa akan sumpahnya.

"Benar! kau sudah menyelamatkan ku jadi kau berhak mendapatkan hadiah," timpal putri.

"Bagaimana dengan perhiasan? kami akan memberi sebanyak yang kau mau," tawar pula pangeran.

"Tidak Yang Mulia, aku tidak membutuhkan harta seperti itu."

"Lalu apa yang kau inginkan?" tanya Raja.

"Anak kejutan," jawab Damien.

Sejenak suasana tiba-tiba menjadi hening, mereka menatap Damien yang serius akan permintaannya.

Hoeeeekkk..

Tiba-tiba putri muntah yang membuat semua orang kaget begitu juga dengan Damien, ia tak mengira akan mendapatkan anak kejutan secepat itu.

"Aku akan kembali saat bayi itu telah lahir," ujar Damien sebelum kemudian menghilang.

"Ayah," panggil putri Agrarta pelan.

Tak ingin mati penasaran Raja segera memerintahkan tabib untuk memeriksa, sementara semua orang menunggu dengan harap-harap cemas tabib pun mengungkapkan hasil pemeriksaannya.

"Saat ini putri sedang hamil."

Para pelayan bersorak kegirangan sementara mereka hanya diam membisu, entah harus senang atau sedih sebab saat bayi itu lahir dia tak ditakdirkan untuk meneruskan tahta.

Bab 3 Albert dan Sophia

"Bagaimana keadaannya?" tanya pangeran sambil mengajak tabib keluar dari kamar Sang Raja.

"Sangat buruk Yang Mulia, semakin hari keadaannya semakin memburuk."

"Tidakkah ada obat yang bisa menyembuhkannya?" tanya pangeran nampak cemas.

"Hanya Raja sendiri yang bisa menyembuhkan tubuhnya, kita tahu ini bukan penyakit luar."

Semua orang tahu semenjak putri hamil Raja seketika jatuh sakit, ia tak bisa menerima kenyataan akan takdir cucunya yang harus pergi tapi ia juga tak bisa mengingkari janji.

Kini usia kehamilan putri sudah menginjak tujuh bulan, perutnya sudah semakin membesar namun tak membuatnya menjadi orang yang lebih berhati-hati.

Dengan tergesa-gesa ia berjalan menghampiri pangeran yang baru saja keluar dari kamar Raja, sementara para pelayan mengikuti dengan perasaan cemas.

"Bagaimana keadaannya?" tanyanya.

"Kau boleh melihatnya," sahutnya.

Putri segera masuk untuk memeriksa, mendapati ayahnya semakin melemah hatinya ikut tak berdaya. Perlahan ia duduk disampingnya untuk memberi belaian lembut pada kening.

"Agrarta... " panggil Raja pelan.

"Aku di sini," sahutnya menahan air mata.

"Maafkan aku... tidak seharusnya aku membuat janji yang sukar untuk di tepati, kita semua sangat menantikan bayi ini... tapi aku harap kau ikhlas akan apa yang menjadi takdirnya," pinta Raja lirih.

Putri sudah tak sanggup hingga meledaklah tangisannya, mengiringi kepergian Sang Raja dalam penutupan usianya.

Menatap tahta yang kosong pangeran memberi perintah untuk mengadakan perkabungan selama beberapa hari, selain untuk menghormati kepulangan Sang Raja pada keabadian juga untuk memberi waktu kepada putri sebelum mengambil alih tahta.

"Yang Mulia, ada yang harus kita bicarakan," ujar Panglima dengan wajah serius.

Mereka segera pergi ke ruang rapat, menemui beberapa tetua dan Jendral sudah menunggu kedatangannya.

"Katakan," perintahnya.

"Pasukan Elf telah menyerang beberapa kota terbaik kita, termasuk ibu kota Meseress yang menjadi pusat perputaran uang. Jika terus kita biarkan maka hanya tinggal menunggu kehancuran istana," ujar Jendral sambil menunjuk peta.

"Saya mengerti kita masih dalam masa perkabungan tapi keadaan memaksa untuk bertindak," timpal Panglima.

Pangeran Thodor nampak berfikir keras, di saat tahta sedang kosong memang sangat rawan akan kehancuran. Oleh karena itu ia pun mengambil keputusan untuk serangan balik, ia sendiri yang akan ikut dalam peperangan ini.

Mengetahui hal ini tentu putri Agrarta tidak setuju, ia baru saja kehilangan ayahnya setelah sadar harus melepas bayinya. Tapi pangeran berhasil meyakinkan akan kemenangan di pihak mereka, ia hanya meminta putri agar mendoakan kejayaan untuk kerajaan Meseress.

Dimalam tanpa bintang pangeran menggunakan baju zirahnya, dengan menunggangi kudanya ia bersama para pasukan membalas kaum Elf itu.

Setiap hari adalah tanpa kedamaian dari pertumpahan darah, lembah dan hutan menjadi saksi bisu menandai jeritan dan dentuman genderang.

Bukan hanya satu atau dua tapi setiap hari puluhan nyawa melayang demi kata damai yang entah kapan akan tercipta, sementara para wanita bersembunyi di balik ranjang mereka sambil berharap Mukjizat akan turun.

Dua bulan kemudian adalah hari dimana penentu segalanya, pangeran yang telah melakukan sekutu dengan beberapa kerajaan bergerak bersama menuntas makhluk bertelinga runcing itu.

Sementara di istana seluruh pelayan berharap cemas pada putri yang sedang berjuang melahirkan darah dagingnya.

Trang Trang

Buk Buk Trang

Pedang terus saling bersahutan, beradu tajam meski telah berlumuran darah.

Aaaaaaaa..... hhhhhhh hhhhhhh

Dan putri Agrarta terus menjerit menahan sakit.

"Demi Maseress!" seru pangeran kembali membakar semangat para pejuangnya.

Aaaaaaaa...

Teriakan para ksatria pemberani meluluhlantakkan tenda-tenda, meratakan pemukiman dan membakar segala yang menghalangi.

Hingga akhirnya apa yang mereka inginkan berhasil di dapatkan, Meseress mencetak sejarah dengan menang dalam perang melawan kaum Elf.

Larut dalam porak kemenangan seorang pembawa berita memberitaunya untuk segera pulang sebab perjuangan putri baru di mulai, meninggalkan medan perang pangeran segera memacu kudanya untuk kembali ke istana.

Tepat saat matahari menyingsing ia telah sampai di istana, setiap pelayan yang ia temui membungkuk dan mengucapkan selamat.

Dari tabib ia diberitahu bahwa calon Raja telah lahir, namun pangeran tidak begitu peduli sebab rupanya kesehatan putri tidak baik selepas melahirkan.

Butuh satu hari satu malam bagi putri untuk bisa bangun, menatap bahagia pada bayi yang digendong pangeran ia bertanya "Siapa namanya?."

"Albert, dia akan menjadi Raja yang Agung di istana Meseress."

"Ya... andai dia bisa menduduki tahtanya," ucap putri Agrarta pilu.

"Itu akan terjadi sayang."

"Tidak Thodor, kita harus menepati janji!" tegas putri.

"Kita akan menepatinya, kita akan berikan Sophia kepada Damien," ujar pangeran Thodor sambil menatap tempat tidur bayi.

Dengan cepat putri menengok, menatap sosok bayi perempuan yang sedang tertidur pulas. Air mata pun tumpah seketika, dengan segala perasaan ia menggendong bayi itu dan menghujaninya dengan ciuman.

"Aku telah menyiapkan kereta, Albert akan ku bawa ke Akademi sampai dia siap menjadi raja. Kau punya waktu beberapa menit sebelum aku membawanya pergi," ujar pangeran.

Putri Agrarta mengangguk, membaringkan Sophia pada tempat tidurnya kini ia menggendong Albert. Melakukan hal yang sama pada bayi itu yakni memberinya salam perpindahan lewat hujan kasih sayang, ia juga memberi sebuah cincin kerajaan untuk dia pakai setelah besar nanti.

Melepaskan pangeran Albert putri Agrarta kini hanya tinggal menunggu kedatangan Damien, ia sudah siap untuk perpisahan yang kedua namun rupanya Damien tak datang dengan waktu yang cepat.

Lima belas tahun kemudian.

Putri Sophia adalah gadis ranum dengan pipi merona yang cantik, saat hari menjelang senja pelajarannya baru saja selesai. Dengan ijin dari putri Agrarta ia bermain di taman tepian hutan, dengan syarat harus di kawal.

"Jangan terlalu keras padanya," ujar pangeran Thodor mendapati istrinya itu cukup protektif pada Sophia.

"Sekarang aku mengerti kenapa dulu ayah sering melarang ku, oh... dia hanya gadis lemah yang tidak tahu apa-apa. Selama ini dia habiskan waktu dengan menyulam dan membaca buku," ujarnya sambil menatap Sophia dari kejauhan.

Pangeran menganggukkan kepala tanda mengerti.

"Menurut mu kenapa Damien belum datang?" tanyanya tiba-tiba.

"Entahlah, bahkan Jonah tidak tahu dimana ia berada."

"Ini benar-benar membuat ku stress, setiap malam aku dihantui oleh perasaan sedih akan kehilangan anak-anak ku," keluhnya.

"Tolong pikirkan kesehatan mu, jangan terlalu memikirkan kedatangan Damien!" pinta pangeran.

"Ayo! sebaiknya kau istirahat," ajaknya.

Putri mengangguk, melepaskan pandangan dari Sophia yang mengajak para pelayannya untuk bermain.

Dia menutup mata salah satu pelayannya dengan selembar kain, memutarkan badannya beberapa kali sebelum kemudian harus menemukan dirinya.

Sambil tertawa ia berlarian kesana kemari sampai tiba-tiba.

Bruk

Ia terus mundur tanpa mengetahui ada orang dibelakangnya, perlahan Sophia membalikkan badan dan menatap seseorang dengan pakaian serba hitam yang benar-benar menutupi seluruh tubuhnya tanpa terkecuali.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!