NovelToon NovelToon

Khan, Kamulah Jodohku

Bab. 1 Perampok

Pukul satu dini hari, Khan beristirahat di rest area jalan tol yang ada di daerah perbatasan antara Jawa Barat dan Jakarta. Dia tetap duduk di kemudi untuk memejamkan mata. Perjalanan Surabaya menuju Jakarta ternyata sangat melelahkan jika di tempuh jalan darat seorang diri.

Mata baru saja terpejam ada gerombolan perampok yang menggedor kaca pintu mobil. Ada sekitar empat laki-laki yang berdiri tepat di pintu mobil. Mereka memegang senjata celurit di tangan.

Tok ... Tok ... Tok

"Hai keluar lu"

tok ... tok

Khan tersentak kaget dan membelalakkan mata. Rasanya seperti antara mimpi dan nyata saat ada celurit yang berkilau karena terkena pantulan lampu. Khan sampai mengusap mata kembali seolah tidak percaya.

Pintu kembali di gedor dengan keras, "Keluar atau gue pecahkan kaca cendela dengan celurit ini!" perintah salah satu perampok yang berdiri paling dekat pintu mobil.

Khan membuka pintu perlahan dengan tangan di angkat ke atas. Tanpa kata hanya memperhatikan satu persatu dari empat laki-laki yang ada di hadapannya. Memperhatikan dan mencoba mengukur kekuatan mereka dengan teliti.

Salah satu dari laki-laki yang menggedor kaca pintu mobil memperhatikan penampilan Khan dari kaki sampai kepala. Sampai matanya tertuju pada jam tangan mewah yang di kenakan Khan, "Serahkan jam tangan elu sekarang juga!"

Khan perlahan tapi pasti menurunkan dua tangan. Pura-pura ingin membuka jam tangan sambil melirik laki-laki yang ada di depannya. Saat laki-laki itu tersenyum menoleh teman yang ada di sampingnya, tanpa mereka duga, Khan langsung menendang tangan laki-laki yang memegang celurit, "Hyaaaaaat ...!"

"Triiiing teng ...!" Suara celurit terjatuh di atas aspal.

Laki-laki yang memegang celurit terjengkang dan wajahnya mencium aspal. Dia langsung berdiri sambil mengusap pipinya yang lecet, "Kurang ajar ... breng sek lu!" Teriaknya.

Lampu yang temaram tidak memungkinkan laki-laki itu untuk mencari senjatanya lagi. Mereka memutari Khan untuk menyerang secara bersama-sama. Tiga di antaranya masih bersenjata dan yang satu tangan kosong.

"Maju saja semua sekaligus, gue kagak takut!" pekik Khan menyemangati diri sendiri.

"Huuug ...hag ... Hug!" Khan menangkis menendang dan melawan mereka tanpa ada rasa takut.

Celurit salah satu dari perampok mengenai lengan Khan sebelah kiri, "Aaauw ...!" teriak Khan sambil memegangi lengannya dan mundur sampai pintu mobil.

"Mampus lu ... Berani melawan gue sih!" teriak salah satu dari perampok itu jumawa.

"Gue kagak takut ... Maju kalian semua!"

"Hyaaaat!" Kembali Khan melawan mereka tanpa rasa takut, tendangannya mengenai salah satu celurit yang tadi melukai lengannya.

Celurit terlempar entah ke mana dan tidak terlihat. Hanya ada suara celurit yang terjatuh di atas aspal, "Sia*lan elu. Gue bacok baru tahu rasa, ya!"

Pertarungan semakin sengit, empat lawan satu. Khan semakin terdesak karena pertarungan tidak seimbang. Khan semakin lemah karena lengannya yang terus mengeluarkan darah segar.

Datang seseorang yang langsung bergabung dan menghajar para perampok yang sebenarnya sudah di atas angin, "Siapa elu ikut campur urusan gue?"

Orang itu tidak menjawab pertanyaan salah satu dari perampok. Dia langsung menghajar dan melawan perampok dengan kompak bersama Khan. Seolah keduanya pasangan petarung handal. Menendang, memukul, melindungi bahkan dengan kompak menjatuhkan senjata meraka bersaamaan.

Yang awalnya perampok di atas angin dan hampir bisa melumpuhkan Khan. Kini keadaan berbalik arah. Keempat perampok itu kewalahan melawan Khan dan seseorang yang belum di kenal.

Setelah satu jam pertarungan, mereka mulai babak belur di hajar oleh Khan dan seseorang, "Elu semua minggat dari sini atau gue laporkan Polisi!" teriak Khan dengan bertolak pinggang.

Bab 2. Vefe

Empat perampok lari terbirit-birit setelah mendapat ancaman dari Khan. Celurit yang tergeletak di aspal tidak ada yang mereka bawa. Mereka hanya menyelamatkan diri sendiri sebelum di hajar lagi.

Khan langsung mengulurkan tangan kepada orang yang telah membantu melawan perampok. Dia tidak memperhatikan wajah sang penolong. Hanya memperhatikan penampilan dengan mengenakan celana hitam, jaket dan topi.

Di samping karena lampu jalan yang hanya temaram. Sebagian wajahnya tertutup dengan topi. Khan mengira sang penolong adalah seorang laki-laki.

"Terima kasih telah membantu." Tangan Khan menjabat erat tanpa ragu.

"Sama-sama, Bang," jawabnya.

"Astagfirullah ... kamu perempuan?" tanya Khan sambil menarik tangannya.

Baru pertama kali ini Khan berjabat tangan dengan seorang wanita. Biasanya dia hanya melipatkan tangan di dada. Jangankan berjabat tangan, berdiri dekat dengan wanita saja biasanya langsung berkeringat dingin.

Kali ini Khan tidak merasakan berkeringat dingin dan menggigil setelah selesai berjabat tangan. Wanita itu langsung membuka topi dan tersenyum. Rambutnya terurai panjang setelah topi dilepas.

Wajahnya masih belia tetapi kemampuan bela diri tidak bisa dianggap remeh. Dia kembali mengulurkan tangannya untuk bersalaman, "Namaku Vena Fatmala, Abang boleh memanggilku Vefe."

Khan mencoba meyakinkan diri kembali menyambut tangan Vefe untuk bersalaman, "Namaku Khan." Ternyata benar Khan tidak berkeringat dingin seperti yang selalu dialami saat bertemu dengan wanita cantik.

"Wajah Abang bule, mengapa namanya seperti orang India?"

"Namaku Alhakhan dari bahasa Arab. Aku keturunan Amerika dan Jawa."

"Ooo ...." Vefe mengangguk dan membulatkan bibirnya.

"Terima kasih telah menolong, kamu mau pulang ke mana aku antar?"

"Tidak perlu Bang, aku bersama adik-adik dan teman-teman ada di sana." Vefe menunjuk sebuah pemakaman di seberang jalan tol.

Khan mengerutkan keningnya sambil melihat pemakaman yang tidak jauh dari posisi dia saat ini. Ada banyak murid perguruan silat yang sedang berjajar rapi di depan pintu masuk. Kemungkinan mereka sedang latihan dan kenaikan sabuk.

"Bang, Vefe akan ...?"

Khan langsung memotong ucapan Vefe, "Aku lebih suka di panggil Mas daripada Abang."

"Ooo Baiklah, Mas Khan ... Vefe akan kembali bergabung dengan mereka, permisi."

"Terima kasih, Ve."

Vefe berlari melompat pagar jalan tol dengan sekali loncat sambil berteriak, "Mas Khan, hati-hati sampai jumpa!"

Khan terpaku melihat aksi Vefe melompat pagar tinggi dengan sekali hentakkan. Setelah dia tidak terlihat, Khan kembali mengusap telapak tangan berkali-kali. Masih tidak habis pikir mengapa bisa bersikap seperti biasa saat bersalaman.

Sudah hampir lima belas tahun tidak pernah menyentuh tangan seorang wanita. Terutama mereka yang cantik dan seksi. Kecuali tangan Bunda Fatia dan adik kandungnya Elya.

Trauma dulu di culik oleh seorang wanita cantik. Wanita yang menyukai Ayah Jose. Peristiwa itu sampai sekarang masih membekas di hati.

Bayangan wanita itu tidak pernah bisa dilupakan. Apalagi saat dia menampar pipi berkali-kali. Saat ada wanita cantik dan mendekati seolah Khan akan ditampar.

Khan selalu berkeringat dingin dan menggigil setiap ada wanita cantik dekat dengannya. Tidak terkecuali keluarga terdekat tetap dia tidak pernah akrab. Hanya memiliki teman laki-laki sampai saat ini.

Khan berjalan dan masuk mobil masih sambil melamun. Teringat dengan gadis belia yang memiliki kemampuan bela diri yang mumpuni. Saat akan menyalakan mesin mobil Khan baru menyadari lupa tidak bertanya di mana dia tinggal, "Aduuuh ... bo*oh sekali kau Khan, mengapa tidak bertanya di mana rumahnya?" monolog Khan sambil memukul stir mobil.

Khan kembali turun dari mobil melihat pemakaman yang ada di seberang jalan tol, "Sial mengapa cepat sekali mereka menghilang. Kemana mencari kamu Ve?"

Bab 3. Meeting

Khan mencari Vefe di dekat pemakaman setelah keluar dari jalan tol. Di pemakaman dia tidak menemukan gadis belia itu. Yang ada dia merinding berada di depan pintu pemakaman sendirian Karena waktu menunjukkan sepertiga malam.

Pulang dengan hati yang kecewa dan hanya tinggal kenangan. Bisa bertemu dengan seorang gadis yang membuat dia tidak mengalami trauma. Cuma bisa berharap suatu saat nanti bertemu dengan Vefe kembali.

Pagi ini Khan hanya tidur dua jam saja. Pukul delapan pagi dia harus berangkat ke kantor untuk menghindari meeting bersama seluruh kepala Bagian perusahaan. Sang asisten yang selalu setia Asisten Satria sudah menunggu di depan pintu ruang meeting.

"Selamat pagi, Tuan." Asisten Satria membungkukkan badan.

"Pagi ... apakah semua sudah siap?" tanya Khan tetap sambil berjalan.

"Semua sudah hadir dan tinggal menunggu Anda, Tuan."

"Apakah wanita itu juga hadir?"

"Retno Wulandari selalu datang nomor satu jika menghadiri meeting yang Anda perintahkan, Tuan."

"Bunda memang selalu membuat repot saja, jauhkan si Eno itu dariku!"

"Siap ... Tuan."

Khan berjalan dengan badan tegak. Wajah sangar dan sorot mata yang tajam. Seolah menelan siapa saja yang melawan dan berani membantahnya.

Asisten Satria hanya tersenyum kecut saat harus melakukan pengaturan tempat duduk peserta meeting yang sudah duduk sesuai kehadiran mereka. Eno selalu datang pertama agar bisa duduk di sebelah Khan.

Eno adalah karyawati rekomendasi dari Bunda Fatia. Eno seorang putri dari tetangga Bunda Fatia yang tinggal di Surabaya. Wanita berumur 25 tahun itu salah satu wanita sangat tergila-gila dengan Khan.

Asisten Satria berjalan terlebih dahulu untuk mengatur tempat duduk sesuai perintah Khan. Biasanya Eno akan membantah dan menolak untuk pindah dari tempat duduknya. Asiten Satria kali ini mengatasi dengan memindahkan kursi Khan dari ujung meja sebelah kiri berpindah sebelah kanan.

Eno langsung berdiri sambil melotot, "Asisten Satria, mengapa kursi Tuan Khan di pindah ke sana?"

"Jangan protes, ini sesuai perintah Tuan Khan. Kamu mau di tendang dari sini?" jawab Asisten Satria dengan tegas.

Eno tidak bisa membantah dan menolak jika Khan yang memerintah. Semua pasti menerima tanpa syarat jika tidak ingin di depak dari perusahaan PT KURNIA. Perusahaan yang menggaji karyawan dengan besar tetapi harus di imbangi dengan dedikasi dan loyalitas tinggi.

Khan langsung duduk di kursi yang sudah di sediakan yaitu jauh dari Eno. Dari delapan kepala bagian hanya ada dua wanita yang satu sudah berumur dan satu lagi Eno. Meeting berlangsung selama satu jam tanpa kendala.

Saat meeting berlangsung, Eno bersikap layaknya seperti bawahan melaporkan kepada atasannya. Setelah selesai Eno bergegas mendekati Khan dan sok akrab layaknya seorang kekasih, "Tuan ... Eee Mas Khan, Eno mau bertanya sebentar boleh?" Tangan Eno ingin meraih tangan Khan.

Khan langsung menepis tangan Eno karena tubuhnya mulai keluar keringat dingin, "Batasi sikap kamu, ini ada di kantor bukan di pasar!" teriak Khan dengan suara menggelegar.

"Maaf ...." Eno mulai cemberut dan berakting drama seperti biasanya.

Biasanya Khan akan melunak dan berbicara seperti biasa asal tidak menyentuh tubuhnya. Eno pasti akan melaporkan sikap Khan kepada Bunda Fatia. Bukan karena takut, tetapi Khan sangat menghormati dan menuruti nasehat Bunda Fatia.

Kali ini Khan lebih tegas lagi kepada Eno, karena dia semakin melunjak, "Jangan sekali-kali kamu mengulangi lagi, kalau tidak ingin aku pindah kamu ke kantor yang ada di Surabaya."

"Saya hanya menuruti Bunda ...!" Eno langsung menutup mulut tidak berani bersuara karena Khan langsung berdiri dengan amarah yang di tahan.

"Silahkan kamu laporkan kepada Bunda, dasar pengadu. Kalau itu kamu lakukan bukan cuma aku pindah, kamu akan langsung aku pecat!"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!