NovelToon NovelToon

JyRu

01

...|JyRu 01|...

Dia itu ... sangat unik dan cantik. Kulitnya putih bersih, wajahnya oval dengan alis mata yang begitu indah bak bulan sabit, mata bulat dengan pupil oranye, hidung kecil namun tinggi, bibir yang begitu menawan berwarna peach, dan yang terlihat mencolok dari dirinya adalah, rambut oranye nya yang panjang dan sedikit bergelombang. Sangat unik menurutku. Karena kenyataan sebagian penduduk Louksemborg memiliki rambut berwarna pirang dan hitam, dia justru memiliki warna menyala yang begitu menyilaukan mata.

Sepanjang perjalanan setelah melihatnya berdiri di salah satu koridor kampus dan berpapasan tanpa sengaja tadi, aku sempat bertanya-tanya, apa dia seberani itu mewarnai rambutnya dengan warna cerah begitu? Atau, itu memang warna asli rambut miliknya.

Selain itu, warna pupil matanya juga sangat berbeda dari kami semua. Dia memiliki warna mata yang sama dengan warna rambutnya, padahal kami disini rata-rata memiliki warna pupil coklat kehitaman. Softlens kah?

Ya, dia benar-benar unik jika itu semua asli.

Aku terus berjalan mengikuti arah penunjuk jalan yang akan membawaku ke sebuah ruangan administrasi. Aku perlu mengurus biaya masuk ke kampus baru ku ini.

Alasan kepindahan ku masih sama, Papa mendapat tugas yang memaksa kami harus kembali menempati sudut kota lain di Louksemborg. Dan disinilah aku, mama, dan adik perempuanku yang berusia dua tahun lebih muda dariku, terdampar. Sebut saja kami terdampar karena terus terombang-ambing kesana kemari, dari satu tempat ke tempat lain. Kami harus hidup seperti orang jaman dulu yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Nomaden istilahnya kalau tidak salah. Lagi-lagi, papa penyebabnya.

Papa seorang dokter dan untuk saat ini, mendekati usia pensiunnya, dia harus menerima nasib di pindah tugaskan di tempat terpencil ini. Folk, nama desa yang kami singgahi dan mungkin akan menjadi pelabuhan terakhir keluarga kami.

Desa ini terasa lebih lembab dari kota yang sebelumnya aku tinggali. Disini juga dingin dan selalu di guyur hujan diatas jam dua belas siang. Sudah tiga hari aku mengamati sejak menginjakkan kaki disini. Hujannya selalu turun tepat di menit pertama setelah jam dua belas siang. Aneh kan?

Tapi mau bagaimana lagi, aku masih harus hidup dengan hasil keringat dan kerja keras papa. Jadi aku tetap akan bertahan sampai aku berhasil menyelesaikan pendidikan S1 ku disini, lalu kembali ke kota untuk mencari pekerjaan. Itu rencana ku. Tapi entah kedepannya, lihat saja nanti.

Hingga pada akhirnya aku sampai didepan sebuah ruangan yang terlihat sepi. Oh wow, aku baru sadar jika bangunan ini terkesan menakutkan karena terlihat seperti bangunan kuno. Ah, aku pasti akan mengeluh ke papa nanti.

Aku menoleh ke kanan dan kiri. Ku telusuri setiap detail bangunan mulai dari lantai, dinding, hingga atap yang benar-benar seperti kuno sekali.

Oke, aku harus bergegas karena beberapa mahasiswa lainnya mulai berdatangan dan aku menjadi pusat perhatian mereka. Aku benci diperhatikan tanpa alasan, apalagi oleh orang yang tidak aku kenal.

Ku dorong pintu utama ruangan tersebut. Didalamnya ada meja-meja berjejer rapi. Dan didekat pintu yang baru saja ku dorong terbuka itu, ada sebuah meja panjang membetuk huruf L, dan di ujung paling dekat denganku, terdapat papan duduk kecil dengan tulisan Informasi.

Yaeh, aku hanya perlu bertanya di sini bukan?

Lalu, seseorang mengejutkan ku karena tiba-tiba berdiri dan menatap dingin ke arahku.

“Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya. Aku tidak tau namanya karena ID card nya menggantung cukup jauh dari jangkauan mataku.

“Ah, iya. Saya mahasiswa baru disini. Dimana saya bisa membayar administrasi—”

Wanita itu menunjuk sebuah meja bahkan sebelum aku selesai bicara.

Aku menggaruk tengkuk leherku, mengangguk sebagai tanda terima kasih, lantas berjalan ke arah meja yang ditunjuk wanita yang bertugas memberi informasi itu. Sungguh pelayanan yang buruk. Jika itu di kampusku dulu, aku tidak akan segan menyerang forum kampus dengan kata-kata kejam hingga menjadi trending topik di sana. Ya, aku pernah melakukan itu, dan besoknya, aku kena skors dua minggu. Lucu sekali.

Masih kosong, petugasnya belum datang, jadi aku memutuskan untuk duduk di kursi tunggu yang disediakan didepan meja tersebut. Lagi-lagi aku mengedarkan pandangan menilai sekeliling.

Didalam sini, kesan kuno jauh lebih kental. Jika sekarang aku ada dalam cerita film horor, adegan hantu muncul secara mengejutkan dan menyerang seseorang pasti sedang terjadi. Oh maaf, otakku terlalu terkontaminasi oleh film-film horor yang akhir-akhir ini ku lihat.

Aduh, kenapa papa malah memintaku pindah dari universitas yang sebelumnya sih? Disana jauh lebih modern dan pasti sistem pembelajaran nya jauh lebih maju dari pada disini.

Lalu, lamunan yang sedang merutuki keputusanku ikut bersama papa ke sini, harus terputus karena aku mendengar suara derit kursi yang ditarik mundur oleh orang yang sudah lama aku tunggu kedatangannya. Aku sedikit heran, mengapa Orang-orang disini selalu muncul secara tiba-tiba dan mengejutkan?

“Kamu mahasiswa baru itu ya?” kata wanita berambut hitam seperti milikku itu sambil meletakkan tas kerjanya di kursi, kemudian melepas jaket kulit tebal yang membungkus tubuhnya. Ia terlihat tergesa-gesa.

“Ah, iya.”

Dia tersenyum lantas memujiku. “Kamu sangat tampan.”

Yeah, I know. Tidak sedikit yang berkata demikian padaku. “Terima kasih.”

Tidak membuang waktu lebih lama, aku diminta segera memberikan semua persyaratan yang harus aku penuhi untuk menjadi mahasiswa di sini, termasuk biaya yang harus aku bayar sampai satu semester kedepan. Dan nominal yang aku serahkan pada wanita itu, cukup banyak. Entah, apa yang membuat kampus ini begitu mahal. Karena terpencil kah?

Tak lama setelah itu, wanita ini berkata banyak sekali tentang apa yang harus aku lakukan disini. Tentang apa yang boleh dan tidak boleh aku lakukan mengikuti aturan yang ada, menghargai sesama, dan kompak. Dan juga—

Pintu berderit dan wanita didepanku itu tersenyum.

“JyRu.” sapanya akrab pada sosok yang baru saja muncul itu.

Nama yang unik. Aku sampai tertarik ingin melihat siapa yang memiliki nama tersebut. Dan pupil mataku melebar melihat gadis itu sekali lagi.

“Namanya JyRu.” bisik wanita itu didepanku.

Kali ini dia berjalan mendekat ke arahku—ralat—ke arah wanita yang memanggilnya, lantas tersenyum ke arah wanita yang ia tuju setelah manik mata kami sempat bertemu.

“Iya, madam.”

Madam?

“Kelas kalian sama. Tolong ajak pemuda tampan ini bersamamu, oke?!”

Gadis berambut oranye itu tersenyum lantas mengangguk patuh.

“Nah, Arthur. Ikut bersamanya. Kalian berada di kelas dan jurusan yang sama.

Beruntunglah aku memilih jurusan seni karena bisa bertemu dengan gadis unik seperti ... eum ... siapa namanya tadi? JyRu. Ah ya, JyRu.

“Baik, madam.” ucapku yang sebelumnya memanggil dia Miss. Aduh, ada apa dengan kampus ini?

Aku berdiri, menggendong tas punggung berisi beberapa buku materi, dan berjalan mengikuti gadis ini setelah dia meminta izin sebentar untuk meletakkan absensi kelas.

Aku berjalan di belakangnya. Dia sangat harum. Bagaimana ya mendeskripsikan aroma gadis bernama JyRu ini? Aromanya natural, seperti tidak memakai pewangi atau parfum apapun, tapi aroma yang menguar darinya begitu lembut, seperti bayi.

“Namamu Arthur?” dia bertanya sambil terus berjalan, dan aku semakin terpanah karena tekstur suaranya yang lembut dan halus untuk diterima oleh gendang telinga.

“Ya. Arthur Rhote. Tapi mama dan papa biasa panggilnya Art.” dia terkikik mendengar jawabanku. Memangnya ada yang lucu ya?

“Nama panggilanmu, sama seperti jurusan—”

“Ah, you got it.” sahutku sambil menjentikkan jari. Aku baru menyadari ini.

“Selamat datang di Routth university.“ katanya, menolah ke arahku dengan sebuah sematan senyuman yang sangat indah. Ada dua gigi lancip seperti taring yang membuatnya terlihat manis. “Namaku, Trche Jyl Ruana. Tapi, teman-teman biasanya panggil aku JyRu.” []

to be continue.

...###...

Update nya pelan-pelan,

Kalau suka boleh list favorit dan like ya ☺️

Author tunggu partisipasi kalian,

See you...

...•...

...•...

...Disclaimer...

...-Cerita ini murni imajinasi penulis....

...-Jika ada kesamaan nama visual, gambar properti, ataupun latar yang ada didalam cerita, merupakan unsur ketidaksengajaan....

...-Semua karakter didalam cerita hanya fiksi, tidak ada hubungannya sama sekali dengan kehidupan/watak tokoh yang menjadi Visual didalam dunia nyata....

...-Diharap bijak dalam menanggapi semua yang tertulis dalam cerita, baik itu tata bahasa, sesuatu yang bersifat mature ataupun tindak kekerasan....

...-(Point terpenting!!) Hargai karya penulis untuk tidak menjiplak/meniru tanpa izin dari penulis. Dan juga dimohon kebijakannya untuk tidak menyamakan dengan cerita lain....

...Regret,...

...Author....

02

...|JyRu 02|...

Hari kedua di kampus baru tidak ada yang menarik. Bagiku, mahasiswa disini terasa berbeda dengan mahasiswa di kampus lamaku. Hal itulah yang membuatku merasa kurang nyaman dan ingin kembali merasakan riuhnya kehidupan kita yang sudah mendarah daging pada diriku.

“Pa, kampus itu sangat kuno. Art tidak yakin jika sistem pembelajaran disana memadai.” kata ku disela makan malam bersama papa, mama, dan adik perempuanku. Namanya July.

“Darimana kamu bisa menilai sebuah sistem pelajaran itu memadai atau tidak hanya karena kondisi bangunan kampusnya terlihat kuno? Nggak masuk akal kamu ini Art.” jawab papa konsisten ketika aku selalu saja protes dan berfikir kritis mengenai sesuatu yang tidak aku sukai.

“Papa juga bagaimana bisa berkata begitu, sedangkan aku yang mengikuti pelajaran disana.”

“Kak. Kakak ini sebenarnya mau bicara apa sih?” tanya July menimpali kalimatku yang mungkin terdengar semakin menyebalkan di telinganya.

Aku melotot lebar ke arah July, aku tidak suka jika July ikut bicara karena pasti akan berakhir ikut menyerang dan memojokkan ku bersama papa yang keras kepala.

“July benar.” Kata papa, benar dugaan ku bukan? “Kamu itu bicara yang jelas. Kamu tidak suka sekolah itu?”

Aku menyendok kacang polong dari piring dan memakannya bersama brokoli dan nasi. “Aku ingin kembali ke kota.”

Aku, mama, dan July terkejut karena papa membanting sendok diatas piring hingga berdenting keras. Hampir saja jantungku terlepas dari tempatnya karena belum pernah melihat papa yang sampai se-marah ini.

“Kamu tidak perlu mengeluh seperti itu. Belajar yang rajin. Masih untung papa membiarkan kamu mengambil jurusan tidak berguna itu.”

Aku tertegun di tempat ku duduk. Sendok yang sebelumnya hendak aku gerakkan untuk mengambil nasi, terhenti di sisi piring. Aku tidak ingin tau alasan papa tidak menyukai apa yang menjadi pilihanku. Tapi aku akan tetap berjuang dan membuktikan pada papa, jika apa yang aku ambil sebagai keputusan, akan berguna di hidupku kelak dimasa depan.

Aku kembali menyendok makanan dan memasukkan kedalam mulut. Tidak ada percakapan apapun lagi setelah kemarahan papa.

***

Ini sudah hari ke lima, dan seperti yang sudah pernah aku katakan. Disini, hujan akan turun setiap menit pertama setelah jam dua belas siang. Dan sekarang, hujan turun begitu deras mengguyur seluruh bumi Folk. Daun di pepohonan menari tertiup angin, rumput bersembunyi didalam kubangan air tangisan langit, dan burung-burung mencari peraduan untuk berteduh. Sedangkan aku, sibuk mengeluh dalam hati mengapa aku bisa terdampar di tempat aneh seperti ini.

Helaan nafas besar aku hembuskan saat menyadari kebosanan merengkuh diriku sepenuhnya. Ingin pergi membeli makan siang pun sulit karena harus melewati jalan setapak tanpa atap, yang sekarang sedang diguyur hujan.

Ku alihkan pandangan keluar jendela, telapak tanganku masih setia menyangga kepalaku, dan bibirku masih mengerucut seperti traffic cone ditepian jalan. Berada disini seperti berada didalam penjara. Tidak menyenangkan dan hanya duduk diam menatap hujan yang masih sibuk berlomba-lomba turun ke bumi.

Tapi, semua teralihkan begitu JyRu tiba-tiba saja duduk disampingku. Dia menyodorkan sebuah kotak bekal berisi roti bakar dengan dua isian selai berbeda. Sedangkan dia sudah membawa sepotong, dan sekarang sedang ia makan.

“Belum makan siang kan?”

Aku memperhatikan roti itu dan JyRu secara bergantian, kemudian melirik sekitar yang sedikit lengang.

“Terima kasih, tapi untuk kamu saja. Aku bisa makan nanti di kantin setelah hujan reda.” kataku melakukan penolakan halus atas pemberian nya.

“Diluar hujan. Dan kamu akan kesulitan pergi ke kantin, Art.”

Aku mengedip lambat ketika dia memanggilku dengan nama yang hanya biasa di lakukan oleh orang terdekatku.

“Tidak apa-apa, sungguh, JyRu. Aku bisa makan nanti saja.”

Dia tidak lagi memaksa ku menerima pemberiannya. Ia pamit pergi ke mejanya, dan memakannya sendiri disana. Satu hal yang baru aku sadari saat melihat dia duduk sendirian begitu. Ternyata dia tidak memiliki teman disini. Kebanyakan mahasiswa melihat aneh padanya. Sama seperti yang aku lakukan saat pertama kali melihatnya.

Aku berdiri dan berjalan ke arahnya. Kemudian setelah sampai tepat disebelah kursinya, aku mengulurkan tangan dan berkata, “Satu potong rasanya tak masalah untuk mengganjal perut.”

Dia menatapku sejenak, kemudian mengambil sepotong untuk dia berikan padaku dengan senyuman manis yang mulutnya masih penuh dengan roti. Dan itu ... terlihat menggemaskan di mataku.

Aku mengambil duduk didepannya. Menyantap roti itu seperti orang kelaparan, kemudian memulai pembicaraan dengannya.

“Kamu, sendirian saja? Kenapa tidak bergabung dengan yang lain?”

Dia menggeleng, lalu jawaban yang ia berikan begitu membuatku tercengang. “Mereka takut melihatku.”

Takut?

“Takut?”

“Kata mereka, aku menakutkan.”

Mungkin yang dimaksud mereka itu, JyRu yang berbeda dari kita semua. Mungkin itu pointnya.

Aku menatapnya lurus, kemudian tanpa sengaja manik kami bersinggungan. Lalu aku memutuskan untuk tersenyum padanya.

“Kamu tidak menakutkan. Kamu itu unik.”

JyRu menatap ku dengan manik oranye nya yang indah. Sorotnya terlihat terkejut dan bingung. Aku melahap gigitan terakhir roti pemberian JyRu yang ternyata sangat lezat. Entah selai apa yang dibuat hingga rasanya berbeda dengan selai yang sering aku makan dirumah.

“Ngomong-ngomong, kamu membeli selai itu dimana?” kataku tak mau menutupi rasa penasaran ku didepannya. “Rasanya enak. Aku akan merekomendasikan merk nya ke mama.” cerocosku tak henti membuat JyRu mengerjap cepat.

“Aku ... tidak membeli. Nenekku yang membuatnya.”

“Oh really? Kenapa rasanya enak sekali?”

JyRu menunduk dengan wajah malu yang sedikit memerah. Ternyata di balik keunikannya, dia begitu menggemaskan jika sedang tersipu.

“Entahlah. Aku juga tidak tau kenapa selai buatan nenek sangat enak.”

Aku masih melihat fiturnya yang begitu sempurna itu. Bagaimana bisa Tuhan menciptakan makhluk sesempurna dia?

“Apa kamu suka rotinya?”

Aku mengangguk cepat, kembali dari lamunan.

“Kalau begitu, aku akan membuat nya setiap hari untukmu.” katanya yang refleks membuatku mengibas-ngibaskan tangan.

“Tidak. Tidak perlu. Aku tidak mau merepotkan mu.”

Wajah JyRu terlihat kecewa atas penolakan yang aku berikan. Karena merasa kurang nyaman dengan ekspresi itu, akhirnya aku menambahkan kalimat lain yang berhasil mengundang senyum di bibirnya. “Tapi, kalau kamu tidak keberatan, bawa potongan roti lebih untukku setiap hari kamis.”

“Kamis?”

“Ya. Aku akan datang padamu untuk meminta jatah roti ku.” kataku sedikit berbisik. “Kamu tau kenapa?”

JyRu menggeleng lucu dan itu sukses membuatku tertawa kecil.

“Kenapa?”

“Mama jarang sekali memasak di hari Kamis.”

JyRu tertawa kecil lalu mengangguk antusias. Netra oranye nya terlihat lebih berbinar dari sebelumnya. Ia terlihat lebih bersemangat.

“Baiklah.” katanya.

Lalu aku menatap lurus pada matanya, menyodorkan tangan untuk mengajaknya menjalin sebuah hubungan.

“Mau menjadi temanku?”

***

“Iya, aku tidak bisa menolak papa Nan. Sementara kita LDR an dulu.”

Namanya Nancy. Dia kekasihku, dan dulu kami satu kampus. Karena papa di pindah tugaskan, kami terpaksa berpisah dan menjalani hubungan jarak jauh selama lebih dari seminggu ini.

Berat, tapi mau bagaimana lagi. Aku butuh menata masa depan. Dan itupun setidaknya untuk wanita yang kelak menjadi pendamping hidupku.

“Iya, kalau weekend dan papa nggak aja jadwal praktek, aku bakal main ke kota untuk bertemu denganmu.”

Aku tidak bisa berjanji atau menyanggupi Nancy untuk bertemu. Tapi aku tidak bisa memungkiri jika aku juga sangat merindukannya.

Ku langkahkan kaki menuju pintu balkon yang tertutup. Kubuka pintu kaca geser itu hingga terbuka sempurna dan menampakkan pemandangan malam yang langsung disuguhi oleh gelapnya hutan.

Suara angin berhembus terdengar jelas, suara derik hewan tenggoret masih berdenging nyaring bercampur dengan dengkur burung hantu yang menambah kesan alam bebas tak terbantahkan. Sebenarnya desa ini tidak terlalu buruk karena suasananya yang begitu alami. Tapi tetap saja aku seperti terpenjara oleh jarak. Hendak pergi pun jauh. Jauh dari keramaian, jauh dari tempat dan pusat perbelanjaan, dan yang lebih miris, jauh dari tetangga.

Ya, bangunan disini berjarak cukup jauh dari satu rumah ke rumah lainnya. Hingga nyaris terlihat seperti hidup secara individual.

“Iya, sayang. Tapi aku tidak bisa berjanji apapun. Papa pasti melarang jika aku terlalu sering kembali ke kota. Jaraknya sangat jauh.”

Butuh waktu tujuh sampai delapan jam untuk sampai di kota. Dan itu sangat berat jika harus ditempuh dalam satu hari.

Namun, ditengah perselisihan pendapat antara aku dan Nancy, aku melihat sebuah pergerakan diantara rerimbunan dibelakang pekarangan rumah. Karena penasaran, aku menajamkan mata di tempat pergerakan itu terjadi.

Samar-samar diantara gelap malam dan sinar bulan purnama, aku melihat seekor hewan yang terlihat lebih mirip ke ... serigala. Ya, serigala. Akan tetapi, serigala itu memiliki warna bulu oranye, dan matanya yang berkilat jernih yang menyorot seperti warna yang sama dengan warna bulu itu.

Mata kami bertemu, dan aku terus memperhatikan gerakannya hingga dia perlahan berjalan menjauh dari area rumahku.

Ah, mungkin serigala hutan yang tersesat ke pedesaan. Aku sering melihatnya di acara discovery channel dulu.

“Halo?”

Ah aku hampir melupakan Nancy.

“Oke, Nan. Aku mau menyelesaikan tugas kuliah dulu. Besok aku hubungi kamu lagi.”

Aku memutuskan untuk kembali masuk dan menutup pintu serta menguncinya rapat agar aman, kemudian menggeser gorden hingga tertutup penuh ketika panggilan teleponku bersama Nancy telah berakhir . Namun sesuatu mengejutkan terjadi pada langkah kelima ketika aku meninggalkan pintu. Sesuatu mengetuk pintu kaca yang baru saja aku tutup dengan suara ketukan yang tidak terlalu keras. Terdengar seperti dipukul oleh sesuatu yang lembut, dan disusul seperti suara derit kuku menggaruk pada kaca.

Jujur ini menakutkan, tapi rasa penasaran tetap membuat kakiku kembali berjalan ke arah gorden dan pintu geser tersebut. Lantas aku menyibak gorden dan melihat sesuatu yang begitu membuatku hampir jatuh terjerembab kebelakang dengan jantung yang merosot ke dasar lambung.

Astaga, bagaimana bisa dia ada disini? Bagaimana caranya memanjat naik ke balkon ini?

Serigala itu duduk didepan pintu balkon yang beruntungnya, sudah aku kunci rapat dan dia tidak akan bisa menerobos masuk dan mengoyak kulitku untuk dijadikannya santapan malam.[]

...To Be Continue....

03

|JyRu 03|

“Kami berteman, nek.”

Lampr menghentikan adukan selai di dalam panci sederhana yang ada diatas tungku. Ia mematung disana mendengar jika JyRu memiliki teman. Selama ini, gadis itu tidak pernah mau menjalin pertemanan dengan siapapun. Tapi, seperti apa rupa si pemuda ini hingga bisa menarik jiwa omega JyRu untuk menerimanya? Lampr takut jika gadis yang sudah ia besarkan selama dua puluh tahun ini akan berakhir menyedihkan ditangan seorang pria.

“Jauhi dia. Jangan pernah berteman dengan siapapun. Atau kamu harus menjalani takdirmu jika sampai laki-laki itu menghianati dirimu.” tegas Lampr untuk JyRu.

Dengan wajah lembut yang terlihat lelah, JyRu berkata. “Dia pemuda baik, nek.”

“Kamu tidak pernah mengenal dia. Jadi jangan pernah menganggap siapapun baik di dunia ini.”

Ya, Lampr hanya perlu menekankan itu pada JyRu agar gadis itu tidak mempercayai siapapun yang akan menghancurkannya.

“Dia ba—”

“Tidak. Kamu tidak boleh berteman dengan siapa pun.”

JyRu kecewa dan menatap sendu bayangannya diatas bak berisi air yang ia pergunakan untuk mencuci pakaian. Wajah Arthur kembali terbayang dalam ingatannya hingga senyumannya terbentang begitu saja.

Bahkan dia tidak bisa menahan rasa penasarannya dan mendatangi kediaman Arthur semalam.

***

Kamis.

Seperti yang sudah menjadi kesepakatan antara aku dan JyRu, dia membawa kotak bekal berisi roti selai dua rasa. Potongannya masih sama, hanya jumlahnya ia lebihkan. JyRu menepati janjinya untuk membawa roti bakar untukku.

Tapi, aku bisa melihat di kejauhan jika wajah cantiknya itu sedang murung. Entah karena apa. Dan sialnya, hujan turun lebih cepat hari ini. Lebih tempatnya, hujan turun saat aku sudah sampai di kampus. Beruntung, karena aku membawa motor dan tidak membawa mantel hujan.

“Hai.” sapa ku menarik atensi JyRu. Dia menoleh dan tersenyum padaku tanpa suara.

“Hai Art.” jawabnya penuh kelembutan. Mereka semua aneh jika tidak mau berteman dengan gadis sebaik JyRu. “Aku membawa roti untukmu juga.”

Sekarang aku yang dibuatnya tersenyum. Dia membuka kotak bekalnya dan menyodorkan didepan lengan yang ku lipat diatas meja.

“Oh wow, terlihat lezat. Boleh aku mengambil dua potong dengan rasa berbeda?”

Dia mengangguk antusias, dan aku mengambil satu potong, langsung aku makan dengan lahapnya karena jujur, aku lapar. Mama benar-benar tidak memasak apapun pagi ini, dan aku berangkat ke kampus tanpa sarapan. JyRu menatap setiap gerakan yang aku lakukan. Merasa kurang nyaman karena terus diperhatikan, aku pun membuka suara.

“Kenapa kamu tidak makan?”

Oh, hujan diluar sudah reda.

“Ah, iya. Aku akan makan.”

Entah mengapa, wajah JyRu terlihat tertekan diantara senyuman yang terbit di bibirnya. Apa dia sedang ada masalah?

“Hujannya turun lebih cepat hari ini.” kataku sambil mengunyah roti yang mungkin akan menjadi makanan favoritku selain masakan mama.

Ku lirik JyRu yang juga sedang memakan roti dengan rasa yang sama denganku. Coklat. “Kenapa disini selalu turun hujan ya? Kamu tau alasannya?” tanyaku dengan mulut penuh makanan. Kuharap JyRu tidak jijik melihatnya.

JyRu mengehentikan kunyahan di mulutnya. Dia terlihat menatap kosong pada meja nya dengan ekspresi berubah datar.

“Aku heran karena aku orang baru disini.” Sebenarnya ini hanya basa-basi, tapi aku serius dengan pertanyaan yang aku berikan ini. “Apa kamu tau mengapa hujan setiap hari turun?”

“Disini memang cuaca dan suhunya rendah, Art. Jadi, tidak menutup kemungkinan hujan selalu turun dan membuat udara disini menjadi lembab.”

Masuk akal, tapi mengapa tepat di jam dua belas siang? Di jam makan siang para mahasiswa yang akan membuat mereka bahagia dan tertawa karena akan segera mengisi perut mereka yang lapar?

Bagi sebagian mahasiswa yang nekat, mereka akan tetap menerobos hujan dan pergi ke kantin meskipun hujan turun deras tanpa ampun. Tapi bagi sebagian lagi yang sama seperti aku, mereka akan lebih memilih diam dikelas menahan lapar sampai hujan reda.

“Aku tidak membawa mantel hujan hari ini. Aku harap sore nanti tidak hujan. Setidaknya, sampai aku tiba dirumah.” ucapku jujur didepan JyRu.

Setengah jam sudah jam makan siang berlalu, tapi aku dan JyRu masih menikmati waktu istirahat yang tersisa. Berbeda denganku yang menggunakan waktu untuk melamun tidak tentu arah, JyRu menggunakan waktu itu untuk membaca buku, atau mengerjakan tugas yang tadi diberikan dosen.

Aku menghela nafas, menarik kepala yang sebelumnya bertumpu di atas telapak tangan.

“Kamu memang suka belajar?” tanyaku penasaran, dia terlalu fokus dan tidak menghiraukan aku yang ada dihadapannya.

Dia mengangguk antusias dengan senyumannya yang manis. Entah mengapa, melihat JyRu yang selalu penuh semangat seperti ini, membuatku iri. Pasti ayah dan ibunya sangat bangga memiliki putri seperti dia.

“Eumm.” jawabnya singkat sambil mengangguk, masih dengan senyuman yang baru aku sadari, ada dua lesung pipit yang mempercantik senyumannya.

“Wah, pasti papa sama Mama kamu bangga punya anak rajin seperti kamu.” kataku dengan mulut sedikit menganga karena kagum.

Aku melihat rona di wajahnya. Ia menyelipkan beberapa helai rambut yang jatuh didepan wajahnya. “Ayah dan ibu, aku tidak memilikinya.”

Astaga. Apa yang sudah aku katakan?

Wajahku berubah panik.

“Ma-maaf. Aku tidak tau kalau kamu—.”

JyRu menoleh padaku. “Tidak apa-apa.”

Aku menggaruk pelipis ku karena merasa tidak enak atas perkataan yang baru saja aku ucapkan. Sungguh, aku tidak tau jika dia tidak memiliki ayah dan ibu.

“Aku, dibesarkan nenek sejak bayi.”

Aku kembali menatapnya yang masih saja tidak lelah menyuguhkan senyuman. Dilihat lama, senyuman JyRu bukan hanya manis, tapi juga lucu. Sepertinya dia memang murah senyum, tapi aku tidak melihatnya tersenyum pada orang lain, selain aku.

“Nenek ... menemukan aku di perbatasan antara hutan dan desa.”

Jadi,

“Aku tidak tau siapa kedua orang tuaku.”

***

Sepertinya do'a ku didengar Tuhan. Sore ini, meskipun langitnya mendung, hujan tidak turun. Benar-benar tidak ada tetesan air langit dan aku bisa berkendara dengan nyaman.

Ini agak aneh, tapi biarlah, aku suka seperti ini. Setidaknya hujan tidak turun sampai aku tiba dirumah. Tapi, tiba-tiba aku ingat tentang serigala yang ada dibalik semalam, dan juga kenyataan bahwa JyRu tidak memiliki orang tua. Dia dibesarkan oleh nenek yang menemukannya di pinggir jalan.

Ternyata, nasib ku jauh lebih beruntung dari dia.

Aku kembali membayangkan ketika serigala itu tersenyum padaku. Ah, bagaimana mengatakannya ya? Dia memang terlihat tersenyum padaku. Dan sumpah, itu sangat lucu. Tapi aku takut karena serigala termasuk spesies predator. Dia memangsa daging, dan aku takut menjadi santapannya. Untuk itulah aku hanya membiarkan dia diluar dengan senyumannya yang lucu itu.

Aku bahkan berandai jika serigala itu akan datang dan tersenyum lagi padaku. Sial, aku ingin memiliki serigala itu.

Karena terlalu menikmati alur lamunan, aku hampir saja menerobos lampu merah yang ada di belokan perempatan dan pasti surat tilang akan sampai dirumah, lalu papa marah dan menyita motor karena aku teledor.

Aku meregangkan punggung yang terasa sedikit kaku. Motor sport memang melelahkan, tapi mobil dipakai papa. Hmmm.

“Sst. Sst!”

Aku mendongak. Aku kira yang menggodaku adalah gadis-gadis yang tidak aku kenal hanya karena kagum dengan motor yang aku bawa. Tapi, senyuman mengembang di bibirku. Aku membuka kaca helm dengan cepat ketika mendapati JyRu didalam bus dan melambaikan tangan ke arahku. Ternyata kami searah, tapi entahlah rumahnya dimana. Aku tidak paham dengan rute jalan dan daerah Folk.

Aku membalas senyumannya, dan bicara sedikit berteriak. “Hati-hati.”

Dia mengangguk dan menjawab ku dengan suara penuh antusias. “Kamu juga hati-hati. Sampai jumpa nanti.”

Lampu berubah merah dan aku menarik gas dengan kecepatan lumayan tinggi. Namun ucapan JyRu kembali terbesit dalam ingatan ku.

Sampai jumpa nanti.

Aku mengerutkan kening. Nanti?

Mungkin dia salah bicara. Mungkin seharusnya dia berkata ‘Sampai jumpa besok.’ []

...To be Continue...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!