NovelToon NovelToon

The Wedding Ring

pria asing

...Halo teman-teman......

...Selamat datang di karya terbaruku.. Genrenya ini lebih ke fantasi, dimana sang protagonis perempuan akan melalang buana sebagai traveller time. Bertujuan kembali ke masa lampaunya......

...Sebelum kalian mulai membacanya, yuk bantu author untuk VOTE karya ini agar muncul di beranda teman kalian yang lain. Bantu author untuk mengembangkan karya yang baru ini ya sayang2... ...

...Jangan lupa bantu like, komen, dan masukkan list novel ini ke favorit kalian.....

...*Terimakasiihhh**🥰*...

...Semoga kalian suka!!!!...

...\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~\~...

Seorang wanita berjalan tertatih melintasi koridor hotel tengah malam, berjalan sempoyongan sembari memegangi kepalanya yang terasa berat dan sangat memusingkan.

Wanita itu, Sean Prawira berusia 18 tahun, baru saja merayakan kelulusannya sebagai anak SMA. Di klub hotel, ia bersama teman-teman seangkatannya berpesta pora menikmati minuman yang memabukkan.

"Ahh," decit Sean sempoyongan mencari kamar yang telah ia sewa untuk semalam, sebelum menikmati party kelulusannya di klub, ia sudah memesan satu kamar hotel karena tak memungkinkan untuk pulang ke rumah.

Matanya serasa buram, tak mampu memperhatikan nomor kamar dengan jelas. Sampai akhirnya ia melihat sebuah kamar bertuliskan 609, kamar itu diduga miliknya. Padahal kamar Sean seharusnya bernomor 608. Mata kaburnya membuat ia berhenti di depan kamar miliknya.

Berkali-kali, Sean menempelkan kartu hotelnya. Namun pintu tak kunjung terbuka.

Bugh!

Bugh!

Karena rasa kesalnya, ia menggedor-gedor pintu kamar dengan kedua tanggannya secara bergantian.

Ia coba lagi menempelkan kartu hotel untuk membuka pintu kamar, nyatanya pintu itu tak kunjung terbuka.

"Ah kepalaku berat sekali," decit Sean meremass kepala beratnya seperti tertindih sebuah batu besar. Ingin sekali rasanya ia merebahkan diri diatas ranjang yang empuk, menikmati tidur malamnya.

Malam itu tepat pukul 12 malam, Sean terduduk lemah seraya merintih karena pusing yang menderanya.

Brak! Brak!

Kembali ia memukuli pintu yang tak kunjung terbuka dengan sepatu heelsnya. Rambutnya terlihat acak-acakan, dressnya sangat terbuka, bahkan satu tangannya menenteng heels yang telah dibukanya saat tiba di depan pintu kamar hotel sejak tadi.

"Sial! Apa staf hotel ini menipuku!!" tuduhnya mendelik kesal.

Sean masih terduduk di depan kamar hotel. Tak berselang lama, seorang pria menghampiri. Pria itu berjalan sempoyongan layaknya yang Sean lakukan tadi.

Ia mencari satu kamar miliknya, kamar yang telah didatanginya siang tadi untuk berkumpul bersama teman-temannya. Sama halnya seperti Sean, pria asing itupun baru selesai merayakan kelulusan sekolahnya ditingkat SMA. Namun mereka berbeda sekolah bahkan mereka tak saling mengenal.

Kamar milik pria asing itu seharusnya punya sahabat satu kelasnya, mereka berkumpul sama-sama untuk merayakan kelulusan juga.

Namun, karena kedua orangtua temannya menyuruh pulang, alhasil kamar itu diberikan pada pria asing tersebut.

Ia berjalan semakin dekat, tak melihat wanita yang ada didepannya.

Bugh!

Kaki pria asing itu menabrak kaki Sean yang tergeletak lemah di depan pintu. Namun, ia berhasil menahan keseimbangan tubuhnya sehingga tak jadi terjatuh.

"Shittt, siapa sih ini," gumamnya seraya menendang kaki Sean dengan lemah. Saat kedatangan pria asing tersebut, Sean sudah tak sadarkan diri.

"Minggir," ujar pria asing itu menyingkirkan tubuh lemah yang tak memberi respon sedikitpun. Ia menempelkan kartu hotelnya.

Tit

Suara kunci terbuka, bergegas pria asing itu menarik handel pintu masuk ke dalam kamar. Sebelum menutup pintu kamarnya, tangannya terhenti. Menatap wanita yang terbaring lemah di depan tubuhnya saat ini.

"Ah sial! Siapa perempuan ini," racau pria asing itu.

Lantaran tak tega melihat seorang wanita tertidur tanpa sadar di depan kamarnya, ia menyeret perempuan itu dengan susah payah menggunakan kedua tangannya.

Dilekatkan tangannya ke lengan perempuan itu, menggiringnya masuk ke dalam kamar. Rasa pusingnya pun tak kunjung hilang, meski ia sudah meneguk segelas air mineral.

"Shitt! kebanyakan minum gue," racaunya lagi.

Sambil berjalan sempoyongan, pandangannya teralihkan lagi pada tubuh perempuan seksi yang tergeletak di atas lantai. Tubuh itu tampak menggiurkan baginya, kulit putih mulus, berkaki jenjang, bahkan memiliki bokong yang semok membuat tatapannya semakin tajam.

Glekk!

Ia menelan air liurnya begitu saja, setelah menyaksikan pemandangan seorang wanita yang tampak awut-awutan tapi tetap cantik dan seksi.

Pria asing itu mengumpulkan tenaga terakhirnya, memboyong tubuh mulus nan seksi ke atas ranjang.

Fiuhhhh

Nafas kasarnya yang berat berhasil ia keluarkan setelah membaringkan tubuh molek itu diatas ranjang miliknya.

"Siapa gerangan wanita ini? Kenapa dia menunggu di depan kamarku?" tanyanya penuh tatapan menyelidik.

"Apa perempuan ini dikirim Tuhan untuk menemaniku malam ini? hihihi," raungnya semakin mengigau.

Ia menghempaskan tubuhnya begitu saja, tepat berada di samping wanita itu. Tangan nakalnya mulai berseluncur di lengan wanita yang berkulit putih tersebut.

Pria itu mendekati wanita yang tertidur pulas disampingnya. Wajah cantiknya begitu sempurna, serasa menggodanya malam itu.

Ia membelai wajah cantik Sean. Mendekatkan bibirnya dengan bibir gadis tersebut.

Kemudian, pria itu mencoba mencium Sean dengan hati-hati. Sialnya, ciumannya disambut oleh gadis yang tak dikenalnya.

Ia menjelajahi rongga mulut wanita itu secara perlahan. Rasanya begitu nikmat, terasa manis sekali, membuat ia bertukar shaliva secara mendadak, meneguk shaliva yang terasa memabukkannya malam itu.

"Shittt!" gumamnya ketika melihat burung perkututnya mulai berdiri dan membesar karena sensasi ciuman yang semakin panas.

Tatapannya menelisik gadis yang ada di hadapannya, ia melihat mata yang masih terpejam dengan erat. Tak ada tanda-tanda kalau wanita itu telah tersadar dari tidurnya.

Mengapa ia membalas ciumanku? Apa dia pura-pura tertidur? Siapa dia? Kenapa dia ada disini? Ah, aku sama sekali tak mengenalnya, tapi dia membuatku tergoda.

Pria itu bergumam seorang diri, menatap tajam wanita yang dianggapnya sebagai sebuah anugerah untuknya malam ini.

Apa aku boleh menyentuhnya? Ah, sial aku tidak tahan lagi.

Pria itu kembali mendaratkan bibirnya pada bibir Sean yang tipis, bibir itu terasa kenyal bahkan sangat manis. Sean yang tertidur lelap membalas ciuman itu semakin dalam.

Ia menikmati ciuman hangatnya, tanpa sadar ia menjelajahi setiap inci rongga mulut pria itu.

Pria asing itu semakin tak tahan menikmati godaan di depan matanya. Ia melucuti baju gadis tersebut, perlahan demi perlahan. Hanya sekali tarik, dress itu terlepas dari tubuhnya.

Entah mengapa ada rasa puas menyelimuti pikiran pria asing tersebut, setelah ia berhasil melepaskan helaian demi helaian yang terpakai pada tubuh Sean.

"Ahhhh," desisnya menikmati pemandangan yang luar biasa saat ini.

Ia melihat tubuh Sean yang mulus, seksi, putih, berbadan tinggi, dengan rambut terurai panjang sepunggungnya.

"Aku tidak boleh menyia-nyiakannya," ujar pria itu seraya menatap tajam gadis itu dengan kedua mata elangnya.

Pria itu melepaskan semua pakaiannya, melempar baju dan celananya ke bawah lantai. Baru saja ia mau menerkam Sean, mengungkungnya dalam pelukan yang erat, tiba-tiba Sean terbangun dan mengigau.

"Siapa kamu?" lirihnya menatap tajam pria itu, mencoba mendudukkan tubuhnya.

Tiba-tiba...

Gubrak!!

Tubuh Sean kembali terhempas ke ranjang. Matanya terpejam rapat, rasa mabuknya tak menghilang. Ia hanya meracau sementara dan kembali pulas.

Pria itu kembali melancarkan aksinya, menempatkan dirinya diatas tubuh mulus Sean, mencumbunya secara perlahan. Menciumi pipi, bibir, hingga leher jenjangnya.

Sean merintih tetapi sekaligus menikmatinya.

"Ahhh," desah Sean saat cumbuan itu mendarat dileher jenjangnya.

Pria asing itu terus menjelajahi setiap inci bagian tubuh Sean. Perlahan-lahan, ia menikmatinya dengan lembut.

Setelah gair*ahnya memuncak, pria asing itu menancapkan sesuatu ke lubang yang paling terintim milik Sean. Sulit sekali rasanya masuk. Satu hentakan masih tertahan, dua kali hentakan masih juga tertahan sampai-sampai Sean merintih kesakitan.

"Awwwww!" pekik Sean tanpa sadar. Ada sesuatu yang mengganjal dibawah sana, belum masuk dengan sempurna.

Pria asing itu terus mendorong dengan kencang, saat hentakan ketiga ia merasa puas. Benda asing itu sudah menancap sempurna hingga mengeluarkan tetesan darah membasahi kepunyaannya bahkan menetes ke bed cover hotel itu.

bodoh

Sean mengerang kesakitan. Hal ini baru pertama kali ia rasakan bahkan dengan keadaan tak sadarkan diri.

Sementara, pria itu sangat menikmati aksinya. Ia menggoyangkan tubuhnya ke atas dan ke bawah demi memuaskan dirinya sendiri.

"Aaahhh! Ahhhh," desah Sean tak terhenti. Tubuhnya menggeliat mengikuti gerakan pria itu.

Pria itupun sangat menikmati suara rintihan Sean. Seperti saat ini, ia tengah menikmati tubuh itu. Aroma tubuh Sean juga membuatnya semakin bergairah.

Selama memuaskan nafsu gilanya, tangan pria itupun semakin nakal melayang kemana-mana. Kedua tangan kekar itu mendarat pada ke dua gunung kembar milik Sean, bahkan sesekali ia menyesap pucuk gunung kembar itu.

"Ahhh! Ahhh," erang pria itu setelah mendapatkan puncak kenikmatan tak terhingga, mengeluarkan kumpulan benih yang akan melalang buana untuk membuahi rahim Sean.

Begitupula dengan Sean, ia mengerang kesakitan sekaligus menikmati. "Ahhh!" ******* terakhirnya membuat lengkungan tipis di bibir pria itu.

Setelah selesai menyatu dan terpuaskan. Tubuhnya yang daritadi berada diatas tubuh Sean, ia hempaskan ke samping.

Haaahhh

Helaan nafas berat baru saja ia keluarkan. Keringatnya bahkan membasahi di sekitar anak rambut serta keningnya. Setelah permainan panas tadi, ia langsung tersadar dari mabuknya.

Ia menatap Sean dengan lekat. Menggulum senyumnya. Ia semakin penasaran dengan sosok perempuan yang telah terenggut kegadisannya malam ini.

Pria itu tertidur lelap setelah melakukan permainan panasnya. Sebelum tidur, ia menutupi tubuhnya dan tubuh Sean dengan selimut.

****

Suara kicauan burung terdengar, cuaca pagi itu tampak terik. Sinar matahari telah menerangi menembus melalui celah-celah jendela kamar hotel yang Sean tiduri untuk bermalam.

Sean pun baru tersadar dari tidurnya dengan kepala yang masih terasa berat. "Ahhh," erangnya seraya memegangi kepalanya yang terasa masih pusing sisa tadi malam.

Setelah memicingkan matanya, menyelidiki kamar yang tiduri. Seketika matanya membelalak tajam. Ia mencoba untuk duduk, tetapi area intinya terasa sangat sakit.

"Aaaaaaaakk," pekik Sean merasa perih kesakitan.

Ia mengintip di dalam selimut. Sialnya, saat ini Sean tak memakai sehelai benang pun. Seluruh tubuhnya terekspose. Kini matanya beralih menoleh kepada sosok pria yang ada di sampingnya.

Sean menarik selimutnya dengan erat dan berteriak sangat kancang. "Lo siapa? Kenapa ada di kamar ini?"

Pria itu langsung membuka matanya dengan setengah sadar. "Heemm udah bangun?"

Pertanyaan yang baru saja ia lontarkan membuat Sean bingung sekaligus histeris. "Hey! Bangun dulu! Jelaskan apa yang terjadi semalam?" teriak Sean ketakutan.

Pria itu malah mencoba meraih selimut yang ditarik oleh Sean karena sebagian tubuhnya telah terlihat. Matanya masih terasa berat dan ngantuk.

"Lo siapa sih? Mengapa gue tidak memakai baju? Apa yang lo lakukan sama gue?" protes Sean karena tak kunjung mendapatkan jawaban.

Pria itu mengucek kedua matanya, lalu memposisikan tubuhnya. Kini ia sudah terduduk dengan mata sembab khas orang yang baru terbangun dari tidurnya.

"Kenalin! Gue Daniel Prasetyo! Semalam kita melakukan itu berdua tanpa sadar! Tapi, lo sendiri juga menikmatinya kok." Daniel mengulurkan tangannya untuk berjabatan dengan Sean. Tetapi wanita itu malah histeris ketakutan.

"Apa? Lo gila ya? Lo lakukan itu sama gue tanpa seizin gue? Hah!" dengus Sean meratapi nasibnya saat ini.

Tanpa disadari, bulir-bulir bening itu sudah membasahi pipi tirusnya. Karena uluran tangan Daniel tak mendapatkan respon positif, ia mengepalkan tangan itu dan menariknya kembali.

"Sorry gue nggak bermaksud begitu! Semua terjadi begitu saja. Lo dan gue sama-sama mabuk, terus—."

"Terus apa? Karena gue mabuk, lo manfaatin gue untuk memuaskan nafsu bejad lo?" cecar Sean tersedu-sedu.

Mahkota kegadisan yang selama ini ia jaga bahkan akan diberikan pada suaminya nanti telah sirna. Bahkan diambil oleh seorang pria yang tidak dikenalnya.

"Gue akan bertanggung jawab." Daniel mendekati Sean. Namun Sean malah takut dan mendorong tubuhnya ke belakang agar menjauh dari posisi Daniel.

"Bertanggungjawab bagaimana? Gue ini baru saja lulus SMA, gue masih ingin menikmati hidup gue, tapi lo yang nggak gue tahu asal-usulnya tiba-tiba merenggut semuanya gitu aja?" berang Sean.

"Tenang dulu! Kita bisa bicarakan baik-baik." Daniel mulai berdiri, membuat Sean makin memekik keras karena melihat pria itu tanpa mengenakan sehelai benang pun.

"Aaaaah! Laki-laki gila," pekik Sean semakin menggenggam erat selimutnya.

Meski Daniel memiliki wajah yang tampan bertubuh gagah, tetap saja Sean tak bisa langsung jatuh cinta padanya. Bahkan laki-laki itu terlihat sebaya dengannya. Bagaimana mungkin anak yang masih berusia 18 tahun harus menikah?

"Ah gila!" desah Sean seraya meremass kepalanya, ia meratapi kebodohannya tadi malam.

Daniel memakai semua bajunya yang berserakan di lantai. Sementara Sean hanya melihat kejadian itu, tak berkutik mengikuti jejak Daniel. Karena dia sendiri belum mengenakan apapun di tubuhnya.

"Lo nggak mau pakai baju dulu?" tawar Daniel menyodorkan dress milik Sean.

Sean merenggutnya dengan takut-takut. Memakainya secepat kilat.

"Kita ngomong baik-baik. Tadi gue udah sebutin nama gue. Nama lo sendiri siapa?" Daniel membuka pembicaraan lebih dulu, dengan suara yang lembut dan menenangkan.

"Gue Sean Prawira!" Sean masih duduk diatas ranjang, menatap pria itu dengan dinginnya.

"Oke, jadi sebenarnya tadi malam lo pingsan di depan kamar gue. Dan gue bantu lo masuk ke dalam kamar ini." Daniel juga mendudukkan tubuhnya di tepian ranjang. Menatap lekat perempuan yang sedang tampak ketakutan.

"Karena gue juga nggak sadar, kita berdua ngelakuin itu. Sumpah gue nggak ada niatan jahat," akunya dengan jujur.

Sean memicingkan matanya, tetapi ia merasa tidak bisa percaya begitu saja. "Yaudah apa yang terjadi semalam, gue akan lupain. Anggap aja kita nggak pernah kenal," ketus Sean, ia beranjak dari ranjang, mencari barang-barang miliknya.

Ia ambil tas dan ponsel yang tergeletak di atas nakas. Lalu berjalan ke arah depan pintu. Selangkangannya terasa sakit, bahkan ia berjalan seperti bebek, berjalan pontang-panting karena rasa perih di area bawahnya.

"Tunggu dulu!" Daniel mengejarnya, merampas ponsel milik Sean. Lalu ia mengetikkan nomor ponselnya.

"Itu nomor gue. Gue harap nggak ada apa-apa, tapi kalaupun ada apa-apa kedepannya, lo boleh hubungi gue." Defan mundur ke belakang dan duduk lagi di atas ranjang.

Sean mengangguk patuh, tetapi ia masih saja tak habis pikir dengan kejadian semalam. Pikirannya berkecamuk bagaimana jika ia hamil nanti? Akankah keluarganya merestui?

"Gue pergi!" pamit Sean menarik daun pintu kamarnya, meninggalkan Daniel seorang diri di dalam kamar.

Sean berdiri mematung di depan kamar Daniel. Ia kembali cek nomor kunci kamar yang berada di dalam tasnya.

"Shiittt! Gue yang salah kamar kayanya!" Sean menatap nomor kunci dan nomor kamar Daniel yang berbeda hanya satu angka di belakangnya.

"Bodoh! Bodoh!" Sean memukul-mukul kepalanya tanpa henti karena meratapi kebodohannya.

pergi

"Dari mana saja kamu!" bentak papa Sean, Prawira ketika melihat kemunculan anaknya diam-diam pagi itu.

"Hm.. Da—dari rumah teman pa," jawabnya gugup. Ia tak memberikan kabar pada mama dan papa Sean kalau tadi malam ada perayaan kelulusan sekolah mereka.

"Kenapa baru pulang?" tegur Prawira.

"Tadi malam, Sean nginap di rumah teman pa. Maaf kalau tidak ngabarin, soalnya mama papa sibuk banget," keluh Sean tertunduk.

Keluarga Sean bukanlah keluarga yang akur. Papa dan mamanya sama-sama memiliki watak keras.

Sedangkan Sean jauh sekali sifatnya, justru berhati lembut bahkan tak suka dibentak. Mungkin sejak kecil karena selalu dididik dengan keras, makanya Sean ingin mengubah sikap buruk kedua orang tuanya.

"Anak gadis keluyuran dari tadi malam! Tidak baik itu untuk kamu! Jangan dibiasakan! Walaupun mama papa sibuk, kamu tetap harus meminta izin kalau melakukan sesuatu," tegas Prawira.

Prawira meninggalkan ruang tamu karena kesal melihat putri semata wayangnya yang baru pulang. Masih pagi, emosinya telah memuncak.

Ia mengomel seorang diri saat berjalan menuju kamarnya. Sementara istri prawira, Sherin yang 10 tahun lebih muda dari Prawira hanya menyorot dengan tajam suaminya yang sedang menggerutu. Ia enggan mencampuri urusan pria itu.

"Kamu ajarin tuh anakmu! Jangan suka keluyuran. Gimana anaknya nggak kaya gitu, mamanya saja suka memberi contoh tidak baik," berang Prawira membuat Sherin murka.

Prawira dan Sherin menikah 20 tahun silam. Sherin dipaksa oleh orang tuanya demi mensukseskan bisnis keluarganya. Diusia dini, Sherin harus merelakan masa mudanya demi melayani pria tua itu.

Kini Sherin berusia 40 tahun, sedangkan Prawira sudah berusia 50 tahun. Disisa hidupnya, Sherin memilih untuk menghambur-hamburkan uang suaminya daripada melayani pria itu.

Tidak ada rasa cinta antara keduanya. Oleh karena itu, Sean kerap sekali mendengar suara kedua orangtuanya yang sedang berantam, saling adu mulut serta teriak-teriak. Membuat Sean semakin trauma untuk mengarungi bahtera rumah tangga.

"Ya, kamu urus saja sendiri. Itukan anakmu juga, bukan anak saya saja," ketus Sherin berwajah masam.

"Kamu itu kalau dibilangin suami dengarkan baik-baik! Jangan membantah saja," cibir Prawira.

"Aku nggak perlu nasehatmu! Aku malas meributkan hal itu mulu! Dari dulu aku sudah mengurus anakmu, saatnya sekarang aku lepas tangan. Aku ingin menikmati masa tuaku! Bersenang-senang sendiri. Karena masa mudaku telah kau renggut dulu," hardik Sherin tak mau mengalah.

"Percuma ngomong sama kamu! Kaya ngomong sama tembok! Kalau mau hidup sendiri, pergi sana dari rumah ini," usir Prawira seraya menyilangkan tangannya didada.

"Oke! Aku akan pergi dari rumah ini mas! Jangan cari aku kemanapun! Sean kau saja yang urus! Aku capek setiap kita berantam, kamu selalu mengusirku," lontar Sherin. Ia beranjak dari atas kasur, memasukkan baju-bajunya ke dalam koper.

Astaga! Pelik rumah tangga keluarga Sean terlalu besar. Sean hidup pada keluarga yang tidak harmonis.

Dari dalam kamarnya, Sean hanya bisa menutup kedua daun telinganya. Rasa sesak didadanya ketika mendengar teriakan kedua orang tuanya saling beradu.

Ia menangis tersedu-sedu seorang diri. Mengelap bulir bening yang terus menetes dari pelupuk matanya.

"Hikss... Hiksss..." Sean meratapi kesedihannya.

Sementara Sherin sudah menuntaskan pengemasan pakaiannya. Ia mendorong koper miliknya dengan cepat. Bahkan Prawira tak ada niatan untuk mencegahnya.

"Pergi kamu sana! Jangan kembali lagi kalau uangmu sudah habis," kecam Prawira sembari menunjuk-nunjuk wajah Sherin.

"Oke! Ingat, hidupmu tidak akan bahagia! Pasti ada saja masalahmu nanti." Sherin melontarkan sumpah serapah untuk suaminya sendiri.

*****

20 Tahun yang lalu....

Kedua keluarga Sherin dan Prawira saling bertemu. Malam itu pembicaraan lamaran serta proses ke jenjang pernikahan mereka. Sherin ingin sekali menikmati masa mudanya, kuliah, ngumpul sama teman-teman, traveling dan lainnya.

Namun itu hanya impian demi mengatasi kebangkrutan keluarganya. Hanya keluarga Prawira lah yang mampu memperbaiki itu semua. Syaratnya yaitu menikahkan Sherin yang saat itu berusia 18 Tahun dengan Prawira yang sudah berumur 28 Tahun.

Prawira saat itu langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Namun, karena Sherin masih bersifat kekanakan, ia sangat membenci Prawira.

Setelah menikah, tak ada keakuran antara keduanya. Meski Prawira sudah mencoba untuk meluluhkan hati Sherin. Sayangnya, Sherin tak bisa menerima Prawira karena watak kerasnya bahkan ucapannya sering terlontar kata-kata menyakitkan.

Setelah menikah pun, Sherin melakukan hubungan intim secara terpaksa dengan suaminya. Bisa dikatakan hanya beberapa kali mereka melakukan hubungan intim, lantaran Sherin selalu menolak kebutuhan biologis Prawira.

Tak heran jika Sherin tidak kunjung hamil. Dua tahun setelah pernikahan, barulah Sherin hamil. Teringat jelas dipikirannya, sebulan sebelum kehadiran Sean, Prawira memaksanya melakukan hubungan suami istri.

Bahkan Sherin ditampar berkali-kali demi memuaskan nafsu bejad pria itu. Sherin sangat terluka dan trauma, kejadian itu sangat membekas dipikirannya.

Setelah kelahiran Sean pun, sikap Sherin maupun Prawira tidak berubah. Mereka tetap saling bermusuhan meski tidur di dalam satu kamar dan ranjang yang sama.

Mereka berdua sama-sama memiliki watak pemarah dan keras. Hingga membuat anak mereka, Sean menjadi korban keegoisan kedua orang tuanya.

Sherin terus memilih bertahan demi menikmati kekayaan suaminya. Hingga saat ini, keputusannya sudah bulat, pergi dari rumah suaminya setelah 20 tahun membina biduk rumah tangga mereka.

****

"Maa! Jangan pergi Maa! Please!" Sean memohon sembari mengejar kepergian mamanya dari rumah megah mereka.

"Kamu disini saja! Tinggal sama papamu! Mama sudah nggak kuat," keluh Sherin memasukkan kopernya ke bagasi mobil miliknya.

"Ma jangan tinggalin Sean! Hikss.. Hikss.." Sean terus saja memohon tetapi dihiraukan oleh perempuan itu.

Sherin masuk ke dalam mobilnya, membanting pintunya dengan kesal. Meninggalkan Sean di halaman rumah mereka seorang diri, meski ia menangis tersedu-sedu karena kepergian ibunya.

Tubuh Sean terkulai lemas, ia terduduk di halaman rumah mereka. Melihat kepergian mobil sedan milik ibunya hingga menghilang dari pandangannya.

"Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Tidak ada yang mau mendengarkan ceritaku. Tidak ada yang peduli padaku!" lirih Sean, tangisnya pun mulai membanjiri pipi putihnya.

Ia mencoba bangkit berdiri, dua orang pembantu datang menghampirinya. "Non nggak apa-apa? Sini bibi bantu." Bi Tuti dan Bi Jenab membantu Sean berdiri.

"Sudah non, jangan menangis lagi. Biarkan mamanya non pergi sesuai keinginannya. Bila rindu, pasti dia akan datang kembali mencari non," ucap Bi Jenab menenangkan.

Kedua pembantu itu membopong Sean ke kamarnya. "Non istirahat dulu ya! Biar bibi ambilkan makanan dan minuman," titah Bi Tuti. Mereka berdua pamit meninggalkan kamar Sean.

Sean tertidur dengan mata sembabnya. Matanya membengkak karena tangis meratapi kecerobohannya tadi malam hingga ditinggal sang ibu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!