Di dalam kelas 12 MIPA 1, meski bel pulang telah berbunyi dari 15 menit yang lalu namun beberapa murid masih mengerumuni guru tampan mereka yang hendak keluar dari kelas untuk memaksa kertas ulangan mereka dibawa serta.
" Kalian ini, kalau udah begini aja baru ngumpulin, mental santainya hilangin dikit." Omel sang guru yang bernama Bhumi Mahadewa Mahendra.
Di sekolah dirinya di panggil Dewa, sedangkan di rumah dia dipanggil Bhumi.
" Dih, si bapak kalau ngomong merasa gak berdosa. Jam terakhir, ulangan. Bapak sadarkan mata pelajaran bapak tuh fisika bukan bahasa Indonesia." Protes Bian Ferdinand Mahendra, si murid dengan seribu kenakalannya namun cerdas.
Samanya nama belakang mereka karena mereka memang terlahir dari ayah yang sama, namun ibu yang berbeda, dan hal ini hanya mereka dan para sahabat yang tahu.
Kisah pelik dimasa lalu yang melibatkan mereka membuat mereka menyembunyikannya.
Bahkan pada pertemuan awal mereka Bian dihajar habis-habisan sampai masuk rumah sakit oleh Bhumi.
Penolakan berkali-kali Bian dapatkan namun tak menyurutkan tekad Bian untuk menjalin hubungan dengan kakak seayahnya.
Satu alasan yang Bian utarakan yang membuat akhirnya Bhumi menerimanya.
" Awas, bapak mau pulang." Sungguh Dewa sangat tidak tahu para muridnya bisa seenak udel begini. Dia akan mengevaluasi kedekatannya dengan para muridnya.
Bayangkan pintu kelasnya telah dijaga beberapa siswa yang menulis di punggung pintu yang sengaja mereka tutup.
" Bapak hitung, dalam hitungan ke-3 belum dikumpulin kelar usaha kalian." Tegas Dewa.
" Satu, dua, ti..."
" Pak, bapak. Tunggu tinggal nulis angka satu." Teriak si jambul perkutut bernama Ajis.
" Ti..."
" Bapak ah elah. Tunggu tinggal tulis nama." Sahut Nuril, di ceking
" Tiga ..." Menyusul serempak banyak kertas ditaruh di telapak tangannya.
" Buka pintunya, bapak traktir minum yang mau kumpul di warung." Ujar Dewa merujuk restorannya yang menyediakan makanan kesukaan semua orang.
" Minum doang? Makannya? Itu warung makan lho pak." Ujar Leo, sahabat Bian sejak SMP.
" Ck, modal. Jangan manja."
Pintu dibuka oleh salah satu murid, memberi hormat dengan membungkuk 90% saat guru mau keluar.
" Silakaaannnnn...bapak ganteng..." Seru Aditya., si tengil yang cuek, sahabat Bian sejak MOS.
" Darr..." Tiba-tiba gadis berkuncir sepunggung muncul di ambang pintu yang ditanggapi datar oleh semua orang karena sudah biasa.
" Bapak, ganteng. Bisa anter neng ke rumah gak? Atau ajak kemanapun deh yang mau bapak kunjungi." Ucapnya bergaya genit sok imut sambil memelintir ujung rambutnya.
" Biaannn, coba piaraan kamu angkut, bikin mata bapak sepet." ucap Dewa malas.
" Siap." Lelaki tampan berambut agak gondrong sebahu itu mencangkolkan tangannya di leher gadis itu.
" Bian, apa sih awas ih, aku lagi mau modusin pak Dewa." Ujar gadis bernama Aira Hartono, teman sedari kecil Bian Mahendra sekaligus tetangganya yang berjarak dua rumah di kompleksnya.
" Ai, please. Hidup Lo memang sudah ditakdirkan sama si Bian, terima nasib gak baik melawan takdir." Seru Devgan, sahabat Bian sejak SD.
Setelah Aira ditarik Bian dari pintu, tanpa mau tahu selanjutnya ulah para muridnya Dewa berlalu meninggalkan kelas.
Cklek...
Saat membuka pintu ruangannya, Dewa membuang nafas kesal dan memasang wajah dingin pada siswi cantik berseragam kecil dan ber-rok pendek duduk dengan sikap provokatif di atas kursi kerjanya dengan dua kancing atas yang sudah dilepas dilengkapi senyum menggoda padanya.
Alih-alih menutup pintu takut ketahuan guru yang belum pulang, Dewa sengaja membuka penuh pintu itu.
" Kalau kamu sedang BO, bukan di sini tempatnya, keluar..." Usir Dewa langsung.
Senyum itu berangsur menghilang, digantikan mimik sendu di wajahnya atas perkataan kasar sang guru.
" Pak,...beri Leta kesempatan untuk menunjukan cinta Leta ke bapak." rayu Arleta Ajikusuma.
Most wanted girl di SMA dimana Dewa mengajar. Sejak kelas 10 Arleta sudah menyukai Dewa dan melakukan segala hal untuk menarik perhatian Dewa, namun tidak ada yang berhasil. Apalagi sifat keras kepala dan memaksa dari muridnya ini sangat menyebalkan baginya.
" Keluar Arleta." Bentak Dewa.
" Pak, saya suka bapak, cinta bapak. Tidak bisakah bapak menghargai perasaan saya?"
" Leta, sejak kamu kelas 10 saya disusahkan oleh tingkah laku kamu, dengan saya tidak melaporkan kamu dengan dalih pelecehan itu bentuk saya menghargai kamu Karena kamu punya masa depan."
" Kalau begitu sayangi saya."
" Saya tidak mau, saya tidak suka kamu. Dari kata-kata itu bagian mana yang kamu tidak mengerti." Tekan Dewa.
" Bapak belum pernah mencoba untuk menyukai saya, beri saya kesempatan untuk kita dekat, bapak pasti akan suka saya." Kekeuh Arleta.
" Tidak sudi tingkah murahan kamu yang membuat saya lebih tidak menyukai kamu, selagi saya bersabar, keluar kamu dari ruangan saya." Tegas Dewa.
" Saya tidak mau."
" Terserah. Jangan salahkan saya kalau saya melaporkan tindakan kamu kebagian komite disiplin dengan tuduhan asusila. Kamu sudah kelas 12, dan menyedihkan sekali kalau kamu harus di DO karena nafsu kamu." Ucap Dewa serius.
Arleta terbelalak kaget, segera Arleta berdiri dan berlari kecil ke arah Dewa yang berbalik badan dan hendak meninggalkan ruangan.
" Kunci motor bapak ada di saya." Teriak Arleta menggantungkan kunci di jari manisnya.
" Ambil, sebagai bayaran untuk kamu agar kamu menjauhi saya."
" BAPAK, saya bukan wanita murahan." Arleta berteriak marah karena tersinggung.
" Benarkah? beberapa menit yang lalu saya yakin kamu akan memberi tubuh kamu pada saya kalau saya menutup pintu itu. Apa namanya untuk wanita yang menyodorkan tubuhnya kalau bukan murahan, apalagi tidak hanya sekali kamu lakukan itu." Ucap Dewa dengan seringai merendahkan.
Arleta tertegun mematung, wajahnya memucat, dia tidak pernah berpikir gurunya yang sangat dia kagumi mampu mengatakan hal hina itu.
" Itu bentuk cinta saya untuk bapak." Lirih Arleta, airmatanya jatuh.
" Sangat menjijikan. Kamu pikir saya akan jatuh cinta sama kamu kalau kamu memberi tubuh kamu pada saya cuma-cuma? Saya tidak serendah itu, Arleta."
Arleta menangis, perkataan Dewa hari ini yang paling menyakitkan dibandingkan hinaan yang lain, sungguh dia hanya ingin memperlihatkan perasaannya pada gurunya itu, bukan yang lain.
Arleta melempar kunci motor pada Dewa sangat kencang sebagai bentuk kekecewaannya pada sang guru.
Dia berlari meninggalkan ruang guru sambil menangis. Di pintu dia berpapasan dengan Siena, guru seni budaya namun tidak dia gubris.
Dewa mengambil kunci di lantai berjalan menuju ruangannya merapihkan ruang kerjanya sebelum dia pulang.
Di parkiran motor, saat mengeluarkan motor terdengar ada yang memanggil namanya.
Siena berlari kecil ke arahnya." Pak Dewa, boleh saya nebeng sampai depan?" Ucapnya dengan suara terengah-engah.
" Maaf, Bu. Gak bisa. Saya permisi." Dewa tanpa merasa bersalah melajukan motornya meninggalkan area sekolah.
Sungguh hari ini hari yang menyebalkan!!!
Siena dan seorang gadis di ujung tempat parkir melepas kepergian Dewa dengan raut sedih.
" Sudah berapa kali gue bilang hilangkan perasaan Lo buat pak Dewa, beliau gak cinta Lo." Ucap satu lelaki yang muncul dari belakangnya.
" Dan Lo ngomong, Lo cinta gue, dan gue harus beralih ke Lo yang siap membahagiakan gue, gitu? Basi tau gak?" Hardik Arleta.
" Enggak, karena itu masih fresh untuk Lo, dan gue pastiin akan selalu fresh." Ucap Leo serius.
" Heuh, Lo pikir gue gak tahu betapa play boy-nya Lo?"
" Lo cuma denger dari teman Lo yang gue tinggalin karena nyelingkuhin gue, tapi dia fitnah gue."
" Alaaah cari pembelaan, tukang bohong lo." Sergah Arleta.
Arleta berbalik hendak pergi, namun tangannya dicekal oleh Rudfi." Gue memang bukan cowok baik-baik, tapi gue gak pernah bohong dengan perasaan gue."
Cup...
Teriakan dan decakan godaan dari para teman Leo di parkiran motor meramaikan parkiran yang sudah sepi.
Tiba-tiba Leo mengecup bibir Arleta yang membuat Arleta terkejut mematung. Matanya menatap horor pada Leo yang terkekeh geli melihat tampangnya.
" Ayo gue anter."
" Ogah." Arleta mencoba melepaskan pegangan Rudfi.
" Jangan ngeyel, udah sore. Gue anter."
" Entar Lo minta patungan bensin lagi kayak waktu itu." Arleta menyinggung kejadian sebulan yang lalu saat dirinya diantar pulang Leo, tapi naasnya saat mau pulang bensin motor Leo habis, dan begitupun dengan uang sakunya. Terpaksalah dia menodong Arleta untuk membelikannya bensin.
Leo tergelak mengingat kejadian memalukan itu," Hahaha, gak bakalan. Waktu itu duit gue habis dirampok sama si Devgan yang lagi pdkt tapi kekurangan modal karena uang jajannya dipotong sama nyokapnya waktu ketauan bolos. Kalau sekarang aman, bensin full, duit..cukuplah buat traktir Lo ngebakso doang mah."
" Ayo gue anter." Arleta mau tidak mau mengikuti Leo berjalan ke motornya dibawah pandangan menggoda dari para temannya.
♥️♥️♥️♥️
" MONIK....MONIK..." Teriak gadis cantik berambut hitam sepunggung dengan poni tipis kesal.
Gadis yang berambut dicat blonde sebahu terus berjalan meski telah dipanggil berulangkali dengan keras.
Beberapa pasang mata melihat kearahnya dengan tatapan geli, gadis berparas cantik berkulit mulus itu berhenti lalu berbalik badan jengkel karena malu.
" Apasih mulut Lo toa banget, kampungan banget manggil orang pake teriak." Bentak gadis bernama Monika Arabella.
Shavara, gadis yang memanggilnya tadi berlari kecil sambil menatap monik tajam. Ia mengelus dadanya atas ejekan sahabatnya dari sejak SMA itu.
Sudah dua bulan Monika menjauhinya karena marah tidak mau diajak jalan dua bulan lalu, yang bertepatan dengan ulang tahun pacarnya Aryo.
" Lo beneran masih marah sama gue?" Tanya Shavara jengah.
" Var, Lo gak capek ngintilin gue mulu, ngemis temenan sama gue, Lo pasti ngerasa gue jauhin Lo, ngehindarin Lo, kurang jelas kode dari gue yang gak mau temenan sama orang kayak lo? Gue tahu Lo be-go, tapi Lo gak to-lol kan?" Ucap Monika dengan suara meninggi yang disengaja agar orang yang disekitaran mendengar.
Satu lagi kebiasaan baru Monik yang baru disadari gadis yang dipanggil Vara itu. Mempermalukannya, seolah dia gadis jahat, walau tidak Shavara balas.
" Maksud Lo apa orang macam gue?" Shavara mulai terpancing.
" Gue cuma minta anter Lo main, tapi Lo gak mau."
" Itu hari ulang tahun pacar gue, sebagai sahabat Lo seharusnya tahu seperti tahun-tahun yang lalu pasti gue habisin hari itu sama dia." Ungkap Shavara kesal.
Mereka berdua tahu setiap tahun, Shavara atau Aryo yang sudah dipacarinya selama empat tahun saat ulang tahun keduanya pasti mereka menghabiskan waktu bersama. karena hari-hari yang lain disibukan Aryo untuk membangun bisnisnya yang mulai berkembang, demo masa depan mereka berdua.
" Dan jangan lupa demi Lo, gue potong kebersamaan gue sama dia, meski Lo batalin janjian jalan kita, dan Lo marah sampai sekarang? Lo masih nyebut gue gak setia kawan, di sini siapa yang gak setia kawan, HAH?
" Orang yang Lo sebut gak setia kawan ini adalah orang yang minjamin dana saat Lo gak bisa bayar semester, gue yang nungguin Lo di rumah sakit saat Keluarga Lo gak peduli sama Lo, dan cuma karena gue gak bisa jalan sama Lo, Lo seenak jidat ngecap gue gak setia kawan?" Shavara murka atas perkataan Monik tadi, ia mengeluarkan unek-uneknya.
Monik terjengkit kaget, Shavara dengan gamblangnya mengungkit sedikit kebaikan dia yang sudah Monik terima.
Monik menyeringai culas pada Shavara," Wow, jadi mau Lo apa, aslinya gue gak mau temenan sama Lo dan gue yakin, Lo gak punya teman selain gue, karena gak akan ada yang mau temenan sama Lo kalau gak butuh duit, dan memanfaatkan kenaifan lo. Menyedihkan sekali Lo."
Terikat nafas dari beberapa orang yang mendengar omongan Monika seiring memanasnya mata Shavara yang merasa dikhianati.
" Siapa bilang Vara gak punya teman?" Ucap salah satu perempuan yang duduk bersama gerombolannya yang yang terkenal seantero kampus karena visualnya yang di atas standar yang menyaksikan mereka sejak awal perdebatan.
Dia melangkah mendekati Shavara yang dadanya masih naik turun, tangannya merangkul pundak tegang Shavara.
" Gue mau sahabatan sama Vara."
" Lo butuh traktirkan dia kan?" Cemooh Monika.
Mata Shavara tidak lepas dari mimik Monika yang masih meremehkannya.
" Gue bahkan lebih kaya dari dia, tahu nama Hartono? Itu nama belakang gue." Ucap gadis yang bernama Berliana Hartono.
Monika terkejut, dia tertegun. Matanya menyisir satu persatu orang yang memandangi mereka dengan tatapan merendahkan pada dirinya.
Monika lupa dia sekarang sedang berada di gedung fakultas bisnis, tempat Shavara belajar. Dia mengenal baik beberapa pemuda yang terkenal tebal dompetnya dari gedung ini.
" Lo kan ya, yang beberapa bulan lalu masih menyodorkan tubuhnya buat gue jamah meski udah gue tolak berkali-kali." Kata Kenzo, teman kecil Berliana yang juga most wanted kampus karena wajah blasteran Prancis, betawi, dan Spanyol.
" Asal Lo tahu, Lo terkenal di fakultas ini karena Lo sahabatnya Vara, cantik sih, bohay juga body Lo, tapi gimana dong bagi lelaki di fakultas ini Vara lebih menarik." Cibir Beliana sambil menatap remeh diri Monika dari atas sampai bawah.
" Lelaki di fakultas gue khatam mana cewek gatelan yang cocok cuma jadiin partner ranjang dan perempuan berkelas yang dijadikan nyonya, dan Lo mau pansos lewat Kenzo mending panjat tebing dulu Lo sana."
Kenzo dan yang lain menertawai hinaan Berliana atas Monika yangs udah memerah malu.
Tubuh Monika menegang, dia menatap sengit Shavara yang tidak membelanya seperti biasa jika ada yang membullynya.
" Jadi gini cara main Lo, kotor. Sengaja bikin gue jahat di depan teman Lo, beraninya keroyokan." Culas Monika.
Tudingan playing fiktif yang coba dimainkan Monika tidak Shavara pedulikan, jika biasanya dia merasa bersalah atau tidak enak hati, atau dia langsung akan meminta maaf pada sahabatnya ini jika ada yang membandingkan mereka.
Tidak ada sahutan dari Shavara membuat monika geram, dengan wajah memerah Monika pergi meninggalkan gedung yang terkenal dengan julukan singgasana Dewa tampan dan tajir itu.
Shavara lirih berjongkok lemas, menyembunyikan kepalanya di kedua tangan yang dipangku lututnya.
Berliana dan yang lain mendekatinya menepuk punggung, pundak dan kepala Shavara.
" Guys, kita bolos kuy, hibur nona yang lagi sad ini." ujar Berliana yang tidak direspon oleh yang lain.
" Lin, sekarang mata kuliahnya pak Wisnu, Lo gak apa-apa gak masuk?" Tanya Kenzo yang mendapat delikan tajam dari Berliana namun yang lain memberi tatapan bingung.
" Memang apa spesialnya matkul pak Wisnu? Tanya Mira bingung, teman Shavara sejak SMA.
" WOY, PAK WISNU GAK MASUK." teriak temannya dari arah pintu masuk gedung.
" HOORREEE....kuy ke resto yang depan itu yang ada pecel lelenya, murah lagi." ajak Bima, anak kost yang hidupnya super ngirit.
" Bisa gak lain hari aja, hari ini hari yang menyebalkan banget.." erang Shavara ogah-ogahan.
" GAK BISA..." jawab mereka serempak ,seraya menarik lengan Shavara yang menahan tubuhnya.
" aish kemana sih mas Aryo, ditelpon gak dijawab mulu." Gerutu Shavara dengan telpon di telinganya.
Sejak naik mobil dia menghubungi kekasihnya." Mana direject lagi." Shavara menghentakan ponselnya ke pangkuannya.
" Mungkin dia lagi sibuk." Kata Mira yang duduk di samping kirinya di bangku belakang.
" Gue bilang mau curhat minta waktu 5 menit doang."
" Cih, boong banget. Mana ada curhat 5 menit, yang ada 5 jam." Cibir Bima yang saat ini bertugas menjadi sopir.
" Lagi selingkuh kali sama si Monik." Celetuk Berliana.
Ucapan itu mendapat delikan tajam dari semua orang yang ada di dalam mobil Pajero sport hitam milik Bima.
" Apa?" Tanya Berliana merasa tidak bersalah.
" Atas dasar apa Lo ngomong begitu?" Sewot Mira kesal, bukannya lebih mengademkan, temannya ini malah nambah bara.
" Ya..Vara bilang kalau Monik pernah naksir si Aryo itu, siapa tahu si Aryo kepincut, jalank gitu siapa aja diembat." jelas Berliana.
" Ber..Ber...Lo bule visualnya doang, jati diri lu lambe Julid 62." Ledek Bima pada temannya yang perpaduan darah Belanda, Amerika dan Bekasi.
" Apa sih Lo Bim, Ber... Ber..Lo pikir nama gue Beller?" Berliana tidak terima.
" Gue banting tahu rasa Lo." Berliana masih mendumel.
" Lha masih bagian nama Lo juga, gue panggil Ana gak mau."
" Ya jangan, itu khusus pacar gue. Kalian nyadar gak sih nama Ana menyimpan sisi romantis? Tanya Berliana yang dijawab gelengan kepala serempak dari penghuni mobil.
" Huh, pada picisan Lo romantisannya."
Memang sepanjang perjalanan Shavara memberi sekilas info mengenai awal persahabatan dan Monika yang pernah naksir Aryo, sebenarnya mereka berdua naksir, tapi mereka berdua telah sepakat akan melepas dengan affair kalau salah satu dipilih Aryo.
Shavara diam menerka, ketakutannya memenuhi isi pikirannya. Jika itu terjadi entah bagaimana hancur perasaannya
Tring...
Shavara melihat ponselnya yang menerima, yang ternyata dari Aryo, Tunangannya. Seulas senyum terbit di bibirnya.
" Sayang maaf, aku lagi sibuk banget belum bisa kasih waktu buat ngobrol. Nanti malam aku telpon kamu. I love you."
" Hahahhaha....Ber, prasangka Lo salah total. Ni, lihat. Doi gak selingkuh. Doi memang sibuk adanya." Shavara sumringah, ia meletakkan ponselnya ke pangkuan berliana.
Dia mengibaskan rambut hitam legamnya bak model."Gimana dong tunangan gue kan eksmud sibuq." Sombongnya mengangkat kepala jumawa.
Saking penasarannya, ponsel itu berputar diantara penumpang.
" Baguslah kalau gitu adanya, dasar bucin." Cibir Berliana.
" Dasar jomblo."
❤️❤️❤️❤️❤️❤️
" Di sini tempatnya?" Shavara berdiri di depan rumah makan yang menurutnya bentukannya lebih cocok di sebut cafe karena tempatnya yang cozy buat nongkrong.
" Enak kan tempatnya?" Tanya Mira berdiri di sampingnya.
" Hmm, kok Lo nggak pernah ngajak gue ke sini?"
" Huh, fitnah aja langsung. Gak inget lo setiap gue ngajak Lo pasti dilarang sama Monik, tu anak ada aja alasan buat Lo gak gabung sama kita."
Shavara terdiam, sungguhkah dia selama ini begitu naif.
" Udah sih, toh orangnya juga udah hilang. Yuk, kita masuk." Berliana merangkul, dan mendorong paksa pundak kedua temannya menaiki tangga kecil restoran itu.
Begitu pintu dibuka, Shavara terperangah takjub. Interior yang terasa nyaman dan ramah untuk semua kalangan.
Di sebelah kiri, shavara yakin untuk keluarga, di tengah untuk perkumpulan umum di sebelah kanan yang terhalang dinding kaca sepertinya cocok untuk pasangan atau nongkrong anak muda.
" Kita ke sebelah kanan aja ya, di sana tempat duduknya banyak sofa soalnya, lumayan buat ngejojor." Ucap Mira, yang asli Bogor, sama dengan Shavara.
" Gue manut aja, kuy lah."
Sambil celingak-celinguk memperhatikan suasana restoran, Shavara berjalan paling belakang.
" Busyet, masih siang udah ada yang mesum." Celetuk Bima, kala mereka hendak melewati dinding kaca melihat dari belakang sofa di urutan ke tiga tampak dua kepala saling adu saat hendak melintasi dinding kaca.
" Gak mungkin mereka lagi diskusi kan ya." Sarkas Berliana eneg.
" Anjir difoto sama anak sekolah..." pandangan mereka beralih pada meja sebelahnya yang mana segerombol murid SMA dan seorang pria berambut dark brown mengisi tempat itu saling ribut membicarakan rumus.
Sedangkan satu orang sambil tersenyum smirk culas sambil mengarahkan ponselnya pada sejoli itu.
" Gak punya modal hotel apa." Timpal Kenzo malas.
Mata Shavara semakin membulat besar saat melihat venue teras lebar yang cukup untuk dua baris meja, tapi di sini tempat duduk di bentuk zig-zag agar jalan buat lewat pengunjung lebih leluasa.
Duk....
" Aawww.....sss. Ken, kalau berhenti bilang dong sakit, kan hidung gue." omel Shavara sambil mengusap ujung hidungnya.
Saking terpananya, Shavara tidak menyadari jika para temannya sudah tidak lagi melangkah. Mereka berhenti di tengah jalan, kernyitan pun muncul di dahi Shavara.
" Kenapa sih gak lanjut." Shavara memiringkan kepalanya dibalik punggung Kenzo ingin lihat, penasaran dengan apa yang dilihat mereka yang langsung dihalangi Kenzo dengan telapak tangannya yang besar yang nemplok di wajahnya.
Shavara menyingkirkan tangan besar Kenzo yang menghalangi pandangannya, saat melihat ke depan sontak kegusaran meratapinya.
Ia mengenal kemeja warna krem yang dikenakan pria yang mana tangannya sedang mereyap di area da-da perempuan dengan wajah saling miring arah berlawanan itu, dan hampir tak ada jarak diantara keduanya.
" Kita cari tempat lain, di sini ternyata tempat BO." Sindir Berliana nyaring yang membuat pria berambut dark brown berbalik badan padanya.
Saat para temannya berbalik, dan mencoba menarik tangannya, Shavara masih diam di tempat, bukannya mengikuti temannya berbalik, Shavara malah menepis dan berjalan ke depan lebih mendekat pada sofa itu.
Pria berambut dark brown itu menatap Shavara lekat, mengamati mimik wajahnya yang silih berganti ditengah ketegangannya.
Saat tarikan nafas disertai cicitan kesakitan sekaligus terkejut dan gerakan refleks menjatuhkan dompet dan ponselnya dengan apa yang dilihatnya, pria itu beranjak mendekat bagai tertarik magnet hingga berdiri sejangkauan tangan.
Shavara menutup mulutnya mencoba menahan airmata yang ternyata tidak bisa dia bendung. Airmata itu mengalir deras, Shavara menggigit bibir bawahnya menahan segala gemuruh hatinya yang panas.
Para temannya meringis iba, tapi dua sejoli itu masih belum melepaskan diri. Mereka terhanyut dalam dunia dewasa mereka sendiri.
Berliana yang naik pitam akan situasi yang ada, berjalan lebar dengan geraham saling mengadu.
Saat tangannya hendak mengambil juice alpukat yang masih penuh, tangan lentik yang lainnya mengambil lalu menyiram tepat ke wajah yang mengenai sisi wajah keduanya.
Sontak kedua orang itu saling melepas diri, dan melihat siapa yang mengganggu mereka menghiraukan cairan kental itu turun mengotori baju dan jatuh ke pangkuan mereka. Mata Monika terbelalak besar mendapati Mira dengan wajah garangnya menatap sinis Monika.
Belum jua mereka keluar dari keterkejutannya, siraman kopi hitam kental menghantam keras ke wajah Monika yang masih terperangah.
" Huh, mainan Lo kurang licin belajar sama lele yang Lo habek." Marah Mira.
" Hei, siapa kamu..."
" Sayang....katanya kamu sibuk." Suara lembut yang sangat dikenal sang lelaki itu menghentikan ucapannya.
Pandangannya ia alihkan pada Shavara, matanya bergoyang panik, segera dia berdiri dan ingin menyentuh gadisnya yang langsung memundurkan diri dari jangakuannya.
" Sayang..."panggil Aryo panik tertangkap tangan.
" Kenapa?"
" Sayang... dengar..."
" Kenapa?" Bentak Shavara.
" Sayang...kamu berani bentak aku?" tanya Aryo mencoba membalik keadaan.
Plak....
Shavara menampar pipi Aryo, beberapa tetes cairan juice berterbangan seiring tamparan itu datang.
" Aku bahkan berani menamparmu." ucap Shavara marah.
" Aaawww...atit."
" Rasain..karma mesum di tempat makan." celetukan yang meledak dari beberapa siswa.
Aryo membelalak seraya memegangi pipinya yang masih ternoda juice.
" VARA..."
" KENAPA?"
" KARENA LO GAK BISA KASIH APA YANG GUE KE DIA."
Ucapan bentakan itu silih berganti antara Aryo, Shavara, dan Monika.
" Apa yang gak aku kasih ke kamu. Waktu, masa, uang, tenaga, pikiran aku beri ke kamu."
" Tapi Lo gak bisa beri kenikmatan birahi untuknya." Jawab Monika percaya diri.
" DIAMLAH MONIK." Bentak Aryo, dia sedang pusing. Si jalank ini selalu menyahut.
Lagi, wajah Shavara tersentak," Benarkah itu?" Tanya shavara tidak percaya.
Aryo terdiam, enggan menjawab.
" Jawab aku, benarkah itu?"
" IYA, itu benar adanya. Konyol sekali 4 tahun kita pacaran dimana 2 tahun kita bertunangan. Aku hanya bisa memegang dan merangkulmu. Setiap aku ingin mengecupmu, kamu selalu menghindar." jelas Aryo tanpa sungkan.
" Kamu nikahi aku, jangan kan satu kecupan, satu ciuman, seluruh jiwa ragaku, ku berikan pada mu.
" Tapi apa, kau hanya mampu mengikat kau dalam pertunangan, empat kali kau undur pernikahan, aku sabar meski mama papa terus mendesak ku."
" Dan seharusnya Lo tahu, orang yang menunda pernikahan berkali-kali itu tanda dia tidak akan menikahimu." Imbuh Monika menyebalkan.
" Monika diam lah." bentak Aryo pusing.
" Sayang, kenapa kamu marah, aku hanya memperjelas keadaan, kamu bilang sendiri padaku kalau kamu enggak akan menikahinya, karena itulah kita berpacaran."
" MONIKA..." Hardik Aryo meradang. Dia tidak sanggup melihat wajah Shavara yang pucat pias.
Kaki Shavara berjalan mundur oleng yang langsung ditangkap oleh tangan besar namun hangat pria asing yang sedari tidak pernah memalingkan wajah darinya.
" Ka...kalian...pa...pacaran..." Sungguh kelu lidah Shavara mengucapkannya.
" Se..Jak...."
" Empat bulan lalu, dimana terakhir dia menunda pernikahan kalian, dia habis turun dari ranjang ku." Ucap mendayu Monika dengan kemenangan yang tidak tahu malu.
Tangan Monika merangkul pinggang Aryo dengan percaya diri.
" Mas... Benarkah itu?" Rintih Shavara tercekat. Dia berharap ini hanya mimpi buruk.
Aryo menarik lalu menghembuskan nafasnya, dengan tidak yakin dia berucap." Aku gak bisa menikah dengan seorang yang frigid..."
" Siapa yang frigid?" Tanya Shavara tercekat.
" Kamu."
" Darimana kamu menyebut ku frigid?"
" Ayolah, Vara. Aku berulang kali mengode menginginkan kemesraan dari kamu, tapi kamu tidak menanggapinya." Ucap Aryo merasa lelah.
" Aku hanya menjaga diri."
" Bullshit, kamu selalu enggan melakukan skinship dengan ku, aku tunangan mu."
" Yang aku tahu dua orang dewasa tidak hanya cukup dengan kecupan dan ciuman, pasti mengarah ke s3x. Aku hanya ingin melakukannya setelah ijab Qabul. Kamu nikahi aku, kamu akan mendapatkan tubuhku."
" Aku ragu kamu akan bisa melayaniku, kamu sama sekali menolak ku jika aku ingin lebih dari pegangan tangan."
" Nikahi aku."
" Aku tidak mau." Akhirnya kata-kata menyakitkan itu terucap dari mulut Aryo yang ternyata bagai sembilu menghunus hati Shavara.
" Lalu mengapa kamu tidak memutuskan aku."
" Aku sedang mencari wak..."
" No,...." Potong Shavara yang memancing mata Monika berotasi malas.
" Apa kamu tidak tahu mal..."
" Kamu enggan bersama ku, karena kamu pikir aku frigid, padahal itu tanpa bukti...aku yang akan memutuskan mu, 1d1ot."
Shavara menolej ke belakang dimana pria asing berambut dark brown masih setia memeganginya, memandangi setiap luka yang tampak di wajah cantiknya.
Shavara menarik kain bagian dada pria itu lalu menempelkan bi-birnya pada benda kenyal pria itu. Hanya menempel, itu niat awalnya.
Siapa sangka saat Shavara hendak menjauh, pria itu menarik tengkuk Shavara, menekan dua bi-bir itu, dilanjut sedikit *******, membuka bi-bir lebih besar dengan ******* lebih menekan.
Mengabaikan riuhan dan teriakan heboh dari para muridnya.
" Kya....pak Dewa udah baligh..."
" Pak Dewa, laki tulen."
" Itu baru guru gue..."
Kecuali Arleta yang berdiri kaku, memegang bagian dadanya yang terasa nyeri, airmatanya luruh tanpa bisa dicegah.
Leo dengan gantle menwarkan dada dan pelukannya untuk menenangkan gadis yang sudah dia taksir sejak naik kelas 12 itu.
Sedangkan para teman Shavara tercengang sangat cengo untuk beberapa menit yang disusul tepuk tangan meriah kemenangan dari mereka.
" Mmhpmmh..." Tanpa sadar engahan itu diucapkan Shavara karena kekurangan oksigen.
Dewa memberi jarak seinci untuk beberapa detik sebelum bibirnya kembali menempel mengambil kesempatan bibir manis yang sedikit terbuka itu, dia serbu bi-bir itu dengan melesakan li-dahnya, bermain lembut di dalamnya mencari, menggoda li-dah yang kaku tidak tahu bagaimana merespon benda asing dalam mulutnya yang meliuk-liuk.
Tangan Shavara semakin mengerat di kain itu, seiring dorongan untuk membalas liukan li-dah dan sedotan benda kenyal itu.
Tangan Dewa semakin menekan tengkuk Shavara, satu tangan yang lain menarik pinggang yang menarik tubuh mungil itu merapat penuh pada tubuh besarnya.
" Mhhmmpphmmh..." Shavara menutup matanya sungguh ia terbuai, ia merasa asing namun ternyata nagih. Ia enggan mengakhiri goyangan li-dah dan bi-bir mereka.
Ciuman itu semakin tidak bisa dikontrol, Aryo yang melihat itu, merasa tidak rela. Ia menghempaskan belitan tangan Monika di pinggangnya.
Melangkah lebar, Aryo mendekati dua orang yang terhanyut dalam labirin cecapan yang memabukan itu. Wajahnya memerah menahan amarah.
" SHAVARA...." Panggilnya menggelegar.
Teriakan itu menarik Shavara pada dunia nyata, bi-birnya kontan kaku, kedua matanya membuka lebar. Menatap wajah asing yang matanya masih setengah terpejam.
Saat Shavara hendak memisahkan bi-bir, Dewa menolak dengan memajukan kepalanya, dan menekan tengkuk Shavara. Tidak lama lu-matan kasar itu berubah lembut, disusul beberapa kecupan sebelum perlahan memisahkannya.
Keduanya masih saling pandang terhipnotis pada apa yang sudah mereka lakukan. Keduanya merasa takjub.
" Ini yang dia inginkan, dan aku tidak bisa memberikannya." Lirih Shavara lemah, tubunya bagai Tidka bertulang Beruntung Dewa masih menyangganya.
" Terima kasih memberikannya padaku, aku sangat menghargainya." Balas Dewa lembut, sambil mengusap bibir Shavara membersihkan air liur disekitarnya.
" Shavara, berani..."
" Terbukti aku tidak frigid."ucap Shavara santai, matanya masih menatap Dewa, walau jantungnya berdetak kencang.
Dewa menggeleng yakin." manis." ucapnya tanpa suara pada Shavara yang berhasil melahirkan semua merah di pipi Shavara.
" Dasar murahan..." sentak Aryo geram.
" Jaga bicaramu, bro. Jelas wanita ini wanita baik-baik. Saya dapat merasakannya." Ungkap Dewa dengan senyum penuh misteri.
Ucapan Dewa menyulut kemarahan Aryo yang merasa diremehkan. Dengan kasar Aryo menarik tangan Shavara yang langsung dihempaskan Dewa.
" Lo siapa, dia tunangan gue."
" Belum lama Lo nolak dia dengan alasan terkonyol yang pernah gue dengar. Ludah Lo belum ngering mau Lo jilat balik?" Tantang Dewa meninggalkan sopan santun.
" Shavara, kemari." Tangan Aryo dengan sombong mengipas kasar ke arahnya.
" Buat apa? Lo sana sama Lont3 itu. Kalau Lo mau tahu gimana rasa bibir gue, tanya sama Dewa." ucap Shavara menghapus kata aku-kamu.
Shavara melepaskan diri dari Dewa yang dengan enggan menyanggupinya, Shavara menegakan tubuhnya, dengan mengibas rambut, dia berjalan melewati Aryo dan juga Monika dengan tawa miring.
Saat berpapasan dengan Bima, Shavara berhenti," Bim, ambil cincin di jarinya, mahal itu. Kita bikin pesta." Tukasnya sebelum masuk ke dalam diiringi tatapan lembut Dewa.
Aryo menoleh sengit pada Dewa," rasanya rahasia, tapi gue yakin ini ciuman pertamanya. So fresh." Ucap Dewa tersenyum smirk.
Dewa berbalik kembali ke tempat duduknya dengan para muridnya yang menggodanya riuh.
" Diam kalian, kumpulkan latihan tadi."
" Cie...cie..bapak salting." Goda Ajis yang mendapat geplakan buku di kepalanya dari Dewa.
Tidak lama seorang siswa menghampiri meja temannya." Woy, Dit. telah datang Lo. tadi ad pertunjukan seru." ucap Bian yang menyodorkan ponselnya pada sahabatnya itu.
pemuda bernama Aditya melihat hanya beberapa menit sampai Shavara dihina, mata merah karena marah mengedar mencari seseorang, saat orang yang dicari itu nampak dari arah dalam.
Kakinya melangkah lebar menghampiri, lalu,
BUGH..BUGH...
" BANGSAT, BRENGSEK, MATI LO SONO." Aditya memukul, menghajar, lalu menendang perut Aryo tanpa ampun Samapi terkapar di lantai.
" STOP, BERHENTI, TOLOOONGG..." Meski Monika telah mengeluarkan urat lehernya untuk berteriak namun tidak ada satu pun yang menolong, mereka terbawa emosi pada dia insan atas kejadian.
Aditya menoleh pada wanita sexy itu, lalu berjalan ke arahnya yang mendapat tatapan bingung dari para sahabatnya.
Aditya berdiri berhadapan langsung dengan Monika yang gemetaran. " Punya modal hidup apa lo berani berkhianat setelah sahabat Lo mati-matian bela Lo, mulai dari sekarang gue pastiin hidup Lo merana, camkan itu." Aditya mendorong kasar bahu mika hingga terjungkal saking kagetnya.
Setelahnya, dengan membawa marah Aditya meninggalkan restoran itu mengabaikan panggilan dan teriakan para sahabatnya.
Dewa menatap murid cueknya itu dengan seribu pertanyaan....
Dua Minggu sudah Shavara galau mengurung diri di kamar. Dia hanya keluar kamar setelah sang mama yang ternyata keturunan m jawara Madura - Banten mengancam akan membanjiri seluruh kamar tidurnya dengan air got.
Shavara hanya makan setelah diancam disuapi ibunya dengan satu centong nasi sekali suap. Itu pun ia hanya mampu makan tiga suapan, setelahnya Shavara kembali mendekam di kamar.
Shavara akan pergi kuliah jika mamanya mengancam akan mengoyak ban motor Scoopy kesayangannya tanpa embel-embel diganti.
Selebihnya, Shavara hanya melalui hari-hari dirundung mega mendung yang menyelimutinya.
Hari ini, hari Sabtu ketiga kehidupan suram Shavara, jam sudah menunjukan pukul 10 pagi, tapi Shavara masih bergeming dibawah selimut dengan sepasang mata bengkaknya.
Cklek...
BRAKH...
Hentakan pintu yang semula dikunci membangunkan Shavara dari tidurnya, melihat Ibunya berdiri sambil bersedekap dada dengan raut muak yang menghiasi wajahnya kontan membuat Shavara gugup, dia merasakan hal yang tidak menyenangkan akan terjadi.
Dan benar saja, hal ini dibuktikan dengan kedatangan kakak dan adiknya yang memasuki kamarnya.
" Paksa dia, pisahkan dia dari ranjangnya." Instruksi mamanya, yang bernama Fena Astari, tidak bisa dibantah oleh kedua saudaranya.
" Sorry dek, Aa diancam cuma dikasih makanan sepuluh butir nasi sama sebiji teri kalau gak nurutin perintah mama." Ucap kakaknya yang bernama Wisnuaditama Nasution.
Di luar Wisnu dikenal sebagi pengusaha muda yang sedang naik daun dibidang properti bersama ketiga temannya.
Sedangkan di kampus, tempat Shavara menimba ilmu Wisnu berprofesi sebagai dosen untuk mata kuliah manajemen bisnis. Di kampus tidak ada yang tahu jika mereka bersaudara.
Shavara mengangguk lemah, pasrah. Kini tatapannya beralih pada adik cueknya.
" Idem, teh. Adek lagi butuh protein guna stamina perlombaan futsal kejuaraan provinsi." Ucap Aditya Pratama Nasution.
Si remaja tampan, namun jahil dan cueknya minta ampun. Kerjaannya menolak para cewek yang sudah dibaperinnya.
Mereka berdua tidak berkutik, ibunya typikal akan melakukan apa yang diucapkannya.
dua tahun lalu, kakak beradik itu pernah hanya makan kerak nasi selama seminggu karena berantem hebat sampe memecahkan kaca jendela.
" Mama gak mau tahu gimana caranya dalam 15 menit saudara perempuan kalian harus turun dalam keadaan segar bugar, kalau kalian gagal, ancaman otomatis berlaku sejak hari ini." Ucap mama penyayang, namun cerewet dan bar-bar abis sebelum menutup pintu di belakangnya.
Dalam waktu 14,5 menit mereka menuruni tangga dengan Shavara dalam gendongan punggung Wisnu.
" Bawa ke taman." Titah mama berjalan memimpin mereka.
Di teras samping sudah ada Anggara, sang kepala keluarga yang sedang membersihkan kandang burung ditemani segelas kopi hitam dan sepiring singkong empuk goreng di atas meja kecil.
Anggara menoleh saat suara wanita kecintaannya yang nomor satu mengambilalih pendengarannya.
" Adit, tolong ambilin kursi buat mama."
" Maaf, pah. Sang ratu bertitah." Aditya mengangkat kursi di sebelah meja kecil itu.
" Kamu gak pergi ekskul?" Tanya papanya heran.
Pasalnya biar hujan badai menerjang Aditya tidak akan pernah absen masuk sekolah, terlebih khusus hari sabtu di sekolahnya diisi kegiatan ekstrakurikuler, dan futsal adalah olahraga kegemarannya.
" Dilarang sang Baginda ratu, karena sang princess galau berkepanjangan." Sahut Aditya.
" Ma, si adek di duduki dimana?" Tanya Wisnu yang berdiri di tengah rumput hijau segar hasil perawatan tangan dingin Fena.
" Turunin aja di situ. Kamu ambilin dia makan." Fena berjalan menuju kran yang sudah terhubung dengan slang panjang, ia menghidupkan air.
Berjalan dengan slang mengucur air menghampiri Shavara yang berdiri gugup
Fena menelisik Shavara dari atas sampai bawah yang sudah segar sehabis mandi bebek karena diburu-buru Aditya, dan didandani dengan bedak seadanya oleh Aditya dan rambut disisir Wisnu.
" Not bad lah."
Fena duduk di kursi tepat di depan Shavara dengan slang yang masih mengucurkan air.
" Sekarang kamu cerita, kenapa galau berkepanjangan selama dia setengah Minggu.
" Mam menelpon Aryo, Aryo bilang enggak tahu, mama menelpon Monik dia bilang sibuk.
Saat Shavara membuka mulut hendak bicara, namun mama menyela," Kalau kamu bilang gak ada apa-apa. Jangan harap dapat duit jajan."
" Ma, jangan terlalu keras." papa beranjak menghampiri mereka.
" Diam deh, pa. Mama udah ngasih waktu buat papa bujuk Vara, tapi mana hasilnya anak gadis kamu masih asik mendem di kamar, kamu malah sibuk ngurusin burung-burung kamu." Ucap mama galak. Sang papa langsung mingkem.
" Cerita, atau mama siram kamu."
Shavara melirik kakak dan adiknya, dia tahu mereka tidak akan bisa melawan sang mama, tapi mencoba tidak salah kan.
" Ma....Vara... putus... dari Aryo." Cicit Shavara ditengah isak tangisnya yang kembali pecah untuk sekian kali.
Mereka terkejut, tidak ada yang bicara, mereka hanya memandangi Shavara yang menunduk nangis.
" Kenapa?" Shavara tidak sanggup menjawab pertanyaan itu.
Dia harus mengingat kejadian memilukan itu lagi.
" KENAPA SHAVARA? APA KAMU SELINGKUH?"
" MA...
" MAMA."
" MAMA...Bukan teh Vara yang selingkuh, tapi bajingan Aryo yang menyelingkuhinya." Bantah Aditya keras, dia tidak terima Kakaknya yang baik terkesan naif itu disalahkan atas ulah mantan tunangan yang sial4n itu.
Semuanya tersentak atas ucapan Aditya, Shavara menatap bertanya pada adiknya itu.
" Benar begitu adanya, Shavara." Tanya mama menekan. Shavara mengangguk.
" Ceritakan. Sekarang juga." Shavara menunduk takut-takut.
" Baiklah, biar mama cari tahu sendiri."
" Ma..."
" Bicara." Satu kata tegas yang pada akhirnya membuat Shavara membuka mulutnya.
Shavra dengan enggan akhirnya bercerita dari para temannya yang melihat sejoli Berciuman hingga dia meninggalkan tempat, minus dirinya yang mencium pria asing bernama Dewa.
Selama bercerita papa memeluk menguatkan Shavara yang menangis tersedu-sedu. Wisnu terdiam dengan tangan menyangga sepiring sarapan untuk adiknya, Aditya hanya menunduk mendengarkan dengan baik dengan tangan mengepal kuat.
" Jadi kalian sudah beneran berakhir?"
" I..iya... Ara yang memutuskannya."
" Bagus, itu baru anak Mama."
Mama melihat jari manis Shavara yang biasanya bertengger cincin berlian.," Cincinnya mana? Kamu buang?"
" Enggak, ada di kamar."
" Bagus, mahal itu."
" Iya, rencananya bakal Ara jual, terus duitnya Ara tabung dan pesta sama teman."
" Mama dukung. Galau boleh. Bodoh jangan. Mama gak ngerti orang yang membuang pemberian mantan."
" Memang harus dibuang, ma." Sanggah papa.
" Kalau menghasilkan uang, kenapa gak dijual. Kita udah sakit hati, ya harus dapat sesuatu dong, pa." Sewot mama.
Papa mengangguk, ia membantah pun percuma, istrinya sedang mode senggol bacok.
" Kenapa kamu gak bilang, dek?" Tanya mama pada Aditya.
" Yang bersangkutannya saja diam, kalau adek bilang nanti adek disebut Cepu."
" Ish, kamu mah. Mama gak melarang kalian untuk Cepu, cupu, bertingkah gemulai sekalipun selama itu diperlukan."
" Udah adek hajar kok orangnya sampe babak belur." Ungkap Aditya yang membuat kaget semuanya.
" Kamu tahu darimana, dek? Teteh gak lihat ada kamu."
" Dari teman Adek yang ngerekam. Adek cuma lihat bentaran, dia ciuman sama si Monik, terus orangnya muncul ya udah adek hantem."
" Bagus...itulah gunanya lelaki." Mama manggut-manggut.
" Ma, kok ngedukung anaknya berantem." Omel papa.
" Lha terus harus siapa yang balas itu bocah tengik, mama?"
" Ya gak gitu. Maksud papa, kita bicarakan baik-baik."
" Baik-baik gumana, orang dia selingkuh sama sahabat tunangannya lagi..." Omongan mama terjeda akan sesuatu
" Aaa..h. pantes si Monik selalu berbelit kalau mama tanya soal kamu. Si Aryo juga sama. Brengs3k, pengkhi4nat." Murka mama tidak menyaring perkataannya.
" Ma, sudahlah. Yang penting si teteh udah cerita."
" Siapa yang bikin Vara cerita, papa? Bukan kan! Mama, pa. MAMA!"
mama muali emnagtahkan slang ke arah Shavara." Papa awas, menjauh dari Vara."
" Mama mau ngapain?" Tanya papa saat mama berdiri dengan slang masih mengocorkan air.
" Mama mau meruqyah dia supaya jin malu dan suka mendem sakit hatinya keluar.
" Ma, jangan asal." Papa mencoba mencegah karena Shavara sudah meringis.
" Awass ,ih..."
Byur....craaaakk....
" MAMA, papa basah." Papa melipir menyingkir karena mama tetap menyiram Shavara.
" Hei, jin Tomang yang ada di tubuh anakku, keluar lah engkau, keluar..." Mama memicrat air ke seluruh tubuh Shavara padahal air yang di slang masih menyirami Shavara.
" Ma, udah malu sama tetangga." Ucap pelan Wisnu yang melihat para tetangganya mencuri pandang ke arah mereka lewat sela pagar.
" Biarin, biar adik mu enggak sok-sokan main rahasia lagi."
Puk...
Aditya menepuk jidatnya sambil menggeleng." Tadi aja jangan mandi."
" Ma, udah si teteh udah kedinginan."
" Papa diem deh. Ini mama lagi ngasih tahu ke Vara kalau hidup itu keras, baru dikhianati saja udah melempem. Gak selamanya kita akan selalu ada untuknya, gak selamanya Aa-nya akan ada buat bersandar, gak selamanya adiknya yang gak jelas kepribadiannya itu bisa diandalkan. Dia harus berdiri di atas kaki dia sendiri." Ucap mama lantang.
Para lelaki terdiam, mereka tidak menyangka mamanya akan mengatakan hal sedalam itu.
Shavara semakin tergugu dalam tangisannya, ia merasa bersalah sudah menyusahkan kedua orang tuannya hanya karena pengkhianatan orang tidak bertanggung jawab.
" Ma, ampuni Ara. Ara gak lagi-lagi galau, Ma." Shavara meringis kesakitan akibat siraman air yang kencang itu.
" Ma, udah ma. Kasihan adek " Ucpa Wisnu lembut.
Mama menurunkan slang tersebut, Aditya berlari kencang ke arah kran, lalu mematikannya.
" Jam berapa sekarang?"
" Jam 11. 30." Jawab Aditya.
" A, kamu ajak Vara healing."
" Aa gak bisa, ada meeting."
" Dek, kamu ajak teteh kamu."
" Adek habis Dzuhur latihan."
"Ajak aja. kamu malu ajak teteh kamu?" Mama melotot padanya, Aditya menggeleng cepat.
" Iya, Adit ajak. Tapi Adit gak punya uang."
" Ya Allah, dek. Pelit amat. Teteh kamu pasti cuma minta dibeliin makan doang."
" Bukan begitu, duit adek bulan ini udah habis cuma cukup isi bensin. Papa tambahin."
" iya, papa tambahin."
" Ya udah sekarang bubar. mama mau arisan."
❤️❤️❤️❤️
Di ruang tamu rumah minimalis nan asri dengan halaman cukup luas yang ditumbuhi tanaman dari tanaman hias sampe tanaman keperluan dapur.
" Bu, kayaknya mas Bhumi lagi jatuh cinta deh." Ucap gadis belia bernama Senja Purnama Mahendra sambil mengambil pupuk dari karung.
Gadis cantik berambut hitam sebahu berusia 17 tahun, polos terhadap sesuatu yang berbau seksual, karena sikap protektif kakaknya yang belum mengizinkan dirinya memiliki kekasih, namun mulutnya loncer untuk menggibah.
" Kenapa?" Tanya Rianti, wanita paruh baya yang masih terlihat ayu di usianya kepala lima.
" Enja sering lihat mas Bhumi senyum-senyum sendiri." Ucap senja.
" Masa sih. Ibu gak pernah lihat."
" Kalau ada ibu mas bakal sok cool, tapi kalau di kamarnya sama di ruang tv mas sampe cengengesan."
" Ish, kamu jangan PHP-in ibu dong."
" Kalau gak percaya perhatiin aja deh."
" Ck, kan ibu jadi penasaran." Rianti membuka sarung tangan berkebunnya.
Di kamar tidur yang bernuansa gelap karena perpaduan warna abu-abu dan hitam dihiasi langit-langit atap didominasi warna biru langit dan hiasan benda-benda luar angkasa yang membatalkan suasana kamar menjadi suram.
Pria tampan berahang tegas, hidung mancung, bibir tipis tersenyum dengan tatapan menerawang seraya mengusap bibir bawahnya.
" Ck, bisa gila gue kelamaan begini." Bhumi mengacak rambutnya random.
" Tiap hari gue tungguin di restoran gak pernah muncul. Apa dia ngehindari gue ya."
" Apa hubungan dia sama Adit? Ya Tuhan...kenapa jadi gini."
" Anjir, gue pengen banget Ketemu cewek itu lagi." Gerutu Bhumi kesal.
Sejak pertemuan itu bayangan wanita yang mengambil ciuman pertamanya tidak pernah lepas dari isi kepalanya yang membuat dirinya senewen.
" Ya Allah, pertemukan aku dengan yang ku putuskan menjadi tulang rusukku yang hilang itu Allah. Pleaseee..." Bhumi sungguh sudah menjadi gila.
" Siapa dia?" Tanya wanita lembut itu.
" Gak tahu, cuma ketemu sekali."
" Namanya?"
" Shavara, kalau gak salah."
" Ooh, jadi wanita yang bikin mas gak berkebun itu Shavara." Cerocos wanita paruh baya itu.
" Heeh,..eh ..." Bhumi tergelak ada orang yang menyahutinya.
Netra hitam tajamnya mendapati ibu yang berdiri tersenyum menggoda menatapmya di ambang pintu, di belakanganya sudah ada adiknya yang tukang gossip.
" Siapa wanita itu?" Tanya ibu sekali lagi.
" Siapa sih Bu. Kalian udahan berkebunnya." Bhumi turun dari ranjang, mengambil kaos oblongnya.
" Jangan ngalihin pembicaraan, Bhum, bikin ibu gak khawatir sama kamu."
" Khawatir kenapa sih, Bu."
" Kamu tahu kenapa?"
" Ya Allah. Kudu berapa kali Bhumi bilang Bhumi normal, Bu. Normal!"
" Iya, tapi sampe sekarang kamu belum pernah ngenalin perempuan, ibu kan khawatir. Kata adik kamu, kamu lagi jatuh cinta."
" Apaan dah, enggak Bu."
" Itu Shavara siapa?"
" Siapa?"
" Shavara."
" Siapa?"
" Shavara."
" Iya, siapa?"
" Ishh, kamu mah. Kalau kamu ngeyel ibu kenalin kamu sama anak teman arisan ibu."
" Jangan coba-coba, anak teman ibu gak ada yang normal."
" Bhumi.." omel ibu.
" Kenyataan demikian, terakhir, yang kata ibu orangnya alim, dewasa, baik. Apaan, belum apa-apa udah nyoba morotin Bhumi, ditambah ternyata ngobat, dia pake acara sakau lagi, Bu. Untung anak mu ini pinter, ke mall gak bawa dompet, bawa uang cash yang cukup buat makan aja. Terus anak itu dikirim ke taksi untuk diantar pulang dan Bhumi pulang dengan selamat."
" Lagian jadi cowok kok pelit banget, sih."
" Bukan pelit, tapi cerdas. Kalau belum nikah aja udah ngabisin budget, gimana setelah nikah. Jadi sapi perah aku tuh."
" Ya udah ibu minta maaf, sekarang kasih tahu siapa Shavara itu?"
" Gak tahu, baru ketemu sekali."
Ibu yang berpikir Bhumi berbohong, sungguh berpikir serius untuk menjodohkan putranya itu.
" Ini final, pokoknya entar malam kamu ikut ibu dinner." Ibu keluar dari kamar tidur Bhumi.
" Bu, gak bisa gitu dong."
" Ini sih gara-gara kamu." Bhumi menjitak pelan kepala adiknya yang terkikik geli.
" Ya elah mas, cuma dikenalin gak dikawinin." Ujar Senja enteng.
" Enak bener lambe mu, nak kalau ngomong." Sahut Bhumi menuruni anak tangga menyusul ibunya ke dapur.
" Bu, jangan lagi ya."
" Iya, enggak. Tapi kasih tahu siapa Shavara itu."
" Bhumi gak tahu, Bu. Suerrr." Bhumi mengangkat kedua jari membentuk V.
" Berarti ibu anggap kamu lagi ngehayal, ibu gak mau kamu gila gara-gara kelamaan ngejomblo. Makanya ibu akan ngenalin kamu ke anak teman ibu."
" Bu..."
" Bu, gak usah lah. Kasian anak gadis orang kering kayak kanebo kepanasan karena dianggurin mas Bhumi." Seru Senja yang mendapat pelototan Bhumi.
" Apa? Ini beneran,kan. Dulu anak orang ampe ketiduran di bangku gara-gara mas keasyikan nelpon teman sesama jomblonya." Senja mengingatkan pada acara kencan buta yang disponsori ibunya, tetapi karena Bhumi terpaksa, Bhumi lebih milih meladeni video call para temannya yang sedang gabut.
" Awas aja kamu ngelakuin itu lagi."
" Ya itu dia yang ngebetein, Bu. Masa pertemuan pertama nanyain makeup mulu, kan bete."
" Ibu janji, kalau yang ini kamu gak suka, ibu gak akan ngenalin lagi."
" Janji? Awas aja boong."
" Iya, tapi kamu nya kudu kooperatif, dong."
" Iya."
" Ya udah ibu mau siap-siap arisan."
" Bhumi juga mau pergi."
" Enja ikut mas Bhumi."
" Tapi mas pulangnya ada meeting, dek."
" Pulanya enja naik ojol, mas. Males banget diintilin adiknya."
" Iya, males. Adiknya tukang gibah banget dah." Bhumi ngeloyor dari dapur males meladeni kecerewetan adiknya.
Yuk kasih jejak vote, hadiah, like dan share ya!!!yuk habis baca like, komen, vote, hadiah, dan juga share ya .
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!