Prolog
Queenara dan Queenzea adalah sepasang saudara kembar dari keluarga Wijaya. Mereka tumbuh dengan karakter yang berbeda. Queenara yang biasa dipanggil Nara adalah seorang gadis ramah, manja dan periang.
Sedangkan Queenzea yang biasa dipanggil Zea adalah seorang gadis yang dingin, kejam di dunia bisnis, namun sangat cerdas.
Akan tetapi, Nara menyimpan rasa iri pada sang adik karena dia lebih pintar dan menjadi kebanggan orang tua mereka.
Jadilah Nara menjebak Zea untuk menjadi penggantinya saat pertunangannya dan Steven, sang tunangan dilaksanakan. Ia berpura-pura meminta Zea menggantikan dirinya karena ia ingin pergi ke luar negeri demi impian yang akan terwujud hari itu.
Sayang, semua tidak sesuai dengan apa yang dikatakan Nara. Ia datang ke pesta pertunangan Steven dan Zea dengan penampilan seperti orang yang baru saja diculik. Di sana, Nara membuat cerita palsu seakan-akan dia diculik Zea. Melihat kejadian itu, beberapa klien yang hadir mendadak membatalkan kontrak kerjasama.
Orang tua Zea marah besar lalu mengusir Zea saat itu juga.
Putus asa dan kecewa, Zea pergi ke luar kota untuk meminta pertolongan pada teman-temannya. Bukannya menolong, mereka malah bekerja sama dengan Nara untuk menyingkirkan Zea.
Hingga pada akhirnya, seorang laki-laki menolongnya saat ia terdampar di pinggir bebatuan dalam keadaan pingsan.
Bagaimana kah kisah selanjutnya?
***
Buggghhh
Seorang pria tua bersimpuh di kaki Zea sambil menangis dan memohon. "Nyonya, tolong jangan gusur rumah saya. Saya berjanji akan melunasi hutang saya."
"Minggir kamu!" Zea menendang pria tua itu dengan kakinya hingga ia jatuh terpelanting.
"Nyonya saya mohon. Saya tidak punya rumah lagi. Saya akan tinggal dimana." Pria tua itu masih memohon dengan berlutut dan menangkupkan kedua tangannya. Air mata tak berhenti mengalir dari matanya.
Di belakangnya terlihat seorang anak berusia enam tahun menangis dipangkuan seorang wanita tua yang merupakan istri pria tua tadi.
"Itu bukan urusanku! Dengar, aku beri kalian waktu lima belas menit untuk mengemasi barang-barang kalian. Jika dalam waktu tersebut kalian tidak juga berkemas, jangan salahkan aku kalau kalian menjadi salah satu dari reruntuhan rumah reot kalian ini!" Zea berjalan ke mobilnya. Masuk ke dalam menunggu waktu lima belas menit.
Terlihat pria dan wanita tua itu menangis sambil berpelukan. Sedangkan anak kecil tadi memeluk kaki pria tua sambil terus menangis.
Melihat pemandangan tersebut, Zea malah tersenyum puas. "Rasakan kalian! Siapa suruh berhutang padaku dan masuk ke dalam perangkap ku."
Zea masih ingat saat sebulan yang lalu, ia menjebak para warga yang tidak mau menjual rumahnya. Ia membuat usaha para warga yang kebanyakan petani dimakan hama. Dengan begitu mereka yang membutuhkan modal usaha, menerima tawaran pinjaman Zea dengan bunga yang sangat besar dengan agunan sertifikat rumah.
Namun lagi-lagi Zea membuat sawah para warga dimakan hama. Hingga mereka tidak punya modal usaha lagi atau uang untuk membayar hutang serta bunganya.
Dengan keadaan seperti itu, Zea dengan mudahnya membeli tanah para warga dengan harga rendah dan menjadikannya lahan untuk proyek barunya. Pria tua tadi adalah warga terkahir yang tinggal di pemukiman tersebut.
Tepat lima belas menit, Zea keluar dari dalam mobil. Para pekerja yang akan menghancurkan rumah tersebut mulai menjalankan pekerjaannya.
Sedangkan pria tua, wanita tua, dan anak kecil tadi hanya bisa menangis meratapi rumah mereka yang telah hancur.
Zea tersenyum puas. Ia mengambil sebuah amplop cokelat dari dalam tasnya lalu mencampakkan tepat ke wajah pria tua itu. "Itu uang hasil penjualan rumah ini. Sudah dipotong hutang beserta bunganya. Sekarang pergilah! Tanah ini bukan milik kalian lagi!"
Dengan isak tangis pria tua itu mengambil uang tersebut lalu mengajak istri serta cucunya pergi. Entah kemana mereka akan pergi. Uang yang diberikan hanya sedikit karena harga rumah yang rendah dan hutang disertai bunga yang tinggi.
Setelah perataan bangunan itu dilakukan, Zea kembali ke kantor papanya.
"Bagaimana Zea? Apa kamu sudah menyingkirkan para petani miskin itu?" tanya Baskoro yang merupakan papa Zea.
"Tentu saja, Pa. Zea sudah menyingkirkan mereka semua. Proyek itu sudah siap untuk dibangun," ucap Zea dengan bangganya.
"Bagus! Tidak sia-sia Papa meminta kamu untuk mengatasi mereka. Kamu selalu bisa diandalkan." Baskoro berdiri lalu menepuk punggung putri bungsunya itu.
"Wakil Papa yang bodoh itu tidak akan bisa menyaingi kemampuanku, Pa. Menyingkirkan para petani miskin tidak bisa dilakukan dengan otot, tetapi dengan otak. Pecat saja dia, Pa. Rekrut orang yang lebih pantas bekerja di sini."
"Kamu benar. Sebaiknya Papa memecatnya saja. Dia terlalu bodoh untuk bekerja di sini."
"Benar, Pa. Jika dia sudah tidak berguna, buang saja."
Baskoro langsung memanggil seorang bernama Helmi yang merupakan ketua tim yang beberapa waktu lalu ia suruh untuk menggusur rumah warga.
Saat Helmi sudah berada di dalam ruangan tersebut, Baskoro langsung memberinya amplop berisi uang pesangon.
"Pergi dan carilah perusahaan yang pantas menerimamu. Kamu sudah tidak dibutuhkan lagi di sini!"
"Tapi, Pak. Saya sudah mengabdi di sini selama belasan tahun."
"Ini bisnis, bukan keluarga. Jika kamu sudah tidak berguna, maka kamu tidak dibutuhkan lagi di sini. Harusnya kamu malu!" Baskoro menunjuk wajah Helmi dengan tangannya.
"Kami sudah berusaha, Pak. Hanya saja harga yang ditawarkan terlalu murah sehingga mereka tidak mau pindah."
"Oh ya? Tapi putriku berhasil mengusir mereka dengan harga yang jauh lebih murah. Karena apa? Karena dia menggunakan akal, bukan hati. Dia lebih cerdas dan bisa diandalkan daripada kamu. Percuma saya angkat kamu jadi wakil saya jika pekerjaan kamu tidak becus seperti ini!"
Helmi terdiam. Ia melirik Zea yang sedang duduk santai sambil memainkan ponselnya.
'Dengan otak, atau dengan cara licik?' Batin Helmi.
"Baiklah, Pak. Terima kasih telah menerima saya bekerja di perusahaan ini selama belasan tahun. Kalau begitu saya permisi." Helmi menunduk memberi hormat. Ia pun pergi meninggalkan ruangan tersebut dengan hati yang penuh dengan kekecewaan.
"Siapa kira-kira yang dapat menggantikan posisinya, ya?" Baskoro tampak berpikir.
"Kenapa Papa malah berpikir? Aku 'kan ada." Zea menawarkan diri.
"Apa? Tidak, tidak. Posisi itu bisa kamu dapatkan jika kamu memenuhi syarat yang Papa berikan. Kamu harus mempunyai pasangan dulu baru Papa akan memberikan posisi itu. Jika Papa memberikannya sekarang, maka kamu akan semakin terlena dalam pekerjaan dan melupakan kodratmu yang harusnya memiliki pasangan."
"Astaga, Papa. Sudah berapa kali Zea katakan bahwa Zea belum mau memikirkannya."
"Nah itu yang membuat Papa menjadi semakin ragu. Pokoknya keputusan Papa sudah bulat. Memiliki pasangan atau tetap di tempat mu sebagai manager umum."
Zea mengusap wajahnya dengan kasar. Ia tidak habis pikir, ketekunannya dalam bekerja membuat Papanya malah ikut campur dalam hal percintaan. Bagaimana dia akan memiliki kekasih sedangkan semua rekan bisnisnya segan padanya. Bahkan ada beberapa yang takut padanya. Memang, Zea adalah wanita yang cantik. Namun sifatnya yang dingin dan kejam membuat setiap pria, tidak berani menatapnya atau bahkan mengajaknya berbicara. Apalagi jika Zea mengeluarkan kata-kata pedasnya. Orang yang mendengar akan mengingatnya sampai akhir hayat.
"Huh! Lelah sekali." Zea merebahkan dirinya ke atas ranjang. Ia baru saja pulang bekerja. Ia melihat arlojinya yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam.
"Aku sampai lupa kalau belum makan malam. Kenapa meetingnya harus lama sekali, sih. Ini semua karena Papa yang mengajak ngobrol Bima si bodoh itu. Apa papa pikir aku mau dengan pria bodoh sepertinya. Pria yang sangat cocok bersanding denganku ialah Kak Steven. Dia sangat kejam dan dingin. Kharismanya juga begitu kuat. Ah apa yang aku pikirkan? Kak Steven akan bertunangan dengan kakakku. Sudahlah, sebaiknya aku jangan memikirkan dia. Dia akan menjadi kakak ipar ku." Zea bangkit dari posisi rebahannya lalu mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi.
Selesai mandi, ia memoles wajahnya dengan cream mahal miliknya. Terdengar pintu di ketuk.
"Siapa?" teriak Zea dari dalam.
"Ini aku." Nara menyahut dari luar.
"Oh, Kak Nara. Silakan masuk, Kak. Pintunya tidak dikunci. Aku lupa tadi."
Pintu pun terbuka. Nara masuk dan duduk di sofa kamar itu.
"Hai, Zea."
"Kakak, ada apa? Tumben sekali."
"Zea, aku ingin minta tolong padamu."
"Minta tolong apa, kak?" Zea menoleh setelah selesai berdandan.
"Bisa tidak kalau kamu menggantikan aku di hari pertunangan ku."
"Apa? Menggantikan Kakak?" Mata Zea membulat mendengar ucapan Nara.
"Iya, aku mohon."
"Apa kakak sudah gila? Yang bertunangan dengannya itu kakak bukan aku. Tidak, aku tidak mau!" Zea menggeleng dan menatap kakaknya dengan tatapan tidak percaya.
"Tapi cuma kamu yang bisa membantuku. Wajah kita kan mirip. Bahkan papa dan mama yang tinggal serumah dengan kita selama ini pun sering salah orang. Ayolah, Zea." Nara mendekati adik kembarnya itu lalu memasang wajah sedihnya.
"Kamu tau? Saat hari pertunangan ku, aku ternyata di undang di acara fashion show di Singapura. Aku terpilih menjadi tamu istimewa dan,,,,aku berkesempatan menunjukkan gaun rancangan ku di sana. Ini kesempatan besar untukku, Zea. Aku mohon." Masih memasang mimik sedih.
"Bagaimana kalau ketahuan?"
"Tidak akan ketahuan jika kamu tidak menunjukkan sikap dinginmu ke semua orang. Mereka akan menganggap kalau itu aku." Nara berusaha meyakinkan Zea.
"Lalu bagaimana jika mereka mencari keberadaan Zea?"
"Dua hari sebelum pertunangan, Zea akan pamit pergi ke Singapura untuk jalan-jalan. Bagaimana?"
"Mama dan Papa pasti akan marah."
"Hei, kamu itu anak emas mereka. Apa yang akan membuat mereka marah. Karena setiap perjalananmu adalah bisnis bagi mereka. Kamu ini adalah anak kebanggaan mereka." Nara terus berusaha meyakinkan Zea.
Zea menarik nafas lalu mengeluarkannya perlahan. "Baiklah, Kak. Tapi ingat, aku tidak ingin kak Steven bertanya hal pribadi yang hanya kalian saja yang tau."
"Terima kasih, Zea. Aku akan mengatakan pada Steven untuk tidak banyak bicara padaku agar kamu aman."
"Ya sudah, baiklah." Zea mengangguk pasrah.
Nara pun memeluknya dengan erat l.
"Aku sayang padamu." Melepas pelukan lalu lari keluar kamar sambil melompat riang.
Zea hanya bisa geleng-geleng kepala saja melihat tingkah kakak kembarnya yang seperti anak kecil itu.
*****
Tepat dua hari sebelum pertunangan, Zea berpura-pura pamit ke Singapura. Dan benar saja, orang tuanya mengizinkannya.
Dengan diantar Nara, mereka pun pergi ke bandara. Sesampainya di sana, mereka langsung bertukar baju dan berpamitan. Dua hari ini akan terasa berat untuk Zea karena dia harus menyamar menjadi Nara yang sifatnya ramah dan ceria. Berbanding terbalik dengan sikapnya yang dingin dan datar.
Gedung sudah dihias sedemikian rupa karena acara pertunangan itu akan dilaksanakan meriah dan besar-besaran. Para klien juga akan diundang dari berbagai negara. Awak media juga akan meliput pertunangan Nara dan Steven dari luar gedung. Dengan diadakannya pertunangan ini, maka keluarga Zea akan mendapatkan kontrak kerja sama dengan keluarga Steven yang sangat kaya raya itu.
Hari yang ditunggu pun tiba. Dua hari ini merupakan hari terberat yang Zea alami. Bagaimana tidak? Dia harus bersikap seperti Nara yang ramah dan ceria. Setiap waktu harus tersenyum dan tidak bisa diam.
Hingga saat malam tiba, Ia yang sudah berada di gedung lokasi pertunangan Nara dengan Steven.
Saat itu ia baru selesai dirias di sebuah ruangan. Steven tiba-tiba saja masuk dan menyuruh semua orang yang ada di dalam keluar kecuali Zea yang kini sedang menyamar sebagai Nara.
Melihat Steven mengunci pintu, Zea menjadi gugup. 'Mau apa dia?' Batinnya.
"Ste-steven. Ada apa?"
"Ada apa? Tentu saja karena aku rindu padamu, sayang." Steven mendekat lalu memegang pinggang Zea dan menariknya ke dalam pelukannya.
"Ja-jangan sekarang. Kita akan bertunangan."
"Aku hanya ingin mencium calon tunangan ku. Tidak boleh?" Steven memandang lekat wajah Zea yang memang tidak berbeda dari wajah Nara.
"Ja-jangan. Nanti make up ku hancur. Aku tidak mau terlihat jelek di depan kamera."
Steven menghembuskan nafas berat. "Baiklah, kalau begitu aku akan menunggu sampai acara pertunangan selesai. Setelah itu kita akan pergi ke tempat biasa untuk bercinta semalaman. Kamu mau kan sayang?" Steven mencium pundak Zea yang terbuka karena gaun seksinya.
Zea merinding mendapat perlakuan seperti itu. Namun dia akui, bahwa ia sedikit terlena dengan perlakuan tersebut. Bahkan saat beromantis ria pun, Steven masih terlihat dingin. Mata elangnya, senyum datarnya, dan suara beratnya benar-benar membuat Zea lupa bahwa bukan dialah orang yang dicintai Steven.
Setelah Steven keluar, Zea kembali duduk di depan cermin. Ia memegang pundaknya yang baru saja dicium Steven. Jantungnya berdebar kencang saat mengingat peristiwa tadi.
"Nara, sudah waktunya, sayang." Mama masuk dan mengajak Zea keluar.
Di sana sudah banyak tamu papanya yang datang dari dalam maupun luar negeri. Zea semakin canggung. Apalagi saat ia berhadapan dengan Steven, pria dingin dan kejam itu.
Pembawa acara sudah memulai rangkaian acara yang dilakukan hingga kini saatnya pertukaran cincin. Zea sudah bersiap memasangkan cincin ke jari manis Steven.
"Hentikan pertunangan ini!" Suara seseorang yang dikenal Zea berteriak dari kejauhan. Seketika semua orang menoleh ke sumber suara itu.
Alangkah terkejutnya mereka saat melihat bahwa yang sedang berdiri adalah orang yang mereka pikir Zea, kembaran Nara dengan keadaan yang memprihatinkan. Bajunya kotor dengan banyak bercak darah dan terdapat beberapa bagian yang sobek. Wajahnya penuh dengan luka lebam
"Matikan kameranya!" Perintah Baskoro. Ia dan Mama Zea datang menghampirinya. "Zea, kamu kenapa?"
"Aku,,,aku bukan Zea. Aku,,,,aku Nara!!" teriak Nara dengan nafas tersengal-sengal.
"Apa?! Bagaimana bisa? Bukannya Zea,,,,"
"Ma, Pa. Zea berusaha mengambil Steven dariku. Dia merencanakan semua ini! Saat aku mengantarnya ke bandara, dia malah mengajakku ke sebuah gedung kosong. Disana dia menyekap lalu menyiksaku. Kemudian dia pergi dan meninggalkan aku sendirian selama dua hari!!"
Sontak ucapan Nara membuat semua orang yang ada di dalam gedung itu terkejut. Dan yang paling terkejut adalah Zea yang tak tahu apa-apa. Nara memfitnahnya sedemikian rupa. Ia benar-benar tidak menyangka kakaknya sendiri tega melakukan itu.
Semua yang ada di sana langsung menatap Zea dengan tatapan sinis. Beberapa dari mereka saling berbisik.
Baskoro menghampiri Zea lalu dengan cepat tangannya menampar pipi Zea. Plaakkk!
Semua orang terlihat mendukung tindakannya.
"Bisa-bisanya kamu menggunakan cara licik seperti ini! Dimana rasa malu kamu? Kenapa kamu harus mencoreng nama baik keluarga Baskoro, ha!!" Teriakan Baskoro menggema di dalam ruangan itu.
"Pa, ini semua tidak seperti yang kalian pikir. Kak Nara lah yang memintaku menggantikan dirinya karena dia ingin menghadiri undangan fashion show di Australia. Tetapi dia malah datang dan membuat cerita palsu!" Zea menunjuk Nara yang sedang dipeluk mamanya.
"Diam kamu! Dasar anak tidak tau malu!"
"Pak Baskoro, apa-apaan ini. Apa anda mengundang kami untuk melihat ini semua?" salah satu klien penting Baskoro angkat bicara.
"Tidak, Pak. Saya tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi."
"Bagaimana anda mendidik putri anda hingga menjadi orang yang tidak tau malu seperti ini?" tanya klien yang lain.
"Benar, kalau begini, saya akan membatalkan saja kontrak kerjasama kita. Saya tidak mau bekerja sama dengan perusahaan yang di dalamnya ada orang licik seperti dia."
"Iya, saya juga. Pada kakaknya sendiri saja sudah licik, apalagi pada orang lain. Bisa-bisa dia menipu kami."
Baskoro mulai panik dengan suasana yang semakin memanas. Zea yang tak punya kesempatan untuk bicara langsung diseret keluar oleh Baskoro. Di depan gedung, ia mendorong Zea hingga jatuh ke tanah. "Pergi kamu anak tidak tau diri! Jangan pernah tunjukkan wajahmu di depan keluarga Baskoro. Kamu bukan anakku lagi!"
Para tamu yang mengikuti Baskoro mendukung keputusannya. Mereka menatap Zea dengan sinis. Melempar berbagai cacian dan hinaan padanya.
Dengan perasaan kecewa dan hancur, Zea pergi dari lokasi itu. Ia akan menemui teman-temannya untuk meminta bantuan. Ia tidak akan bisa hidup tanpa uang dan kekuasaan. Apalagi berita ini akan menjadi trending dan viral. Bukan hanya para tamu saja yang akan membencinya, namun semua orang yang ada di negara itu akan langsung mengucilkan dirinya.
Sementara itu, Baskoro terpaksa membatalkan pertunangan antara Nara dan Steven dikarenakan kondisi Nara yang memerlukan perawatan. Pertunangan akan dilaksanakan dua minggu lagi.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!