Jakarta, Nopember 2000.
Seorang wanita berusia 21 tahun baru saja keluar dari rumahnya dengan langkah terburu-buru, karena ia mendapat panggilan untuk wawancara mendadak di sebuah perusahaan tempat ia melamar pekerjaan.
Wanita itu begitu senang dan riang gembira, karena setelah sekian lama melamar pekerjaan dimana-mana tempat, akhirnya ada juga perusahaan yang mau melirik lamaran pekerjaannya.
"Hati-hati ya sayang, Mama doakan supaya kamu diterima bekerja disana," doa sang ibu menyertai.
"Terima kasih Ma," balas si anak.
Sepanjang perjalanan menuju tempatnya melakukan interview, ia menghentikan langkahnya sejenak. Ketika melihat seorang pria tua tengah mengalami kesulitan menyeberangi sebuah ruas jalanan yang padat.
Tanpa banyak berpikir, ia bergegas menghampiri sang pria tua itu, lalu menawarkan sebuah bantuan. "Permisi Kakek, apa Kakek mau menyeberang jalan?" tanyanya dengan sopan.
Pria tua itu mengangguk. "Iya, Kakek ingin membeli sesuatu disana," ucapnya sembari menunjuk sebuah minimarket di seberang jalan.
"Baiklah, mari sini aku bantu." Lalu membantu si pria tua itu menyeberang jalan.
...***...
Setibanya di minimarket, si Kakek tua itu ingin jika si wanita muda yang membantunya menyeberang jalan tadi, agar menemani dirinya untuk berbelanja beberapa produk sebentar.
"Mau kan temani Kakek sebentar saja, sampai supir Kakek menjemput kesini?" pinta si Kakek.
"Baiklah," balas si wanita muda itu. Walau hatinya sedikit gelisah ketika melihat jam di pergelangan tangan menunjukkan waktu hampir mendekati jadwal wawancara.
"Semoga tidak terlambat," gumamnya dalam hati.
"Oiya siapa namamu, Nak. Terus mau kemana berpakaian seperti itu?" tanya si Kakek menanyainya.
"Namaku, Lovely. Kakek bisa memanggilku Lyli, aku mau interview di Perusahaan Mahesa Group." balas Lovely.
Si Pria tua lantas memandangi gadis muda cantik dihadapannya. "Oh jadi kamu melamar pekerjaan disana?" tanyanya.
Lovely mengangguk. "Benar, hari ini aku mendapat panggilan mendadak untuk interview dan semoga saja aku diterima bekerja disana."
"Pasti diterima," balas si Kakek itu yakin.
Lovely mengerjapkan kelopak matanya berkali-kali lalu menarik senyum. "Wah Kakek terima kasih banyak, karena kau telah memberiku semangat. Tapi aku tidak yakin bisa diterima atau tidak, soalnya waktu untuk interviewku sebentar lagi akan dimulai. Kalau berlari juga rasanya tidak akan bisa sampai kesana tepat waktu," ucapnya lesu.
"Jarak dari sini ke perusahaan itu kan cukup jauh, kenapa kamu tidak naik kendaraan umum biar cepat sampai?" tanya Kakek merasa heran.
Lovely si wanita irit itu hanya bisa tersenyum dan membalas tanpa malu. "Sayang uangnya Kek, lagipula aku tidak membawa uang lebih jika harus naik kendaraan umum."
"Kalau begitu pakai uang Kakek saja, itung-itung karena kamu telah membantu Kakek menyeberang jalan dan menemani Kakek belanja disini," ucap si Kakek sembari menyodorkan sejumlah uang.
Lovely menggeleng dan menolak. "Tidak perlu Kek, simpan saja uangnya buat jajan cucu kakek di rumah," balasnya.
Sang Kakek pun hanya bisa melongo dan membatin sendiri.
"Cucu? Dia sudah punya uang banyak, uang 100 ribu ini bahkan tidak ada arti baginya. Sayangnya dia belum mau menikah diumurnya yang sudah lumayan itu."
Lovely menatap wajah sang Kakek yang melamun lalu melambaikan tangan. "Kakek, apa Kakek baik-baik saja?" tanyanya cemas.
Kakek menggeleng dan tersadar. "Oh tidak apa-apa, Kakek hanya teringat sesuatu tentang cucu Kakek."
"Maaf jika ucapanku membuatmu sedih," balas Lovely ketika melihat sang Kakek tua berubah menjadi murung.
"Ah kau tidak berkata salah, jadi jangan meminta maaf kepadaku." Pria tua itu menghela nafas, sembari melihat jam di pergelangan tangannya lalu menatap Lovely.
"Begitukah?" tanyanya ragu.
"Iya ... Kalau begitu pergilah sekarang, tidak usah lama-lama menemani Kakek disini. Karena jemputan Kakek sebentar lagi akan sampai," balas si Pria tua itu lalu mendorong Lovely agar segera pergi.
Lovely membungkuk berkali-kali dan meminta maaf karena akhirnya ia tidak bisa menemani si Kakek hingga jemputannya datang menghampiri.
"Baiklah kalau begitu Kek, aku akan segera pergi dan maaf jika aku hanya bisa menemani Kakek sampai disini," ucap Lovely.
"Ya tidak apa-apa," balas si Kakek dan mengangguk.
Lovely segera berlari, namun karena saking tergesanya. Dia menabrak seorang pria asing yang baru saja masuk ke minimarket, hingga tas jinjing berisi lamaran pekerjaan yang dia bawa terhempas dan berhamburan ke mana-mana.
"Aduh!"
"Maaf," ucap Lovely lalu bergegas mengutip isi dari dalam tasnya yang tercecer.
"Tidak apa-apa," balas si pria asing yang ternyata supir pribadi dari si Kakek tadi dan membantu Lovely mengutip barang.
"Terima kasih," ucap Lovely.
"Sama-sama," balas si supir pribadi Kakek.
Lovely berlari mengejar waktu, namun sayangnya ada sesuatu dokumen penting yang tertinggal di lantai minimarket saat tasnya terhempas tadi.
Sang Kakek yang melihat segera mengambil dan melihat dokumen tersebut, yang ternyata adalah kartu indentitas diri dari Lovely.
"Tuan besar Mahesa, setelah ini anda mau pergi kemana lagi?" tanya si supir Tuan Mahesa.
"Antar aku ke perusahaan," titah sang Kakek alias Tuan besar Mahesa.
...----------------...
Perusahaan Mahesa Group.
Suasana tegang sedang terjadi di dalam sebuah gedung perusahaan Mahesa Group, yang bukan hanya terbesar namun juga ternama di negara ini.
Tepatnya di dalam sebuah ruangan sang bos, dimana ia tengah memarahi habis-habisan salah satu karyawannya, karena telah melakukan pelanggaran sebagaimana telah diatur di dalam perusahaan tersebut.
Walau pelanggaran yang dilakukan oleh karyawan itu terbilang sepele, namun hasilnya ternyata berdampak buruk bagi si bos sendiri.
Pasalnya si bos merasa gatal-gatal disekujur tubuhnya, akibat si karyawan prianya itu tidak sengaja merayu karyawan wanita dan mengucapkan kata-kata cinta manis, lalu terdengar di telinga bosnya sendiri.
"Maaf Pak, saya tidak sengaja. Lagipula saya tidak tahu kalau ada Bapak di belakang saja," tunduk sang bawahan meminta maaf.
"Potong gajinya!" titah sang bos tegas kepada kepala HRD di dalam ruangan itu juga.
"T-tapi saya tidak sengaja Pak, tolong jangan potong gaji saya. Saya punya dua istri yang harus saya hidupi, bagaimana jika jatah belanja bulanan mereka berkurang nanti," ucapnya memelas.
Namun sang bos nampaknya tidak peduli, malah gatalnya semakin bertambah ketika mengetahui jika anak buahnya memiliki dua istri.
"Menjijikkan, itu deritamu sendiri. Cepat keluar dari sini!" decak sang bos tampan memberi perintah, lalu menatap kepala HRD. "Mana orang yang katanya mau datang wawancara hari ini?" tanyanya.
"Maaf, Pak Putera Mahesa. Sepertinya yang mau interview sedikit terlambat datang," balas Pak HRD.
"Belum bekerja saja sudah terlambat, jika orang itu datang kesini, langsung tolak saja lamarannya. Perusahaan ini tidak butuh karyawan yang tidak disiplin waktu!" titahnya lagi.
"Baik Pak Putera," patuh si kepala HRD lalu kembali ke dalam ruangannya dan segera melaksanakan tugas.
Belum lama setelah itu, Lovely baru saja tiba di perusahaan Mahesa Group. Gadis itu menarik udara sejenak dan mengisi oksigen pada paru-parunya yang kempis karena berlari agar tidak terlambat datang ke perusahaan.
Namun saat Lovely ingin masuk ke dalam, dia tidak diperbolehkan masuk karena jadwal interviewnya telah terlewat.
"Maaf Pak, saya akui kalau saya salah karena terlambat datang kesini. Tapi percayalah, dijalan tadi saya bertemu dengan seorang kakek yang membutuhkan bantuan. Jadi mau tidak mau saya harus membantunya terlebih dahulu," tutur Lovely menjelaskan alasan keterlambatannya.
Akan tetapi kepala HRD perusahaan tersebut tetap tidak mengijinkan Lovely mengikuti wawancara. "Maaf Nak Lovely, tapi peraturan tetaplah peraturan. Saya harap kamu mengerti," ucapnya.
Lovely tertunduk lesu. "Baiklah," ucapnya.
Dengan berat hati wanita itu keluar dari perusahaan Mahesa Group dan menyayangkan sikap sang bos yang memerintahkan anak buahnya untuk menolak dirinya mentah-mentah.
.
.
Bersambung.
Di kantor.
"Bagaimana dengan orang yang mau interview tadi. Apa sudah kamu usir?" tanya Putera angkuh.
"Sudah pergi Pak," balas Pak Deni (HRD).
"Bagus, perusahaan kita ini tidak butuh orang yang tidak tepat waktu. Jika kita menerimanya, maka akan banyak sekali karyawan ikut-ikutan malas nantinya," tutur Putera.
"Benar ... Tapi Pak Putera, gadis itu bilang kalau dia datang terlambat karena menolong seorang Kakek tua dijalan," balas Pak Deni.
Putera berdecak. "Ck! Alasan anak kecil ternyata dipakai untuk membohongi kita," balasnya tidak percaya. "Ya sudah kau boleh kembali bekerja," ucapnya.
"Baik Pak," patuh Pak Deni lalu keluar dari ruangan sang bos untuk kembali bekerja.
Putera menatap layar ponsel dan seketika itu pula ia terjingkrak, karena sang Kakek tiba-tiba menghubungi ponselnya.
"Tumben sekali," gumam lelaki penuh kharisma itu lalu menganggkat panggilan.
"Hallo," jawab Putera.
"Apa .. Opa ingin mampir kesini? Baiklah," ucap Putera lalu menutup panggilan.
Putera menghela nafas. "Mau apa Opa datang kesini, apa dia ingin menceramahi ku lagi atau memaksaku untuk menikah? Ck! Sampai kapanpun aku tidak akan menuruti permintaannya yang satu itu," gumamnya dalam hati lalu melanjutkan kembali pekerjaannya.
...***...
Di sisi lain tepatnya di pinggir jalan depan perusahaan Mahesa Group, Lovely tengah duduk termenung. Dia memikirkan kembali saat di rumah tadi pagi, bagaimana sang Ibu begitu senang ketika mendengar lamaran pekerjaan dirinya diterima di perusahaan besar.
"Semoga kamu diterima bekerja."
"Jangan khawatir, saat mendapat gaji pertama Ly akan ajak Mama pergi ke pegadaian untuk menebus emas."
Lovely menghela nafas, ia merasa jika harapan akan membahagiakan sang ibu harus tertunda kembali, karena dirinya harus mencari lowongan pekerjaan ke perusahaan lain yang sudah semakin sulit saja ditemukan.
Wanita itu juga menyalahkan diri sendiri, karena terlalu banyak memberi janji manis kepada ibunya. Alhasil ingin pulang pun rasanya begitu berat sekali.
"Apa yang harus ku katakan pada mama nanti," ucapnya lesu.
Lovely berdiri dari duduknya dan berjalan kembali, menuju rumah yang cukup jauh itu dengan berjalan kaki.
...----------------...
Sementara itu mobil mewah baru saja memasuki halaman perusahaan, para karyawan yang mengetahui jika tuan besar Mahesa akan datang pun segera menyambut kedatangan beliau.
"Selamat datang Tuan besar," ucap salah satu asisten pribadi Putera bernama Martin. Lalu menemani sang pendiri perusahaan itu untuk bertemu dengan si cucu semata wayangnya.
"Apa dia sedang sibuk?" tanya Opa Mahesa.
"Tidak Tuan besar, kebetulan Pak Putera Mahesa sedang menunggu anda." Martin lalu membukakan pintu untuk Opa Mahes.
Opa Mahesa masuk ke dalam. "Terima kasih," ucapnya.
"Sama-sama," balas Martin.
...***...
Sesampainya di dalam ruangan, kakek dan cucu itu langsung beradu pandang. Ada rasa tidak suka di pandangan sang cucu terhadap sang kakek yang tiba-tiba datang tanpa kepentingan sama sekali.
Putera berdecih. "Segera katakan padaku, ada keperluan apa kau sampai repot-repot datang kesini? Maaf Opa, jika kau datang kesini hanya memaksaku untuk menikah, maka jawaban ku adalah tidak!" tegasnya.
Opa Mahesa tertawa. "Cucu tidak tahu diri, ini adalah perusahaanku. Mau datang kapanpun itu adalah hak ku dan juga bukanlah urusanmu. Lagipula siapa yang mau memaksamu untuk menikah, Opa datang kesini hanya mau kau mengabulkan satu permintaan."
Putera terdiam dan berpikir, tumben sekali Opanya itu tidak meminta dia untuk menikah. Tapi apa maksud dari perkataan Opa Mahesa yang menginginkan dirinya untuk mengabulkan satu permintaan.
"Baik! Katakan saja padaku, apa permintaan Opa. Kalau permintaan Opa bukan tentang pernikahan, maka aku berjanji akan mengabulkan permintaan Opa itu." Ucap Putera.
Opa Mahesa menarik senyum. "Opa ingin kau menerima wanita yang datang terlambat tadi untuk bekerja disini."
"Wanita mana yang Opa maksud? Apa wanita yang tidak tahu apa artinya tepat waktu tadi hem?" tanya Putera.
Opa Mahesa mengangguk. "Iya dia, terimalah dia bekerja disini."
"Maaf Opa, tapi aku tidak mau menerima orang yang tidak bisa disiplin waktu untuk bekerja di perusahaan kita ini," tegas Putera.
"Anggaplah dia sudah di interview sama Opa tadi di jalan dan hasilnya diterima," ucap Opa Mahesa.
Putera menautkan kedua alisnya dan menatap wajah sang Kakek dengan raut kebingungan. "Apa maksud Opa?" tanyanya.
Opa Mahesa menarik nafas lalu menjelaskan apa maksud perkataannya itu. "Dia membantu Opa menyeberang jalan tadi dan sudah mau menemani Opa juga berbelanja barang di minimarket, itulah alasan mengapa dia sampai datang terlambat kesini. Karena sibuk menemani dan sudi menunggu hingga jemputan Opa datang."
Putera lantas terdiam dan memikirkan sesuatu tentang apa yang dikatakan oleh Pak Deni HRD sebelumnya. "Ternyata alasannya itu benar, apa alasan yang dimaksud membantu Kakek adalah membantu Opa Mahes?" batinnya bertanya-tanya.
"Baiklah, tapi beritahu padaku alasannya terlebih dahulu. Mengapa Opa begitu ingin wanita tadi bekerja disini?" tanya Putera.
"Putera, wanita itu baik hati dan juga pintar mengelola keuangan. Opa harap kamu mau menerimanya bekerja disini," ucap Opa lagi.
Putera memainkan dan mengetuk-ngetuk jarinya di atas meja, wajahnya begitu rumit untuk dijelaskan. Namun tidak mengurangi ketampanannya sama sekali.
Pria matang itu menghela nafas dan akhirnya menyetujui permintaan Opa Mahes untuk mempekerjaan wanita tadi. "Baiklah, aku akan meminta HRD kita untuk memanggilnya kembali besok pagi," balasnya.
Opa Mahes mengulum senyum. "Terima kasih ... Tapi Putera kalau boleh Opa memberi saran, Opa ingin dia menjadi bawahanmu secara langsung."
Putera berdecak. "Opa, yang dibutuhkan perusahaan ini sekarang adalah tenaga untuk bersih-bersih, bukan staft kantor apalagi bawahan ku secara langsung. Lagipula aku sama sekali belum bertemu dengan wanita itu apalagi melihat kemampuannya dalam bekerja," tolaknya.
Opa Mahes berusaha membujuk. "Kenapa tidak dicoba dulu, siapa tahu dia bisa diandalkan."
"Opa, mengapa kau memaksa sekali. Memangnya siapa dia, apa kita pernah berhutang budi dengannya?" tanya Putera heran.
"Opa berhutang budi dengannya karena telah membantu Opa hari ini dan Opa juga telah meyakinkan wanita itu kalau ia pasti akan diterima bekerja disini," balas Opa Wijaya.
"Salah sendiri menyakinkan orang sampai segitunya," ucap Putera.
Opa berusaha membujuk kembali. "Putera cucuku yang tampan, coba kamu pikirkan baik-baik. Seandainya wanita itu tahu Opa adalah pemilik perusahaan ini, bagaimana reaksinya nanti. Dia pasti kecewa, karena berpikir kita tidak bisa membalas budi kepada sesesorang yang telah membantu keluarga Mahesa."
Putera menghela nafas, walau dia sebenarnya tidak peduli dengan hal tersebut. Akan tetapi melihat sang Opa telah memohon membuat dirinya tidak berdaya.
"Ya sudah, baiklah Opa. Dia akan ku jadikan anak buahku langsung, tapi dia harus masuk masa pelatihan selama 3 bulan. Jika hasilnya tidak memuaskan, maka jangan salahkan aku menjadikan dia sebagai tukang bersih-bersih." ujar Putera mengalah.
Opa Mahesa nampak senang. "Bagus, ya sudah Opa setuju."
Putera memutar bola matanya malas jika menghadapi permintaan sang Kakek yang menurutnya suka aneh-aneh. Akan tetapi dia tidak mempermasalahkan hal tersebut asal jangan satu hal. Yaitu memintanya untuk menikah.
Sedangkan Opa Mahes begitu banyak berharap akan rencananya ini dapat membuahkan hasil positif, agar cucunya itu bisa dekat dengan seorang perempuan dan syukur-syukur bisa menumbuhkan benih-benih cinta untuk cucunya.
.
.
Bersambung.
Di rumah.
Lovely telah sampai di rumahnya dan begitu wanita itu masuk, ia langsung disambut oleh sang ibu serta adik kesayangan. Wajah mereka begitu antusias, karena tidak sabar ingin mengetahui hasil dari wawancara dirinya tadi pagi.
"Sayang, bagaimana dengan interviewmu tadi. Apa mereka menerimamu bekerja disana?" tanya sang Mama menggebu-ngebu.
"Apa Kakak diterima, bagian apa, gajinya berapa?" serobot sang adik berusia 6 tahun Lovely tidak kalah menggebu dari sang Mama.
Lovely menelan ludahnya susah payah dan menyengir sembari menatap keduanya bergantian lalu menghela nafas panjang.
"Maaf Ma, Ron. Ly tidak di terima bekerja," balas Lovely apa adanya.
Seketika itu pula wajah sang Mama dan adik berubah menjadi lesu.
"Ah enggak seru, kalau Kakak tidak diterima bekerja bagaimana bisa dapat uang. Terus bagaimana Ron bisa beli mainan kalau Kakak tidak punya uang," cebik Ron merasa kesal.
Lovely berjongkok dan menatap wajah adiknya yang sedang marah. "Maafin Kakak ya Ron sayang, Kakak janji akan beliin kamu mainan jika Kakak sudah bekerja nanti."
Ibu Diana membujuk Ron agar tidak sedih. "Ron sayang, jangan ngambek begitu dong. Kakak kan sudah janji, pasti akan di tepati jika sudah punya uang nanti."
Ron menghentakkan kedua kakinya dan mengambek. "Kakak pembohong, dari dulu selalu berjanji akan belikan mainan untuk Ron, tapi satu pun belum ada yang di tepati! Ron tidak suka sama Kakak!" sentaknya lalu berlari masuk ke dalam kamarnya sembari menangis.
"Ron ..." lirih Lovely.
"Sudah sayang biarkanlah dia di kamarnya dulu, masalah Ron jangan terlalu kamu pikirkan. Nanti biar Mama yang memberi pengertian dan membujuk dia untuk tidak marah sama kamu lagi ya," ucap Ibu Diana.
"Baiklah Mama, tapi ini juga semuanya salahku. Harusnya aku tidak menjanjikan sesuatu kepada Ron dan ini juga salahku selalu berbaik hati kepada orang lain," balas Lovely lesu.
Ibu Diana menatap Lovely yang berubah patah semangat. "Sudah jangan lemas seperti itu sayang, tidak apa-apa. Mungkin belum rejeki kamu, banyak mengucap janji memang tidak bagus, tapi tidak ada salahnya juga kalau kita ingin membahagiakan orang lain."
"Iya, aku ingin membahagiakan kalian berdua, makanya aku terus berusaha menepati janjiku. Aku tidak keberatan bekerja dimanapun dan seberat apapun itu. Asalkan bisa menghasilkan uang untuk kalian," balas Lovely.
"Jangan terlalu memaksa dirimu sayang, Mama tidak ingin kau menyiksa dirimu sendiri. Mama masih sanggup kok menghidupi kalian berdua," balas Ibu Diana.
"Tapi Ma, Ly kan sudah berjanji mau tebus emas peninggalan Oma di pegadaian itu. Bagaimana bisa Ly tidak sedih, ditambah hutang Papa yang menumpuk dimana-mana. Bekas perjudian tidak jelasnya itu dan sekarang kita semualah yang menanggungnya, sementara dia. Lelaki tidak tahu malu itu, malah menghilang dan tidak tahu kemana batang hidungnya." kesal Lovely jika mengingat mantan Papa nya.
Ibu Diana merasa sedih dengan perkataan Lovely, namun ia juga tidak dapat memungkiri jika kesulitan ekonomi keluarganya ini akibat ulah dari mantan suaminya.
"Tidak apa sayang, ini sudah jalan takdir kita. Setidaknya dia tidak mengganggu kita lagi," ucap Ibu Diana.
"Semoga saja dia tidak datang lagi ke rumah ini, aku tidak ingin melihat Mama disakiti oleh pria jahat itu. Sudah pengangguran, mabuk-mabukan, suka berjudi dan kasar sama keluarga sendiri."
"Kadang Ly suka bingung, kenapa lelaki di dunia ini suka sekali menindas perempuan atau kaum yang lemah. Seharusnya sebagai kepala keluarga, dialah yang menafkahi kita dan melindungi kita dari bahaya. Tapi apa yang dia lakukan, dia malah membuat kita selalu hidup dalam kesengsaraan."
"Terkadang Ly berpikir lebih baik tidak menikah saja daripada harus menderita setiap hari karena menikah dengan pria seperti Papa," kesal Lovely panjang lebar, mencurahan isi hatinya akan kekesalan sang ayah yang pergi dan tidak bertanggung jawab hingga detik ini.
Curahan hati Lovely membuat Ibu Diana ikut bersedih. "Sayang, jangan berpikiran seperti itu. Itu sudah nasib Mama mendapat pria seperti Papa. Tapi sayang, tidak semua pria di dunia ini yang sama seperti dia, siapa tahu kau akan mendapat pria yang tulus mencintaimu, yang selalu melindungimu, pria yang mapan dan juga bertanggung jawab."
Lovely menggeleng. "Tidak mau, pokoknya Ly tidak mau menikah. Ly tidak percaya dengan laki-laki, bagaimana jika dia meninggalkan Ly seperti Papa meninggalkan Mama."
"Jangan seperti itu sayang, kau sudah besar. Sebagai seorang wanita kau juga harus segera menikah nanti," balas Ibu Diana.
Lovely menatap wajah Ibu Diana. "Ly tidak mau menikah, Ly juga tidak mau meninggalkan mama dan Ron sendirian."
Ibu Diana menangis mendengar pernyataan putrinya yang bersikukuh tidak ingin menikah, ia tidak menyangka jika kekerasan dalam rumah tangga terdahulu membuat putrinya trauma akan pernikahan.
"Ibu jangan menangis, ini sudah keputusan Ly. Ly tidak akan menyesalinya," balas Lovely.
Ibu Diana hanya bisa tersenyum getir. "Baiklah, Mama tidak akan memaksamu menikah. Tapi percayalah ini sayang, suatu saat nanti kau pasti akan menemukan pria yang tepat untukmu. Yang akan mengisi setiap hatimu dengan cinta dan kasih sayang," ucapnya.
"Mama ... Cinta hanya membuat orang menderita dan lemah, aku tidak ingin cinta yang seperti itu. Aku hanya percaya cinta yang tulus itu berasal dari cinta Ibu kepada anak-anaknya," balas Lovely.
Ibu Diana tersenyum. "Terserah kau saja," balasnya.
Lovely menghela nafas dan melihat jam. "Mama, ini sudah siang. Sebaiknya kita buka toko sekarang, kali ini biarkan aku yang menjaga toko bunga seharian. Kau beristirahat saja di kamar," ucapnya.
"Baiklah kalau kau bersikeras, Mama tidak akan melarangmu." Ibu Diana memberikan kunci toko kepada Lovely, lalu pergi ke kamar untuk beristirahat.
Sedangkan Lovely segera pergi untuk membuka toko bunga kecil milik keluarganya itu dan berharap hari ini ia bisa mendapat penghasilan lebih besar daripada hari sebelumnya.
...----------------...
Mansion Putera.
Kehadiran sang ayah membuat Putera pulang lebih awal dari perusahaan. Pria gagah nan rupawan itu begitu kesal ketika mengetahui jika ayahnya datang dalam keadaan mabuk berat.
"Sudah berapa kali ku bilang, jangan pernah meminum barang haram ini lagi!" sentak Putera seraya merampas botol minuman beralkoholl tinggi dari tangan Tuan Dira.
"Putera, apa yang kamu lakukan! Jangan ganggu kesanangan Papa mu ini!" sentak Tuan Dira sambil berusaha berdiri dari tempat duduknya.
Putera berdecih dan menatap rupa ayahnya yang menyedihkan. "Kenapa Papa selalu saja datang dalam keadaan mabuk dan berantakan seperti ini. Apa Papa tidak sayang diri hah!"
Tuan Dira terkekeh dan berdiri sempoyongan sambil menatap putranya yang kesal. "Untuk apa Papa sayang diri? Istri sudah pergi, dia sudah pergi dengan pria lain dan meninggalkan Papa sendirian bersamamu," ucapnya lalu menangis terisak.
"Papa! Berhentilah memikirkan Mama, wanita itu sudah lama pergi dari kehidupan kita. Dia bahkan tidak ingat pada kita sedikitpun!" sentak Putera merasa kesal jika mengingat akan Ibunya yang pergi dan memilih hidup bersama dengan pria lain.
"Tapi Papa masih ___" lirih Tuan Dira lalu berjalan terhuyung dan akhirnya jatuh di pelukan sang anak.
"Papa!" pekik Putera lalu bergegas membawa ayahnya menuju kamar.
...***...
Setibanya di kamar, Putera menatap lekat wajah ayahnya yang sedang lelap tertidur sesekali mendengar rintihan sang ayah dan mengucapkan kata cinta untuk mantan istrinya.
"Sayang, jangan tinggalkan aku. Aku masih mencintaimu, apa kau tidak sayang dengan anak kita yang masih kecil?" Tuan Dira mengingau tidak karuan.
Sontak saja Putera bergidik dan bersin-bersin saat itu juga, ketika mendengar kata cinta yang keluar dari mulut ayahnya. Tak hanya itu, dia juga mengalami gatal di sekujur badan, membuatnya harus segera melarikan diri keluar dari kamar sebelum gatalnya itu bertambah parah.
"Cinta? Aku tidak percaya dengan cinta, cinta hanya bisa membuat orang-orang menjadi bodoh, lemah dan berantakan!" umpat Putera sembari menggaruk-garuk seluruh badannya.
.
.
Bersambung.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!