NovelToon NovelToon

JODOH SEBANGKU

KABAR DARI PACAR

"Maaf aku terlambat," ucap Sha sembari menarik kursi di salah satu cafe saat jam makan siang. Di depanny sudah ada pria yang hampir 7 tahun menjadi kekasihnya, Irsyad Ramadhan. Pria itu hanya tersenyum tipis, tapi sorot matanya tidak seperti biasa. Tampak seperti menyiratkan rasa bersalah yang luar biasa.

"Enggak pa-pa, baru juga masuk waktu makan siang. Kamu mau pesan apa?" tanya Irsyad sembari menyodorkan buku menu. Sha hanya menerima tanpa mengalihkan pandangan dari sang kekasih.

"Kamu kenapa?" tanya Sha to the point. Jelas ia melihat ada yang berbeda dari sorot mata sang kekasih. Biasanya kalau bertemu, tatapan Irsyad menampakkan kerinduan karena memang kesibukan mereka sejak kuliah di jurusan dan kampus yang berbeda hingga mendapat pekerjaan yang sama-sama menyita waktu. Komunikasi intens hanya via chat, telpon dan video call saja. Apalagi semenjak Irsyad sudah praktik di rumah sakit, jadwal kencan tak bisa dipastikan dengan jelas. Bahkan pertemuan kali ini adalah pertemuan pertama sejak 2 bulan lalu.

Weekend, tanggal merah tidak bisa mempertemukan keduanya, entah kenapa ada saja hal yang menghambat keduanya bertemu. "Aku gak pa-pa, segera pesan makan saja!" titah Irsyad tak memberikan jawaban pasti pada Sha.

Semakin membuat curiga, siang itu obrolan hanya didominasi Sha, tampak sekali kalau Sha yang senang dengan pertemuan kali ini. Bahkan kata kangen beberapa kali terlontar dari bibir Sha, dan ketika Irsyad ditanya kangen gak sama Sha, dia hanya tersenyum tipis. Fix, you are not okay!

"Jadi apa yang mau kamu sampaikan sebenarnya?" Sha sudah tak tahan, kecurigaannya sudah mencapai titik puncak dan tidak dapat diabaikan.

"Kamu gak telat ke kantor kalau aku cerita sekarang?" tanya Irsyad dengan wajah sedikit tegang.

"Gak pa-pa, silahkan cerita!" tegas Sha sedikit ketus pula.

Irsyad menghela nafas berat, menunduk sebentar. Kedua tangannya diletakkan di atas meja. Sha menunggu dengan sedikit kesal karena kekasihnya itu seolah mengulur waktu.

"Maaf," lirih Irsyad kemudian. Masih menunduk saja.

"Buat?" Sha sudah tidak sabar mendengar kesalahan yang diperbuat Irsyad.

"Aku besok menikah!" singkat, padat, dan hanya satu kaimat terlontar dari Irsyad yang kini sudah berani menatap Sha. Tampak air mata di sudut mata pria yang berprofesi menjadi dokter ini. Sungguh keadaan yang sangat sulit baginya mengatakan hal ini secara terus terang, tapi ia juga tak ingin melukai Sha lebih dalam lagi.

"Maksudnya?" Sha masih belum pahan dengan ucapan sang kekasih. Ini beneran atau hanya prank sih? Entahlah lebih baik meminta penjelasan dulu.

"Aku mau menikah dengan Farah!" tegas Irsyad sekali lagi.

"Kapan?" tanya Sha spontan. Otaknya masih loading mencerna pengakuan Irsyad, rasanya kosong dan hanya terlintas kapan di otaknya.

"Besok!"

Keduanya diam.

"Sha maafkan aku!"

"Jelaskan, Syad! Kita memulai hubungan ini dengan baik, berakhir pun harus baik. Terlepas ada pengkhianatan atau tidak." Begitulah Sha, ia tidak akan menangis saat ini, begitu mendapat masalah gadis cantik ini selalu berusaha kuat. Tak mau terlihat lemah, atau sampai dikasihani orang, ouh tak akan pernah.

Irsyad tampak diam, tangannya mengepal sepertinya ia menahan amarah atau bahkan emosi untuk tidak berucap kasar pada Sha. Gadis cantik yang sangat ia sayangi. Sungguh, sampai detik ini ia sangat menyayanginya. Hanya saja rasa bersalah terhadap wanita lain tidak bisa dihindarkan begitu saja.

"Aku gak bisa menjelaskan!" Irsyad seperti mau menutupi kesalahannya. "Aku berharap kamu ikhlas menerima keputusan sepihak ini."

"Baiklah aku tidak akan memaksa. Semoga pernikahan kalian lancar dan bahagia selalu. Maaf kalau selama ini aku punya salah ke kamu. Aku pamit ya," ucap Sha sembari berdiri. Tak ada salam perpisahan atau pelukan. Sha bukan gadis cengeng yang haus akan perhatian laki-laki. Sejak dulu ia memegang prinsip, kalau sudah tak cinta gak usah dipaksa.

Irsyad hanya mengangguk, dan membiarkan mantan kekasihnya itu pergi. Keduanya sudah tidak ada hubungan asmara, keduanya menangis tanpa suara. Hubungan sejak SMA harus kandas dengan alasan tak jelas, mungkin suatu hari Sha akan mendapat alasan kenapa sang kekasih bisa menikah dengan Farah. Siapa gadis itu?

Mencoba tegar, nyatanya Sha tak sekuat itu. Sesampainya di bilik kerjanya, ia langsung memeluk Diva, menumpahkan patah hatinya pada senior di kantornya. Beberapa pasang mata dari teman satu devisinya saling lirik, mencari tahu ada apa gerangan. Sekian dari mereka hanya Sha yang tak pernah menangis di kantor, sungguh gadis kuat yang mendadak rapuh.

Diva tahu, gadis seperti Sha tidak akan bisa ditanya saat menangis hebat seperti sekarang. Wanita single parent itu hanya mengelus rambut dan punggung Sha secara perlahan. Pundaknya sudah terasa basah tapi ia biarkan, baginya rekan kerja sudah dianggap adik, pasti saling membutuhkan.

"Maaf, Mbak. Pundak kamu basah!" sesal Sha sesenggukan.

"Gak pa-pa, Sha!" jawab Diva lembut, tanpa mau mengorek masalah yang dihadapi gadis cantik itu.

"Nih tisu!" sodor Heni, rekan kerja lain yang sejak tadi sudah kepo. Oke untuk beberapa menit, mereka akan mendengarkan keluh kesah Sha, bahkan Bu Retno, sang manajer keuangan pun ikut menunggu cerita anak buahnya meskipun ia masih berkutat dengan laptop, namun lirikan matanya tertuju pada adegan peluk memeluk Sha dengan Diva.

"Kepo ya!" ledek Sha sambil sesenggukan. Heni sampai menghela nafas dan menjitak kepala Sha begitu saja dengan gulungan kertas.

Kurang asem, batin Heni. Udah lama-lama menunggu orang nangis, malah dibilang kepo.

"Sialaaannn!" dengus Heni kesal, Sha pun tertawa dengan mata merahnya.

"Bukan hanya gue yang kepo, noh Kanjeng Retno juga dari tadi lirik-lirik ke sini, udah buruan cerita kenapa nangis. Bukannya kamu makan siang sama pacar kamu? Babang Irsyad!" cerocos Heni dan Sha langsung memeluk Diva kembali karena menangis lagi.

Semua di bilik itu dibuat bingung, dan pikiran mereka pun sama, pasti ada masalah hati. "Aku..Aku putus, Mbak. Sakit hatiku hu...hu!"

"Putus kenapa?" Bu Retno pun mendekat, tak tega dengan kondisi anak buah. Harus ia cari tahu juga, agar konsentrasi Sha tetap terjaga dalam pekerjaan.

"Dia mau menikah besok!" jawab Sha terus terang. Niatnya hanya mau berbagi cerita, karena ia tak mau stres akibat cinta. Ya buat apa juga stres putus cinta, toh cowok masih banyak. Begitu kata orang yang gampang move on. Benar juga, tapi ini masalah hati yang terluka dan masih basah.

"Me....menikah? Sama?"

"Farah, aku gak tau dia siapa. Aku juga gak tau kapan mereka menjalin hubungan sampai akhirnya memutuskan menikah di saat kita masih berhubungan. Jahat banget gak sih Mbak mereka, hu...hu....!

"Menangislah buat hari ini, tapi tidak untuk besok. Apalagi untuk cowok yang tak setia, hidup kamu sedang diselamatkan Gusti Allah dari dia," nasehat Bu Retno sembari menyentuh pundak Sha.

"Semua kembali bekerja, masa berkabungnya sudah lewat," lanjut Bu manajer. Antara banyolan atau nasehat sih, tapi terdengar . Masa berkabung? Emang ada yang meninggal gitu?

Good bye, Syad. I hope you always be happy. Love you, batin Sha sebelum berkutat kembali pada excel. Melupakan sejenak luka hatinya.

PETUAH DARI IBU NEGARA

Bisa menyelesaikan pekerjaan kantor di tengah kegalauan hati, akhirnya Sha pulang juga. Mengendari sepeda motor maticnya ia sampai di rumah sebelum Maghrib.

"Assalamualaikum," sapa Sha setelah memarkirkan motornya. Harus bisa menyembunyikan mata sembap dan menutupi apa yang terjadi hari ini.

"Mandi, sholat lalu makan!" titah sang ibu negara ketika Sha salim dengan beliau begitu masuk ke rumah. Seperti biasa, beliau akan menunggu kepulangan sang putri di ruang tamu yang merangkap dengan ruang televisi.

"Iya, Bu!" Sha langsung masuk ke kamar begitu saja, tak secerwet biasanya yang selalu mengomentari tontonan sang ibu.

"Kenape luuuu!" seru sang ibu menangkap gelagat aneh sang putri.

"Gak pa-pa, Buuuuu!" jawab Sha tak kalah ngegas.

"Aneh tuh anak," gerutu Ibu sembari fokus pada tontonan televisi.

Di dalam kamar, Sha kembali meneteskan air nata, bahkan wajahnya ia tangkup langsung dengan kedua tangan. Rasa sesak masih sangat terasa. Kalau memang berjauhan saja, Sha masih kuat, apalagi komunikasi via dunia maya masih berlanjut. Tapi kini, kebiasaan say hello dan bertukar kabar mendadak hilang begitu saja.

Suasana pulang yang disambut chat menanyakan kabar dari Irsyad pun tak ada dan Sha kangen hal itu. "Astaghfirullah, inilah akibat berharap dengan sesama manusia, berakhir nyesek!" ucap Sha sambil mengusap air mata, menarik nafas berat sebelum keluar kamar. Beruntung sang Ibu yang sibuk di dapur mungkin menyiapkan makan malam.

Selang beberapa menit, Sha sudah duduk anteng di depan sang ibu. Wanita paruh baya itu sedang sibuk mengambil nasi dan lauk pauk untuk sang putri. Beginilah beliau memanjakan sang putri.

"Kalau ada masalah bilang napa, Mbak!" sindir Ibu di sela-sela menyendok sayur ke piring Sha.

"Masalah apa, Bu!" ucap Sha tak langsung cerita. Bukan ia tak mau terbuka, tapi ia belum siap menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Takut di awal cerita sudah menangis duluan.

"Ya ibu gak tahu apa yang menjadi masalah kamu wong belum cerita."

"Nanti aja deh, Sha belum siap buat cerita."

"Gak biasanya kamu kayak gini, biasanya juga langsung nyablak!"

"Kali ini beda, Sha akan menenangkan hati Sha dulu, Bu, baru cerita!"

Ibu langsung diam, dan mengamati wajah sang putri. "Karena Irsyad?" tebak ibu tepat sasaran. Baru juga sesuap nasi masuk, Sha langsung berhenti mengunyah. Lubang hidung gadis cantik itu mendadak lebar, dadanya bergemuruh. Wajahnya memerah, sedangkan dua bola mata sudah berkaca.

"Makan deh, ntar aja ceritanya."

Hati Sha semakin gondok, ya kali sang ibu dengan santai memghentikan emosi yang sudah terlanjur keluar. Alhasil, sembari mengunyah Sha menahan tangis. Sangat tidak enak Fergussooooo, ngempet tangisan tuh sungguh berat.

Selepas isya ibu benar-benar menemani Sha di kamar, gadis itu duduk bersila sambil menopang bantal. "Sudah siap?" tanya Ibu, beliau sangat demokratis, tak memaksa sang putri bercerita.

Sha hanya mengangguk pelan. "Irsyad besok menikah, Bu!"

"Ha? Sama siapa? Bukan kamu kan? Kok gitu? Kata siapa?"

Hati yang sudah terlanjur melow, semakin terbawa emosi dengan pertanyaan beruntun sang ibu. Beliau seakan lupa kalau ada hati yang masih tercabik-cabik. Memang Sha tidak menyembunyikan hubungannya dengan Irsyad pada sang ibu. Gadis itu juga sudah sering dinasehati untuk tidak main hati terlalu dalam pada sang kekasih. Tak ingin masalah hati yang berlabel cinta monyet membuat Sha terganggu. Tapi nyatanya berjalan hingga 7 tahun, dan berakhir nyesek.

"Ibu bisa gak sih tanya satu-satu. Sha lagi sakit hati loh!" protes Sha cemberut. Ibu hanya menghela nafas berat, pertanyaan beruntun tadi spontan saja. Pasalnya masih belum sadar kalau anaknya yang tersakiti. "Keceplosan elah, lah katanya si Babang Irsyad cinta mati sama kamu," ledek sang ibu yang memang Irsyad sebucin itu dengan sang putri.

Pada awalnya saat Sha bilang menjalin hubungan dengan Irsyad, teman SMAnya saat kelas XI, beliau hanya diam dan tak menyetujui. Sha masih terlalu muda mengenal cinta, sudahlah belajar dulu saja. Tapi semakin ke sini, Irsyad menunjukkan sikap yang pantas dipertimbangkan menjadi menantu idaman. Dan saat pengakuan Irsyad menikah dengan wanita lain, di situ Ibu hilang akal. Sepertinya itu bukan Irsyad deh, masa iya dia tega melukai hati sang putri separah itu. Tujuh tahun tak berbekas sama sekali.

"Aku gak tau alasan dia menikah secepat ini dengan wanita lain, aku gak mau terlihat lemah dan tak bisa hidup tanpa dia, Bu. Aku sudah minta maaf kalau aku punya salah. Gitu aja. Ya maaf kalau saat ini aku masih menangis. Hatiku sakit banget, Bu!"

Hati ibu terenyuh seketika. Putri semata wayangnya yang ia besarkan sendiri, tumbuh begitu cantik, dan tangguh. Tak pernah sekalipun mengeluh dengan kondisi keluarga, tak punya ayah. Masa kecil hanya dibuat melihat anak tetangga yang memiliki mainan bagus, tanpa berani meminjam bahkan meminta dibelikan.

Sang ibu bahkan ikut menitikan air mata, saat Sha dalam dekapan beliau mencurahkan nyeseknya hati.

"Bu apa aku tidak diizinkan untuk bahagia? Tega sekali Allah padaku, Bu. Hu...hu...dulu saat kecil aku sudah ditinggal ayah, ingin sekali memiliki pelindung hidupku, baru aku mendapat saat bersama Irsyad, begitu bahagia. Sungguh Bu aku bahagia menjadi kekasih Irsyad, aku mendapatkan sosok yang begitu peduli dengan hidupku selain Ibu, tapi kini ia yang menghancurkannya juga Bu. Sha sakit hati, Bu Hu...hu...hu

Sang ibu hanya mengelus punggung sang putri dengan sayang. Ia paham betul apa yang dirasakan sang putri. Meski di awal ia tidak setuju adanya pacar-pacaran antara keduanya, tapi melihat Sha bahagia dan Irsyad begitu sayang dengan sang putri beliau akhirnya pasrah dan dalam hati selalu berdoa semoga Irsyad selalu baik pada Sha. "Aku sebenarnya ingin tahu alasan dia menikah dengan perempuan lain, tapi aku takut semakin sakit hati Bu! Dia jahat banget gak sih," air mata Sha sudah tak terkira. Suaranya serak dan matanya sudah membengkang.

Rasa sayang dan cinta selama hampor 7 tahun dihempaskan begitu saja hingga remuk tak tersisa. Trauma akibat ditinggal sang ayah sempat sembuh karena Irsyad, tapi karena Irsyad juga semakin membuat Sha trauma terhadap sebuah hubungan.

"Menangislah, menangislah sepuas kamu. Tapi jangan berlarut. Semua yang terjadi adalah rizekimu. Harus kamu terima dan dijalani. Pasti ada hikmah, dan kamu harus bersyukur Irsyad memang bukan yang terbaik untuk kamu. Lebih baik disakiti sekarang ketimbang saat kalian sudah berumah tangga. Besok, jangan ada air mata yang keluar, karena kalau kamu semakin terpuruk Irsyad merasa kamu tidak bisa hidup tanpanya. Ingat, kamu sudah melihat ibu, kamu bisa melihat secara langsung bagaimana ibu hidup mandiri membesarkan kamu tanpa seorang ayah. Anak ibu harus kuat, jangan pernah merasa lemah hanya karena urusan cinta."

SAH

SAHHHH!!!!

Teriakan para saksi menggema begitu saja saat Irsyad berhasil menuntaskan kalimat ijab qabulnya. Berkali-kali ia memejamkan mata agar fokus pada akadnya namun bayangan Sha masih begitu jelas dalam otaknya. Lidahnya keluh menyebut nama Farah, selalu saja berhenti di tengah jalan hingga dua kali. Sang mama hanya menyentuh pundak sang putra, membisikkan kalimat penguat agar akad segera selesai. Beliau tahu beban mental yang diemban oleh sang putra akibat kesalahan satu malamnya.

Terpaksa harus menikah dan melepas kekasih hati yang sudah 7 tahun menemaninya. Kamu terlahir menjadi lelaki sejati, Nak. Kamu harus bertanggung jawab atas apa yang kamu perbuat. Lupakan Sha.

Sungguh hati Irsyad begitu remuk, dengan satu tarikan nafas ia berhasil menyebut nama Farah dalam ijab qabulnya. Kini, Farah istrinya. Wanita halal dalam hidupnya. Maaf Sha.

Serangkaian tahapan resepsi berjalan dengan lancar. Irsyad memaksakan tersenyum dan berlagak mesra dengan membiarkan lengannya digamit oleh Farah. Ia melirik sekilas pada wanitanya, tampak sangat bahagia. Sangat berbeda dengan dirinya yang menahan gemuruh emosi. Ingin kabur dan menemui Sha, tapi ia tak mau bertindak gegabah lagi. Sudah cukup kejadian satu malam yang menjungkir balikkan kehidupannya.

"Selamat bro!" ucap salah satu rekan kerja Irsyad di rumah sakit. "Wajahnya pangling sekali, berbeda saat bertemu dengan gue dulu," sambungnya lagi yang hanya ditanggapi anggukan lemah Irsyad. Jelas beda, orangnya saja berbeda, batin Irsyad.

"Aku mau ke mama dulu," pamit Irsyad di akhir acara. Ia enggan menemani Farah yang sudah terlihat lelah. Ia belum sanggup sekamar dengan perempuan itu. Niatnya hanya bertanggung jawab, tidak untuk memberi hati. Tanpa menunggu jawaban sang istri, Irsyad melenggang begitu saja.

"Kok kamu di sini?" tanya mama heran. Pasalnya Irsyad mengekornya hingga masuk ke kamar hotel sang mama.

"Mau tidur!" jawabnya cuek, dan langsung merebahkan dirinya. Mencoba memejamkan mata sekuat tenaga. Sang mama hanya menghela nafas berat, ia tahu perasaan sang anak. Beliau memilih mandi saja dan membiarkan Irsyad seperti itu.

"Kenapa anak itu di sini?" tanya sang papa yang mendekati Irsyad di dalam kamarnya. Sedikit kesal karena angan sang papa dengan istri gagal total.

"Biarin ajalah, dia patah hati berat loh, Pa!"

"Bisa pesan kamar sendiri, hotel ini masih banyak kamar," ujar papa tak terima.

"Ya mikirlah, pengantin baru kok pisah kamar, apa kata keluarga Farah nantinya!" sang istri masih saja membelanya.

"Udah kelihatan kalau Irsyad gak suka sama Farah, gak usah dipaksa. Mereka tahu keputusan menikah ini sebagai bentuk pertanggung jawaban Irsyad pada Farah. Toh kalau memang gak hamil kan bisa cerai!"

"Astaghfirullah papa, omongannya!" tegur sang istri tak suka. Ia tahu anaknya salah, tahu juga niat sang anak menikahi Farah, tapi tidak kepikiran sampai bercerai.

"Pa....Ma...Irsyad mau tidur!" tegur sang anak dengan memejamkan mata.

"Udahlah gak usah tidur sini, papa yakin kamu gak bisa tidur," tebak sang papa. "Udah keluar sana, di bawah ada bar, jangan ganggu papa mau honeymoon sama mama!"

"Ya Allah papa omongannya! Bar bar, haram pa!" tegur sang istri sambil menutup bibir sang suami dengan tanganya, sangat tak setuju.

"Apa sih Ma, ke bar kalau minum air putih ya gak bakal jadi haram!" bela sang papa sambil memeluk erat.

Irsyad bangun dengan mata merah, kedua orang tuanya terlalu berisik, sangat mengganggu apalagi beradegan mesra di depannya. Sungguh tega.

"Mama dan papa gak usah pencitraan mesra gitu kenapa sih, empet tau gak!" protes Irsyad kesal.

"Wajarlah kita menikah dengan cinta," ledek sang papa tak mau kalah.

"Astagfirullah, papa!" sekali lagi mama protes tak suka. Sepertinya sang suami punya cara berbeda dalam menyikapi kasus Irsyad. Awalnya marah tapi semakin ke sini lebih santai dan tak mau ambil pusing, entah apa yang direncanakannya.

"Kalau saja aku nikah dengan Sha mungkin juga kayak papa mama!" gerutu Irsyad menanggapi.

"Salah sandiri, main sama perempuan lain."

"Ya Allah papa, aku gak sengaja!"

"Sengaja kok sampai ngamar!"

"Pa...ya ampun aku gak sadar, Pa!"

"Kok bisa sih?" tanya mama yang penasaran juga karena setahunya Irsyad sudah one night stand dengan Farah. Tidak tahu kronologinya sedetail itu.

"Ya kamu saat itu merasa apa, pusing, mabuk atau apa?" tuduh sang papa yang kini sudah siap tidur. Mama masih diam memperhatikan interaksi anak dan suaminya.

"Pusing, habis minum jus jeruk!"

"Ya kamu berarti dijebak, emang Farah juga ikut acara rumah sakit kamu? Makanya kalau sudah badan gak enak langsung pulang," sang ayah masih menyalahkan Irsyad. Dia seorang dokter, harusnya tahu kondisi tubuhnya. Kesadaran juga pasti bertahap, tidak langsung hilang akal.

"Ya ada lah, Pa. Itu ulang tahun dokter senior, banyak yang ikut bagi yang tidak bertugas."

"Trus kamu sadar gak kalau melakukan itu?"

"Papa ini gimana sih tanya terus, dari awal aku sudah bilang aq gak ingat apa-apa tahu-tahu aku di kamar sama dia." Irsyad sedikit meninggi kala sang papa yang pura-pura lupa cerita malam itu. Padahal pagi hari setelah kejadian itu Irsyad langsung jujur kepada beliau.

"Rugi kamu, gak ingat enaknya tapi menikahinya."

"PAPA!!!!" bukan Irsyad tapi kembali sang istri yang protes dengan ucapan lelaki paruh baya itu.

"Ya benar kan, Ma!"

Sang istri hanya menggelengkan kepala, sungguh ia baru tahu sang suami bisa sevulgar itu sama Irsyad. "Intinya gini, Syad! Langkahmu sudah benar, mau bertanggung jawab. Kamu sudah mengambil keputusan itu. Harus kamu jalani pernikahan ini. Belajar menerima, yakin saja kalau dia jodohmu!" mama ikut menasehati.

"Papa tahu kamu pasti punya rencana tertentu, dan papa akan mendukungmu. Jangan malu untuk minta bantuan ke papa."

"Dan papa pasti tahu kan sebenarnya apa yang terjadi. Karena Irsyad yakin papa akan menyelidiki Farah."

"Tahu, dan papa memberi izin karena memang kamu yang bersalah!"

"Maksudnya?" mama dan Irsyad kaget dengan pernyataan lelaki itu. Setelah peristiwa itu papa seperti tak mau tahu tapi ternyata menyelidiki juga.

"Papa sudah bicara empat mata dengan Farah. Dia mengaku membantu kamu dan mau dipesankan taksi. Tapi kamu malah menyuruh sopir taksi menuju hotel, dan kamu menyerang dia dengan menyebut Sha, Lethisa."

"Astaghfirulla!" ucap mama dan Irsyad kompak.

"Sumpah, Pa. Aku gak ingat. Mungkin saat itu karena aku terlalu kangen dengan Sha."

"Itulah bahayanya minuman haram, Syad!" mama ikut menyudutkan.

"Ya tapi aku hanya pesan jus, Ma. Bukan alkohol!"

"Udah-udah semua sudah terjadi, gak perlu menyesal. Sekarang keluarlah, ke istrimu. Papa mau kelon nih."

"PAPAAAAAA!" teriak mama dan Irsyad protes.

"Baliklah, Nak. Temui istrimu, setidaknya ajak dia bicara tentang peristiwa itu, dan minta maaflah!" saran Mama sembari menepuk pundak Irsyad.

"Berat, Ma! Hati aku masih milik Sha."

"Tapi Sha sudah tidak mau sama kamu," sahut papa masih ikut mengobrol, meski tubuh beliau sudah terbungkus selimut.

"Kayaknya ucapan papa barusan benar deh," ledek mama sembari menarik tangan Irsyad untuk keluar kamar.

"Mamaaa," rengek Irsyad semakin terpuruk.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!