"Mysha sudah aku anggap sebagai adik kandungku, Ma, Pa. Mana mungkin aku bisa menikah dengan dia. Aku sama sekali tidak punya rasa cinta untuk Mysha. Teruntuk, cinta sebagai pasangan kekasih. Karena aku hanya punya rasa cinta sebagai kakak untuk Mysha."
"Tapi, Za. Kami sudah berencana selama dua puluh tiga tahun yang lalu untuk menyatukan kalian berdua. Karena dengan bersatunya kalian, maka keluarga Prayoga kita ini akan utuh."
"Pa, bagaimana bisa kalian berencana seperti itu? Aku tidak bisa menikah dengan Mysha. Aku tidak cinta dia."
"Cinta bisa datang nanti, Sayang. Setelah kalian bersama sebagai pasangan saat menikah kelak."
"Mama. Kami sudah bersama sejak lama. Aku tidak bisa mengubah perasaanku untuk Mysha. Dia adik sepupuku. Dan akan tetap begitu untuk selama-lamanya."
"Lagipula, aku sudah punya perempuan yang aku sukai selama ini. Kalian tidak bisa memaksa aku untuk menikah dengan orang yang tidak aku cintai. Aku tidak akan setuju dengan perjodohan gila ini."
Setelah berucap kata-kata itu, Geza Prayoga yang sekarang sudah berusia dua puluh lima tahun langsung bagun dari duduknya. Untuk pertama kali dalam kehidupan Geza, dia bersikap tidak sopan pada kedua orang tuanya.
Dia tidak setuju dengan perjodohan gila yang keluarga besarnya buat. Karena selain dia tidak punya cinta untuk gadis yang tak lain adalah adik sepupunya itu, dia juga sudah punya tambatan hati yang dia cintai dengan sepenuh hati.
Dirly, papa Geza sangat kesal saat mendengar apa yang anaknya katakan. Dia langsung bangun dengan wajah marah saat melihat sikap keras kepala yang anaknya perlihatkan.
"Kamu tidak bisa menikah dengan perempuan lain selain Mysha, Geza. Jika kamu bersikeras, aku sebagai kepala keluarga Prayoga akan membuat kamu menyesal karena keras kepalamu itu. Akan aku buat, kamu kehilangan kemewahan yang selama ini kamu punya."
Kata-kata yang bernada ancaman itu membuat Geza terpaksa menahan langkah. Dia berhenti sejenak, tapi tidak lama, juga tidak berniat menjawab apa yang papanya katakan. Karena detik selanjutnya, Geza kembali melanjutkan langkah untuk menuju kamar.
Sampai di kamarnya. Geza yang kesal tidak bisa menahan diri lagi. Dia langsung memukul meja rias yang ada di kamar tersebut dengan keras.
Brak! Bunyi keras yang disertai barang pecah, membuat kuping terasa berdenging tiba-tiba. Geza yang kesal, tidak menghiraukan bunyi itu. Tidak juga ingin ambil pusing dengan meja rias yang kini pecah karena pukulan keras tangannya barusan.
"Tidak. Aku tidak akan pernah mau menikah dengan Mysha. Sudah jelas-jelas dia adalah adik sepupuku. Hidup bersama sejak kecil sebagai satu keluarga. Bagaimana bisa aku mengubah perasaan dari adik menjadi kekasih?"
"Ini gila. Benar-benar sangat gila. Aku tidak bisa menuruti ide gila ini. Dengan atau tidaknya aku dan Mysha bersama. Maka keluarga ini juga akan tetap utuh."
Geza terus menatap dirinya di depan cermin. Melihat pantulan wajahnya yang sekarang sedang terbakar emosi karena permintaan yang tidak masuk akal dari kedua orang tuanya.
Sementara itu, di sisi lain, tepatnya, di rumah gadis yang bernama Mysha tinggal. Mysha sedang ngobrol ria bersama kakak sepupunya yang hanya berjarak lima bulan dari dirinya. Mereka kerap bersama. Lebih mirip saudara kandung dari pada saudara sepupuan.
Unna Mikayla. Anak dari kakak mama Mysha itu lebih suka tinggal di rumah tantenya dari pada orang tua kandungnya sendiri. Karena di rumah tantenya, dia punya teman untuk ngobrol, juga bisa merasakan kehangatan keluarga yang penuh dengan cinta.
Karena di sini, orang tua Mysha selalu romantis walau sudah berusia. Mereka juga sangat pengertian, dan selalu memberikan kasih sayang yang lebih untuk anak mereka.
Sedikit berbeda dengan rumah Unna. Karena di rumahnya, dia seperti merasa hidup sendiri. Mama dan papanya lebih suka berdiam diri dengan kesibukan masing-masing. Dan pada akhirnya, dia juga diabaikan begitu saja.
Sementara Mysha pula. Dia gadis manja yang periang. Selalu mendapatkan apa yang dia ingin, tapi tidak membuat gadis itu jadi anak manja yang keterlaluan. Mysha masih bisa bersikap dewasa ketika bergaul dengan teman-teman yang lainnya.
Dia juga gadis yang pintar. Gelar sarjana dia raih dengan nilai tertinggi. Tapi tidak pernah sombong dan tidak pernah bersikap angkuh.
Karena dia juga keturunan Prayoga. Maka dia juga berhak mewarisi perusahaan keluarga Prayoga yang terkenal itu. Karena itu, dia dan Geza bekerja di satu perusahaan yang sama sekarang. Mereka berdua menjabat di satu posisi yang sama untuk saat ini.
Sementara Unna. Dia juga kerja di kantor tersebut. Menjabat sebagai sekretaris Geza. Keduanya sering bersama. Tidak hanya di saat jam kerja, jam bebas juga sering berduaan saja.
"Kak Unna. Bagaimana sikap kak Geza menurut kakak?"
Pertanyaan itu pernah Mysha lontarkan saat dia mendengar desas-desus soal kedekatan Unna dan Geza ketika diluar jam kerja. Tapi sepertinya, Unna tidak ingin menjawab. Karena ketika pertanyaan itu Mysha tanyakan, Unna malah diam saja sambil tersenyum dengan mengangkat kedua bahunya.
Enggannya Unna berkomentar tentang Geza membuat Mysha tidak ingin membahas hal yang sama untuk yang kedua kalinya. Dia memilih mengabaikan semua desas desus yang terdengar.
Sejujurnya, Mysha merasa sedikit sakit hati dengan desas-desus itu. Karena dalam hatinya, dia sudah lama merasa ketertarikan pada kakak sepupunya yang cukup tampan tiada duanya itu.
Mysha sangat bahagia ketika dia tahu, kalau keluarga mereka sudah berencana menjodohkan dia dengan kakak sepupunya sejak kecil. Hatinya berbunga-bunga dengan senyum lebar yang menghiasi wajah.
"Benarkah, Ma, Pa? Kalian akan menikahkan aku dengan kak Geza?"
"Tentu saja benar, Sayang. Karena kalian berdua adalah pewaris keluarga Prayoga, maka kalian berdua harus di satukan agar keluarga kita tidak terpecah lagi." Papa Mysha berucap sambil tersenyum.
"Tunggu deh! Kamu kok senang banget, Sha? Ada yang salah gak nih sama kamu sekarang?"
Mama Mysha pula yang angkat bicara sambil terus memperhatikan anaknya.
"Mama ih. Kok ngomongnya gitu? Apanya yang salah dengan aku sekarang, Ma? Apakah mama ingin aku ngamuk? Terus bilang, kalau aku gak setuju dengan perjodohan ini? Iya gitu, Ma?"
"Hei ... kamu itu aneh. Harusnya iya. Tapi, kamu sekarang malah bahagia. Kamu ... udah punya rasa sejak lama ya .... " Mama Mysha yang bernama Anggun itu malah menggoda anaknya dengan sengit.
Mendapat godaan itu, Mysha langsung memasang wajah merona akibat malu. Dia berusaha menutupi apa yang dia rasakan dengan sekuat tenaga, meskipun tidak akan berhasil.
"Mama ih! Nggak! Aku nggak suka ... maksudku. Ah, aku lupa kalau ada kerjaan yang belum aku selesaikan. Aku harus ke kamar dulu sekarang. Gak papakan, Ma, Pa?"
"Mama ih! Nggak! Aku nggak suka ... maksudku. Ah, aku lupa kalau ada kerjaan yang belum aku selesaikan. Aku harus ke kamar dulu sekarang. Gak papakan, Ma, Pa?"
Mysha yang malu dan tidak punya cara untuk menghindar dari godaan yang mamanya buat. Terpaksa pakai cara alasan pekerjaan untuk kabur dari obrolan yang semakin membuat dia merasa bahagia sekaligus malu.
Mamanya tersenyum sambil mengangguk.
"Ya sudah. Silahkan saja. Tapi mama udah tahu, kalau kamu sengaja menghindar dari mama, Sha."
"Mama ... kok malah mojokin anak terus-terusan sih. Kambuh lagi deh, sifat jahilnya itu." Papa Mysha pun berucap sambil melirik manja sang istri.
"Ih, Papa."
Kedua orang tua itu bermesraan dengan cukup bahagia. Mysha yang melihat kebahagiaan itu, ikut merasakan kebahagiaan yang sama.
Dalam hatinya berkata. 'Semoga aku juga merasakan kebahagiaan ini setelah aku menikah kelak. Aku ingin sekali hidup seperti mama dan papa. Yang selalu romantis sampai ke hari tua.'
Setelah tersenyum dan melihat kebahagiaan kedua orang tuanya beberapa saat lama. Mysha memutuskan untuk langsung pergi tanpa pamit lagi. Karena dia tidak ingin menganggu kehangatan dari keromantisan yang kedua orang tuanya rasakan saat ini.
Namun, saat Mysha baru saja melangkah beberapa langkah menjauh, mamanya menyadari kepergian dari anaknya. Candaan pun langsung terhenti seketika.
"Sha, mama lupa bilang .... "
Sontak, kata-kata itu langsung membuat langkah Mysha terhenti seketika.
"Iya, Ma. Bilang apa?" tanya Mysha sambil memutar tubuh.
"Besok sore, kakak kamu yang dari tanah air akan datang ke sini."
"Apa! Kak Kiyan datang?" Mysha langsung memasang wajah kaget ketika mendengar tentang kakak sepupu jauh yang ada di tanah air itu akan datang.
Seketika, terbayang oleh Mysha akan betapa jahil dan nakalnya kakak sepupu jauh itu dulu. Saat mereka masih anak-anak, mereka sering bertemu ketika keluarga omnya datang untuk berlibur ke tempat mereka. Hanya saja, setelah menginjak usia remaja, mereka tidak lagi saling bertatap muka. Ngobrol lewat udara juga tidak pernah sekalipun terjalin sejak mereka sama-sama remaja hingga sekarang.
Kakak sepupu jauh yang bernama Kiyan itu sangat nakal dan terlalu jahil. Saat datang, Kiyan pasti merusak barang-barang Mysha. Tidak hanya itu, Mysha kecil yang tidak bisa apa-apa, sering dijahili dengan menarik rambut, atau mengakali Mysha dengan hal-hal yang tidak Mysha sukai.
Untunglah, Geza selalu ada untuk Mysha di saat-saat Kiyan jahil pada Mysha. Geza yang selalu menjadi pelindung, dan selalu menjadi penghibur ketika kejahilan dan kenakalan Kiyan mengusik ketenangan sampai ke batin Mysha.
"Sha. Kok diam?"
Pertanyaan mama membuat ingatan masa lalu Mysha langsung menghilang. Dia yang tidak suka dengan kakak sepupu jauhnya itu, langsung memasang wajah tidak enak di lihat.
"Untuk apa dia datang ke sini, Ma? Ya Tuhan ... apa dia akan bikin onar lagi nantinya?" tanya Mysha tanpa sadar.
"Sayang, apa yang kamu katakan barusan? Kamu tidak suka dengan kehadiran Kiyan?" tanya papa dengan wajah tidak enak hati.
"Eh, bukan gitu, Pa? Aku ... maksudku, kenapa kak Kiyan datang? Lama atau tidak? Ada urusan apa dia? Tinggal di mana nantinya ketika dia datang ke sini? Dan ..... "
"Sha. Banyak banget yang kamu tanyakan barusan. Gimana cara papa sama mama mau ngejawabnya satu persatu, hm?"
Mysha tersenyum nyengir dengan kata-kata yang mamanya ucapkan barusan. Hanya itu yang bisa dia lakukan. Karena dia sadar, kalau dia barusan telah menunjukkan ketidaksukaannya secara terang-terangan pada kedua orang tuanya.
"Mysha. Dengarkan mama baik-baik. Mama tahu kalau kamu kurang suka dengan kakak sepupu jauh mu itu karena kenakalan dan kejahilannya saat kecil. Tapi, itu bukan alasan untuk kamu membencinya. Karena bagaimanapun, dia tetaplah keponakan jauh papamu. Mengerti, Sha?"
"Aku mengerti, Ma. Tapi, katakan dulu apa perlu kak Kiyan datang ke tempat kita."
"Dia datang untuk bekerja di perusahaan Prayoga grup."
"Hah!" Makin kagetlah Mysha dengan tujuan kedatangan kakak sepupu jauhnya itu.
"Bagaimana mungkin dia datang untuk bekerja di perusahaan Prayoga Grup, Mama?"
"Lah, kenapa tidak mungkin, Sha? Apa yang membuat Kiyan tidak bisa bekerja di Prayoga Grup?"
"Iya, Sha. Apa yang menurut kamu tidak mungkin? Kiyan kan tamatan sarjana seperti kamu juga. Meski dia kuliah hanya di dalam negeri, tapi dia lulusan terbaik di kampusnya setengah tahun yang lalu lho Sha. Sama seperti kamu."
"Pa, bukan itu maksudku. Aku tidak meragukan pendidikan kak Kiyan."
"Lalu?"
"Aku hanya tak percaya saja. Dia kok bisa kerja di Prayoga? Padahal kan, keluarganya juga punya perusahaan besar yang tak kalah terkenal dari Prayoga, Pa, Ma."
"Nah itulah hebatnya om kamu, Sha. Dia ingin anaknya mandiri dengan bekerja sambil belajar di perusahaan orang lain sebelum jadi pemimpin di perusahaan sendiri."
Mysha terdiam dengan penjelasan papanya barusan. Benaknya membenarkan sepenuhnya dengan alasan itu.
"Lalu, dia akan tinggal di mana, Ma, Pa? Apa dia akan tinggal di hotel? Atau nyewa rumah? Atau ... beli rumah sendiri selama bekerja di sini?"
Mamanya tersenyum sambil melirik papanya. Mysha yang melihat hal itu, tentu saja memasang wajah tidak enak karena sesungguhnya, batin Mysha sudah menangkap sinyal tidak baik dari senyum yang mamanya lontarkan.
"Mysha-Mysha. Tentu saja Kiyan tinggal di sini."
"Hah? Tinggal di sini?"
"Ya iyalah. Dia akan tinggal di sini. Untuk apa punya saudara jika harus nyewa rumah. Kalau tinggal di hotel kan juga akan mubazir uang saja. Yah, walaupun dia anak orang kaya. Tetap saja, mubazir uang tidak baik. Jika untuk beli rumah. Ya mikir-mikir jugalah, Sha. Kakak sepupu kamu itukan masih lajang. Untuk apa beli rumah hanya untuk tinggal sendirian saja?"
Penjelasan sang mama membuat Mysha senyum kecut. Senyum tidak enak karena sesungguhnya, dia sangat tidak suka, alias, sangat-sangat keberatan dengan keputusan orang tuanya itu.
"Tapi, Ma .... Bagaimana mungkin dia tinggal di rumah kita? Mama gak ingat bagaimana sikap kak Kiyan saat mereka berlibur ketika aku berusia lima tahun dulu, Ma?"
"Ya Tuhan, Mysha. Ternyata itu alasan kamu dari tadi panjang lebar menanyakan prihal Kiyan, Nak?"
"Sha. Dengarkan mama baik-baik sekali lagi yah. Saat kalian anak-anak, wajar jika kalian nakal atau lain sebagainya. Tapi, ketika sudah menginjak dewasa, semua juga akan berubah, Mysha sayang."
"Dengar tuh, Sha! Apa yang mama kamu katakan itu benar. Makanya, jalin hubungan baik saat remaja. Saat dewasa seperti ini, kamu akan tahu apa saja yang berubah dari kakak kamu itu. Dia jauh berubah lho sayang. Gak sama seperti yang dulu."
"Dengar tuh, Sha! Apa yang mama kamu katakan itu benar. Makanya, jalin hubungan baik saat remaja. Saat dewasa seperti ini, kamu akan tahu apa saja yang berubah dari kakak kamu itu. Dia jauh berubah lho sayang. Gak sama seperti yang dulu."
Penjelasan dari papanya barusan membuat Mysha tidak bisa menjawab. Karena sesungguhnya, dia membenarkan apa yang papanya katakan. Dia memutuskan hubungan dengan kakak sepupunya karena merasa kenal dengan sikap nakal dari kakak sepupu jauhnya itu.
"Mm ... ya udah deh kalo gitu. Aku ke kamar sekarang aja deh, Ma, Pa."
Papa dan mamanya langsung tersenyum karena wajah pasrah Mysha sungguh jelas terlihat.
"Gak ada pertanyaan lainnya lagi, Sha?" tanya mamanya dengan nada penuh ejekan.
"Gak, Ma. Udah gak ada lagi."
"Yakin kamu?" Papanya pula angkat bicara.
"Yakin."
"Ya sudah kalo gitu." Mamanya bicara sambil tersenyum.
Mysha pun melangkah untuk meninggalkan ruang keluarga rumah mereka. Namun, baru beberapa langkah pergi, dia langsung menghentikan langkah kakinya kembali.
"Mm ... Ma." Mysha berucap sambil memutar tubuh. Kelihatannya, ada yang lupa dia tanyakan. Sama seperti yang mama dan papanya pikirkan tadi.
"Ada apa lagi, Sha? Ada yang lupa kamu tanyakan ya?" tanya mamanya dengan nada menggoda.
Mysha terpaksa menarik senyum tidak enak.
"Iy--iya, Ma. Ada satu hal lagi yang lupa aku tanyakan."
"Apa?"
"Apa ... kak Kiyan masih gendut kek dulu lagi, Ma, pa?"
Pertanyaan itu membuat mama dan papa Mysha tertawa. Sambil saling bertukar pandang, keduanya terus tertawa lepas.
"Ih, kalian kok malah tertawa sih? Aku bertanya, Mama, Papa. Kenapa kalian tertawa? Aku nggak sedang ngelawak lho, Ma, Pa."
"Ha ha ha ... habisnya, kamu lucu, Mysha sayang."
"Apanya yang lucu, Ma? Orang aku hanya bertanya."
"Ya lucu. Masa ingin tahu soal kondisi tubuh kakak sepupu kamu. Kalau ingin tahu, ya cari tahu aja sendiri. Orang besok dia juga datang ke sini, kan?"
"Tunggu deh. Jangan-jangan, kamu udah gak sabar lagi mau lihat gimana kakak sepupu kamu yang sekarang. Iya, Sha?"
"Mama ih."
Mysha yang kesal dengan godaan yang kedua orang tuanya berikan, langsung meninggalkan ruangan tersebut tanpa bicara lagi. Sementara di kamarnya, dia sibuk dengan pikiran tentang apa yang sudah mereka bicarakan barusan.
"Sialan! Masa aku harus mikir soal kak Kiyan yang tidak aku sukai itu terus sih? Mending mikir soal perjodohan antara aku dengan kak Geza yang bikin hati sangat bahagia."
Mysha bicara pada dirinya sendiri sambil mengubah posisi dari duduk di depan meja rias, jadi duduk di atas ranjang kasur empuk miliknya. Berusaha keras untuk mengubah apa yang benaknya pikirkan, tapi sayang, usaha itu sama sekali tidak berhasil.
Yang ingin dia pikirkan adalah Geza. Tapi yang benaknya pikirkan adalah Kiyan. Karena terlalu tidak suka dengan Kiyan, dia malah menjadikan Kiyan sebagai beban pikiran tanpa bisa dia ubah kembali.
"Aduh, bagaimana kalau si gendut Kiyan bikin rusuh lagi nantinya yah? Apa kak Geza juga akan selalu ada buat aku seperti saat kami masih anak-anak dulu?"
"Ah, semoga aja seperti yang aku harapkan. Kak Geza selalu ada untuk aku."
___
Pagi harinya, setelah Mysha sampai ke kantor, dia sibuk menunggu kedatangan Unna untuk dia ajak ngobrol. Karena datang terlalu pagi, Mysha terpaksa menunggu sedikit lama untuk kedatangan Unna di parkiran.
Ketika mobil Geza memasuki area kantor, Mysha langsung ingin menghampiri mobil tersebut. Karena mobilnya berhenti di depan kantor seperti biasa. Geza tidak akan memarkirkan mobilnya. Dia selalu meminta pak satpam penjaga pintu yang akan memarkirkan mobilnya itu.
Namun, ketika kedua pintu mobil terbuka, wajah ceria Mysha mendadak sirna. Dari kedua pintu itu turun dua orang yang paling dekat dengannya. Unna dan Geza. Dua orang yang sama-sama dia sayangi, sedang berjalan bersama. Hal itu membuat sedikit rasa tidak nyaman dalam hati Mysha.
"Kalian, kok bisa barengan?" tanya Mysha berusaha santai. Tapi pada dasarnya, dia sungguh merasa tidak nyaman dengan keadaan itu.
"Iya. Mobilku rusak, Sha. Makanya, aku nebeng kak Geza deh buat pergi ke kantornya."
"Oh, mobil kak Unna rusak? Kapan sih? Kok gak minta aku aja yang jemput kan kamu, kak?"
"Jalan kami searah. Kenapa harus minta kamu yang jauh buat jemput Unna?" Pertanyaan dengan nada ketus yang Geza lontarkan mendadak membuat hati Mysha terasa perih.
Sementara Unna yang mendengar pertanyaan itu juga langsung melihat ke arah Geza dengan tatapan bingung. Bagaimana tidak? Keduanya tentunya saja merasa bingung dengan Geza yang tiba-tiba ketus seperti barusan. Karena Geza tidak pernah bersikap seperti itu sebelumnya.
Jikapun ada yang tidak dia sukai dari Mysha, dia pasti akan bicara dengan nada lembut. Layaknya kakak yang bicara ke adiknya.
"K--kak Geza kenapa sih? Kok ngomong gitu sama aku? Aku nanya baik-baik lho kak?"
"Aku tahu. Tapi pertanyaan mu itu sungguh tidak perlu kamu tanyakan, Mysha."
Lagi. Hal yang luar biasa dari Geza. Setelah bicara, dia langsung pergi meninggalkan Mysha dan Unna di depan kantor.
Mysha yang merasa tersakiti, hanya bisa melihat punggung Geza yang berjalan menjauh meninggalkan mereka. Sementara Unna yang tahu apa yang adik sepupunya rasakan, langsung memegang pundak adik sepupunya dengan lembut.
"Udah. Gak perlu dipikirkan, Sha. Kakak kamu itu sedang naik tensi akibat kebanyakan makan garam mungkin. Makanya jadi kek gitu tadi."
"Kenapa dia bisa bersikap seperti itu padaku, kak? Apa ada yang dia marah kan padaku sekarang? Tapi, aku tidak merasa bikin salah lho, kak Unna."
"Iya kan aku udah bilang tadi, Sha. Dia sedang naik tensi. Maunya marah aja."
"Apa tadi dia juga seperti itu dengan kamu, kak?"
"Mm .... " Unna seperti mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Tapi, dia sama sekali tidak berniat mengatakan apa yang sudah dia lalui dengan Geza sebelumnya. Karena sikap Geza pada dirinya tadi biasa saja. Tidak ada yang berubah.
"Mm ... ya udahlah ya, Sha. Tidak perlu kamu pikirkan soal kakak kamu itu. Ayo masuk! Kerjaan kita menumpuk lho." Unna bicara sambil menarik tangan Mysha dengan cepat.
Mysha berusaha mengabaikan apa yang hatinya rasakan. Mengikuti langkah Unna masuk ke dalam, lalu berpisah di depan ruangan masing-masing yang berhadapan.
Tapi, saat dia baru saja duduk di atas kursi, Mysha baru ingat akan tujuan sebelumnya. Dia datang pagi-pagi, untuk bicara dengan Unna soal Kiyan yang akan datang ke rumahnya nanti sore.
"Oh, ya ampun. Aku jadi lupa dengan tujuanku menunggu kak Unna tadi. Aku harus menemui kak Unna lagi kalo gitu," ucap Mysha sambil memegang tulang hidungnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!