Di dalam Bandara nampak seorang gadis cantik berusia dua puluh satu tahun yang bernama Arvania Rosaline berjalan tergesa gesa. Sesekali ia menatap jam yang melingkar di tangannya.
" Satu menit lagi aku harus sampai ke mobil, kalau tidak mama pasti akan memarahiku habis habisan, aku harus mempercepat langkahku." Vania terus berjalan tanpa memperhatikan sekitar, sampai tiba tiba...
Brugh....
Vania menubruk seorang pria bertubuh tegap.
" Ah maaf maaf! Saya tidak sengaja." Vania mendongak menatap pria itu.
Ia nampak terpesona dengan ketampanan sang pria.
" Ya Tuhan tampan sekali.... Hais apa apaan sih aku! Mama sudah menungguku, aku harus segera pergi." Batin Vania.
Gavindra Mahardika, seorang CEO GM Group berusia tiga puluh tahun yang banyak di gandrungi para wanita. Ketampanan dan kekayaannya membuat para wanita rela menyerahkan tubuhnya di atas ranjang.
Namun Gavin selalu menyingkirkan mereka yang berani mendekatinya. Ia memiliki prinsip kalau 'miliknya' hanya akan ia berikan kepada istrinya kelak.
" Apa kamu terluka?" Tanya Vania menatap Gavin.
" Tidak! Tabrakanmu tidak membuat tubuhku bergerak sedikit pun." Sahut Gavin.
" Syukurlah kalau begitu, sekali lagi maafkan saya! Saya sedang terburu buru makanya jalan saya tidak fokus." Ucap Vania.
" Tidak pa pa, lain kali jalan yang benar! Beruntung kita tidak jatuh tadi." Ujar Gavin.
" Iya, kalau begitu saya permisi." Sahut Vania.
Vania melanjutkan langkahnya keluar Bandara. Gavin menatapnya dengan tatapan yang sulit di artikan.
" Cantik juga." Ucap Gavin kembali melangkah.
Di luar Bandara Vania menghampiri wanita paruh baya yang sudah menunggunya sedari tadi.
" Maaf Ma menunggu lama." Ucap Vania.
" Kalau bukan karena papamu, aku tidak sudi menjemputmu." Ketus nyonya Ratna. Ibu tiri dari Vania.
Vania masuk ke dalam mobil, nyonya Ratna segera melajukan mobilnya meninggalkan Bandara.
Gavin menatap kepergian mobil itu sambil tersenyum smirk.
" Akhirnya aku menemukanmu nyonya, aku akan menjalankan rencanaku sekarang, tunggu aku nyonya Ratna, gadis cantik itu akan aku buat menanggung semua akibat dari perbuatanmu." Ucap Gavin.
Gavin segera berlalu dari sana. Ia melajukan mobilnya menuju rumahnya.
Sesampainya di rumah, Gavin di sambut oleh gadis manis berusia delapan belas tahun yang sangat ia sayangi. Siapa lagi kalau bukan Sandia Mahardika, adik tercintanya.
" Kakak... Aku kangen." Sandia memeluk Gavin.
" Kakak juga kangen sama kamu sayang, bagaimana keadaanmu selama Kakak tinggal?" Gavin membalas pelukan adiknya.
" Aku baik baik saja Kak." Sahut Sandia.
" Syukurlah!" Sahut Gavin.
Gavin memiliki sikap penyayang pada keluarganya. Namun ia terkenal kejam dengan orang yang di anggap musuh baginya. Ia tidak akan segan segan membunuh musuh yang berani menyerangnya ataupun melukainya.
" Mana oleh olehku buatku Kak? Sepertinya Kakak tidak bawa apa apa." Ujar Sandia menuntun Gavin ke sofa.
" Kali ini oleh oleh yang Kakak bawa sangatlah istimewa Sandia, spesial for my life." Ucap Gavin.
Sandia mengerutkan keningnya.
" Spesial? Apa yang membuat oleh oleh itu spesial?" Tanya Sandia.
" Kakak akan memberikan kakak ipar untuk menemanimu di sini." Ujar Gavin.
" Apa? Kakak Ipar? Beneran Kak? Kau tidak bercanda kak?" Pekik Sandia tidak percaya.
Gavin menganggukkan kepalanya.
" Ah aku senang sekali, pada akhirnya Kakakku menikah. Aku tidak akan kesepian lagi di rumah sebesar ini, akan ada tangisan keponakan keponakanku Kak." Sambung Sandia.
" Kau berharap pada pernikahan ini, tapi Kakak menikahinya hanya untuk membuatnya tersiksa Sandia." Batin Gavin.
" Temani Kakak melamarnya besok pagi!" Ucap Gavin.
" Siap Kak, dengan senang hati aku akan menemanimu melamar kakak ipar." Sahut Sandia.
Di tempat lain, tepatnya di rumah Vania. Ia sedang mencurahkan kerinduannya kepada sang Papa tercinta yang saat ini sedang sakit.
" Papa senang akhirnya kau pulang Nak, Papa berpikir kalau Papa tidak akan bisa melihatmu lagi di akhir usia Papa ini." Ujar tuan Ziko, papanya Vania.
Ziko Abraham, seorang pengusaha cafe ternama di kota itu. Ia menikahi nyonya Ratna tiga tahun yang lalu. Saat ini kondisinya sakit sakitan.
" Jangan pernah berbicara seperti itu Pa! Papa akan tetap sehat dan selalu ada bersamaku, aku menyayangi Papa." Ucap Vania memeluk papanya.
...****************...
Pagi ini Gavin dan Sandia bertamu ke rumah Vania. Mereka duduk di sofa berhadapan dengan nyonya Ratna. Sedangkan Vania dan papanya sedang pergi kontrol ke rumah sakit.
" Maaf anda siapa ya?" Tanya nyonya Ratna menatap keduanya.
" Saya Gavin Nyonya, dan ini adik saya Sandia." Sahut Gavin tanpa menyebut marganya.
Ia nampak menahan emosi yang menyeruak di dalam hatinya.
Ingin sekali Gavin membunuh nyonya Ratna saat ini juga karena nyonya Ratna lah yang bertanggung jawab atas keadaan ibunya saat ini.
Ya, nyonya Rindu Mahardika menjadi hilang kewarasannya karena nyonya Ratna merebut suaminya. Tuan Tristan Mahardika yang tak lain ayah dari Gavin.
" Ada tujuan apa kalian datang kemari?" Nyonya Ratna bertanya lagi.
" Maksud kedatangan saya ke sini, saya ingin melamar putri anda untuk menjadi istri saya." Ucap Gavin.
Nyonya Ratna mengerutkan keningnya.
" Gadis yang anda jemput di Bandara kemarin, saya mau dia menjadi istri saya bagaimanapun caranya." Tekan Gavin.
" Maksud anda Vania?" Tanya nyonya Ratna memastikan.
" Ya." Sahut Gavin tanpa mau mencari tahu mana yang bernama Vania.
" Kalau anda menerima lamaran saya, saya akan memberikan mahar yang sangat besar, berapapun nominalnya terserah anda yang akan memintanya." Sambung Gavin membuat nyonya Ratna melongo.
" Apa? Anda mau memberikan mahar besar kepada saya?" Nyonya Ratna ingin memastikan kalau ucapan Gavin benar.
" Iya, berapapun yang anda minta." Sahut Gavin.
" Wah gadis itu membawa jackpot untukku, aku harus meminta mahar yang sangat besar... Sepertinya dia orang yang kaya raya, aku akan meminta dua triliun rupiah." Ujar nyonya Ratna dalam hati.
" Kau orang yang serakah nyonya, aku yakin kau pasti akan menerima tawaran ku, aku rela memberikan banyak uang padamu demi mendapatkan putrimu, akan aku pastikan putrimu merasakan apa yang ibuku rasakan saat ini, aku akan membuat putrimu menjadi gila karena hidup bersamaku." Batin Gavin.
" Bagaimana Nyonya?" Tanya Gavin.
" Baiklah, aku menerima lamaranmu asalkan kau memberikan mahar dua triliun kepadaku." Ucap nyonya Ratna.
" Apa? Dua triliun?" Pekik Gavin tidak percaya.
" Ya kalau kau tidak mau juga nggak pa pa, masih banyak lamaran yang akan datang kepadaku untuk melamar anakku." Sahut nyonya Ratna.
" Sialan! Nih orang udah tua masih mata duitan, aku tidak sebodoh papaku yang bisa kau bodohi." Umpat Gavin dalam hati.
" Maaf Nyonya, seandainya kau menjual putrimu pun kau tidak akan mendapatkan uang sebanyak itu." Ucap Gavin.
" Bagaimana jika saya memberikan mahar dua milyar saja." Tawar Gavin.
" Katanya kau mau memberikan berapapun untuk...
" Ya, atau tidak sama sekali." Tegas Gavin.
" Dua milyar? Tidak apa lah daripada gadis itu terus berada di sini, itung itung mengurangi biaya hidup Vania jika aku menikahkannya." Batin nyonya Ratna.
" Baiklah saya setuju, saya akan memberitahu Vania kalau anda sudah melamarnya, kapan pernikahan itu akan di laksanakan?" Tanya nyonya Ratna.
" Besok." Sahut Gavin.
" Saya akan membicarakan semua ini pada Vania dan suami saya, dan saya pastikan kalau Vania mau menikah denganmu." Ucap nyonya Ratna.
" Kalau begitu kami permisi." Gavin dan Sandia meninggalkan rumah Vania menuju mobilnya.
" Kau akan melihat apa yang akan aku lakukan kepada putrimu nyonya Ratna, kau akan sama menderitanya dengan ibuku." Batin Gavin.
Di dalam nyonya Ratna sedang memikirkan cara membujuk Vania dan suaminya agar mau menerima pernikahan ini.
" Aku harus pandai menggunakan kata kata manis untuk membujuk Vania, dia anak yang penurut, aku yakin dia pasti akan menerimanya demi baktinya kepadaku dan Mas Ziko, hah... Semoga Vania mau menerima pernikahan ini dengan mudah."
Kira kira Vania mau nggak ya?
Yuk ramaikan like, koment, vote dan kasih author banyak 🌹untuk mendukung karya author...
Terima kasih untuk readers yang sudah berkenan memberikan suportnya untuk author, semoga sehat selalu...
Miss U All...
TBC...
Malam ini keluarga Vania sedang makan malam bersama.
" Vania, tadi pagi ada yang mengajukan lamaran untukmu." Ucap nyonya Ratna.
" Lamaran? Siapa Ma?" Vania menatap mamanya.
" Namanya Gavin, dia dari keluarga terpandang, dia bilang menyukaimu pada pandangan pertama." Sahut nyonya Ratna.
" Memangnya kapan dia bertemu denganku?" Vania bertanya lagi.
" Tadi pagi di Bandara." Sahut nyonya Ratna.
Vania langsung mengingat pria yang ia tabrak tadi.
" Oh namanya Gavin." Batin Vania.
" Tapi aku belum siap untuk menikah Ma, aku masih fokus mau mencari pekerjaan, aku tidak mau kuliahku selama ini sia sia." Ujar Vania.
Nyonya Ratna nampak kesal mendengar ucapan Vania.
" Tapi Vania, Mama sudah menerima lamarannya."
" Apa?" Pekik Vania.
" Bagaimana bisa Mama menerima lamarannya begitu saja tanpa bertanya kepadaku Ma?" Ujar Vania.
" Vania, Papamu sudah tua, dia sakit sakitan, Mama berpikir jika kamu tidak segera menikah Papamu tidak bisa melihat pernikahanmu suatu hari nanti, umur tidak ada yang tahu sayang, bukan begitu Pa?" Nyonya Ratna menatap tuan Ziko.
Tuan Ziko berpikir ada benarnya juga ucapan nyonya Ratna. Ia memang ingin melihat Vania menikah sebelum kepergiaannya.
" Mamamu benar Vania, sebelum Papa tiada, Papa ingin melihatmu menikah Nak, Papa ingin menjalankan kewajiban terakhir Papa dengan menjadi wali nikahmu, mungkin ini kesempatan yang Tuhan berikan kepada Papa." Ujar tuan Ziko.
" Tapi Pa, aku tidak mengenal Gavin, bagaimana sifatnya, bagaimana peringainya dan...
" Mama lihat dia anak baik Vania, sopan dan Mama yakin dia pasti akan mencintai dan membuatmu bahagia." Sahut nyonya Ratna.
" Yah walaupun Mama baru pertama kali bertemu dengannya, namun Mama bisa melihat cinta yang tulus di matanya, kau pasti akan bahagia hidup bersamanya sayang, Mama harap kau mau mewujudkan keinginan Papamu, Mama tidak tahu apa yang terjadi jika sampai keinginannya tidak terwujud, yang jelas kau pasti akan menyesalinya." Ujar nyonya Ratna sedih.
" Aku yakin kau pasti mau menerimanya Vania, kau anak penurut dan gadis yang baik, selama ini kau tidak pernah membantah ucapanku." Ujar nyonya Ratna dalam hati.
Vania menatap sang ayah, begitupun sebaliknya.
" Apa Papa yakin dengan pernikahanku ini?" Tanya Vania.
" Papa yakin sayang, Papa percaya pada Mamamu karena dia tidak mungkin memilihkan lelaki yang salah untukmu, Papa akan sangat bahagia jika kau bisa menikah dalam waktu dekat ini." Ucap tuan Ziko.
Bukan tanpa alasan tuan Ziko menyetujui pernikahan ini. Ia merasa umurnya tidak akan lama lagi karena penyakit kanker paru paru yang menggerogoti tubuhnya. Namun ia menyembunyikan penyakitnya dari Vania.
" Baiklah aku menerima pernikahan ini, semoga pernikahan ini membawa kebahagiaan untuk kita semua." Ucap Vania.
" Alhamdulillah sayang, terima kasih sudah mewujudkan keinginan Papa, semoga kau selalu bahagia." Ucap tuan Ziko.
" Amin." Sahut Vania.
Nyonya Ratna tersenyum lebar.
" Akhirnya aku akan mendapatkan uang dua milyar itu, aku akan menggunakan uang itu untuk membeli apapun yang aku mau, apalagi selama ini uang penghasilan cafe habis hanya untuk pengobatan Mas Ziko saja." Batin nyonya Ratna.
...****************...
Di ballroom sebuah hotel ternama, pernikahan Gavin dan Vania baru saja selesai. Gavin mengucapkan ijab qobul dengan lantang dan sekali tarikan.
Vania mencium punggung tangan Gavin, sedangkan Gavin mencium keningnya dengan terpaksa.
Sandia dan yang lainnya memberikan ucapan selamat dan doa terbaik untuk kedua mempelai.
Setelah acara selesai, Gavin membawa Vania ke kamar pengantin mereka.
Vania mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kamar. Nampak ranjang yang di hias dengan banyaknya kelopak bunga mawar di sertai nyala lilin di sekitarnya.
Ia berpikir jika malam ini ia akan menyerahkan seluruh hidupnya kepada suaminya. Walaupun rasa cinta belum ada dalam hatinya, tapi bukankah ini sudah menjadi kewajibannya?
" Mas apa kau mau mandi? Biar aku siapkan air hangatnya dulu." Vania menatap Gavin.
" Nanti saja, kau saja duluan yang mandi." Sahut Gavin.
" Baiklah." Sahut Vania masuk ke kamar mandi.
Gavin keluar kamarnya, entah kemana dia akan pergi.
Vania keluar dari kamar mandi dengan memakai dress selutut.
" Kemana Mas Gavin? Tadi katanya mau mandi, kenapa tidak ada di sini?" Monolog Vania.
Vania naik ke atas ranjang menunggu Gavin kembali.
" Aku berharap banyak pada pernikahan ini, semoga kita hidup bahagia Mas." Ucap Vania.
Jam dua belas malam Gavin kembali masuk ke dalam kamarnya.
" Mas kamu darimana?" Vania menghampirinya.
Vania termangu saat Gavin tidak sendiri melainkan dengan dua temannya, Adi dan Leon. Vania tidak habis pikir kenapa Gavin membawa mereka di saat mereka mabuk.
" Mas kenapa kamu membawa mereka ke sini? Mereka sedang mabuk Mas." Ucap Vania.
" Gavin... Siapa dia? Dia cantik sekali... Apa kau mau bersenang senang denganku? Kita akan menghabiskan malam ini bersama." Racau Adi mendekati Vania, Vania menghindar hingga Adi tergeletak tak sadarkan diri di ranjang.
Leon menatap Vania dengan tatapan laparnya, namun ia masih bisa menguasai dirinya karena ia tidak semabuk Adi.
" Dia cantik sekali, aku berharap bisa menghabiskan malam bersamanya." Batin Leon.
Vania menatap Gavin.
" Kau belum menjawab pertanyaanku Mas." Ujar Vania.
" Kau akan menghabiskan malam pertamamu dengan mereka di sini."
Jeduar....
" A.. Apa?" Pekik Vania.
" Apa maksudmu Mas?" Tanya Vania tidak percaya.
" Kau tahu paham akan maksudku Vania." Tekan Gavin.
" Leon, selamat bersenang senang." Gavin keluar dari kamar.
" Mas tunggu! Mas Gavin." Teriak Vania mengejar Gavin.
Gavin mengunci pintunya dari luar.
" Penderitaanmu di mulai dari sekarang Vania, kau tidak akan bisa lepas dari cassanova seperti Leon, setelah kau kehilangan kehormatanmu, aku akan menggunakan alasan ini untuk mempermalukan keluargamu." Gavin tersenyum smirk meninggalkan kamar Vania.
Di dalam kamar,
" Mas buka pintunya! Jangan tinggalkan aku di sini Mas! Jangan lakukan ini padaku! Mas Gavin buka pintunya!" Teriak Vania menggedor pintu.
Leon mendekati Vania.
" Nona cantik, Gavin tidak mau sama kamu, mending kita menikmati malam yang indah ini berdua, aku akan membuatmu terbang melayang dan terus meneriakkan namaku di sepanjang malam." Leon mengelus pipi Vania.
" Aku mohon jangan lakukan ini hiks!" Ucap Vania menangis.
Tanpa membuang waktu Leon mengukung tubuh Vania di sofa.
" Aku tidak tahu mengapa Gavin tidak tertarik padamu, padahal kau sangat cantik, aku akan membuatmu senang malam ini sayang." Ucap Leon.
" Aku mohon jangan lakukan itu hikssss.... Aku tidak mau berbuat dosa dengan berzina denganmu, tolong lepaskan aku dan antarkan aku ke rumah suamiku." Ucap Vania menghiba mengharap belas kasih dari Leon.
" Apakah aku harus melepaskan mangsa secantik dirimu? Apalagi Gavin sendiri yang memberikanmu kepadaku hmm, sudahlah jangan menangis! Kita nikmati saja malam ini." Leon mengusap air mata Vania.
Vania menatap mata Leon begitupun sebaliknya.
" Aku yakin kau adalah orang yang baik, kau tidak akan melakukan semua ini padaku, apa kau tahu? Aku wanita malang yang di berikan kepadamu oleh suamiku sendiri hiks... Entah apa kesalahanku padanya sehingga dia tega melakukan semua ini padaku... Seandainya kau memiliki adik perempuan, apakah kau akan tega melakukan semua ini kepadanya? Jika kau tidak punya adik perempuan makan aggaplah aku sebagai adik perempuanmu, adik yang membutuhkan pertolonganmu." Isak Vania tak dapat membendung air matanya.
Ia berharap pria yang berada di atas tubuhnya saat ini tersentuh hatinya dan mau melepaskannya.
Ucapan Vania membuat Leon teringat akan adiknya. Hatinya terbuka untuk membantu Vania.
Leon segera beranjak dari tubuh Vania. Vania segera mengubah posisinya menjadi duduk.
" Baiklah aku tidak akan menyakitimu, kau seperti adik perempuanku." Sahut Leon.
" Terima kasih Kak." Ucap Vania senang mengusap air matanya.
Leon menatap iba pada Vania. Ia tidak menyangka kalau Gavin bisa melakukan hal serendah ini, apalagi Gavin juga memiliki adik perempuan.
" Aku akan mengantarmu besok pagi, karena jika aku antar sekarang, Gavin pasti akan memberikanmu pada orang lain, dan belum tentu orang itu mau melepaskanmu seperti aku." Ujar Leon.
" Terima kasih Kak, lalu bagaimana dengan temanmu itu?" Vania menunjuk Adi di atas ranjang.
" Tenang saja! Aku akan menjagamu di sini. Sekarang kau istirahatlah!" Ucap Leon.
Leon mengambil selimut dan bantal untuk Vania. Vania berbaring miring membelakangi Leon di atas sofa.
" Kenapa kau lakukan ini padaku Mas? Kesalahan apa yang aku perbuat hingga membuatmu setega ini padaku? Aku baru sadar kalau ternyata mama membodohi ku, aku yakin kau tidak mencintaiku, itu hanya akal akalan mama saja supaya aku menerima pernikahan ini, ingin sekali aku pulang ke rumah, namun bagaimana dengan papa? Papa pasti akan sangat terluka dengan apa yang aku alami saat ini, ya Tuhan... Berikan kekuatan kepadaku untuk menghadapi hal yang lebih menyakitkan dari ini, aku tidak tahu siapa pria yang sudah aku nikahi, yang jelas dia suamiku saat ini, jika dia membuat kesalahan aku akan membuatnya menyadari kesalahan itu, jika dia tersesat maka aku akan menunjukkan jalan yang benar, jika dia membenciku, aku akan membuatnya mencintaiku, jika dia memperlakukan aku dengan kasar, aku akan memperlakukannya dengan lembut dan penuh kasih sayang, itulah janjiku kepada ibu dulu, aku akan menjadi istri yang baik bagi suamiku." Tekad Vania dalam hati.
Apa lagi yang Gavin lakukan setelah rencananya gagal?
Tunggu di bab selanjutnya ya....
Jangan lupa untuk tekan like, koment vote dan kasih banyak 🌹 biar author makin semangat...
Terima kasih untuk readers yang selalu mensuport author semoga sehat selalu...
Miss U All....
TBC....
Pagi hari Vania membuka matanya. Ia bernafas lega karena semalam tidak terjadi apa apa dengannya.
" Pagi." Sapa Leon.
" Pagi Kak." Sahut Vania.
" Sekarang mandilah! Aku sudah menyiapkan gaun untukmu, setelah itu aku akan mengantarmu pulang." Ucap Leon.
" Iya Kak terima kasih." Vania masuk ke dalam kamar mandi.
Lima belas menit ia keluar dari sana. Adi yang baru saja bangun menatap kagum ke arahnya.
" Leon, apa kau menghabiskan malam dengannya sendirian? Kenapa kau tidak membangunkan aku? Kau curang mau menikmatinya sendirian? Sekarang berarti giliran aku yang melakukannya." Adi mendekati Vania.
Leon langsung menghadangnya.
" Tidak terjadi apa apa dengan kami, aku akan mengantarnya pulang." Sahut Leon.
" Bagaimana bisa seorang cassanova sepertimu melepaskan gadis secantik ini? Apa kau sudah tidak waras? Kalau kamu tidak mau biar aku saja yang melakukannya." Ujar Adk.
" Dia istrinya Gavin, kau mau mendapat masalah karena berurusan dengan Gavin?"
Adi melongo tak percaya.
" Dia istrinya Gavin? Kalau begitu aku tidak jadi menyentuhnya." Sahut Adi membuat Vania bernafas lega.
" Ayo Vania!" Ajak Leon.
Leon mengantar Vania pulang ke rumah Gavin. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
" Aku ucapkan terima kasih padamu Kak karena kamu telah menolongku." Ucap Vania.
Leon menatap sekilas ke arah Vania lalu ia fokus melihat depan lagi.
" Tidak perlu berterima kasih padaku, kau menyadarkanku akan perbuatan burukku selama ini." Sahut Leon.
Dua puluh menit kemudian, mereka sampai di rumah mewah berpagar tinggi milik Gavin. Keduanya turun lalu masuk ke dalam.
" Kak Vania." Ucap Sandia menghampiri Vania.
" Kakak darimana? Kenapa Kakak bersama Kak Leon?" Tanya Sandia.
Belum juga Vania menjawab pertanyaan Sandia, terdengar suara langkah.
Tap tap tap
Gavin berjalan menuruni tangga menghampiri mereka.
" Sandia, masuklah ke kamarmu!" Titah Gavin.
" Baik Kak." Sahut Sandia meninggalkan mereka bertiga.
Gavin menatap Vania dan Leon.
" Tenang saja! Tidak terjadi apa apa di antara kami."
Ucapan Leon membuat Gavin terkejut.
" Kenapa kau tidak melakukannya? Apa dia kurang menarik? Atau kau sudah insyaf?" Tanya Gavin.
" Aku memang pemain wanita bro, tapi aku tidak mau memaksakan kehendakku kepada gadis yang tidak menginginkannya, aku bukan penjahat! Apalagi Vania seperti adikku, aku tidak tega melakukannya." Sahut Leon.
" Kalau begitu aku permisi." Ucap Leon meninggalkan rumah Gavin.
Gavin menatap nyalang ke arah Vania membuat nyali Vania menciut.
Gavin menarik paksa tangan Vania menuju kamarnya.
" Awh Mas sakit!" Keluh Vania.
Sampai di dalam kamar Gavin membanting tubuh Vania ke atas ranjang. Ia mengukung tubuh Vania dengan mata memerah karena amarah.
" A... Apa yang kau lakukan Mas?" Tanya Vania dengan gemetar.
" Aku akan melakukan apa yang seharusnya aku lakukan semalam." Sahut Gavin menarik kasar rambut Vania.
" Ah sakit Mas." Vania memegangi rambutnya.
" Aku ingin tahu seberapa jelek tubuhmu ini, hingga Leon sang cassanova saja tidak mau menyentuhmu!" Bentak Gavin.
" Mas jangan lakukan itu padaku dengan amarah Mas, ku mohon!" Pinta Vania.
Sret...
Gavin menarik gaun Vania hingga sobek.
" Jangan Mas!" Vania menutup tubuhnya dengan selimut.
Gavin menarik selimut itu lalu membuangnya ke sembarang arah. Vania turun dari ranjang lalu berlari menuju pintu. Ia tidak mau kalau Gavin memaksakan kehendaknya kepadanya.
Gavin segera menarik Vania lalu membanting nya di kasur lagi.
" Mas tenangkan dirimu! Jangan kasar seperti ini! A... Aku akan memberikan hakmu tapi tidak dengan cara seperti ini hiks... Ku mohon!" Isak Vania ketakutan.
Ia tahu kalau ini merupakan kewajibannya, tapi ia tidak mau Gavin berbuat kasar padanya. Ini sangat melukai harga dirinya.
" Kau berani mengaturku hah!" Bentak Gavin.
Plak... Plak...
Gavin menampar kedua pipi Vania membuat Vania meringis kesakitan.
" Rasakan ini!"
Gavin mencekik leher Vania hingga mata Vania melotot. Dadanya terasa sesak sekali, bahkan ia merasa nyawanya akan lepas dari tubuhnya.
" Aku akan memberikanmu pelajaran hingga kau sendiri yang memilih ingin mati, tapi aku tidak akan mengotori tanganku dengan membunuhmu."
Gavin melepas cekikkannya, ia mencengkram kuat dagu Vania lalu mencium kasar bibir Vania, Ia tidak segan menggigir bibir Vania hingga berdarah.
Air mata Vania terus menetes mengiringi kekejaman Gavin yang ia lakukan padanya.
Gavin melepas pakaiannya sendiri, lalu menarik pakaian d*l*m Vania hingga tubuhnya polos.
Tanpa ragu Gavin mengarahkan senjatanya ke goa Vania dengan paksa membuat Vania menjerit kesakitan. Jeritan Vania sangat terdengar menyenangkan di telinga Gavin. Ia terus memacu tubuhnya dengan cepat di atas tubuh Vania.
Berbagai posisi Gavin praktekan hingga membuat tubuh Vania terasa remuk. Gavin nampak begitu menikmati perbuatannya namun tidak dengan Vania.
Harga dirinya luruh sudah sebagai istri Gavin. Setelah mencapai puncaknya, Gavin tumbang di samping Vania.
" Hiks.... " Isak Vania merasakan sakit yang luar biasa pada tubuhnya, terutama bagian bawahnya.
Mendengar tangisan Vania, Gavin turun dari ranjang memakai pakaiannya kembali. Ia keluar dari kamarnya.
Deg...
Jantungnya terasa berhenti berdetak saat melihat Sandia berdiri di depan kamarnya.
" San... Sandia." Ucap Gavin.
Sandia menatap Gavin yang terlihat acak acakkan.
" Apa yang Kak Gavin lakukan pada Kak Vania?" Selidik Sandia.
" Kenapa?" Gavin balik bertanya.
" Aku mendengar teriakan Kak Vania, dan aku yakin pasti Kakak memaksakan kehendak Kakak kepadanya." Ujar Sandia.
" Ini urusan rumah tangga Kakak, jadi kau tidak perlu mencampuri nya, tugasmu belajar yang baik supaya kelak kau bisa memimpin perusahaan." Gavin menepuk bahu Sandia.
Ia berlalu menuju kamar tamu.
Ceklek....
Sandia membuka pintunya. Ia menatap iba Vania yang sedang duduk menekuk kedua lututnya sambil terisak. Kondisi kamar kacau, pakaian Vania berserakan di lantai.
Sandia mendekati Vania.
" Kak." Sandia menyentuh Pundak Vania.
Vania mendongak menatap Sandia. Ia langsung mengusap air matanya. Ia tidak mau Sandia tahu perbuatan buruk kakaknya kepadanya, ia tidak mau Sandia kecewa dengan sikap Gavin. Bagaimanapun mereka saling menyayangi satu sama lain.
" Kak aku minta maaf atas nama Kak Gavin, aku tidak menyangka Kak Gavin bisa melakukan ini padamu, yang aku tahu selama ini Kak Gavin pria penyayang, dia selalu menyayangiku melebihi apapun, maafkan Kak Gavin Kak." Ucap Sandia menutup tubuh Vania dengan selimut.
" Tidak Sandia, kau salah paham kepada Kakakmu." Ucap Vania.
Sandia mengerutkan keningnya.
" Dia tidak melakukan apapun padaku, kami suami istri Sandia jadi wajar kan jika kami melakukan ini?" Vania menatap Sandi.
" Lalu kenapa Kak Vania menangis? Aku tadi juga mendengar Kak Vania menjerit. Dan gaun itu... Kenapa gaun itu sobek?" Tanya Sandia.
Vania tersenyum kepada Sandia.
" Sandia setelah kau menikah nanti, kau akan memahami semua ini, Kakakmu tidak sabar ingin menyentuhku, itu sebabnya dia merobek gaun ku, aku menjerit dan menangis karena memang rasanya sakit Sandia, bukankah jika baru pertama kali melakukannya rasanya sakit?"
Sandia menganggukkan kepalanya.
" Sekarang kau tahu kan alasan keadaanku saat ini, Kakakmu tidak bersalah! Maafkan aku karena kau harus melihat semua ini." Ucap Vania.
" Baiklah Kak, maafkan aku juga karena salah paham kepada kalian, dan aku juga sudah lancang masuk ke kamar kalian, aku hanya ingin memastikan kalau kau baik baik saja Kak." Ujar Sandia.
" Aku baik baik saja Sandia, jangan khawatir!" Sahut Vania tersenyum lebar.
" Kalau begitu aku keluar dulu Kak, Kakak langsung mandi aja karena sepertinya Kak Gavin mandi di kamar tamu." Ujar Sandia.
" Ok." Sahut Vania.
Setelah kepergian Sandia, Vania kembali menangis meratapi nasibnya.
" Hiks... Hiks.... Sakit Ya Tuhan... " Isak Vania.
" Kenapa Mas Gavin bersikap seperti ini kepadaku? Apa salahku sebenarnya? Kenapa dia terlihat sangat membenciku? Apa yang telah aku lakukan padanya? Ya Tuhan.... Aku yakin ini baru awalnya saja, aku pasti akan mendapatkan perlakuan yang lebih buruk dari ini, aku harus menanyakannya padanya siapa ya aku tahu dimana letak kesalahanku, aku akan memperbaiki kesalahan itu, dan aku harus bersabar dengan sikap Mas Gavin, ini adalah ujian dalam hidupku dan aku yakin suatu hari nanti dia akan berubah... " Batin Vania.
Pada dasarnya Vania gadis yang baik hati, ia akan menerima apapun perlakuan suaminya. Ia akan mencoba membuat Gavin menyadari kesalahannya dan membuat Gavin menyayanginya suatu hari nanti.
Ada nggak yang sepemikiran dengan Vania nih?
Yuk tekan like koment vote dan kasih 🌹yang banyak buat Vania agar Vania semangat...
Terima kasih untuk readers yang sudah mensuport author semoga sehat selalu...
Miss U All...
TBC...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!