NovelToon NovelToon

JUAL DIRI

JUAL DIRI

"Berapa satu bulan?"

Laki-laki tampan, dengan tinggi badannya yang mungkin mencapai seratus delapan puluh lebih itu, dengan badan kekar dan berotot, walau dibalut jas kerjanya itu menawar langsung. 

"Biasanya kita sekali pakai tuan. Bukan bulanan. Kalau anda mau bulanan, beda lagi harganya." 

Seorang laki-laki dan perempuan yang duduk di salah satu kursi di dalam restoran Jepang itu menjawab, wanita cantik, manis, dengan dress merah yang duduk di sebelahnya hanya diam mendengarkan mereka berdiskusi.

"Hitung saja. Saya mau bulanan, dia selalu ada kapan pun saya butuh. Masih virgin kan? Saya gak mau yang bekas?"

Dia duduk dan baru menunjuk wanita berdress merah itu.  Namanya salsa.  Salsa memandang dua orang yang mau memberikan dia pekerjaan.

"Kami sudah melakukan tes ke klinik.  Dia masih virgin." Yang wanita menjawab. 

"Ok, berapa jadinya saya transfer full satu bulan."

Dua orang yang duduk berdamping itu terlihat sedang berdiskusi.  Sampai keluar kesepakatan dari mulut mereka, kalau mereka mau satu hari 100 juta, artinya tiga puluh hari, 300 juta. 

"Lima ratus kalau mau?"  Kata wanitanya. 

"Ok."

Laki-laki itu mengeluarkan ponselnya.  Dia mentransfer sejumlah uang yang disebutkan. 

"Sudah masuk tuan."

Laki-laki berkaca mata itu menerima satu pesan di ponselnya.  Dia menunjukkan layar ponselnya.

"Bisa ikut saya sekarang kan? Saya butuh dia?"

Namanya Mattew, dia seorang pengusaha real estate terkenal.  Usianya hampir tiga puluh tahun. 

"Iya silakan tuan. Sa, ikut ya." Kata sang wanita. 

"Iya kak." Salsa hanya mengangguk. 

Mattew jalan lebih dulu.  Salsa mengikuti Mattew keluar dari restoran.  Di depan ada mobil alfard hitam.  Seorang pelayan, laki-laki, berdiri di depan mobil itu, di samping mobil itu, dia membukakan pintu mobil itu. Menunduk mempersilakan Mattew masuk ke mobil.

"Ladies firs."

Mattew malah menyuruh salsa untuk masuk lebih dulu.  Salsa mengangguk dan masuk ke mobil lebih dulu.  Setelahnya baru Mattew yang masuk.

"Ke hotel ya pak." Katanya kepada sang supir di depan.  Pelayan laki-laki satunya, seperti pengawal, dia masuk mobil dan duduk di sebelah supirnya. 

"Baik tuan." Jawab sang supirnya. 

Sepanjangan jalan Mattew dan salsa hanya diam.  Suasana di dalam mobil sangat canggung untuk salsa.  Salsa memilih melihat keluar kaca mobil, menikmati pemandangan.  Entah dia mau diajak kemana.  Salsa harus menurut. 

"Kamu sudah siap kan?"

Salsa gugup.  Dia menoleh menatap laki-laki yang pertama membuka pembicaraan di dalam mobil itu.  Salsa hanya mengangguk. 

"Butuh sesuatu? Tadi sudah makan di restoran belum?" Tanya dia lagi, dia menatapku. 

"Boleh ke supermarket sebentar tuan?" Tanya salsa dengan gugup. 

"Boleh."

Mattew meminta supirnya untuk mencari supermarket terdekat.  Tak lama mereka menemukannya.  Salsa turun, Mattew meminta pengawalnya untuk mengikuti salsa. 

Salsa yang mau mengambil beberapa barang wanita, barang pribadi, malu melihat pengawal Mattew yang terus mengikutinya. Dia mau mengambil sikat gigi, pasta gigi dan yang lainnya, seperti pewangi untuk organ intimnya.

“Tuan, boleh tidak balik badan dulu. Saya mau ambil sesuatu malu.”

Salsa terpaksa mengatakannya kepada sang pengawal Mattew. Dia mengangguk dan langsung membalikkan badannya, tak melihat apa saja yang diambil Salsa. Selesai Salsa belanja, dia menuju ke kasir. Pengawal Mattew lagi-lagi berdiri di dekat Salsa. Salsa sedikit risih.

“Jangan dekat-dekat dengan nona saya.”

Salsa terkejut, tiba-tiba saja pengawal Mattew mengatakan itu. Ada apa? sampai semua orang yang ada di sana, yang sedang mengantri, bahkan penjaga kasirnya melihat kearah Salsa. Bagi Salsa, yang tak pernah dilakukan seperti itu, bukankah ini memalukan.

“Ada apa?” tanya Salsa kepada pengawalnya.

“Dia tadi mau mencolek pantat nona.” Katanya.

“Tidak! Gila ya kamu, main tuduh begitu saja.” laki-laki muda itu marah dan pergi.

“Biar saya kejar nona. Dia kurang ajar, kalau nona tak percaya kita bisa lihat rekaman cctvnya.”

Pengawal itu mau mengejar laki-laki tadi. Tapi Salsa langsung menarik bajunya, menahan dia. Tak perlu diperpanjang lagi, takut Mattew juga menunggu mereka terlalu lama. Pegawal itu diam menurut dengan perintah salsa. Salsa tidak bawa uang, dia melirik pengawalnya. Pengawalnya memberikan kartu milik Mattew yang diberikan kepada dia tadi, Mattew lupa memberikannya kepada Salsa. Setelah selesai berbelanja mereka kembali ke mobil.

“Sudah?”

Sejak tadi Mattew main ponsel. Melihat beberapa laporan kantor dan yang lainnya.

“Iya, sudah tuan.”

Salsa kembali duduk di samping Mattew. Mereka melanjutkan perjalanan ke hotel pribadi milik Mattew. Hotel di pusat kota yang terkenal. Hotel itu memiliki seratus lantai. Salsa yang baru turun dari mobilnya melirik sampai keatas, takjub melihat hotel itu dari dekat. Dia selalu lewat di depan hotel itu, tak menyangka kalau sekarang bisa masuk.

Salsa jalan di belakang Mattew, di belakang Salsa ada pengawal Matter. Mereka naik lift pribadi untuk menuju ke lantai seratus. Tak ada orang, sepi satu lantai.

“Ini tempat pribadi saya. Tak ada yang saya bolehkan ke sini. Jadi kalau kamu nanti butuh sesuatu, telelpon dengan telepon hotel saja.”

Salsa hanya mengangguk-angguk dengan penjelasan yang diberikan mattew sambil jalan menuju ke ruangan. Melewati lorong-lorong. Hingga terlihat pintu paling besar diantara ruangan yang lain.

Pengawal mattew mendahului. Dia membukakan pintu untuk mattew. Mattew mempersilakan Salsa masuk.

“Ke kamar, siap-siap. Saya mau melakukannya sekarang. Kamu bisa kan? tahu caranya kan?” dia tiba-tiba berbalik menatap Salsa. Salsa yang sedang jalan mengikuti dia, tiba-tiba berhenti.

“Iya. Saya sudah melihat vidio-vidionya.” Salsa tak berani menatap mata mattew.

Mattew mengangguk puas. Dia menyuruh Salsa untuk menunggunya di kamar. Dia akan datang dan memakai salsa kalau kembali nanti. Salsa pun masuk ke kamar. Dia ke kamar mandi, menyemprot badannya dengan parfum badan, menggunakan segala wewangian. Padahal tubuhnya sendiri sudah mandi. Menyikat gigi dan mengganti pakaiannya dengan lengire seksi yang sudah disiapkan di lemari. Banyak sekali lengire di sana. Salsa memilih yang warna merah.

Dia gugup menunggu kedatangan Mattew. Sampai pintu yang sejak tadi itu tertutup, kini pintunya terbuka. Dari balik pintu terlihat Mattew yang masih memakai baju lengkap. Dia berjalan masuk dengan kerennya, melepas jasnya, lalu mendekati Salsa, mendorong tubuh salsa perlahan ke atas ranjang. Mattew melepaskan kardigan merah yang Salsa pakai, membuat lengan dan bahu Salsa terekpos sempuran.

“Indah.” katanya.

Mattew mulai menciumi seluruh badan salsa, dari mulai bahunya, hingga ke lehernya dan bibirnya.

"Saya mau masuk."

Mattew tak bertanya. Dia lebih memberitahu salsa harus bersiap. Salsa juga sudah terlalu menikmati permainan Mattew, dia mengangguk begitu saja.

Keduanya menikmati permainan diatas ranjang bersama.

Salsa melengguh keenakan, mendesak yang membuat Matter menyunggingkan senyum puasnya

MALAM DI HOTEL DENGAN SI PEMUAS NAFSU

"terimakasih, kamu memuaskan sayang.  Saya suka."

Malam di hotel harusnya tak panas.  Tapi karena permainan ranjang keduanya, Mattew dan salsa berkeringat banyak. 

"Mau mandi?" Tanya Mattew kepada salsa. 

"Nanti tuan." Salsa sakit di semua badannya.  Terlalu sakit untuk bergerak. 

Mattew memilih mandi lebih dulu.  Dia meninggalkan salsa yang masih betah berbaring dibalik selimut hotel.  Bahkan ketika mattew selesai mandi pun salsa masih tertidur di sana.  Salsa hanya bergerak kecil, menggeser kan badannya sedikit.  Tapi bergerak sedikit saja sudah membuatnya meringis kesakitan. 

Mattew hanya tersenyum melihat itu. 

"Saya mau makan malam. Kamu lapar?" Tanya mattew lagi.  Dia mendekati salsa kali ini.  Salsa hanya bisa menggeleng. 

"Apa sesakit itu?" Tanya dia, tepat dihadapan wajah salsa, sedikit menundukkan badan tingginya. 

"Sedikit." Lirihnya. 

"Haha, ok.  Saya tahu, istirahat saja. Kasihan baru pertama kali." Mattew terkekeh.  Dia mencium bibir salsa dan pergi dari sana. 

Mattew membuka pintu kamar itu lalu menutupnya perlahan.  Dia menelpon seseorang. 

"Pesankan saya makan malam." Katanya di telepon.  Tak lama dia langsung memutuskan teleponnya. 

Pintu kamar hotel tempat Mattew menginap itu tak lama diketuk beberapa kali, terdengar juga suara bunyi bel dari sana.  Mattew berjalan ke arah pintu.  Membukanya.  Layanan kamar yang mengantar makan malam datang. 

"Tinggalkan di sana." Kata Mattew kepada pelayan itu. 

"Baik tuan."  Satu pelayan laki-laki dan satu pelayan perempuan itu meninggalnya meja dorong yang berisi penuh makanan itu di begitu saja. 

"Permisi." Mereka pamit kepada mattew. 

"Ini." Mattew memberikan tips kepada keduanya. 

"Terimakasih tuan." Mereka kembali menunduk dan pergi. 

Mattew hanya berdeham saja.  Dia membuka menu makanan yang ada.  Menariknya ke meja makan.  Menikmati makanannya sendiri. 

Ponsel Mattew berdering.  Dia melihat nama yang tertulis di layar ponselnya.  Gadisnya yang manis dan cantik. 

"Halo sayang, ada apa?"

Mattew mengangkat teleponnya.  Terdengar suara gadis kecil di balik telepon. 

"Papa pulang kan malam ini, Michele ingin tidur dengan papa.  Dipeluk papa."

"Sure.  Papa pulang sayang.  Tunggu papa sedang makan malam sebentar.  Kamu sudah makan malam sayangnya papa?"

"Hemm. Sudah dengan mama.  Tapi kenapa mama bilang kalau papa tak akan pulang, makannya Michele telepon papa sendiri."

"Pekerjaan papa tiba-tiba selesai cepat karena papa merindukan michelenya papa.  Papa pulang, ok.  Tunggu papa."

"Iya papa.  Michele sayang papa dan mama.  Emuahh..."

Michele meninggalkan kiss jauhnya dari telepon kepada Mattew.  Mattew pun memberikan hal yang sama.  Dia mematikan ponselnya. 

Mattew menelpon sekertaris untuk datang ke kamar dia.  Mattew meminta dia membereskan semuanya.  Dia akan pulang ke rumah dan seperti biasa, jangan bilang apa pun. 

"Baik tuan."

Dia mengangguk mengerti.  Mattew kembali masuk ke kamar.  Ketika dia masuk, dia melihat salsa yang sudah memejamkan mata.  Tanpa mandi. 

Tapi Mattew malah tergoda dengan bibi merah salsa.   Mattewa mencium bibir salsa begitu saja.  Sampai salsa yang tidur kaget dan terbangun.

"Tuan ada apa?"

Salsa melirik mattew yang kemudian berjalan ke depan lemari dan sibuk mencari setelan jas kerja. 

"Tidak apa-apa.  Saya akan pulang.  Kamu kalau ada apa-apa ada sekertaris saya di sini.  Nanti saja kirimkan nomernya ke ponsel kamu.  Itu ponsel baru.  Gunakan yang baru untuk saya dan sekertaris saya saja."

Mattew menunjukkan ponsel baru yang dia taruh di nakas.  Salsa hanya mengangguk.  Mattew mengenakan jasnya dengan rapi.  Dia meninggalkan salsa begitu saja. 

"Awasi dia.  Jangan sampai dia dengan jalan lain." Ujar Mattew kepada sekertarisnya. 

"Baik tuan."

Mattew turun dengan liftnya. Di depan sudah ada supirnya yang menunggu. Mattew meminta supirnya untuk mampir ke supermarket terdekat. Dia ingin membelinya kan ice cream kesukaan Michele. Mattew mengambil beberapa, dia juga mengambil beberapa cemilan untuk anak-anak.

"Semuanya lima ratus ribu, tuan." Kata kasirnya.

Mattew mengambil kartunya dan memberikan kartunya kepada penjaga kasir. Dia kembali ke dalam mobil.

"Walau pun kamu bukan anak kandung papa, tapi papa sayang sekali ke kamu, Michele."

Di jalan, Mattew melihat foto Michele dan dirinya yang dia jadikan wallpaper. Tak lama mobil Mattew sampai di depan rumah mewahnya. Mattew bergegas turun.

"Papa. Kenapa lama sekali?"

Baru saja mattew masuk ke dalam rumah. Anak perempuannya itu sudah menunggu di ruang tamu sejak tadi. Dia lari dan memeluk erat sang papa.

"Maaf ya sayang, papa baru selesai kerjaannya. Ini, ice cream." Mattew memberikan bingkisan dari supermarket itu kepada michele.

"No ice cream dulu ya, sayang. Gigi kamu baru sembuh loh kemarin."

Dari dalam, seorang wanita cantik, dengan pakaian tidur serba warna hitam, rambut hitam bergelombang mengambil bingkisan dari Mattew.

"Matt, Michele baru sembuh sakit giginya loh ya. Kamu kan tahu kemarin dia sakit gigi, nangisnya seperti apa. Bi, ini simpan dulu."

Namanya Vina, dia istri Mattew dan juga mamanya Michele. Dia memanggil pembantu di rumahnya dan memberikan bingkisannya kepada sang pembantu.

"Michele mau tidur dengan papa kan? Ini harus segera tidur kan? Michele besok sekolah kan?" Tanya Mattew kepada anaknya itu.

"Iya papa."

"Michele ke kamar michele dulu. Papa mau mandi dulu, baru nanti ke kamar michele. Gak apa-apa kan?"

Michelle mengangguk. Dia baik ke lantai dua rumah itu, dengan ditemani baby sister Michele, yang menjaga Michele. Baru Mattew mau ke atas untuk mandi, Vina menahan tangan suaminya itu.

"Dari mana? Yakin kerja? Kamu gak bayar ****** lagi untuk memuaskan kamu?"

"Iya. Kamu juga sudah tahu dan jangan ikut campur untuk urusan itu."

Mattew menepis tangan Vina. Vina hanya tersenyum kecut menatap punggung laki-laki itu yang perlahan menjauh dari pandangannya.

Mereka hanya dijodohkan. Perjodohan keluarga. Sialnya Vina hamil anak kekasihnya, ketika Vina mau meminta pertanggung jawaban dari orang itu, dia malah menolak, dengan bilang tak percaya kalau anak yang Vina kandung adalah anaknya.

Pada malah pertama pernikahan, mattew tak pernah menyentuh dan tidur dengan Vina yang mengaku hamil. Dia tak bisa berhubungan badan. Dia menyayangi anaknya.

Sampai Michelle lahir. Awalnya Mattew memang benci dengan Michele. Tapi berjalannya waktu, Mattew sangat menyayangi Michele. Bahkan Mattew yang tadinya ingin menceraikan Vina pun tak jadi karena Michele yang terus menangis mencari dia. Harus tidur dengan dia. Pagi harus melihat Mattew.

Mereka sepakat untuk tidak mengurusi urusan masing-masing. Tapi lama-lama Vina memiliki perasaan lebih kepada Mattew. Dia juga tahu dari sekertarisnya Mattew di kantor. Mattew sering tak datang ke kantor. Hanya wakilnya yang datang. Vina mulai curiga dengan Mattew. Dia bertanya langsung kepada Mattew dan Matt, mengakui semuanya.

Dia main perempuan diluar. Vina sedih sekali. Mungkin ini hukuman untuk dia, tapi-

"Kapan kamu akan membuka hati kamu untuk aku, Matt. Aku tahu aku salah. Tapi aku benar-benar ingin memperbaiki semuanya."

Vina menatap Matt yang sudah ada di lantai atas. Masuk ke dalam kamarnya.

MICHELE, PUTRI YANG CANTIK DAN MANIS

Matt ke kamar mandi. Dia membersihkan diri, menggunakan baju tidurnya lalu ke kamar michele. Matt mengetuk pintu kamar anaknya itu. Hampir semua yang ada di sana berwarna pink, dari mulai dekor dan semua boneka, hingga tas, buku, dan dekorasi yang lain.

Michele sedang duduk di kursi belajarnya, di depan meja belajarnya. Michele sedang membuka bukunya. Matt memeluk Michele dari belakang. Dia mencium pipi sang anak.

"Halo sayang, ada tugas sekolah?" Tanya matt kepada Michele. Michele kelas tiga sekolah menengah dasar sekarang.

Michele menutup bukunya. Dia menggeleng, "tidak pa. Hanya membaca sebentar sambil menunggu papa. Papa sudah selesai mandi?" Dia menoleh menatap sang papa.

Matt mengangguk, Matt menawarkan Michele untuk tidur di kamar dia atau tidur di kamat Matt. Michele ingin tidur di kamar Matt.

"Tapi, boleh tidur dengan mama juga pa?" Tanya Michele kepada sang papa.

Sebenarnya, Matt malas kalau harus satu ranjang dan satu ruangan dengan Vina. Kalau malam, setiap malam, dia diam-diam tidur di kamar lain. Masih banyak kamar yang ada di rumah besarnya itu. Vina juga akan tidur di kamarnya sendiri. Mereka hanya pura-pura baik dan manis, juga mesra di depan Michele.

"Ok. Kita panggil mama."

Matt terpaksa mau. Dia menggandeng Michele keluar dari kamarnya. Matt meminta baby sister Michele untuk membereskan kamar michele. Dia juga bisa kembali ke kamarnya untuk segera istirahat. Tugasnya hari ini untuk menjaga Michele cukup sampai di jam ini. Masih jam delapan. Tadinya Matt ingin tinggal di hotel. Tapi Michel tanya menelepon, dia tak bisa menolak permintaan anaknya itu.

"Mama dimana, pa?"

Mereka ke kamar, tak ada Vina. Matt tak tahu malah ini akan tidur dengan Vina. Mungkin Vina di ruang kerjanya. Vina seorang wanita karir, dia mengelola perusahaan papanya, Matt mengelola perusahaan orang tuanya juga.

"Mungkin di bawah, di dapur, atau di ruang kerja mama. Mau lihat ke bawah?" Tanya matt kepada Michele.

"Iya pa. Kita lihat di lantai bawah." Mereka jalan ke lantai bawah. Matt menggandeng Michele dan menuruni anak tangga rumahnya dengan hati-hati.

Vina ada di ruang tv. Dia duduk di depan tv. Menyalakan tvnya. Tv-nya menayangkan program komedi. Tapi Vina malah menangis.

"Mama."

Sampai Vina mendengar ada suara Michele yang memanggil dia. Dia langsung mengusap air matanya. Mendongakkan kepalanya melihat ke atas. Bibirnya yang tadi merenung, dia coba untuk membuat senyum di sana.

"Iya sayang. Ada apa?"

Vina baru berani menoleh. Menyahut panggilan anaknya itu dan tersenyum menyambut Michele. Michele lari memutari sofa dan duduk di samping mamanya. Memeluk mamanya.

"Mama kenapa, mama menangis?" Tanya Michele mendongak menatap mata sang mama.

Vina segera menggeleng, "mama tidak menangis. Filmnya lucu, mama hanya meneteskan air mata karena terlalu banyak tertawa." Vina menunjuk ke depan tv.

"Oh." Michele mengangguk, "mama, Michele mau tidur sama mama dan papa malam ini. Boleh ya ma?"

Vina menoleh ke belakang, menatap Matt yang sudah berdiri di belakang mereka. Hanya ini yang bisa Vina harapkan, kesempatan seperti ini.

"Tentu. Kenapa tidak boleh. Mau tidur sekarang, mama matikan televisinya dulu."

"Biar papa yang matikan tvnya. Kalian ke atas saja."

Matt mengambil remot televisinya. Dia mematikan tv-nya. Vina menggandeng Michele kembali menaiki tangga. Matt mematikan tv-nya. Dia ikut berjalan, di belakang keduanya menaiki tangga.

Sesampainya di depan kamar, Matt membukakan pintu untuk keduanya. Mempersilakan mereka masuk dengan sangat sopan dan manis. Menunduk seperti mempersilakan seorang ratu dan seorang putri. Tapi Vina tahu, semuanya hanya pura-pura dan topeng.

Vina tahu kesalahan dia sangat besar. Dia hamil Michele, tak jujur di awal pernikahan. Lalu, setelah melahirkan Michele, vina setres, dia memilih ke bar, minum, sampai tidur dengan laki-laki lain. Sampai dengan Michele satu tahun, dia masih suka main laki-laki.

Matt mengetahui semuanya. Dia hanya akan membawa Vina pulang kalau mabuk dan bungkam. Bahkan tak menceraikan Vina. Itu yang membuat Vina mulai jatuh cinta kepada Matt. Tapi Matt, dia paling benci dibohongi. Andai Vina jujur saja sebelum dia mengetahuinya sendiri, mungkin Matt tak akan sekeras ini kepada Vina.

Michele tidur di tengah. Matt di sisi kanannya dan Vina di sisi kiri anaknya itu. Vina membacakan dongeng untuk michele, tiap matanya terus mencuri pandang menatap Matt. Matt sesekali ikut membaca buku cerita yang Vina buka dan ikut tertawa dengan Michele. Matt juga menirukan suara aneh, kadang kalau ada hewan dan yang lainnya. Matt bisa bercanda dengan Michele yang bukan anaknya, yang membuat Vina dibenci Matt, tapi Matt tak pernah mau memaafkan Vina. Kenapa?

Vina selalu bertanya-tanya karena itu. Kenapa Matt tak mau membuka pintu hatinya untuk dia. Kenapa?

Matt dan Michele tidur dengan nyenyak. Vina pun menutup buku ceritanya. Dia membenarkan selimut keduanya. Vina mencium kening dan pipi Michele. Dia juga ingin melakukannya kepada Matt. Dia pikir, dia bisa mencium Matt diam-diam. Vina mencoba mencium Matt, tapi mata Matt terbuka.

"Jangan melebihi batas." Kata Matt kepada Vina.

Matt menatap Vina dengan tatapan dinginnya. Matt segera membalikkan badan. Vina kembali ke tempat tidurnya. Membenarkan posisinya. Air matanya tak sengaja menetes. Vina pun berbalik, memunggungi Michele. Tidur sambil menangis diam di sana.

***

Vina bangun lebih dulu. Dia keluar dari kamar itu. Ke kamarnya sendiri, mandi dan siap-siap ke kantor. Ada meeting pagi ini.

"Mama dimana?"

Michele terbangun. Dia tak mendapati mamanya ada di samping dia.

"Kenapa sayang?"

Matt juga baru bangun. Dia merasakan pergerakan Michele, makannya terbangun. Dia duduk bertanya kepada sang anak.

Pintu kamar mereka terbuka. Ada Vina yang sudah tapi dengan bajunya. Dia tersenyum dan menghampiri Michele.

"Pagi sayang. Sudah bangun?" Vina mendekati Michele. Dia menciumi pipi Michele dan mengusap kepala Michele, "sayang, mama ada meeting. Nanti sama baby sister kamu ya. Mama langsung berangkat. Daa sayang."

Michele menunduk sedih. Matt mencoba mengejar Vina. Dia keluar dari kamar. Matt berhasil menahan tangan Vina.

"Kamu bisa gak sih, prioritaskan rumah dulu, kewajiban kamu sebagai istri dan mamanya Vina."

Vina tersenyum kepada Matt. "Kamu bisa penuhi kewajiban kamu sebagai suami aku dan papa yang baik untuk Michele?"

Matt menepis tangan Vina. "Aku sudah memenuhi kewajiban aku sebagai papa yang baik untuk Michele."

"Dia yang buat kamu benci sama aku kan. Kenapa kamu bisa sayang sama dia, memaafkan Michele dan aku tidak kamu maafkan?"

Vina berbisik di depan wajah Matt. Matt bingung harus menjawab apa. Kenapa Vina jadi berubah seperti ini. Dulu dia arogan. Sekarang rasanya tidak.

Vina pergi meninggalkan Matt begitu saja. Matt terpaku berdiri diam disana.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!