Pluit panjang kepala stasiun menggerakkan roda kereta berlahan, gerakan yang halus mampu membuat penumpang merasakan berbagai rasa. Bahagia, sedih, terharu dan entah apalagi, roda besi makin lama makin kencang membuat decitan mewarnai sepanjang jalan yang akan di lalui.
helaan napas berat seakan tertahan di tenggorakan, susah payah menahan rasa sedih dan sesak hingga airmata menggenang di ujung mata. pelan-pelan napas mulai teratur, memejam mata sesaat untuk menghilangkan keraguan.
'Bismillah..Ya Allah lindungilah aku' bisikan pelan Gadisha melafalkan doa untuk dirinya sendiri
keputusan untuk meninggalkan kota tercinta untuk mengubur semua kepedihan setelah kepergian kedua orang yang dikasihinya, kecelakaan pesawat memaksa beberapa keluarga kehilangan orang-orang yang dikasihi termasuk Gadisha yang merelakan papa dan mamanya. bukan tidak ikhlas tapi memang kedukaan yang mendalam akan terus ada di dalam sanubarinya.
Jemari yang dingin dari pendingin gerbong kereta di genggamnya sendiri, sambil terus memandang keluar jendela yang memerhatikan barisan pohon yang seakan tumbang seiring kereta cepat berjalan.
lamunan tersentak ketika seseorang menduduki kursi sebelahnya.
'kursi saya nomor 10B'
seorang laki-laki dengan jaket hijau membangunkan lamunan Gadisha.
'silahkan' Gadisha menyahuti
'mau ke Surabaya juga? 'laki-laki itu bertanya sambil mengatur duduknya
'tidak saya hanya sampai yogya' sahut Gadisha
' wah kalau begitu kita sama' laki-laki itu menimpali
Gadisha hanya tersenyum dan mengangguk
'kuliah atau kerja di Yogya? pertanyaan lanjutan yang terkesan klise
'rencananya masih mau mencari, tidak tahu mana yang lebih memungkinkan'
laki-laki itu manggut-manggut
hening sesaat sambil menikmati laju kereta yang makin menjauh dari stasiun awal.
30 menit kereta terus melaju tidak ada hal yang menarik, semua penumpang masih duduk diam menikmati perjalanan di pagi yang cerah.
Gadisha membuka smartphonenya melihat-lihat medsos atau menjawab beberapa chat yang masuk, keputusan untuk pindah ke kota masa kecilnya adalah hal yang diidamkan mama papa ketika masih hidup. mereka ingin menempati rumah masa lalunya ketika awal membina rumah tangga dengan dua orang anak yang dilahirkan di kota itu. Tugas sebagai pegawai BUMN mengharuskan papanya terus berpindah-pindah dari kota ke kota lain, Gadisha kecil dan Ganesha kakak satu-satunya mau tidak mau harus terus mengikuti. Sampai akhirnya menjelang masa purna papanya di tugaskan di kota kembang, namun maut menjemput mereka ketika mereka akan kembali ke Yogya sebulan yang lalu, pesawat yang ditumpangi tergelincir ketika mendarat dan terbakar sebagian sehingga beberapa penumpang ada yang tidak bisa diselamatkan termasuk mama dan papanya.
kepedihan dan duka mendalam sampai saat ini masih di rasakan gadisha apalagi mereka kembali setelah menghadiri wisuda sarjananya, belum sempat membalas apa yang mama papa perjuangankan selama ini mereka telah kembali ke pangkuan illahi.
Entah ia bisa bertahan untuk bisa menjalani hidup sendirian di kota ini, tidak ada sanak saudara hanya beberapa sahabat orangtuanya yang dulu pernah di singgahi ketika mama papanya masih hidup. Ganesha kakak laki-laki satu-satunya sudah menikah dan menetap di ibukota, bekerja sebagai arsitek di perusahaan properti ternama, ia yang masih baru lulus kuliah harus berjibaku dengan para pencari kerja lainnya, bukan tidak mungkin walaupun di anugerahi paras yang cantik & otak yang encer tetap akan sulit mencari pekerjaan, hanya faktor keberuntungan yang bisa menaklukan nasibnya.' hidup harus terus berjalan Gadisha..keep fighting!! gumamnya memberi semangat pada diri sendiri
Tak terasa pemberhentian stasiun pertama kereta berhenti, Gadisha melirik teman duduknya pantas saja tidak bersuara ternyata laki-laki itu tertidur, udara dingin dan keheningan membuat laki-laki itu tidur memeluk dirinya sendiri dengan melipat kedua tangannya di dada. Tampan & berkharisma itu yang Gadisha nilai dari sosok di sebelahnya, keliatannya dia seorang laki-laki mapan.
Gadisha membuka roti yang dibawanya untuk mengganjal ususnya yang mulai berontak, untuk sarapan di restoka sepertinya malas untuk beranjak. sambil menikmati rotinya Gadisha memasang headset sambil mendengarkan lagu-lagu kesukaannya.
'sudah sampai mana?' laki-laki itu membuka mata, sadar pertanyaannya tidak di jawab perempuan yang ada di sebelahnya dia menoleh, pantas saja tidak dengar ternyata kupingnya dipasangin headset.
Gadisha tersadar kalo dia asik makan roti sendiri, dia lepas headsetnya lalu menawari orang di sebelahnya 'Mas mau makan roti? saya masih ada yang baru silahkan'
'apa boleh? 'respon laki-laki itu
'ya silahkan' sodor Gadisha
'terima kasih yaa..tadi saya tidak sempat beli apa-apa karena hampir terlambat naik kereta'
'Ooh ya..' Gadisha menjawab singkat
Tidak terasa hampir tengah hari kereta terus berjalan menuju stasiun, jadwal pukul 13.40 kereta akan sampai di stasiun Yogyakarta.
Perbincangan terputus-putus masih mewarnai perjalanan mereka, perkenalan nama dan dimana mereka tinggal tidak lupa dalam perbincangan itu. Sampai akhirnya kereta merapat sempurna di peron stasiun Yogyakarta.
'sampai jumpa Gadisha, terima kasih rotinya' jabatan tangan perpisahan mereka
'sama-sama mas..sampai ketemu lagi'
entah mereka akan bertemu lagi atau tidak walau tinggal di kota sama..nasib yang akan membawa sampai sejauh mana Gadisha akan membawa dirinya sampai pada ujung harapannya.
Terik matahari menyambut kedatangnnya walaupun masih ada hembusan angin lembut yang memberi sedikit kesejukan, Gadisha berdiri di depan pintu pagar yang masih tertutup. Ingatannya kembali ke masa lalu ketika mereka pulang ke rumah ini, rumah yang memiliki magnet seakan selalu menarik mereka untuk kembali ke masa kecil yang ceria. Kini ia kembali ke rumah ini tapi hanya sendiri, yah ..kesunyian pasti akan menemani setiap harinya.
Gadisha mendesah merasakan sensasi angin yang memberi kelegaan melepas napasnya.
'aku harus bisa!' kembali menyemangati diri sendiri
'mama papa disha pulang ke rumah kita, temani disha ma pa..' gumaman pelan sambil membuka handle pintu
setelah mengucapkan salam disha melangkahkan kakinya masuk ke dalam, ruangan tampak sunyi sepi hanya detak jam dinding yang terdengar.
Gadisha memandangi foto keluarganya, foto saat Ganesha menikah. ada rasa nyeri di hati membayangkan nanti ketika ia menikah tidak ada lagi orangtua yang berdiri di sisinya. Ganesha tersenyum tipis membayangkan menikah, berkeluarga punya anak..aah indahnya dunia ketika dikelilingi orang-orang yang mencintai dan di cintai.
Gadisha masuk ke kamar pribadinya menyimpan tas koper dan segala barang yang ia bawa, lalu berjalan untuk membuka jendela kamar membiarkan udara masuk mengganti kepengapan di dalam ruangan. Pohon buah-buahan dan aneka bunga yang di tanam mama papa menjadi kenangan yang harus di rawatnya. Rumahnya tidak terlalu besar tapi halaman belakang yang lebih luas ditanami aneka pohon, itu yang ia sukai dari rumah ini.
Drtt..Drtt..drtttt
ponselnya bergetar ' assalamu'alaikum..halo A Ganes' sang kakak menghubunginya
'wa alaikumusalam kamu sudah sampai rumah neng? ' tanya Ganesha
'sudah A baru aja sampai' jawab Gadisha
'neng hati-hati di sana, kalau bisa cari orang untuk menemani di rumah sekalian bantu-bantu untuk membersihkan..minta saja mbok Jum dan pak Min untuk tinggal di sana.' Ganesha menyarankan
'iya A kalau mereka bersedia..merekakan juga punya rumah, paling sekali-kali mungkin bisa menemani' jawab Gadisha
' terus apa rencana neng? mau cari kerja atau melanjutkan pasca? ' tanya Ganesha
' Neng akan cari kerja dulu A..mudah-mudahan ada rejekinya' ujar Gadisha
' apa sebaiknya mobil papa di Bandung dikirim kesana supaya kamu tidak susah kalo mau kemana-mana, mobil tidak ada yang mengurus kalau cuma di Bandung, biar nanti Aa suruh orang untuk mengantar ke Yogya' Ganesha memberi ide.
Sebagai kakak satu-satunya Ganesha bertanggung jawab kepada Gadisha adiknya apalagi setelah kedua orang tuanya tiada, tapi kekeras hatian Ganisha Ganesha tidak bisa memaksa apalagi mengatur adiknya. Gadisha perempuan dewasa yang sudah bisa mengambil keputusan terbaik untuk hidupnya.
'Ya A nanti Disha pikirkan gimana baiknya, nanti aku kabari Aa' Gadisha merespon ide kakaknya
'Ok kalau gitu..Aa tunggu..sampai nanti assalamu'alaikum..' Ganesha menutup teleponnya
'Wa alaikumusalam..' Gadisha mengakhiri pembicaraan
Gadisha terlahir dari keluarga yang berkecukupan, walau tidak mewah tapi keluarganya tidak pernah kekurangan mengingat papanya dulu adalah petinggi BUMN. Tapi setelah keduanya tiada kedua anaknya tetaplah harus mandiri untuk melanjutkan hidupnya.
Gadisha mulai membersihkan rumah walaupun tidak terlalu kotor, karena mbok Jum sesekali datang untuk membersihkan.
Malam tiba kesunyian Makin terasa hanya suara televisi yang dipasang di ruang keluarga, diluar suara jangkrik dan binatang malam lain bersahutan. Ganisha mengisi malam dengan membuka laptopnya mulai mencari-cari lowongan kerja di sekitar daerah Yogyakarta, harapan segera mendapat pekerjaan agar hari-harinya di isi dengan kesibukan.
Malam sunyi sepi menghantar jiwa yang lelah, hanya harapan semoga esok hari sinar Surya memberi kehangatan untuk jiwa yang kuat. wahai sang pejuang kehidupan teruslah melangkah menebas segala rintangan walau peluh bercucuran, esok hari tak akan mudah hanya tekad dan semangat yang akan melibas duri di jalan.
Ganisha menutup laptopnya, mata sudah ingin memejam. Ia beranjak mengunci semua pintu dan jendela, memastikan semua aman ketika ditinggal tidur. Tempat tinggalnya memang daerah yang keamanannya lumayan terjaga, ada ronda malam dari petugas keamanan dan warga tapi kewaspadaan tetap harus di utamakan.
Ganisha melongok ke kamar yang biasa mama dan papanya biasa tempati, dibiarkannya lampu tetap menyala agar terlihat lebih hangat. helaan napas berat tertahan dan mata yang berkaca-kaca mengingat keduanya, kerinduan luar biasa yang sulit dikendalikan. Menatap langit-langit mengedarkan pandangan ke segala arah bibir mengucapkan kiriman doa untuk orang tuanya.
'Selamat istirahat ma pa..tidurlah dalam keabadian ..temani neng walau tak terlihat, doa mama papa semoga neng kuat menjalani ini sendiri' alfatihah..
Bunyi kentongan satu kali menandakan hari sudah sangat larut, terpejam dan bermimpi dalam damainya tidur melepas semua beban di hati dan kepala. Sejenak roh akan terlepas dari raga semoga pagi roh akan kembali masuk ke dalam raga.
Belain lembut terasa sangat halus di kepala dan alis Gadisha, seperti angin yang menyapu. Gadisha melihat dari jauh mama papa berjalan mendekat dengan bergandengan tangan tapi ada kabut tipis yang menghalanginya. Keduanya tersenyum seraya menggapai wajah Gadisha..'Kami akan selalu ada sayang..tetaplah menjadi Gadis kecil mama..mama sayang Disha' jemari mama terasa mengusap keningnya. Ganisha berusaha meraih tangan mama tapi kenapa tidak nyata, terasa sukar dan kosong. Seketika Gadisha terbangun..'ooh mama ternyata mama hadir dalam mimpi disha ma..Disha kangen mama' Disha terduduk dengan menutup wajahnya..'Ya Allah semoga engkau menempatkan orangtuaku di sisiMu' bisiknya pelan.
Adzan subuh mulai sayup terdengar Gadisha menetralkan pikiran dan hatinya, perjuangan sesungguhnya baru akan di mulai.
Senin pagi di hiasi gerimis tipis, air yang turun cukup membasahi tanaman, jalan dan atap. Memang cukup merepotkan bila hujan turun di pagi hari, semua kegiatan terhambat karena hujan. Gadisha memperhatikan dari balik jendela teras lalu lalang orang yang bersiap-siap hendak ke tempat tugas masing-masing ada yang ke sekolah atau ke kantor. Mereka melengkapi diri dengan jaket,.mantel atau payung.
Gadisha bercita-cita menjadi dosen, ia terinspirasi dari dosennya dulu sewaktu di universitas. Dosennya perempuan setengah baya, anggun, kharismatik dan cerdas sekilas mirip Sri Mulyani menteri teladan dari tahun ke tahun.
Gadisha berniat mencari peluang mengajar di perguruan tinggi yang banyak tersebar di kota ini, berharap Dewi Fortuna menghampiri dirinya.
'Assamu 'alaikum ..mbk Disha' seorang mengucapkan salam dari luar pagar
Tek..Tek..bunyi gembok pagar di pukul ke besi pagar.
Gadisha mengintip siapa yang datang
"Wa Alaikum salam..mbok Jum yaa..' Gadisha menyapa orang di luar pagar
' nggih mbk..niki mbok Jum' jawab orang dari luar.
'oalah ya mbok sebentar saya bukanya' ujar Gadisha
Gadisha segera mengambil kunci dan sedikit berlari ke depan pintu pagar untuk membuka pagar, mbok Jum tersenyum lebar melihat Gadisha membuka pintu.
' Pripun kabare mbak..koq makin ayu wae' mbok Jum memeluk Gadisha
'Alhamdullilah sae mbok..Disha baik-baik saja' jawab Gadisha
'Alhamdulillah syukur mbak..si mbok seneng banget mbak Disha tinggal di sini, rumah ini biar ada yang nempati pasti ibu sama bapak senang' mbok Jum berkata sumringah
'Ya mbok Disha mau coba untuk tinggal di sini, temani Disha ya mbok' pinta Disha
' Nggih mbak nanti si mbok temani, kalau ada apa-apa si mbok sama pak Min pasti yang yang pertama belani' mbok Jum berkata dengan semangatnya
'Hehehe..iya iya mbok ..Disha seneng mbok Jum jagain Disha..yuk sekarang kita masuk, kita ngobrol di dalam' ajak Disha
'Walah sampe lali nek kita masih di luar' mbok Jum terkekeh
Mereka melangkah bersama masuk ke dalam rumah, mbok Jum menyimpan payung yang dibawanya di sudut teras.
'Mbok sudah sarapan?' tanya Disha
'Pun mbak..tadi si mbok sudah makan di rumah, oh ya nanti pak Min kemari abis anter cucunya sekolah' mbok Jum memberitahu Disha
'Ya mbok santai aja..hari ini Disha di rumah saja koq, paling nanti sore Disha keluar untuk membeli keperluan pribadi' ujar Disha
Mbok Jum lantas ke belakang untuk mulai mengerjakan tugasnya membersihkan dan merapikan bagian rumah, Disha mulai lagi berselancar dengan laptopnya untuk melihat peluang kerja berharap hari Senin membawa keberuntungan.
Hujan di luar sudah reda matahari pelan-pelan mulai menghangatkan pagi, udara yang segar setelah hujan memberi semangat bagi jiwa-jiwa yang terpanggil untuk berkarya.
Menjelang siang Gadisha masih betah dengan laptopnya, sambil menjawab percakapan dengan teman-teman kuliahnya di aplikasi hijau.
Dinda : jadi ayeuna kamu Aya di Yogya Dis..wah teu ngajak-ngajak euy..emang kamu niat tinggal disitu?
Disha : ho oh hayang cari suasana barulah..siapa tau jodohnya di sini hehehe
Dinda : yeee..dasar, yang di sini di tinggalkeun kamu mah..kasian tau
Disha : ya salah siapa teu puguh ..emang enak digantung siga cau di warung (emot pisang)
Dinda : ishh dasar emang kamu maunya di gimanain..dikarungan apa di sarungan hahaha
Disha : yiee lieur aah..
Disha melihat beberapa notif pesan yang masuk, ada pesan masuk dari kakak iparnya.
Teh Febi : Assalamu'alaikum Dis..ini ada lowongan untuk dosen di salah satu univ di Yogja..ini linknya
Disha: Wa Alaikum salam teh.. Alhamdulillah makasih infonya teh..semoga ada rejekinya. aamiin
Teh Febi: aamiin sama-sama adikku yang cantik 🥰
Gadisha langsung mengklik link yang di share kakak iparnya, beberapa posisi dosen yang sedang di butuhkan. Matanya berbinar melihat ada jurusan yang sesuai dengan keahliannya, lalu ia mengisi beberapa form pendaftaran dan melengkapi beberapa persyaratannya.
'Bismillah Ya Allah semoga ini yang terbaik menurutMu aamiin' doa harapan di gumamkan pelan semoga dikabulkan sang maha pemilik semesta.
Tak terasa matahari sudah sangat terik, mbok Jum menghampiri Ganisha yang masih betah di depan laptopnya.
'Mbak Disha si mbok sudah masak, makan siang sudah siap kita makan dulu!' mbok Jum mengajak Disha untuk makan
'Waah Disha ngga sadar mbok ternyata sudah siang, ayo mbok kita makan' Disha beranjak dari kursinya lalu berjalan menuju ruang makan.
Di meja sudah ada sayur lodeh, ikan goreng dan tak lupa tempe dan sambalnya. Makanan rumahan yang sederhana tapi rasanya luar biasa. Makan siang yang terasa nikmat setelah sebulan tidak merasakan rasa makanan rumahan yang dimasak mama, teringat mama adalah sosok ibu yang total sebagai ibu rumah tangga pandai memasak dan mengurus keluarga. Disha diajari mama untuk bisa melakukan pekerjaan seorang perempuan karena bagaimana pun kodrat seorang perempuan adalah untuk keluarganya, setinggi-tingginya karier seorang perempuan akan kembali untuk keluarganya.
'Mbok..hari ini Disha sudah memasukan beberapa lamaran untuk lowongan pekerjaan, doakan Disha ya mbok bisa segera dapat pekerjaan' Disha meminta doa pada mbk Jum, bagaimanapun mbok Jum saat ini adalah keluarganya. Mbok Jum sudah bekerja untuk keluarga Disha sejak ia masih SD, ikatan persaudaraan sudah seperti saudara dekat walaupun memang tidak ada ikatan darah.
'Insha Allah semua lancar..mbk Disha bisa mendapatkan apa yang diinginkan aamiin' doa mbok Jum sambil mengusap wajahnya.
Setelah makan siang dan sholat dhuhur, Disha duduk di ruang keluarga untuk menonton televisi sementara Mbok Jum melanjutkan untuk menggosok baju-baju yang sudah kering.
Hari Senin pertama tinggal di kota kenangan mama papa dibuka dengan perjuangan mencari pekerjaan, harapan untuk menjadi seperti cita-citanya semoga di restui sang pemilik alam. Tidak muluk-muluk dalam mencapai impiannya, menjalani seperti air mengalir yang bisa berjalan sampai ke muara tanpa hambatan.
Sore menjelang ketika mbok Jum pamit untuk pulang, esok ia akan datang lagi menemani kesendirian Disha sebelum ada pangeran berkuda yang akan membawa pergi. Kasih sayangnya pada anak majikannya sama seperti ia menyayangi anak sendiri, dalam hati ia berjanji akan menjaga sepenuh hati mutiara yang dititipkan majikannya. Sang penolong hidupnya ketika ia dulu terpuruk pada kemiskinan, pak Teddy papa Disha adalah orang yang dermawan walaupun seorang pejabat tapi sikapnya merakyat dan ngayomi.
Warga sekitar kampung ini sangat kehilangan ketika musibah menimpa pak Teddy dan Bu Kinanti, seakan tak percaya mereka berdua wafat dalam kecelakaan pesawat. Keberadaan Gadisha di kampung mereka akan mereka jaga seperti orang tuanya dulu peduli dengan kehidupan warga kampung.
'Mbak Disha si mbok pulang dulu, besok mau dimasakin apa biar si mbok belanja dulu sebelum kemari' mbok bertanya pada Gadisha yang sedang menonton di laptopnya.
'Manut mbok saja semua yang dimasak mbok Jum Disha suka' jawab Disha sambil mengalihkan perhatiannya dari layar laptop
'ngga kepingin apa gitu mbak?' mbok menimpali
'Hmmm..apa saja mbok pasti Disha makan' jawab Disha sambil sedikit berpikir
'nggih nek ngono..mbok pulang ya assalamu'alaikum ' pamit mbok Jum
' Ya mbok..wa alaikum salam' jawab Disha
Malam merangkak mengubur keletihan yang mendera raga.
melabuhkan sesaat perjuangan Setiap insan. Esok akan ada lagi pertarungan merebut impian.
Menggapai asa untuk terus mencapai puncak kebahagiaan .
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!