Hampir semua murid di kelas 12 IPS 3 tahu kalau Caca sangat centil dan genit karena berusaha menarik perhatian dari Pak Adi, guru olahraga di sekolah tersebut.
Ada beberapa siswi yang kesal dengan sikap Caca, karena mereka juga ingin menarik perhatian guru olahraga itu, yang terkenal tampan serta cuek terhadap perempuan.
“Aku sudah terlihat cantik belum?” tanya Caca kepada Lia dan Rina.
Lia dan Rina dengan kompak menggelengkan kepala mereka.
“Kalian itu harus jujur padaku, aku sudah membeli lipstick ini dengan menyisihkan uang jajan ku,” ujar Caca yang telah membeli lipstick dengan warna peach hanya untuk seorang guru olahraga.
“Caca, bagaimana bila kamu ketahuan oleh Bu Intan? Kamu lupa kalau Bu Intan suka sama Pak Adi?” tanya Lia teman sebangku Caca.
“Lagian ya kalau dipikir-pikir, Bu Intan itu cantik dan juga pintar,” sahut Rina.
“Ya jelas pintar lah. Kan, Bu Intan guru matematika,” celetuk Caca.
Gadis bernama Wuri bertugas menjadi bendahara kelas seketika itu menghampiri Caca.
“Kamu ya, dari kelas 1 sampai sekarang tidak pernah berubah. Kamu itu seharusnya ngaca, yang boleh dekat dengan Pak Adi itu aku bukan kamu,” ucap Wuri yang juga menyukai sosok guru olahraga mereka.
“Hello! Yang seharusnya ngaca itu kamu bukannya aku. Lagipula, nilai olahragamu jauh di bawah ku,” ucap Caca sinis.
Caca tersenyum sinis sembari merangkul lengan Lia dan Rina untuk segera berkumpul ke lapangan.
Wuri menatap jengkel tiga gadis yang sedang berjalan meninggalkan kelas IPS 3.
Pada saat mereka bertiga sedang berjalan menuju lapangan, mereka melihat Pak Adi dan Bu Intan tengah berbincang-bincang dan bahkan mereka nampak tertawa bersama.
Lia dan Rina kompak menatap wajah Caca yang nampak kesal melihat Pak Adi dan Bu Intan mengobrol.
“Cepat kalian berdua dorong aku!” pinta Caca.
Entah sudah ke berapa kalinya Caca meminta Lia dan Rina untuk mendorong Caca agar terjatuh. Sehingga, Pak Adi akan datang menolong Caca yang pura-pura kesakitan.
“Caca, bagaimana jika Pak Adi dan Bu Intan mengetahui trik murahan kita? Lagipula, kamu sudah sering pura-pura terjatuh,” ujar Rina.
Caca hanya bisa menghela napasnya dan terus berjalan menuju lapangan.
Bu Intan melihat Caca cukup sinis, mungkin karena Bu Intan merasa bahwa Caca selalu mencari perhatian kepada Pak Adi.
“Adi, aku ke kelas dulu ya. Nanti kita lanjut mengobrol,” tutur Bu Intan sembari melambaikan tangannya pada Pak Adi.
Caca menghentakkan kakinya dengan kesal dan berjalan mendekat ke arah Pak Adi.
“Pak Adi dan Bu Intan mengobrol apa saja tadi? Pak Adi tidak tahu kalau sekarang Caca sedang cemburu?” tanya Caca yang nampak terlihat seperti istri sedang cemburu kepada suaminya sendiri.
Pak Adi selalu menganggap bahwa Caca adalah seorang anak kecil. Bahkan, bagi Pak Adi Caca sekedar anak didiknya dan setiap ucapan Caca padanya menurut Pak Adi hanyalah gurauan saja.
“Caca tidak perlu tahu, sekarang Caca dan teman-teman berbaris yang rapi. Karena kita akan melakukan pemanasan sebelum senam di mulai,” pungkas Pak Adi.
Caca dan teman yang lain berbaris sesuai intruksi dari Pak Adi.
Caca merentangkan tangannya sembari terus memperhatikan Pak Adi yang begitu serius mengatur barisan teman yang lain.
“Caca!” panggil Leonardo, mantan ketua OSIS.
Caca pun menoleh ke sebelah kanan depan dengan mengangkat keduanya alisnya.
“Istirahat nanti ke kantin bareng ya!” ajak Leonardo.
“Kita lihat nanti ya Leo,” sahut Caca pada Leonardo.
Leonardo sendiri sebenarnya menyukai Caca ketika mereka ikut mendaftarkan diri menjadi anggota OSIS. Akan tetapi, Leonardo hanya bisa menyimpan perasaannya karena sepertinya Caca tak tertarik padanya. Padahal teman-teman yang lain hingga adik kelas pun tahu bahwa Leonardo menyukai Caca.
“Oke semua! Sekarang ikuti gerakan Bapak!” perintah Pak Adi.
Pak Adi mulai melakukan pemanasan dan dengan serempak, para murid mengikuti setiap gerakan Pak Adi.
“Ya ampun, calon suamiku kenapa tampan sekali?” tanya Caca penuh semangat.
“Huuuuuuu!” hampir semua teman menyoraki Caca.
Caca dengan santai melambaikan tangannya layaknya seorang model yang tengah berjalan di catwalk.
“Diam semuanya! Ayo kembali fokus!” perintah Pak Adi sembari menggelengkan kepala.
****
Jam sekolah sudah berakhir, waktunya bagi para siswa-siswi untuk segera pulang ke rumah mereka masing-masing. Termasuk Lia dan Rina yang pulang lebih dulu dibandingkan Caca karena mereka sudah di jemput oleh orang tua mereka masing-masing.
Caca duduk seorang diri di depan ruang komputer, gadis itu duduk sembari memainkan ponsel pintarnya.
“Mama kenapa ya belum juga datang, tidak biasanya Mama telat menjemputku,” ucap Caca bermonolog.
Sekitar 5 menit kemudian, Mama Ismia yang tak lain Mama dari Caca akhirnya datang untuk menjemput putri semata wayangnya.
“Caca sayang, maafkan Mama ya yang telat menjemput,” ucap Mama Ismia sembari menghampiri Caca dan memeluk Caca dengan erat, sebagai tanda permintaan maaf karena telat menjemput.
“Mama kemana saja? Biasanya Mama tepat waktu,” balas Caca setengah merengek.
Tanpa disadari oleh Caca dan Mama Ismia, dari ruang guru Bu Intan memperhatikan Ibu dan anak yang sedang berpelukan.
“Pak Adi, lihatlah Ibu dan anak itu! Mereka begitu cocok menjadi Ibu dan anak, sama-sama aneh,” tutur Bu Intan.
Pak Adi yang saat itu sedang memeriksa nilai muridnya hanya menoleh sekilas tanpa berkomentar sedikitpun.
Bu Intan sedikit kesal karena Pak Adi tidak merespon maupun berkomentar sedikitpun mengenai ucapannya.
“Pak Adi setelah ini mau pulang atau makan siang di mana gitu?” tanya Bu Intan penasaran.
Pak Adi begitu fokus dengan buku besar di hadapannya sehingga tak mendengar apa yang Bu Intan katakan.
“Pak Adi!” panggil Bu Intan sembari menepuk lengan Pak Adi yang sangat serius.
Pak Adi mendongak menatap Bu Intan yang saat itu tersenyum bahagia karena Pak Adi menatapnya.
“Bu Intan tadi bicara apa?“ tanya Pak Adi meminta Bu Intan mengulangi ucapannya.
“Pak Adi setelah ini mau langsung pulang atau makan siang terlebih dahulu?” tanya Bu Intan mengulangi pertanyaan yang sebelumnya belum di jawab oleh Pak Adi.
Pak Adi menutup buku besar dan memasukannya ke dalam tas ransel miliknya.
“Sepertinya saya langsung pulang,” jawab Pak Adi sembari melenggang pergi meninggalkan ruang guru.
Bu Intan hanya bisa menghela napasnya melihat Pak Adi yang pergi begitu saja.
“Memang susah ya untuk mendekati Pak Adi. Meskipun begitu, Anak-anak bau kencur itu juga tak bisa dengan mudah mendekati Pak Adi. Aku saja yang seorang guru begitu susah, apalagi mereka yang hanya seorang murid,” pungkas Bu Intan.
Caca duduk dengan wajah cemberut dan itu membuat Mama Ismia penasaran dengan ekspresi Sang putri kesayangannya.
“Caca, kamu mau cerita pada Mama?” tanya Mama Ismia sembari mengemudikan mobilnya.
Bagi Caca Mama Ismia adalah seorang Ibu yang sempurna. Hal itu, membuat Caca bahagia karena Mamanya akan selalu setia mendengarkan setiap curahan hatinya.
“Mama tahu, 'kan? Guru Olahraga yang sering Caca ceritakan ke Mama?” tanya Caca yang sangat antusias untuk curhat.
“Oh yang kamu bilang Guru Olahraga yang muda dan tampan itu?”
“Iya, Ma. Tadi itu Pak Adi mengobrol sambil tertawa bersama Bu Intan, Guru matematika yang menyebalkan itu,” terang Caca.
“Terus?” tanya Mama Ismia.
“Kira-kira Pak Adi dan Bu Intan membahas apa ya Ma?” tanya Caca penasaran.
“Kamu nanya?” tanya Mama Ismia dengan logat Alif cepmek.
Caca tertawa geli mendengar suara Mama Ismia yang persis dengan logat Dilan Kw.
“Mama, kok Mama bisa bicara seperti itu? Mama pasti korban aplikasi tok di ketok itu ya?” tanya Caca dengan terheran-heran.
“Ya mau bagaimana, Caca. Sekarang itu banyak yang begitu bahasanya dan agak lucu juga sih untuk di tiru,” jawab Mama Ismia.
“Mama serius dong. Caca sedang ingin curhat ke Mama mengenai Pak Adi dan Bu Intan. Bagaimana jika mereka menikah?” tanya Caca sedih.
“Caca sayang, kalaupun Pak Adi dan Bu Intan menikah itu sudah takdir Allah, Caca bisa apa?”
Caca menunduk sedih mendengar Mama Ismia berkata seperti itu padanya.
“Kamu jangan sedih sayang. Ayo kita makan siang di tempat biasa!” ajak Mama Ismia.
“Mama, Caca boleh makan banyak ya?”
”Loh, bukannya kemarin Caca bilang mau mengurangi porsi makan?”
Caca menggelengkan kepalanya dengan tersenyum kecut.
“Dietnya besok aja, Ma. Suasana hati Caca sedang jelek,” pungkas Caca.
“Iya sayang, terserah kamu saja. Kita ke restoran yang biasa ya, Papa juga sedang menuju ke restoran untuk makan siang bersama.”
Caca menatap Mamanya dengan tatapan tak yakin.
“Mama serius? Bukannya Papa besok baru pulang dari luar kota?” tanya Caca memastikan.
“Alhamdulillah Papa kamu pulang pagi tadi sayang.”
“Horee, Papa pulang Papa pulang. Itu artinya Papa membawa sesuatu untuk Caca,” tutur Caca yang sangat bersemangat melihat hadiah dari Papa Rio.
***
Caca dan Mama Ismia telah tiba di sebuah restoran yang siang itu cukup ramai pengujung untuk menikmati makan siang mereka.
“Mama, ayo cepat!” panggil Caca karena Mama Ismia tak kunjung ke luar dari mobil.
Mama Ismia mengambil tas jinjing hitam miliknya dan tak lupa menggandeng tangan Caca.
“Ma, Papa duduk sebelah mana?” tanya Caca sembari terus melangkahkan kakinya masuk ke dalam restoran.
Dari kejauhan, Papa Rio dengan semangat melambaikan tangannya ke arah istri dan putrinya.
Caca yang melihat lambaian tangan Papa Rio, saat itu juga berlari menghampiri cinta pertamanya.
“Papa!” Caca berteriak dengan penuh kebahgiaan.
Papa Rio bangkit dari kursi sembari merentangkan tangannya.
“Papa!” Caca menangis bahagia karena akhirnya bisa memeluk Papa Rio setelah hampir 2 minggu tidak bertemu.
“Apa kabar kesayangan Papa? Papa dengar beberapa hari yang lalu kamu sakit,” ucap Papa Rio.
“Papa tahu dari Mama ya?” tanya Caca karena sebelumnya Caca meminta Mama Ismia untuk tidak memberitahu perihal Caca yang tengah sakit.
“Mama kasih tahu Papa pagi tadi, Sayang. Maafkan Mama ya karena memberitahu Papa,” sahut Mama Ismia.
Papa Rio mengecup kening Caca dan merekapun duduk di kursi untuk segera memesan makanan.
Di saat yang bersamaan, Adi Hidayatullah baru tiba di sebuah restoran karena Orang tuanya meminta dia untuk mampir ke restoran dan membeli ayam bakar. Karena menurut orang tuanya, ayam bakar di restoran itu cukup enak.
Guru olahraga itu bergegas masuk ke dalam restoran agar bisa segera memesan ayam bakar pesanan orang tuanya.
“Pesan apa, Pak?” tanya pegawai restoran.
“Ayam bakarnya masih? Saya mau pesan 1 ayam bakar dan tidak pakai nasi,” terang Adi.
“Baik, Bapak bisa tunggu di sebelah sana dan ini nomor antrian Bapak, setelah ayam bakar pesanan jadi saya akan memanggil Bapak dengan nomor antrian,” pungkas pegawai restoran.
“Terima kasih,” tutur Adi dan berjalan ke kursi tunggu.
Caca bersama orang tuanya makan dengan lahap dan ketika Caca ingin menuangkan saus tomat ke makanannya, saos itu malah tumpah ke seragam sekolahnya.
“Seragam Caca kotor deh kena saus,” tutur Caca.
Mama Ismia mencoba membersihkan saus itu dengan tisu, akan tetapi saus itu tidak sepenuhnya hilang.
“Bagaimana ini, Ma?” tanya Caca sedih.
“Mama anterin kamu ke toilet ya, kita bersihkan pakai air atau kamu tutupi dulu dengan blazer Mama ini?”
“Caca ke toilet sendiri aja, Ma. Mama sama Papa di lanjut makannya,” ucap Caca.
Caca bangkit dari duduknya untuk membersihkan seragam yang terkenal saus di toilet.
Pada saat Caca sedang melihat-lihat ke sekeliling restoran, Caca tak sengaja melihat Guru Olahraga yang menjadi idola para murid.
“Pak Adi, benarkah itu Pak Adi?” tanya Caca bermonolog.
Karena terlalu senang, Caca tidak bisa mengendalikan rasa penasarannya. Seketika itu juga, Caca berlari menghampiri Adi.
“Wah, ternyata benar Pak Adi. Caca pikir orang lain yang mirip Pak Adi,” ucap Caca dan mencium punggung tangan Gurunya dengan hormat.
Adi saat itu masih bingung melihat Caca di hadapannya.
“Caca ke sini sama siapa?” tanya Adi penasaran.
“Sama Mama dan Papa. Pak Adi mau bertemu calon mertua?” tanya Caca dengan semangat.
Adi mengangkat kedua alisnya dan hanya menganggap ucapan Caca sebagai candaan belaka.
“Nomor 47,” ucap pegawai restoran yang kebetulan itu adalah nomor antrian Adi.
Adi bangkit dan bergegas menuju kasir untuk mengambil pesanannya.
“Pak Adi mau pulang sekarang? Tidak ingin menemui calon mertua Pak Adi?” tanya Caca yang begitu serius dengan ucapannya.
“Caca, Bapak buru-buru mau pulang. Salam untuk Mama dan Papa Caca ya,” balas Adi dan berlari kecil meninggalkan Caca.
Caca tersenyum lebar dan berlari menghampiri orangtuanya.
“Caca kenapa lari-lari? Kenapa seragam kamu masih kotor?” tanya Papa Rio.
“Caca tidak berani ke toilet sendirian? Ayo Mama anterin!”
Dengan napas terengah-engah Caca memberitahu orang tuanya mengenai guru olahraganya itu.
“Tadi Caca bertemu Pak Adi dan mereka menitip sama untuk Mama dan juga Papa,” terang Caca.
Caca kembali mendaratkan bokongnya di kursi dan perlahan meminum jus jeruk miliknya.
Mama Ismia dan Papa Rio hanya menganggukkan kepala mereka dengan kompak.
“Papa dan Mama sudah tahu, 'kan? Seperti apa wajah Pak Adi. Pokoknya Pak Adi itu tampan, sangat cocok jadi suami Caca,” tutur Caca sambil membayangkan ketika Adin tersenyum padanya.
Papa Rio dengan lembut menasehati Caca untuk tidak terlalu dekat dengan guru olahraga yang sering dibicarakan Caca.
“Caca sayang, kamu itu perempuan dan Pak Adi adalah laki-laki. Caca tentu saja tahu maksud Papa itu apa,” ucap Papa Rio.
Caca menunduk dan mengiyakan ucapan dari Papa Rio.
“Caca jangan sedih, Papa sama sekali tidak marah kepada Caca. Sekarang kita lanjut makan ya, hadiah untuk Caca sudah menanti di rumah,” tutur Papa Rio.
Gadis 17 tahun tak jadi sedih mendengar penuturan Papa Rio mengenai hadiahnya.
“Papa, bagaimana jika hadiah Papa tidak sesuai dengan keinginan Caca?” tanya Caca antusias.
“Hmm.. Caca boleh minta hadiah yang sesuai dengan keinginan Caca lagi dan lagi.”
“Terima kasih, Papa. Papa memang yang terbaik,” puji Caca.
“Kalau Papa yang terbaik, apakah Mama juga yang terbaik?” tanya Mama Ismia.
“Tentu saja. Mama dan Papa adalah orang tua terbaik untuk Caca. Caca sayang sekali sama Mama dan Papa,” pungkas Caca.
Usai makan siang, mereka bergegas untuk kembali ke rumah.
Mama dan Papa Caca pulang dengan mobil mereka masing-masing. Caca tentu saja naik ke dalam mobil milik Mama Ismia tercinta.
“Sampai ketemu di rumah,” ucap Caca dengan ceria melambaikan tangan ke arah Papa Rio sebelum masuk ke dalam mobil.
***
Di sepanjang perjalanan pulang ke rumah, Caca malah asik melamunkan Guru olahraganya.
Andai tadi Pak Adi bertemu Mama dan Papa. (Batin Caca)
Mama Ismia tersenyum geli melihat Putri kesayangannya senyum sendirian.
“Caca masih waras?” tanya Mama Ismia.
Lamunan Caca terusik mendengar pertanyaan Mama Ismia.
“Mama...” Caca merengek seperti anak kecil.
“Mama hanya bercanda saja sayang,” sahut Mama Ismia sembari membelai rambut hitam panjang Caca.
Paras cantik Caca dapat membuat satu sekolah tertarik padanya, akan tetapi sifatnya yang cuek dan tidak peka membuat para siswa di sekolah tak mampu untuk melangkah maju menyatakan rasa suka mereka terhadap Caca lestari.
“Caca, kamu ingat Om Andi yang pernah datang ke rumah kita bersama dengan istrinya yang cantik itu?” tanya Mama Ismia.
Caca mencoba mengingat orang yang dimaksud oleh Mama Ismia. Akan tetapi, Ismia tidak ingat karena cukup banyak orang yang datang ke rumah untuk bertamu.
Maklum, orang tua Caca ada seorang pengusaha yang memang cukup terkenal bagi pebisnis.
“Yang mana Ma? Caca lupa,” tutur Caca.
“Om Andi yang pernah datang dan meminta Caca menjadi model iklan shampoo itu,” ungkap Mama Ismia.
“Oh yang itu, memangnya kenapa Ma?” tanya Caca penasaran.
“Nanti Om Andi dan istrinya mau ke rumah. Sepertinya mau membujuk kamu lagi supaya jadi model iklan di perusahaan mereka,” jawab Mama Ismia.
Caca sering menolak orang-orang yang berdatangan hanya untuk memintanya menjadi model brand ambassador. Karena menurutnya, dengan ia ikut berkecimpung di dunia periklanan, dirinya akan semakin menjadi pusat perhatian dan Caca tidak terlalu senang akan hal itu.
“Mama sebelumnya sudah janji kalau iklan minuman tahun lalu adalah yang terakhir,” tutur Caca.
“Caca sayang, Mama sama sekali tidak membutuhkan uang dari hasil iklan itu. Mama hanya ingin kamu dikenal banyak orang yang nantinya akan bagus untuk kelanjutan hidup kamu. Mama dan Papa tidak selamanya menemani kamu, Caca sayang. Ada waktu di mana kami harus pulang meninggalkan kamu,” terang Mama Ismia.
Caca menggelengkan kepalanya dengan air mata yang bersiap untuk mengalir di pipinya.
“Mama jangan bicara soal kematian. Caca ingin Mama dan Papa menemani Caca selamanya,” tutur Caca dan pada akhirnya Caca menangis di dalam mobil.
Apa yang Mama Ismia katakan sangat membuat Caca takut. Caca takut hidup tanpa adanya sosok Mama dan juga Papa di sampingnya.
“Caca jangan nangis, Mama tidak suka kalau Caca menangis. Kalau Caca begini, Pak Adi pasti ilfeel sama Caca,” ujar Mama Ismia berharap caranya menenangkan Caca berhasil dan membuat Caca tidak menangis lagi.
Ide Mama Ismia sangat ampuh karena Caca akhirnya berhenti menangis.
“Caca masih cantik, 'kan?” tanya Caca sembari menghapus air matanya.
“Tentu saja, siapa dulu anaknya Mama dan Papa!” seru Mama Ismia.
***
Setibanya di rumah, Caca dengan semangat menemui Papa Rio untuk menagih hadiah untuknya.
“Papa, mana hadiah untuk Caca?” tanya Caca yang sangat bersemangat.
“Hadiahnya sudah Papa taruh di kamar Caca.”
Caca melompat kegirangan dan berlari kecil menuju kamarnya.
Betapa senangnya Caca ketika melihat boneka raksasa dan pakaian pesta berwarna merah muda dengan model yang begitu elegan.
Caca saat itu juga memeluk boneka raksasa yang ukurannya 2 kali lebih besar dari dirinya.
Mama dan Papa datang menyusul untuk melihat reaksi putri kesayangan mereka.
“Terima kasih, Papa untuk hadiahnya. Caca sangat suka,” ucap Caca yang saat itu masih memeluk boneka raksasa miliknya.
“Sayang, sini peluk Papa!” pinta Papa Rio.
Caca beralih memeluk Papa Rio dan sekali lagi mengucapkan terima kasih atas hadiah istimewa itu.
“Caca sayang, sebentar lagi akan ada teman Mama dan Papa datang. Caca bersiap ya dan dandan yang rapi,” ujar Mama Ismia.
“Baik Mama, Caca akan bersiap untuk turun ke bawah,” balas Caca.
Mama Ismia dan juga Papa Rio memutuskan untuk meninggalkan Caca sendirian di kamar.
Sesaat setelah kedua orangtuanya keluar dari kamarnya, Caca bergegas mengunci pintu kamarnya dan mengambil foto selfie untuk di kirim ke Guru favoritnya.
“Aku harus mengirim fotoku bersama boneka ini kepada Pak Adi. Pokoknya aku harus terlihat secantik mungkin,” ucap Caca.
Caca memotret dirinya bersama boneka beruang raksasa untuk ia kirim ke Guru olahraganya itu.
Cekrek! Cekrek! Cekrek!
Berulang kali Caca memotret dirinya untuk mendapatkan hasil yang terbaik.
Usai berselfie ria, saat Caca memilih foto mana yang menurutnya paling cantik untuk ia kirim ke Adi.
“Yang ini pipiku terlihat chubby, kalau yang ini lubang hidungku besar sebelah,” tutur Caca yang mulai kebingungan foto mana yang menurutnya pose terbaik.
Caca sangat fokus dengan foto selfie dirinya dan akhirnya ia memilih foto yang pertama.
“Sudah selfie banyak-banyak, eh tetap yang foto pertama yang bagus,” gumam Caca.
Caca membuka aplikasi pesan dan mencari nomor Guru olahraganya yang sengaja ia tulis dengan nama “Guruku calon suami ku”
Kebetulan saat itu Adi sedang online dan semakin membuat Caca kegirangan bukan main.
“Centang dua, semoga saja centang biru yang artinya sudah di lihat oleh calon suami ku,” ujar Caca.
Caca menunggu dengan sangat antusias dan berharap Adi memuji dirinya.
“Kenapa lama sekali, apa jangan-jangan Pak Adi sedang berbalas pesan dengan Bu Intan?” tanya Caca bermonolog.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!