"Mbah, ayo, Aku mau naik Mbah, aku mau lihat di atas ada apa, itu Mamas Arka, Mamas Arman, Mamas Ardan juga semua naik ke atas sana." Alaina Abdullah gadis mungil yang saat itu masih berusia lima tahun terus saja merengek pada neneknya agar ikut naik ke Jabal Rahmah. Keluarga Abdullah sedang menunaikan ibadah umrah satu keluarga. Ami dan Abi tidak mengizinkan Aina naik ke atas karena pasti akan membuat lelah, jadi Aku menunggu di bawah dengan nenek ku yang pastinya sudah tidak mampu lagi untuk naik ke atas Jabal Rahmah.
Umat Islam yang berumrah, selalu berziarah ke Jabal Rahmah di kawasan Arafah, sekitar 12 kilometer dari pusat kota Mekkah. Kalau musim haji, Arafah pasti wajib didatangi, bahkan harus menginap satu malam (wukuf). Belum berhaji jika tak wukuf di Arafah. Namun beda lagi dengan umrah.
Umrah tidak ada rukunnya berwukuf. Karena itu, kunjungan ke Arafah dan khususnya ke Jabal Rahmah tak lebih sebagai wisata ziarah. Jabal Rahmah adalah tempat pertemuan nenek moyang kita yakni Nabi Adam alaihissalam dan Hawa.
Sejak terusir dari surga setelah keduanya melanggar aturan Allah akibat tergoda rayuan setan, yaitu memakan buah khuldi, Adam dan Hawa pun diturunkan ke bumi, sebagai hukuman. Namun mereka diturunkan di tempat terpisah. Adam diperkirakan diturunkan di wilayah India, sedangkan Hawa diturunkan di Jeddah, Arab Saudi. Tetapi ada juga yang menyebutkan di Irak.
Dalam jangka waktu yang lama, mereka saling mencari. Perjalanan panjang Adam akhirnya bertemulah dengan Hawa di Jabal Rahmah. Itulah pertemuan dua manusia yang dilandasi kasih sayang. Jabal berarti gunung/bukit, sedangkan rahmah adalah kasih sayang. Dari situlah Jabal Rahmah menjadi monumen cinta dan perdamaian.
Di puncaknya terdapat tugu setinggi 8 meter. Banyak ribuan orang dari berbagai bangsa mendaki bukit setinggi sekitar 60-an meter itu. Ada anak-anak kecil yang dituntun orangtuanya, hingga kakek-nenek. Mas Haris, pembimbing ke tempat-tempat ziarah di Mekkah, mengingatkan agar tidak memaksakan bagi mereka yang terkendala usia atau kesehatan. Apalagi di puncak bukit terlihat padat pengunjung.
Namun walaupun terseok-seok di tengah suasana panas Padang Arafah, banyak jemaah umrah yang mendaki bukit. Bukan saja sekadar tahu tetapi banyak yang selalu ingin mengharapkan cinta sejati.
"Nanti kamu cape Aina, nenek juga sudah nggak bisa naik ke atas, lutut nenek sakit." Bu Salamah, nenek Aina memberikan alasan kenapa tidak bisa ikut naik ke Jabal Rahmah.
"Aku pegangi Mbah pelan-pelan yah." Ah dasar Aina, bocah kecil nan mungil ini masih saja ngeyel, malah bergaya ingin membantu neneknya. Nenek tersenyum, ia akhirnya mengabulkan permintaan Aina, Aina dan nenek berjalan mendaki perlahan-lahan.
Baru saja mendaki beberapa dakian, Aina mengeluh panas dan haus. "Mbah, cape mbah, panas." Aina berjongkok karena merasa lelah sambil sesekali mengusap keringat yang membasahi dahinya. Nenek juga tidak bisa berbuat banyak, jangankan menggendongnya, untuk jalan sendiri saja harus perlahan-lahan.
"Ya sudah tunggu Ami sama Abi mu saja disini yah, sebentar lagi juga pasti turun." Aina menuruti apa kata neneknya. Pantas saja Ami dan Abi menyuruh Aina jangan ikut naik ke atas, ternyata mendaki ke atas cukup melelahkan.
"Mau minum Dek?" Seorang laki-laki remaja berusia sekitar 15 tahun melihat Aina yang tengah duduk berjongkok di sebelah Nenek. Dia lalu menghampiri Aina. Menawarkan minuman. Aina menengadah, lalu berdiri. Aina tersenyum manis, wajah mungil Aina yang kemerahan karena panas begitu menggemaskan.
Laki-laki remaja itu juga istirahat sejenak, karena ia juga sedang menggandeng neneknya yang begitu ngeyel ingin naik ke atas.
Aina berdiri lalu menerima sebotol air Zam Zam yang ditawarkan olehnya, lalu segera meneguknya. Nenek tersenyum lalu mengucapkan terimakasih pada kakak itu.
"Terimakasih Mamas,"ucap Aina. Aina memanggil Mamas karena remaja itu persis sebesar kakak-kakak nya.
"Sama-sama."
"Mamas dari atas? Apa di atas bagus?" Kata Ami di atas itu tempat Adam dan Hawa bertemu? Ami suka bercerita tentang kisah nabi kalau aku mau tidur."
Remaja laki-laki itu berjongkok, menyetarakan dirinya agar sejajar dengan Aina yang tengah berdiri, "Benar sekali gadis kecil." Laki-laki itu lalu mencubit gemas pipi gembul Aina.
"Adam dan Hawa bertemu di sini, aku dan Mamas juga bertemu di sini, nanti kalau besar Mamas jadi menikaan sama aku, kaya itu lhoo yang di film pengeran sama princes."
Nenek tertawa mendengar celotehan Aina.
Laki-laki itu mengerutkan dahinya, "Apa itu menikaan?"
"Itu lhoo menikaan, yang kaya di film berbie, pakai gaun princes bagus sekali, terus mereka berdansa." Aina berusaha menjelaskan pada kakak di depannya namun laki-laki itu tetap tidak mengerti.
"Mbah, menikaan Mbah, masa mamas ini nggak tau." Aina merengek pada neneknya, agar nenek mau menjelaskan pada kakak itu.
Nenek terkekeh, "Menikah maksudnya Dek."
Laki-laki itu tergelak "Masih kecil sudah ngerti menikaan dari mana?" Dia mencubit hidung mancung ku.
"Di film berbie."
"Hisyam, ayo, kita ke bawah, Ibu dan Ayahmu sudah menunggu di bawah, sebentar lagi kita sampai ke bawah." Aina menatap kakak ganteng yang ada disebelahnya, ternyata bernama Hisyam.
"Aku kebawah dulu yah." Dia mengelus kepala Aina. Aina langsung mencium pipi kakak itu yang bernama Hisyam seperti Aina mencium pipi ketiga kakak-kakak nya.
Hisyam yang saat itu sudah remaja, yang saat itu sudah masuk dalam masa pubernya begitu terkejut mendapat sun sayang dari Alaina, gadis cantik mungil, cantik jelita.
"Hati-hati Mamas, besok gede kita ketemu lagi yah."
Hisyam tersenyum sambil memegangi dadanya, apa ini termasuk normal, jantungnya berdegup lebih kencang ketika mendapat sun sayang dari gadis kecil mungil itu. Hisyam juga berharap semoga besar nanti bisa dipertemukan kembali.
☘️ Bersambung ☘️
.
.
.
.
.
.
(Hola hola semuanya, cerita ini juga masih hasil dari boyongan sebelah, tadinya mau di cetak juga, tapi ada masalah dengan editor, jadi emak boyong aja ke sini. Tenang, sampai tamat di sini. Insyaallah kalau cerita ini tamat, emak usahakan bikin cerita baru, sekarang masih belum bisa dikarenakan masih beradaptasi lagi riwehnya ngurus baby🤭 plot cerita baru di buku udah numpuk, tapi waktunya yang belum ada, baby emak cukup aktif, maklum lelaki, aktif pol, harus nempel emak terus, jadi klo lagi sama baby emak usahakan nggak main hp. No screentime ceritanya🤭 bisa nulis klo baby tidur, tapi klo baby tidur, eh emak juga pules tidur, ambyar sudah. Ih kok jadi curcol ini. Ya begitulah pokoknya. Salam sayang untuk kalian semua🥰)
Alaina Abdullah, kini gadis mungil nan cantik itu sudah beranjak dewasa. Alaina kini sedang kuliah di salah satu universitas negri di Surabaya memasuki semester 4, usianya sudah 20 tahun, namun cantik imutnya tak pernah luntur di mata Mamas-mamasnya dan juga kedua orangtuanya. Alaina Anak bungsu dari 4 bersaudara, semua Mamasnya laki-laki dan semuanya sudah soldout alias sudah menikah semua. Sisa Alaina yang entah kapan akan menyusul Mamas-mamasnya.
Arka Abdullah, Arman Abdullah, dan Ardan Abdullah ketiganya sangat menyayangi dan berusaha menjaga Meisya dengan baik. Ketiganya menjadi dokter spesialis di rumah sakit swasta milik Ayahnya, Abdullah Manaf. Sementara Alaina satu-satunya yang tidak mau menjadi dokter, ia malah memilih jurusan pendidikan anak usia dini karena Alaina memang sangat menyukai anak-anak, terlebih begitu mencintai keponakan-keponakannya.
Alaina memilih jurusan itu karena ia ingin mendalami dan mempelajari dunia anak. Otaknya cukup encer padahal, namun ia tidak memilih menjadi dokter karena dunia kedokteran itu sangat sibuk, dirinya tidak ingin menerapkan 24 jam harus siap bekerja. Kata Amih, perempuan itu sekalipun bekerja, tapi harus tetap menjalankan kodratnya sebagai istri jika menikah nanti.
Pagi ini keluarga Abdullah sudah berkumpul di rumah utama. Semua kakak Aina sudah memiliki rumah yang hanya bersebelahan dari rumah utama karena memang Amih tidak ingin jauh-jauh dari cucu-cucunya. Seperti biasa, setiap pagi, Amih dan Abi ingin semua anak, menantu dan cucu-cucunya sarapan di rumah utama, karena menurut Amih, paginya akan lebih bersemangat jika bisa melihat anak, menantu beserta cucunya sehat semua. Makan siang, makan malam boleh di mana saja, asalkan kalau sarapan wajib di rumah utama.
Alaina saat itu mengenakan kaos warna pink dan celana selutut warna putih. Jika di rumah Aina memang berpakaian santai, tapi saat keluar rumah, Aina diwajibkan menggunakan gamis, paling tidak menggunakan rok dan atasan. Amih dan Abi yang memberi peraturan. Amih begitu tegas, bagi Amih, perempuan itu harus menjaga marwahnya dengan berjilbab.
Berjilbab bukan berubah menjadi malaikat yang tak pernah berbuat dosa, namun keinginan mentaati Allah serta menggapai Ridho dan Jannah NYA.
Berjilbab belum tentu baik imannya, akan tetapi wanita yg baik imannya sudah pasti berjilbab.
Berjilbab dan menutup aurat bukan jaminan tidak pernah berbuat dosa, akan tetapi dengan menutup aurat sudah pasti mengurangi dosa, minimal telah menggugurkan dosa kewajiban menutup aurat.
Jika seorang wanita berjilbab melakukan dosa atau sebuah pelanggaran, itu bukan karena salah jilbab nya, melainkan karena akhlaknya.
Berjilbab adalah murni perintah Allah untuk wanita muslim yang telah baligh tanpa memandang akhlaknya baik atau buruk.
"MasyaAllah, perawan belum mandi." Kebiasan Mas Ardan yang selalu julid setiap pagi jika Aina masih terlihat kusut.
"Belum mandi aja cantik Mamas Ardan, apalagi sudah mandi, Zyan Malik aja bisa klepek-klepek," ucap Aina jumawa.
"Klepek-klepek bau ilermu kali Dek." Mas Ardan tidak mau kalah kalau debat dengan Aina, kakak Aina yang nomer tiga ini memang luar biasa, dari Aina kecil sampai sudah beranjak dewasa, masih saja hobi saling ledek.
"Noh, bau ilernya aja bikin klepek-klepek, apalagi bau keteknya." Aina terkekeh. Ia mencentong nasi dan lauk pauk yang sudah Amih masak. Orang Indonesia itu, kalau belum makan nasi, ya artinya belum makan, katanya sih.
"Aina, lagi di meja makan, nggak boleh diterusin ngomong joroknya." Amih Zaenab berusaha melerai kebiasaan berdebat antara Ardan dan Aina.
"Kan Mamas Ardan yang duluan Mih." Aina mengerucutkan bibirnya. Anak Bungsu memang tidak pernah mau di salahkan, maunya selalu dibela.
"Dia juga Mih ...."
"Sudah Mas, nggak malu sama Adrian itu." Mbak Jingga, istri Mas Ardan yang selalu saja membela Aina juga berusaha menghentikan perdebatan diantara keduanya karena Adrian, anak Mas Ardan saja diam di tempat, makan dengan khusyu. Sama seperti Mamas Arka dan Mamas Arman yang hikmat di meja makan. Keseharian mereka saja memang cuek kaku kaya kanebo kering. Hanya Mamas Ardan yang paling jahil pokoknya.
Mereka akhirnya terdiam, melanjutkan makan sambil saling lirik lirikan satu sama lain. Mungkin mereka berdua melanjutkan berdebat melalui lirikan mata yang hanya diketahui Aina dan Mas Ardan.
Selesai makan, tiba-tiba Abi memberi pengumuman bahwa lusa akan ada laki-laki yang datang untuk bertaaruf dengan Aina. Aina begitu syok mendengarnya. Tapi seperti sebelum-sebelumnya, titah Abi Abdulah memang tidak boleh ditolak. Semua anak dan menantu Abi juga hasil dari perjodohan, mereka terlihat adem ayem akur makmur. Kata Abi mau buat apa pacar-pacaran, cuma buang-buang waktu, berharap yang tidak pasti. Tidak baik untuk hati, perasaan juga dompet terutama.
"Aina, kamu siap kan? Abi ingin kamu ada yang menjaga, Abi sudah tua, kakakmu semua sudah berumahtangga dan memiliki anak, sudah ada tanggunh jawab masing-masing. Abi harap kamu tidak kecewa dengan pilihan Abi," ucap Abi menatap Aina dengan penuh kasih sayang.
"Abi, apa boleh Aina pilih sendiri? Nanti Abi boleh menilai?" Jawab Aina.
"Aina, kamu pacaran?" Amih menatap tajam Aina.
Aina menggeleng, "Nggak Amih, tapi Aina suka dengan kakak tingkat Aina, dan dia juga suka Aina, kalau boleh, Amih sama Abi, tolong pertimbangkan permintaan Aina."
"Okeh, besok bawa laki-laki yang kamu suka dihadapan Abi."
Aina tersenyum, tapi tidak dengan Amihnya. Amih hanya tidak ingin Aina sembarangan mencari pasangan atau imam untuk seumur hidupnya.
BIDUK rumah tangga bak bahtera yang berlayar di tengah lautan. Lautan tentu tak selamanya tenang dan nyaman, kadang kala harus menghadapi badai, ombak, angin kencang, atau cuaca yang tidak bersahabat. Itulah mengapa dalam Islam suami dinobatkan sebagai kepala rumah tangga atau pemimpin (imam) bagi keluarganya. Amih Zaenab ingin putrinya mendapat imam yang tepat.
Bahkan tanggung jawab seorang imam keluarga tidak saja terbatas di dunia semata, tetapi berlanjut hingga ke akhirat. Di sini para suami sangat penting mengetahui bagaimana menjadi imam yang baik bagi keluarganya.
☘️☘️☘️ Bersambung ☘️☘️☘️
Intermezzoo
R : Thor mas bhum kurang panjang
A : Hah, kurang panjang apanya? kan hanya Ayu yang tau
R : Ceritanya Thor, dih mikir apa sih?
A : Eh ceritanya yah 🤣
R : Iya aslinya emang sgtu di sebelah juga sgtu, kan emak bilang itu tadinya mau d cetak, ga jadi, klo d cetak episodenya ga panjang2, klo tambahin bab lagi untuk saat ini emak blum bisa, masih repot pol sayangku semua, harap maklum🤭
(Jangan lupa like komen dan vote yah)
Selesai sarapan bersama Aina membantu Amihnya merapikan meja makan, sekalian Aina juga ingin membujuk rayu Amihnya agar Amihnya mau membatalkan perjodohan yang direncanakan Abinya. Aina mencuci piring sementara Amihnya mengelap kompos dan perkakas dapur lainnya.
"Mih, Aina masih kecil lhoo, masih 20 tahun, Amih nggak kasihan apa kalau Aina nanti kecil-kecil sudah gendong bayi." Aina melirik Amihnya yang tengah fokus membersihkan dapur.
"Ya kalau kamu kerepotan nanti Amih ikut rawat anak kamu dengan senang hati, "ucap Amih sambil terkekeh. Haduh dasar nenek-nenek, pintar sekali menjawabnya.
"Mih, tunggu sih sampai Aina umur 25 tahun, lulus kuliah, sudah kerja juga, kenapa mesti sekarang sih?"
Amih melirik putrinya, "Kenapa mesti dipatok 25 tahun segala, kalau sudah ada yang mau serius, ya sudah, mending langsung menikah, lebih aman, kamu masih bisa kuliah, juga bisa bekerja nanti atas izin suami kamu, lagian juga kalau kamu nunggu sampai 25 tahun, nanti malah calon suamimu ketuaan, sekarang saja sudah 30 tahun."
Aina memicingkan matanya, "Hah? Calon suami Aina Om om gitu Mih, ya ampun Mih, nanti Aina dikira cabe-cabean lagi nikah sama om om, Amih sama Abi tega ih." Aina terus saja merengek, ia tidak menyangka jika ia akan dijodohkan dengan laki-laki yang usianya terpaut 10 tahun dengannya, apakabar nanti dengan penilaian teman-teman kampusnya, Aina si cantik jelita, yang ditaksir mahasiswa populer seganteng Rasyid menikah dengan Om Om, wassalamu'alaikum deh sama popularitas.
Amih yang sedang memegang sodet kayu langsung memukul pantat Aina dengan sodet kayu yang ia pegang hingga Aina mengaduh pelan.
"Umur boleh tua, tapi bukan om om juga kali Na, penampilannya nggak bakal sama kaya umurnya, Amih dan Abi sudah ketemu, kamu jangan kaget kalau liat orangnya, bisa-bisa kamu yang naksir duluan."
Aina mencebikan bibirnya, "Mih, di kampus juga Aina banyak yang suka, yang ganteng-ganteng juga banyak, usia masih muda-muda, kinyis-kinyis, jadi Aina udah biasa ditaksir sama yang ganteng-ganteng Mih," ucap Aina jumawa.
Lagi-lagi Amih memukul pantat Aina dengan sodetnya, haduh lama-lama nih pantat tepos juga dah. Hilang sudah sexy Aina.
"Awas aja kamu sampai pacaran, ingat kamu sudah punya calon suami, nggak usah macem-macem." Lagi-lagi Amih memperingatkan Aina. Amih mungkin lupa ini sudah zamannya Pak Jokowi, bukan Zaman Pak Soeharto lagi, kenapa sih harus ada segala perjodohkan, sungguh membagongkan.
"Amih, kenapa sih aku nggak boleh pacaran, temen-temen Aina juga pacaran kok Mih, kan menikmati masa muda Mih?"
Amih tersenyum mendengar pertanyaan Alaina, Kali ini nggak mukul lagi pakai sodet, "Dunia ini terkadamg nggak adil Na, perempuan dan laki-laki itu diperlakukan berbeda, laki-laki itu dinilai dari masa depannya sedangkan perempuan itu dinilai dari masalalunya. Kenapa sih nggak langsung nikah aja, pasti jawaban mereka karena belum siap. Nak, pacaran itu sebenarnya adalah metode untuk mengekspresikan kasih sayang pada orang-orang yang belum siap. Aina, Laki-laki itu komitmen dulu baru mencintai, beda dengan perempuan, perempuan itu dicintai dulu baru akan berkomitmen."
"Mih, kan pacaran biasa, cuma chat dan status, nggak macem-macem kok?" Aina terus saja beralasan.
"Nggak ada pacaran syar'i Aina, yang haram jangan dihalalkan dengan alibi kata cuma, cuma, kita tidak pernah tahu iman kita sedang berada ditempat atau tidak, bisa tidak macam-macam jika iman kita kuat, tapi iman itu naik turun, kalau imannya lagi turun bukit bareng si imron, Amih jamin nggak bakal cuma diem-diem aja, chat doang, nggak bakal Na." Aina menghembuskan nafasnya dengan kasar, kalau sudah berdebat dengan Amih tentang larangan pacaran memang akan selalu kalah. Amih sebelas dua belas kaya Najwa Shihab.😆 Dan Aina akan langsung mengkicep saat sudah tidak bisa lagi menyangkal pernyataan Amih tercintanya.
☘️ Bersambung ☘️
.
.
.
.
.
.
Na, Aina, klo otor sih nggak apa-apa dijodohin, asal tajir melintir. Mencintai itu perkara mudah Na, yang membuat pusing itu dikala gas, token, beras, minyak, deterjen habis bersamaan di saat tanggal tua🤣
Ini lagi Readers, lagi bahas kurang panjang sama jangan nggantung. Hadeh, emak bingung, kalian kok ga demen sama yang panjang ngegantung2, Eh ...
Dah Wassalamu'alaikum, jangan lupa like komen dan Vote 🥰
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!