NovelToon NovelToon

CEO'S Sweet Lover

Gosip pagi

Delapan tahun silam, dengan kedua matanya sendiri, dia menyaksikan perselingkuhan antara kekasihnya dengan sahabatnya sendiri.

Hingga di saat dia sedang terpuruk dan kehujanan, ada seorang gadis SMP menghampirinya dan menarik tangan Fedrik ke rumah kumuhnya.

Fedrik yang kala itu sedang merasa depresi ini, tiba-tiba terhibur dengan kehadiran gadis SMP itu.

“Kamu lagi ngapain?” tanya Fedrik.

“Oh. Aku sedang menggambar sebuah pakaian karena aku bercita-cita ingin menjadi desainer terkenal jika aku dewasa nanti,” jelas gadis itu.

“Oh.”

“Kakak, gambar ini untuk kakak. Simpanlah. Jika suatu saat kita dapat bertemu lagi, aku ingin Kakak menunjukkan gambar ini dan melamarku.”

Hingga delapan tahun kemudian...

Pagi hari, di saat semua masih tertidur pulas, ada seorang perempuan cantik berusia 22 tahun sudah terlebih dahulu bangun dan bersiap-siap untuk bekerja.

Dia bernama Kanaya. Walau hanya sebagai Cleaning Servis di sebuah perusahaan besar, tapi dirinya tetap merasa bangga. Karena paling tidak di usianya itu, dia sudah bisa menghidupi dirinya sendiri.

“Yup. Semua udah beres dan rapih. Sekarang waktunya kita untuk mencari rezeki. Yooo!!” ucapnya dengan penuh semangat yang kemudian di kayuhnya sepeda miliknya.

Karena berhubung saat dia berangkat tadi dia belum sarapan, dia pun akhirnya memutuskan untuk mampir di warung nasi dekat dia bekerja dan seperti biasa pula, pemilik warung nasi tersebut sudah tahu akan kebiasaan Kanaya.

“Seperti biasa ya, Neng?” tanya Pak Jono.

“Iya Pak,” sahut Kanaya sambil tersenyum ramah.

Tanpa membuang waktu, Pak Jono pun langsung membungkuskan pesanan Kanaya dan memberikannya.

Setelah menu untuk sarapan sudah dibawa, Kanaya pun langsung meluncur ke tempat kerjanya dan kemudian langsung menyantap sarapannya manakala dia sampai di ruangan Pantry.

“Ehm, asik bener yang lagi makan. Lo lagi-lagi belum sarapan ya, Kan?” tanya Qila.

“Belum, Qil. Soalnya kalau gue sarapan duluan nanti yang ada gue malah telat datang kerjanya,” sahut Kanaya sambil mengunyah makanannya.

“Ckckkck..” Qila pun menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Kanaya seperti itu.

Di saat Kanaya sedang menikmati sarapannya dan Qila sedang asik dengan handpone nya, tiba-tiba saja datang seseorang..

“Hallo everybody.. Selamat pagi... Ada yang kangen ma gue gak?” teriak rusuh Ciko.

Sebenarnya nama asli bukan Ciko. Melainkan Miko. Namun berhubung tingkahnya yang selalu aneh dan kekanak-kanakan, membuat orang-orang di sekitarnya memanggilnya dengan sebutan Ciko.

“Enggak,” sahut singkat Kanaya dan juga Qila bebarengan.

“Ah. Kalian ini sahabat macam apa sih!? Masa’ sama teman sendiri gak kangen,” protes Ciko.

Qila yang awalnya asik dengan HP nya ini pun akhirnya menceletuk, “Ngapain juga kita harus kangen ma lo. Lha kita aja ketemu lo dari matahari terbit sampai mataharinya hilang, melebihi ketemu pacar dan keluarga. Ya gak, Kan?”

Kanaya yang merasa ditanya itu pun hanya bisa menganggukkan kepalanya sambil tetap asik menikmati sarapannya.

“Ah gak asik ah. Masa’ gak bisa nipu dikit gitu buat nyenengin hati gue yang lagi patah,” ucap Ciko dengan gaya drama mode on.

“Heleh,” sahut singkat Qila.

“Ish. Lo mah gitu, Qil. Awas ya. Gak gue kasih tebengan kuota lagi lho ya kalau lo main,” ancam Ciko.

“Eh.. Eh.. Eh.. Jangan gitu donk. Ya udah deh.. Kalau gitu gue kangen deh ma lo, Cik. Lo kasih kuota lagi ya. Please. Mau tanding nih nanti istirahat,” rayu Qila.

“Au ah,” ucap Ciko mode merajuk.

Setelah mengatakan hal itu, ruangan pun menjadi hening sejenak hingga akhirnya Kanaya pun berkata, “Dah ah. Perut dah kenyang. Sekarang waktunya kita kerja. Semangat!”

Mendengar ucapan semangat dari Kanaya, tiba-tiba saja Ciko teringat sesuatu.

“Eh, tunggu bentar deh. Gue baru inget nih. Gue punya info buat kalian berdua sebelum kalian berdua mulai kerja,” ucap Ciko mencoba menahan ke dua temannya itu.

“Info apaan?” tanya Qila.

“Itu.. Denger-denger, Bos besar kita hari ini bakalan datang lho,” ucap Ciko.

“Lha terus?” tanya Kanaya yang merasa tidak ada pengaruhnya juga dipekerjaan dia.

“Aih. Kalian ini bagaimana sih!? Kalian tahu gak kalau bos kita ini benci sekali yang namanya bertemu wanita. Jadi sebisa mungkin, lo pada jangan coba-coba deh berpapasan atau niat buat cari tahu tentang dia,” ucap Ciko.

“Oh. Lha kalau gue mah gak ngaruh kali, Cik. Justru yang pengaruh itu si Kanaya. Dia kan yang bertugas membersihkan kantornya Bos besar,” ucap Qila sambil melirik ke arah Kanaya diikuti oleh Ciko.

Sementara itu, Kanaya yang ditatap seperti itu oleh ke dua temannya pun langsung menceletuk, “Lha terus sekarang gue harus gimana?”

“Kan, lo masih ada waktu buat membersihkan ruangan bos 30 menit. Manfaatkan itu sebaik mungkin. Setelah selesai, lo cepat pergi dari sana,” ucap Ciko yang memberi saran pada Kanaya diikuti anggukan kepala dari Qila.

Melihat dari cara ke dua temannya itu menanggapi, tanpa membuang waktu, Kanaya pun langsung bergegas mengerjakan pekerjaannya.

Sementara itu, Ciko yang melihat ini pun hanya menggelengkan kepalanya sambil bergumam, “Goodluck, Kan.”

***

Tak sampai 10 menit, Kanaya sudah sampai di ruangan Bos besar untuk bersih-bersih. Karena merasa seperti dikejar-kejar dosa, Kanaya pun dengan tiba-tiba menjadi lupa dengan apa yang harus dia kerjakan.

“Oh, ya ampun. Sekarang aku harus apa dulu nih? Waktunya tinggal 20 menit lagi,” gumam Kanaya frustasi.

Kanaya pun terdiam sejenak dan melihat ke sekeliling ruangan hingga akhirnya dia tahu apa yang harus dia kerjakan terlebih dahulu.

Di bersihkannya meja dan bangku kerja milik Bos. Di siapkannya minuman berupa segelas air hangat cenderung agak panas. Setelah itu..

‘Ting..’

“Gawat. Waktunya udah gak sempat lagi buat aku keluar dari kantor ini. Gimana donk ini!?” gumamnya sambil mencoba berpikir cepat.

Namun dalam hitungan sepersekian detik...

“Bagaimana hasil rapat kemarin? Apakah Bos besar perusahaan Flaminggo mempersulit kita?” tanya Fedrik, Bos besar dari tempat Kanaya bekerja.

Di saat yang bersamaan..

“Oh tidak. Bagaimana ini?” gumam Kanaya ketakutan yang tanpa sadar sambil menggigit kain lap yang tadi dia gunakan untuk membersihkan meja.

‘Ceklek..’

Suara handle pintu pun berbunyi dan pintu pun terbuka perlahan.

‘Dag.. Dig.. Dug..’

Setelah pintu terbuka, tangan kanan Fedrik yang bernama Difan pun berkata, “Tenang saja, Bos. Pihak Flaminggo tidak akan berani mempersulit kita.”

“Oh, bagus lah kalau begitu,” sahut Fedrik yang langsung duduk di bangku kebesarannya.

Saat dia duduk, tanpa sengaja dia melihat segelas air minum yang kebetulan saat itu dia sedang sangat haus.

Betapa terkejutnya dia karena ternyata air yang dia minum itu adalah segelas air hangat.

“Ya sudah. Kamu lanjutkan saja pekerjaanmu. Jika ada masalah, cepat laporkan,” ucap Fedrik.

“Baik Bos,” sahut Difan.

Tanpa banyak bicara lagi, Difan pun langsung keluar dari ruangan Fedrik.

Dan sesaat setelah Difan keluar, Fedrik pun langsung berkata, “Keluar lah. Mau sampai kapan kamu ada di situ?”

Ternyata dari awal masuk, Fedrik sudah tahu kalau ada seseorang sedang bersembunyi di ruangannya.

Dengan rasa takut, Kanaya pun pelan-pelan keluar dari tempat persembunyiannya.

“P—Pak,” ucap Kanaya lirih sambil menunduk takut.

“Angkat kepalamu,” perintah Fedrik.

Masih dengan rasa takut, Kanaya pun memberanikan diri mengangkat kepalanya dan ketika tatapan mata saling bertemu...

‘Deg..’

Bersambung...

Kenapa bisa?

Masih dengan rasa takut, Kanaya pun memberanikan diri mengangkat kepalanya dan ketika tatapan mata mereka saling bertemu...

‘Deg..’

Baik Kanaya maupun Fedrik, mereka berdua sama-sama saling terdiam terpaku. Hingga kemudian dia disadarkan oleh suara dering telepon di meja kantor Fedrik.

“Halo,” sapa Fedrik saat mengangkat telepon.

Di saat yang bersamaan, Kanaya yang merasa takut ini pun langsung kabur begitu saja saat Fedrik fokus dengan panggilan teleponnya.

“Hadeuh... Selamat selamat selamat.. untung saja,” ucap Kanaya saat sampai di Pantry sambil mengelus dada dan langsung mengambil segelas air minum.

Dan di saat yang bersamaan, Fedrik yang telah selesai menerima panggilan telepon ini pun akhirnya tersadar.

“Mana wanita tadi?” gumamnya saat mendapati Kanaya tidak ada di hadapannya.

***

Di Pantry..

Kanaya yang masih menata detak jantungnya yang takut itu pun mencoba tenang dan menarik nafas dalam-dalam.

“Lo kenapa Kan?” tanya Qila yang baru saja datang setelah selesai mengerjakan pekerjaan bagiannya.

Kanaya pun menggeleng-gelengkan kepalanya lalu berkata, “Gue tadi kepergok ma Pak Bos, Qil.”

Qila yang saat itu sedang minum ini pun tiba-tiba tersedak mendengar ucapan Kanaya.

“Lo serius? Kok bisa sih? Terus terus si Bos besar marah gak?” tanya Qila serius.

Kanaya menggelengkan kepalanya lalu menyahut, “Kami berdua sama-sama diam, Qil.”

“Diam?! Maksud lo itu kalian berdua sama-sama gak ada ucapan apa-apa gitu?” tanya Qila memastikan dan Kanaya pun mengangguk.

“Eh? Lha terus gimana ceritanya lo bisa ada di sini sekarang?” tanya Qila heran sekaligus bingung.

Tanpa basa-basi, Kanaya pun langsung menyahut, “Ya gue langsung kabur gitu aja waktu dia terima telepon tadi?”

“Apa?” teriak Qila.

Dan di saat yang bersamaan dalam ruangan Fedrik...

'Tok tok tok'

“Bos, ini sketsa yang kita terima dari beberapa orang yang berniat bergabung barsama kita,” ucap Hani, sekretaris Fedrik.

“Letakkan saja di sana,” perintah Fedrik.

Mendengar perintah seperti itu dari Fedrik, Hani pun dengan segera langsung meletakkan beberapa lembar desain di atas meja kerja Fedrik dan kemudian pergi.

Sesaat setelah Hani pergi, Fedrik pun langsung melihat ke arah beberapa lembar kertas desain tadi.

Namun saat setelah melihat semua desain tersebut, tidak ada satu pun yang mampu membuatnya tertarik.

Di lemparnya kembali semua kertas tersebut ke atas meja dan dipegangnya keningnya dengan menggunakan kedua tangannya.

Sementara itu, Difan yang baru saja masuk dan melihat Fedrik seperti itu pun akhirnya bertanya, “Bos, masih belum juga nemuin ya?”

Fedrik pun menggelengkan kepalanya.

“Lalu kita harus bagaimana dengan lomba yang sudah terlanjur kita daftar itu?” tanya Difan.

Ferdrik pun langsung berdiri dan kemudian berkata pada Difan agar membuat pengumuman yang berisi tentang siapa saja yang dapat membuat desain dengan hasil terbaik dan terpilih diikutkan lomba oleh perusahaan, maka akan diberi kesempatan untuk menjadi asisten desain dirinya dan waktu yang di berikan satu Minggu dari pengumuman ini dibuat.

Mendapatkan perintah tersebut, Difan pun langsung bergegas melaksanakannya.

Sementara itu, Fedrik yang kini hanya tinggal sendirian di dalam kantornya itu pun melihat sebentar ke arah luar kantornya melalui jendela.

Di sana banyak orang yang dengan semangat merancang dan juga membuat rancangan itu menjadi nyata.

Sedangkan dirinya saat ini, entah mengapa terasa sangat putus asa sekali.

***

Jam pulang kantor pun tiba, Kanaya dan kedua temannya memutuskan untuk pergi mampir ke sebuah kafe yang terbilang semua harga yang ada di kafe tersebut cukup terjangkau oleh kantong mereka bertiga.

Kanaya yang berpakaian sangat sederhana namun terlihat cantik dan elegan ini membuat orang yang melihatnya tidak akan sadar kalau dia adalah seorang Office Girl.

“Hei, Kan. Lo mau pesen apa?” tanya Qila.

“Gue pesen kayak biasanya aja, Qil,” sahut Kanaya yang hanya memesan secangkir kopi susu.

“Kalau lo, Cik. Lo mau pesen apa?” tanya Qila.

“Gue teh manis hangat aja, Qil. Soalnya perut gue lagi gak enak,” ucap Ciko.

“Oh. Ok. Gue pesenin dulu kalau begitu,” ucap Qila yang langsung pergi.

Sesaat setelah Qila pergi memesan, Ciko pun langsung pamit ingin pergi ke toilet sebentar dan kini tinggallah Kanaya sendirian di sana.

Sementara itu di saat yang bersamaan, tampak terlihat Fedrik sedang bersama seorang gadis sedang makan malam bersama.

Saat itu, Fedrik terlihat sangat-sangat tidak nyaman dengan gadis tersebut.

“Livia, lebih baik setelah ini kita tidak usah bertemu lagi,” ucap Fedrik tiba-tiba.

“Kenapa, Fed? Bukannya kita sebentar lagi akan bertunangan?!” ucap Livia.

“Maaf. Tapi aku akan segera membatalkannya. Karena ada gadis lain yang aku sukai,” ucap Fedrik asal bicara namun matanya menangkap seorang sosok wanita yang penampilannya sungguh menarik perhatiannya.

“Apa?! Gak bisa begitu, Fed. Perjodohan ini yang menentukan orang tua. Kita gak bisa begitu saja membatalkannya,” ucap Livia.

“Aku gak peduli akan hal itu,” ucap Fedrik yang kemudian berdiri dan kemudian pergi.

Namun sebelum dia benar-benar pergi, dia mengambil sekilas foto wanita yang menarik perhatiannya itu.

Sementara itu, Livia yang ditinggalkan begitu saja oleh Fedrik ini pun tampak sangat kesal sekali.

Dia benar-benar tidak bisa terima dengan apa yang barusan dia dengar dari Fedrik.

“Fed, kita lihat saja. Aku akan membuatmu benar-benar menjadi milikku seorang,” gumam Livia dengan nada penuh penekanan.

Sementara itu, Qila yang telah selesai memesan makanan pun kembali dan bertanya, “Mana Ciko?”

“Oh. Dia tadi pamit ke toilet sebentar,” sahut Kanaya.

“Oh.”

Di sisi lain, di dalam mobil, Fedrik yang telah mengambil foto secara diam-diam tersebut itu pun melihat dan memperhatikan dengan seksama hasil jepretannya tadi.

“Rasanya tidak ada yang spesial dari pakaiannya. Dia hanya memakai pakaian yang umum dan terkesan sangat sederhana. Tapi kenapa biar begitu tetap terlihat menarik ya?” gumam Fedrik.

Sesaat setelah bergumam tersebut, Fedrik pun langsung menyalakan mesin mobilnya dan menjalankannya.

***

Keesokan harinya, Kanaya yang bertugas seperti biasa di ruang Fedrik ini pun dengan secepat kilat membersihkan semuanya.

Namun ketika dia membersihkan di bagian meja kerja Fedrik, dia melihat sesuatu yang sangat menarik. Sehingga membuat dia tanpa sadar pun langsung duduk di bangku kebesaran bosnya itu.

Sepuluh menit telah berlalu. Fedrik yang beberapa hari ini datang ke kantor pun membuat seluruh karyawan menjadi lebih tegang dari biasanya.

Kalau biasanya saat mereka bekerja terdapat sedikit senda gurau, sekarang jadi tidak ada. Hal ini membuat para karyawan agak sedikit tertekan.

Dengan didampingi oleh Difan, seperti biasa, Fedrik pun memasuki ruangan. Beruntung saat itu Kanaya sudah berhasil menyelesaikan pekerjaannya.

“Fan, bagaimana pengumuman yang kemarin sudah aku suruh. Apakah sudah ada yang mengumpulkan hasil desain mereka?” tanya Fedrik.

“Sepertinya sudah ada, Bos. Apakah Bos mau melihatnya?” tanya Difan.

“Iya. Bawa saja ke sini,” perintah Fedrik.

“Baik, Bos. Akan saya ambilkan,” ucap Difan yang kemudian pergi.

Sementara itu, Fedrik yang baru saja duduk di bangkunya itu tiba-tiba saja di kejutkan oleh sesuatu yang ada di atas mejanya.

“Kenapa bisa berubah begini?”

Bersambung...

Desain

Sementara itu, Fedrik yang baru saja duduk di bangkunya itu tiba-tiba saja di kejutkan oleh sesuatu yang ada di atas mejanya.

“Kenapa bisa berubah begini?”

Fedrik pun terus menerus melihat ke arah tersebut. Dia yakin sekali kalau sketsa yang sempat buntu di otaknya itu tiba-tiba saja berubah dengan tampilan yang tidak pernah dia pikirkan sebelumnya.

“Sebenarnya siapa yang telah mengubahnya?” Gumam Fedrik.

Dan di saat yang bersamaan, Difan pun datang dengan membawa beberapa lembar hasil desain.

“Ini Bos. Desain yang telah terkumpul,” ucap Difan sambil menyodorkan kertas-kertas tersebut.

Fedrik pun langsung menerimanya dan melihatnya.

Namun di saat yang bersamaan, Difan melihat ke arah sebuah sketsa yang berada di atas meja kerja Fedrik.

“Bos, sketsa itu?” tanya Difan.

“Oh ini. Kenapa memangnya dengan sketsa ini?” tanya Fedrik.

“Terlihat sangat unik, Bos. Apakah ini hasil rancanganmu?” tanya Difan.

Fedrik pun menggeleng lalu berkata, “Tadinya ini hasil sketsa punyaku yang buntu di tengah jalan. Tapi tiba-tiba saja barusan sketsa ini jadi berubah seperti ini.”

“Kok bisa, Bos? Siapa yang sudah berani mengubah seenaknya begini?” tanya Difan.

Fedrik pun mengangkat ke dua bahunya sambil fokus melihat-lihat hasil desain yang telah terkumpul.

Setelah beberapa saat kemudian, lagi dan lagi, Fedrik pun melemparkan semua kertas tersebut ke atas meja kerjanya dan ini terlihat oleh Difan.

“Kenapa Bos? Gak ada yang srek lagi kah?” tanya Difan dan Fedrik pun menggelengkan kepalanya.

“Ya sudah. Kita lihat saja dalam waktu satu Minggu ini apakah ada salah satu desain yang menarik,...” ucap Fedrik, “sudah. Kamu kembali lah bekerja.”

“Baiklah, Bos. Nanti jika Bos membutuhkan sesuatu, Bos cari aku aja,” ucap Difan.

“Hum,” sahut singkat Fedrik.

Sesaat setelah Difan pergi, Fedrik pun lagi-lagi tanpa sadar matanya melihat ke arah desain yang telah diubah oleh seseorang di atas meja kerjanya itu.

Sementara itu di tempat lain...

“Kan, lo lagi ngapain?” tanya Ciko yang langsung mencelinguk ke arah yang sedang dikerjakan oleh Kanaya.

Setelah mengetahui apa yang sedang di kerjakan oleh Kanaya, spontan Ciko pun berkata, “Wah. Bagus sekali gambarnya. Gue sama sekali gak nyangka kalau lo pinter buat gambar beginian, Kan.”

Di saat yang bersamaan, Qila pun datang melihat dan langsung melihatnya juga.

“Wah, Kan. Bagus gambar lo. Kenapa gak coba lo kumpulin aja. Siapa tahu aja lo bisa terpilih jadi Asistennya Bos besar,” ucap Qila serius.

“Dih ogah,” sahut spontan Kanaya sambil masih tetap mencorat-coret kertas gambarnya dan kemudian memberikan lambang huruf ‘K' pada pojok kanan bawah.

Qila yang melihat Kanaya menuliskan huruf 'K' ini pun akhirnya bertanya, “Itu huruf 'K' apaan Kan?”

“K itu inisial namaku lha,” sahut Kanaya.

“Oh iya ya. Tapi kenapa gak langsung kasih nama Kanaya aja gitu. Kenapa cuma huruf K nya aja yang ditulis?” tanya Qila.

Kanaya pun menggelengkan kepalanya lalu berkata, “Gak ah. Mending begini. Kan jadinya misterius gitu.”

“Tapi kalau tiba-tiba ada yang mengaku-ngaku gimana?” tanya Qila.

“Biarin aja. Siapa juga yang mau ngakuin gambar jelek begini,...” ucap Kanaya santai yang membuat Qila dan Ciko pun saling menatap, “lagi pula kan ada kalian yang sebagai saksinya kalau emang aku yang buat. Ya kan?”

Setelah mengatakan hal itu, Kanaya pun melihat ke arah teman-temannya itu sambil tersenyum.

Setelah selesai menggambar, Kanaya meletakkannya begitu saja di atas meja dan menganggap kalau apa yang dia gambar hanya sebagai pengisi waktu luang saja.

***

Keesokan harinya, seperti biasa Fedrik selalu melihat lembar desain yang telah terkumpul di hari sebelumnya.

Saat dia melihat satu persatu, matanya terhenti pada sebuah desain yang sangat menarik perhatiannya.

Difan yang melihat ekspresi wajah Fedrik seperti ini pun bertanya, “Bos, apa ada desain yang menarik perhatianmu?”

“Hum. Ini lihatlah,” ucap Fedrik yang menunjukkan sebuah gambar.

“Ini?!” ucap Difan yang tercengang saat melihat gambar tersebut.

“Dilihat dari cara goresan saat dia menggambar, sangat mirip dengan goresan orang yang telah mengubah sketsaku tempo hari. Ya kan?!” ucap Fedrik sambil mengeluarkan gambar sketsa yang kemarin.

Mendengar ucapan Fedrik, Difan pun lantas langsung melihat dan membandingkannya.

“Iya. Bos benar,” ucap Difan.

“Fan, tolong kamu cari tahu siapa dia dan bawa dia untuk ketemu denganku sekarang,” perintah Fedrik.

“Baik Bos,” ucap Difan yang segera pergi.

Sesaat setelah Difan pergi, Qila pun masuk dengan membawakan secangkir kopi susu hangat yang sebelumnya telah di pesan oleh Fedrik.

“Pak, ini kopi susunya,” ucap Qila yang meletakkannya di atas meja Fedrik.

Saat meletakkan cangkir kopi susu tersebut, tidak sengaja Qila melihat gambar yang telah di buat oleh Kanaya dan kemudian menceletuk, “Dasar Kanaya. Katanya gak mau ikut ngumpulin gambarnya, eh sekarang malah udah ada di sini.”

Fedrik yang mendengar celetukan Kanaya ini pun langsung bertanya, “Kamu tahu siapa yang sudah membuat ini?”

Qila pun mengangguk lalu kemudian berkata, “Bukan hanya tahu. Tapi saya juga melihatnya saat dia membuat gambar ini.”

“Benarkah?” tanya Fedrik antara percaya dan gak percaya.

“Hum. Beneran, Pak. Bukan hanya saya yang melihatnya, ada teman saya satu lagi yang juga ikut melihat saat dia menggambar ini,” jelas Qila.

Fedrik yang mendengar ini pun semakin terasa tertarik lalu dengan segera meminta agar Qila membawa orang tersebut untuk bertemu dengannya.

Dengan segera, Qila pun langsung mencari Kanaya.

Sementara Qila mencari Kanaya, Difan pun datang dengan membawa seorang wanita.

“Bos, aku sudah bawa orang yang telah menggambar sketsa itu,” ucap Difan.

Fedrik yang dari awal sudah memperhatikan mereka dari mulai masuk ruangannya itu pun berkata, “Baik. Tapi aku masih harus menunggu satu orang lagi.”

“Maksudnya?” tanya Difan tapi tidak dijawab oleh Fedrik.

Sementara itu di tempat yang berbeda, Qila yang sudah menemukan Kanaya pun langsung menarik tangannya tanpa menjelaskan apa-apa pada Kanaya.

Sedangkan Kanaya yang ditarik tangannya itu pun dengan nada berteriak dia pun bertanya, “Qil, lo mau bawa gue ke mana?”

“Udah ikut aja dulu,” sahut Qila yang semakin membuat Kanaya tanda tanya.

Sesaat setelah ditarik seperti itu, tibalah mereka berdua di depan ruangan Fedrik.

'Tok.. tok.. tok..’

“Permisi Pak,” ucap Qila.

“Masuk,” sahut Fedrik yang kemudian Qila pun masuk sambil masih menarik tangan Qila.

Saat setelah masuk ke dalam ruangan, Kanaya pun berbisik, “Qil, lo ngapain bawa gue ke sini hah?”

Belum juga pertanyaan Kanaya dijawab oleh Qila, Fedrik sudah terlebih dahulu berkata, “Bagus. Semuanya sudah berkumpul. Sekarang aku bertanya pada kalian berdua, apakah kalian berdua mengenali sketsa ini?”

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!