Cuaca dingin di luar tidak membuat seorang wanita dalam unit apartemen mewah bermalas-malasan dalam kamar. Dengan tangan gemetar wanita itu membersihkan pecahan gelas di lantai kamar, tak menghentikan aktifitasnya walau darah menetes dari telapak tangannya akibat tergores pecahan gelas, air mata pun menetes ikut membasahi lantai. Pamela namanya, perempuan berambut coklat dan panjang itu merupakan istri dari Aleandro Leonard Torres seorang pengusaha muda sukses yang sangat digilai seantero Spanyol terutama Kota Madrid.
Pamela menarik napas mendengar suara pintu kamar mandi yang terbuka dengan cukup keras, tanpa menoleh sedikit pun ia tahu siapa yang keluar dari ruangan itu. Semakin mempercepat gerakan tangannya memasukkan semua pecahan kaca ke dalam tempat sampah. Kedua tangannya bergetar, rasa sakit yang diberikan Leon sangat menyesakkan dadanya.
“Ck, lambat”, ucap seorang pria. “Cepat bersihkan, aku tidak mau ada noda sedikit pun di sini, kau mengerti?”, suara bariton pria yang selalu menorehkan sayatan luka di hatinya. Melihat tidak ada tanggapan apapun dari Pamela, pria ini mengetatkan rahangnya “JAWAB”, sentaknya.
“Baik Tuan”, cicit Pamela. Kedua kelopak matanya tertutup beberapa detik, Pamela meredam isak tangisnya dengan mengigit kuat bibir bawah. Napasnya tersengal karena tangisannya.
“APA?, kau bilang apa? Katakan dengan jelas”, seru pria itu dan merentangkan kakinya di depan mata Pamela.
“Baik Tuan”, ucap Pamela dengan suara lebih jelas.
Pria yang tak memiliki perasaan itu berjongkok dan mengapit keras kedua pipi Pamela dengan satu tangan, tersenyum smirk seraya memandang rendah wanita yang selalu menghangatkan ranjangnya. “Gunakan mulutmu dengan baik ketika bicara, paham?”, suara dingin begitu menusuk ke dada.
“Iya Tuan”, jawab Pamela menundukkan pandangannya. Kedua tangan terkepal kuat bahkan kuku menancap pada telapak tangannya, semakin menambah dalam luka sayatan akibat pecahan kaca. Dalam dirinya ingin melawan Leon tapi sayang Pamela tak memiliki kekuatan itu.
Sesuai aturan yang telah Pamela tandatangani jika ia dilarang menatap bahkan menyentuh suaminya tanpa izin. Ketika bicara pun harus selalu menurunkan pandangan matanya. Menghempaskan wajah Pamela dan mengibaskan tangannya seakan merasa jijik karena bulir keringat menempel di telapak tangannya, “Aku pergi, manfaatkan waktu sebaik mungkin sampai aku kembali”, mengusap puncak kepala Pamela sembari menghapus keringat ditangannya dan melangkah pergi meninggalkan penthouse.
“Huh”, Pamela bisa bernapas lega saat melihat suaminya keluar dari apartemen, ia pun bergegas membersihkan kotoran dalam kamar. Lalu mengobati luka di tangannya yang tak sebanding dengan torehan di hatinya.
Tubuhnya yang semakin kurus luruh dan merosot dari atas ranjang, lelah rasanya disakiti sesuka hati Leon. Pamela memandang nanar bayangan dirinya di cermin. Berulang kali Leon memperlakukan layaknya bukan manusia, ya teramat sering pria itu memaksa kehendaknya dalam bentuk apapun.
Pagi yang buruk baginya karena harus menerima amarah dari seorang Aleandro Leonard Torres atau yang lebih dikenal Leon. Pamela memasak sup tidak sesuai dengan keinginan Leon sebagaimana tertulis di jadwal. Bukan tanpa alasan wanita ini membuatnya karena persediaan bahan makanan dalam lemari yang hampir habis, tidak ada bahan-bahan untuk memasak sup yang Leon inginkan. Hingga berakhir Leon membanting keras gelas yang berisi susu dari atas nakas dan menumpahkan makanan ke lantai.
Usai membalut tangannya dengan perban, Pamela mengambil mantel yang akan digunakannya. Ia keluar apartemen bersama seorang driver yang memang Leon siapkan untuknya. Pamela hanya mengunjungi grocery store untuk membeli semua kebutuhan di apartemen, tak ingin kembali mendapat amarah hanya karena makanan, dengan cermat Pamela menghitung bahan makanan yang diperlukan. Memasukan satu per satu barang ke dalam trolly, mendorongnya penuh tenaga dan jangan lupakan bagaimana ia menahan rasa nyeri di telapak tangannya. Menghabiskan waktu selama 30 menit, Pamela harus cepat kembali ke apartemen untuk merapikan semua barang yang dibelinya. Untung saja untuk membersihkan unit apartemen itu Leon menyewa jasa seorang asisten rumah tangga yang datang setelah tuannya pergi dan pulang sebelum Leon kembali memasuki penthouse miliknya.
Pamela mengistirahatkan tubuhnya sejenak, menelepon neneknya yang berada di rumah sakit hanya untuk menanyakan bagaimana kabar wanita lanjut usia itu. Ia sangat menyayangi neneknya, keluarga yang dimiliki hanya nenek dan pamannya. Pamela yang manahan tangis karena lama tidak bertemu neneknya hanya mengulas senyum selama panggilan video berlangsung.
“Nenek sudah dulu ya, nanti aku telepon lagi”
Pamela menutup sambungan teleponnya dan menyimpan benda pipih itu di atas nakas, lalu berbaring menatap langit-langit kamar. ppAir mata kembali menetes dan tanpa ia sadari kedua matanya terpejam.
Menjelang sore hari Pamela yang terbangun dari tidur terkejut dengan kehadiran dua wanita di ruang tamu. Ketiganya saling membalas senyum kaku, sampai seorang asisten rumah tangga memberi tahu siapa dua tamu itu.
“Oh seperti itu”, tanggapan Pamela.
Wanita berambut indah ini pun digiring ke kamar mandi oleh kedua wanita yang bertugas melalukan perawatan untuk istri dari seorang Aleandro Leonard Torres. Pamela berendam dengan air hangat yang dipenuhi busa dan harum aroma terapi memanjakan indra penciumannya. Selama 2 bulan menikah dengan Leon selalu memerintahkan Pamela merawat kulit tubuhnya dari ujung rambut hingga kaki, wanita muda itu harus tampil menyenangkan hati Leon saat pagi dan malam hari dimana suaminya pulang ke apartemen. Leon tidak ingin satu debu pun menempel pada kulit Pamela atau setetes keringat. Karena wanita itu bertugas melayani Leon setiap hari, semua kebutuhannya harus di siapkan dan dipenuhi oleh istrinya.
Beres melalukan ritual membersihkan diri, Pamela memandang sendu lurus pada cerminan dirinya yang semakin cantik setelah menikah dua bulan yang lalu. Sebelumnya ia hanyalah gadis pelayan bar di Kota Madrid, berkerja malam hari dan berpenampilan terbuka setiap hari tanpa kenal kata dingin, berpenampilan seperti itu pun bukan keinginannya namun semua ia lakukan terpaksa demi mencukupi ekonomi keluarga.
Pamela tersenyum miris ketika satu persatu alat make up mulai menyentuh kulit wajahnya. Haruskah ia senang dan bangga bisa menjadi istri dari seorang Leon?, pasti diluar sana banyak wanita merasa iri padanya karena berhasil mendapatkan salah satu bujangan terbaik di Kota Madrid. Namun tidak dengan Pamela, wanita ini mendapat tekanan batin setiap hari dan hanya bisa bernapas lega ketika suaminya itu keluar apartemen. Mungkin dari luar Leon merupakan sosok sempurna dan suami idaman tapi nyatanya tidak.
“Anda beruntung nona, Tuan Muda Leon sangat mencintai anda”, puji seorang wanita yang sedang menata rambut panjang Pamela.
“Apa katanya beruntung?, mencintai?, aku tidak pernah merasa seperti itu”, batin Pamela kemudian tersenyum malas di bibirnya. “Mereka tidak tahu saja apa yang aku terima setiap hari dari Tuan Muda yang sangat arogan itu”, sambungnya dalam hati.
Sentuhan terkahir dengan pemberian pewarna bibir merah sesuai keinginan Leon. Pamela hanya bisa menelan saliva menatap jam yang melingkar pada pergelangan tangannya. Setiap menit dan detik terlewati itu artinya semakin cepat pula dirinya akan menghabiskan waktu dengan Leon.
Kedua wanita yang membantunya berias pun berpamitan karena tugas mereka selesai bahkan asisten rumah pun bersiap pulang mengingat hari sudah petang. Pamela menghembuskan napas kasar di depan cermin besar yang ada di kamarnya, masih tetap memandangi dirinya yang nampak seperti orang lain. Rambut panjang indahnya disulap bergelombang, make up tipis membuat penampilannya semakin sempurna, gaun malam membalut tubuhnya dengan sangat indah.
Tbc
Pamela berjalan keluar dari kamarnya, perlahan mulai menuruni anak tangga satu per satu, suasana apartemen semakin sepi, bisakah hanya ada waktu siang hari saja?, Pamela lantas duduk di ruang keluarga setelah mendengar kabar kalau suaminya dalam waktu kurang dari 15 menit akan tiba di apartemen. Tatapannya lurus ke arah pintu masuk, ia harus sigap ketika Leon sampai, menyambut pria kejam itu dengan senyum walaupun terpaksa. Pamela meremas kedua tangannya yang berubah semakin dingin setiap kali akan bersama Leon. Ia melupakan luka di tangannya, karena tertekan darah pun sedikit terlihat pada perban putih itu. Semakin lama darah di perbannya semakin banyak, akhirnya Pamela memutuskan kembali ke kamar untuk menggantinya lebih dulu.
“Ah, ini sakit sekali”, ucapnya mengibas tangan yang terluka. “Apa aku harus minta izin Leon untuk ke rumah sakit?”, gumamnya sembari mengoleskan obat pada area lukanya. “Ah, tidak. Jangan Pamela, itu hanya akan menambah masalah saja. Ingat ini hanya luka kecil yang nanti akan sembuh sendiri tanpa ke rumah sakit”, ucapnya menenangkan diri sendiri. Dengan cepat ia membalut lukanya dan merapikan kembali kotak obat, lalu turun ke lantai 1 menunggu suaminya.
Pamela mengingat awal mula pertemuannya dengan Leon yang di warnai sebuah insiden dan berakhir mimpi buruk panjang baginya.
FLASHBACK ON
Pamela datang ke bar dengan pakaian yang basah akibat hujan melanda Kota Madrid cukup deras. Ia pun segera mengganti dengan seragam kerjanya yang sangat terbuka, menampakan sisi mulus tubuhnya.
“Hey kau kemari”, panggil pria sudut ruangan. “Bawakan aku minuman lagi, ah dua ya dua”, ucap pria yang setengah sadar itu akibat terlalu banyak meneguk minuman beralkohol. Pamela pun segera membawakan pesanan pelanggan, dengan sedikit menghindari sentuhan dari pria hidung belang di dalam bar.
BYUR
“Ah sial”, suara keras seorang pria langsung berdiri begitu minuman jatuh membasahi kemeja putih mahalnya. “Siapa yang melakukan ini?”, suara lantangnya memekakkan telinga siapapun yang mendengarnya.
“Ma-maaf tuan, saya tidak sengaja”, cicit Pamela menundukkan wajah tidak berani menatap pria yang sepertinya memiliki sikap arogan ini.
“Ah rupanya kau, gadis kecil sialan. Kau sengaja hah?”, mendorong tubuh Pamela hingga terhuyung ke belakang.
“Tuan Leon ada apa ini?", pengawas bar segera mendatangi keributan yang terjadi dalam bar. “Sebaiknya kita selesaikan ini di ruangan saya, mari Tuan”, ucap pengawas bar merasa tidak enak hati karena Leon merupakan salah satu pelanggan tatapnya. Lebih tepatnya sudah 1 bulan ini pria tampan bertubuh tinggi itu rajin setiap malam mengunjungi bar sebelum pulang ke apartemen.
Leon yang tengah patah hati melampiaskan kekesalannya pada minuman beralkohol, hingga sering tak sadarkan diri akibat mabuk berlebihan. Untung saja asisten pribadinya selalu setia mengawasi tuannya kemana pun pergi.
“Silahkan masuk Tuan”, dan menatap Pamela dengan tatapan intimidasi, “Kau juga Pamela”.
Pamela mengekor di belakang pengawas bar, meremas tangannya yang berubah menjadi sangat dingin, bahkan kulit wajahnya pun menjadi pucat. Takut itulah yang dirasakannya, padahal ia tidak sengaja tersandung saat membawa minuman, seperti ada seseorang yang sengaja membuatnya terjatuh.
“Aku tidak ingin membuang waktu, kau harus memecat perempuan ceroboh ini”, seru Leon sembari menunjuk dan menatap tajam Pamela. “Masih banyak orang bisa berkerja dengan benar”, sambung Leon.
Pamela menggelengkan kepalanya, raut wajahnya seketika pias seperti tak dialiri darah. “Tu-tuan”, cicitnya ingin sekali membela diri. Tapi Leon terus mengatakan kata-kata kasar ditujukan padanya, sehingga ia tidak berani mengeluarkan suara dan menangis dalam diam.
“Benar-benar pelayan tidak tahu diri”, sinis Leon.
Pengawas bar pun mengabulkan perintah seorang Aleandro Leonard Torres, apalah artinya kehilangan satu pegawai dibanding kehilangan pelanggan seperti Leon. “Pamela mulai malam ini kau berhenti berkerja, aku akan memberi gaji mu bulan ini”, ucap pengawas.
“Tuan jangan, saya mohon”, cicit pamela. Air mata telah menganak sungai di pipinya.
Leon tersenyum sinis melirik ke arah perempuan yang menodai kemeja mahalnya, ia pun meninggalkan ruangan kecil yang menurutnya membuat sesak napas. Seketika kakinya mendapat cekalan dari Pamela yang langsung bersimpuh menahan Leon.
“Tuan mohon maafkan saya”, Pamela memberanikan diri menatap Leon, “Sa-saya akan mengganti kemeja anda tuan”, memberanikan dirinya meski takut menggelayuti lubuk hati.
Sontak Leon menggerakkan kakinya hingga tubuh Pamela terhempas menempel pada lantai, “Kau pikir uangmu bisa menggantinya? Dasar perempuan murahan, menyingkir dari hadapanku”, Leon bergegas meninggalkan perempuan yang berani menatap wajahnya.
Sementara Pamela kembali memohon pada pengawas bar, ia tidak peduli merendahkan dirinya dihadapan dua pria ini asalkan tidak kehilangan pekerjaan. Suara tangis dan kata-kata memohon bahkan wanita itu menyatakan akan melakukan apa saja asal dirinya tidak di pecat, jelas ditangkap oleh telinga Leon. Pria ini tersenyum sinis dan terlintas sesuatu dalam otaknya.
Aleandro Leonard Torres membenci wanita yang sangat menggilai uang dan ia ingin menghukum wanita yang selalu mementingkan uang di atas segalanya, sama seperti mantan kekasihnya yang pergi begitu saja memilih pria lain, ia pun berjanji suatu saat akan membalas luka hatinya pada mantan kekasihnya tentu saja rencananya itu akan semakin berjalan mulus dengan hadirnya Pamela. Leon meminta seorang anak buahnya untuk membawa Pamela ke hadapannya, tanpa basa-basi Leon mengajukan tawaran pernikahan dengan imbalan uang untuk Pamela. ”Persiapkan dirimu, besok kita menikah di badan kependudukan”, ucap Leon. “Dan kau Alonso persiapkan perjanjian tertulis dengan wanita ini, buat dia menandatanganinya dengan cepat”, perintah Leon pada asisten pribadi yang berdiri tepat di sampingnya.
“Baik Tuan Leon”, sahut Alonso
“Ta-tapi Tuan, saya belum memutuskan apapun”, jawab Pamela.
“Kau butuh uang banyak, bukankah ini solusi yang tepat?”, Leon tersenyum menatap rendah pada perempuan yang tengah menunduk di depannya. “Tidak ada penawaran kedua, ingat itu”, Leon menjentikkan jari telunjuknya.
Tak dipungkiri Pamela sangat membutuhkan uang, tanpa berpikir panjang dan hanya mengutamakan semua demi neneknya yang sedang sakit dan memerlukan perawatan dengan segera, ia pun menyanggupi untuk menikah dengan Leon.
“Baik Tuan saya akan menikah dengan anda, asalkan anda menepati janji memberi uang yang banyak sebagai imbalannya”, ucap Pamela dengan suara bergetar seketika suara tawa Leon pecah memenuhi ruangan.
FLASHBACK OFF
Pamela pikir menikah bersama Leon, hidupnya akan berubah menjadi lebih baik tetapi ternyata tidak sama sekali. Hanya berkorban untuk keluarganya tanpa mendapat kebahagiaan untuk dirinya sendiri. Uang yang dimilikinya pun benar-benar ia gunakan untuk biaya perawatan neneknya di rumah sakit.
Bolehkah Pamela pergi saja? terlalu banyak rasa perih yang diberikan Leon untuknya. Pamela menghembus berat napasnya dalam lamunan.
Pamela seketika tersadar dari lamunannya karena ponsel yang ia simpan di atas meja berdering, dengan cepat mengambil benda pipih itu untuk mengetahui siapa yang menghubunginya.
Tbc
Kedua bola mata Pamela sedikit melebar melihat siapa yang menghubunginya, ternyata asisten pribadi Leon yang bernama Alonso memberitahu jika Leon telah sampai di area apartemen. “Nyonya, Tuan Leon baru saja turun dari mobil”, ucap Alonso lalu memutus sambungan telepon.
Smartphone yang ada di tangannya terjatuh karena gugup dan takut menjadi satu usai mendapat kabar tentang suaminya. Pamela pun bergegas berdiri di depan pintu masuk memasang senyum palsu yang sangat melelahkan baginya, bersiap menyambut suaminya.
“Semoga suasana hati Leon malam ini sangat baik, aku selalu berharap dia mendapat kebahagiaan setiap hari”, ucapnya dalam hati. Karena entah apa malam ini yang akan Leon lakukan padanya, yang jelas Pamela berharap suasana hati Leon sedang baik dan ia dapat melewati malam tanpa tangis juga sakit.
Namun kenyataan tidak sesuai harapannya, karena pintu terbuka dengan keras, Pamela menelan salivanya kuat menatap Leon masuk ke apartemen dalam keadaan wajah yang kusut, tatapan kebencian sangat ketara dari sorot matanya yang tajam, kepalan kedua tangan di sisi tubuhnya dan penampilannya pun kacau, kemeja yang sudah tidak terkancing sempurna, bagian lengan tergulung serta bau alkohol begitu menyeruak dalam hidung Pamela
“Pasti dia bertemu mantan kekasihnya lagi”, batin Pamela sembari menarik napas lalu memejamkan matanya beberapa detik.
Memang benar seperti apa yang istrinya pikirkan kenyataan jika Leon melihat mantan kekasihnya yang merupakan seorang model terkenal bersama pria lain yang juga pesaing bisnisnya keluar dari sebuah hotel. Tak pernah merasa jera, Leon yang penasaran akhirnya mengikuti masa lalunya itu dengan perasaan berapi-api. Leon turun dari mobil dan memukul pria yang sudah berani mengambil apa yang menjadi miliknya. Bahkan asisten pribadi dan driver pun tidak luput dari amarah Leon.
“Arrrgh”, Leon menggebrak meja yang ada di tengah di ruangan, melampiaskan emosinya yang sedari tadi telah menggunung. Pamela terperanjat dari posisinya, sampai mundur beberapa langkah. “Kemana?”, suara dingin ciri khas Leon
“Tidak Tuan”, jawab Pamela
“KEMARI CEPAT”, teriak suaminya itu.
“I iya tuan”, Pamela melangkah gemetar takut mendekati suaminya, degup jantungnya pun tidak beraturan, tangannya semakin dingin juga berkeringat.
Leon mengitari penampilan istrinya, menatap dari ujung rambut hingga ujung kaki, wanita di depannya ini terbalut gaun serta sepatu mahal membingkai kaki jenjangnya. “Katakan apa uang sangat berarti bagimu?”, sinis Leon.
“A apa tuan?”, Pamela menarik napas sebelum menjawabnya, “Iya tuan, bagiku uang segala-galanya”, jawab Pamela mengingat neneknya yang sedang terbaring di rumah sakit, tanpa melihat perubahan ekspresi di wajah suaminya itu.
“HAHAHA”, Leon tertawa mendengar jawaban istrinya, “Semua wanita memang sama saja, menjual diri demi uang”, Leon kembali memukul meja di depannya. “Cepat mendekat kemari j*****”, titahnya pada Pamela karena wanita itu sedikit memberi jarak.
“Tapi aku tidak seperti mereka, aku membutuhkan semua uangmu untuk biaya pengobatan nenekku Leon, asal kau tahu itu”, alasan Pamela dalam hati.
“Cepat buka jas ku”, Leon memerintah istrinya untuk membuka jasnya dan memajukan posisi kakinya tepat di depan wajah Pamela, tanpa kata pun sudah jelas jika pria itu ingin sepatunya juga dilepas, tetapi Pamela hanya diam merasakan sakit di bagian telapak tangan akibat luka terkena pecahan gelas.
Tak kunjung melihat istrinya bergerak menjalankan perintahnya membuka sepatu dan jas, “Bodoh”, umpatnya. Karena geram Leon membawa istrinya ke kamar mandi, “Cepat berdiri dan ikut”, menarik paksa tangan Pamela mengikuti langkah kakinya. Leon menendang pintu kamar mandi hingga terbuka lebar, menyeret tubuh mungil yang sedari tadi terseok-seok mengikuti langkah kakinya yang begitu lebar.
Kedua mata Pamela membola melihat suaminya menyalakan shower, “Jangan tuan, maaf aku salah”, cicitnya sangat memohon pada suami kejamnya.
Leon mengapit kedua pipi istrinya dengan kuat sampai rasa sakit terlihat dari raut wajah Pamela. “Berapa kali aku katakan hah?, jangan sampai aku mengulang perintah untukmu wanita j*****”, Leon mendorong tubuh itu ke tengah guyuran air shower hingga gaun malam yang dikenakan Pamela basah, badannya pun gemetar akibat merasa dingin, giginya pun saling beradu, matanya terpejam menahan rasa dingin begitu menusuk sampai ke dalam kulit.
“Maaf Tuan, aku tidak sengaja”, lirih Pamela yang sudah kehabisan kata-kata. “Ahh”, pekiknya yang juga merasa perih pada telapak tangannya.
“Tidak sengaja?, berapa kali kalimat itu keluar dari mulutmu?”, Leon mendorong keras Pamela sampai menghantam dinding.
“Ssshh”, ringis Pamela merasa nyeri di bagian punggungnya. “Maaf tuan, aku memang benar-benar tidak sengaja, tanganku sedang sakit tuan”, wajahnya menunduk.
“Kau harus diberi hukuman”, desis Leon langsung merobek paksa gaun indah yang membalut tubuh istrinya. Mengikat kedua tangan Pamela sangat kuat, “DIAM”, serunya, karena Pamela melakukan perlawanan. “Tundukkan pandanganmu”, titah Leon menadapat tatapan sayu dari istrinya.
Pamela hanya bisa menggeleng lemah kepalanya, tangisnya pun ikut melemah, ia tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, “Ahh” , pekik Pamela merasa sakit pada bagian intinya yang terasa sesak dan penuh. Benar seperti biasanya Leon memaksa melakukan penyatuan bahkan dengan kasar juga menghentakkan tubuhnya beberapa kali tanpa ampun. Usai mendapat pelepasan pria yang masih dipenuhi emosi itu keluar kamar mandi meninggalkan Pamela yang menangis di bawah guyuran air shower. Bahkan Leon hanya melepas ikatan di tangan istrinya, ia merasa Pamela pantas mendapat hukuman seperti itu.
Keluar dari kamar mandi pria ini menoleh beberapa saat ke belakang, sebenarnya ia tak sampai hati menyiksa wanita terlebih istrinya sepertinya itu, tetapi mengingat alasan Pamela menerima pernikahan atas dasar uang, rasa sakit dan amarah karena ditinggal mantan kekasih memaksanya menjadi seorang pria yang kejam tanpa Leon tahu apa alasan sebenarnya yang membuat Pamela menyetujui menikah dengannya.
Tbc
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!