Hari ini aku berangkat ke Bandung, aku lulus di universitas impianku di Bandung. Aku anak pertama dan terakhir. Ya benar, aku anak tunggal, pasti kalian berfikir bagaimana bisa ayah dan ibuku melepaskanku dengan mudahnya untuk pergi sekolah jauh dari rumah karena aku anak tunggal. Karena mereka yang mendidikku seperti itu, melihatku mandiri adalah impian mereka.
“Kamu gak mau mama temani ke Bandung??” tanya ibuku Maria.
“Enggak usah ma, kan kosnya juga udah dapat. Lagian kan ini bukan pertama kalinya aku ke Bandung. Kita bahkan udah tiga kali bolak balik Sumatera, Bandung untuk melihat kampus dan kosku. Kan mama juga udah lihat keadaan kosku dekat dari kampus aku gak akan nyasar ma.” Ucapku meyakinkan ibuku.
“Baiklah, ayo kita pergi ke bandara.” Ucap ibuku sambil membantuku membawa semua barang untuk di masukkan ke mobil.
Aku berangkat di antar oleh ibuku, sebenarnya aku tidak terlalu suka pergi dini hari atau malam hari. Karena aku bisa mendengar semua suara yang ada di dunia ini, baik dari dunia nyata maupun dunia lain yang dipercayai banyak orang bahwa kita hidup berdampingan. Aku lebih suka menyebut mereka makhluk transparan, karena terkadang mereka terlihat namun transparan. Antara nyata dan tidak nyata.
Setiap aku melakukan perjalanan aku selalu berusaha untuk tidur, agar aku tidak melihat mereka yang meminta tolong saat di tengah jalan, aku juga menghindari kontak mata dengan mereka. Banyak dari mereka yang terkadang kemunculannya tidak dapat ku prediksi sehingga sering membuat aku bertatapan dengan mereka. Karena itu aku selalu menutup mataku dalam perjalanan malam atau dini hari. Percaya atau tidak eksistensi mereka lebih besar saat sinar matahari belum muncul.
“Lena kita sudah sampai, ayo turunkan barang kamu.” Perintah Maria ibuku.
“Iya ma.” Aku langsung turun dari mobil dan menurunkan semua barangku yang ada di kursi belakang.
Pasti kalian semua bertanya dimana ayahku, ayahku bekerja sambil keliling dunia. Padahal dia bukan pilot ataupun pelaut, tapi selalu keluar kota untuk bekerja. Saat aku memutuskan kuliah di bandung, ibuku tidak pernah melarangku. Ini justru kesempatan baik untuknya melepaskanku ke kota lain agar dia dapat ikut tugas bersama ayahku. Aku yakin rumahku akan jadi sarang hantu selama 4 tahun aku kuliah, karena tidak akan ada yang pulang ke rumah bahkan aku sendiri pun tidak ingin pulang sebelum aku menyelesaikan kuliahku.
Akhirnya aku sampai di Bandung, aku sampai jam 10 pagi, udara pagi masih sangat sejuk. Syukurnya dari bandara ke kosku yang dekat dengan Universitas hanya 20 menit, aku naik taksi menuju kosku.
Sampai di kos aku disambut oleh ibu kos yang memang sudah mengenalku. Kos yang aku tempati sekarang adalah pilihan ibuku, jelas aku dalam pantauannya selama 4 tahun. Dan ibu kosku yang akan mengawasiku selama aku tinggal di kos miliknya, aku menyetujui pilihan ibuku karena aku merasa nyaman sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di tempat ini.
Suasana yang asri dan udara yang cukup sejuk serta fasilitas yang cukup lengkap dengan kamar mandi di kamar serta wifi dan Ac membuatku tidak berfikir dengan pilihan mama. Karenya aku langsung menyetujuinya.
“Selamat datang Lena, akhirnya kita bertemu lagi ya.” Ucap bu Indah, ibu kosku.
“Ah si ibu, baru juga gak ketemu dua minggu. Sekarang kita bakal ketemu setiap hari selama 4 tahun loh.” Jawabku.
“Bagus dong, jadi nambah teman ibu curhat.” Ibu Indah tertawa.
Aku berjalan berdampingan dengan ibu kos menuju kamarku, aku memilih di lantai 1. Namun kami melewati kamar yang kemarin untukku.
“Lah bu, kita mau kemana ya. Bukannya itu kamar saya??” tanyaku sambil menunjuk kamar yang sudah kami lewati.
“Iya Lena, kemaren Acnya mati belum ibu perbaiki. Jadi ibu pindahkan kamu ke lantai 2 ibu juga sudah bilang kok ke ibumu dan ibumu setuju karena memang kamar ini lebih luas dari yang itu.” Jawab bu Indah sambil menunjuk ke kamar itu.
“Oh begitu, mama kok gak bilang ke aku ya bu. Yaudah deh kalau begitu.” Ucapku.
Jujur aku merasa sedikit deqdeqan karena aku belum melihat kamarnya, aku berdoa dalam hati semoga kamar itu tidak ada penunggunya. Aku memilih kamar yang pertama itu karena aku hanya melihat sesekali seorang anak kecil di kamar itu. Namun kini aku di pindahkan ke atas tempat yang belum ku lihat.
Benar kata ibu kos, kamar itu jauh lebih luas dari kamarku yang pertama, kamar mandinya juga lebih luas.
“Gimana menurut Lena, kalau mau pindah ke yang lain boleh kok biar kita lihat-lihat lagi.” Ucap bu Indah yang sepertinya merasa tidak enak denganku, karena mengubah kamar yang sudah ku pilih.
Aku masuk ke dalam , aku tidak merasakan hawa aneh apapun. Justru kamar ini lebih adem, sejuk dan tenang. Aura kamar ini juga terkesan terang tidak gelap, yang paling penting aku tidak melihat ada sosok seram atau aneh di kamar maupun kamar mandi. Walaupun aku sudah merasakan adanya satu sosok tapi aku belum melihatnya, ku simpulkan dia tidak akan memperlihatkan wujudnya selagi aku tidak mengusiknya.
“Oke kok bu kamarnya, saya disini saja. Terimakasih ya bu.”
“Sama-sama Lena, kalau ada apa-apa tinggal panggil di bawah ya Lena. Ibu kamu sudah meminta ibu untuk menyediakan makanan kamu, jadi kamu tinggal tunggu saja ya, anak ibu akan mengantar makanan kamu.”
“Untuk hari ini Lena minta tolong ya bu antarkan makanan Lena. Tapi untuk besok dan seterusnya cukup makan malam saja yang di antarkan ya bu, Untuk makan pagi dan siang Lena yang akan mengambilnya sendiri di kantin. Gakpapa kan bu??”
“Gakpapa dong Lena, baiklah kalau begitu. Ibu ke bawah ya.”
“Iya bu, sekali lagi terimakasih bu.”
“Sama-sama Lena.”
Ibu Indah pergi ke bawah, aku menutup kamarku. Aku mulai beberes menyusun bajuku, menyapu kamar, memasang seprei dan sarung bantal yang aku bawa dari rumah. Aku membawa seprei, sarung bantal dan selimut dari rumah bukan karena tidak disediakan. Kos ini cukup lengkap dengan berbagai fasilitas namun aku membawanya agar terasa seperti di rumah saja.
Setelah selesai beberes, makananku datang, aku makan dan setelahnya aku mandi bersiap untuk tidur. Hari ini aku sedikit merasa lelah.
Aku terbangun pukul 7 malam saat makan malamku datang, aku menonton televisi sambil makan. Setelah selesai makan, aku bersantai sebentar sebelum akhirnya tidur. Namun entah mengapa aku selalu merasa ada yang memperhatikanku saat aku sedang menonton televisi.
Aku cukup lama mencoba menahan, namun akhirnya aku merinding dan memutuskan untuk kembali tidur dengan lampu yang masih menyala.
...****************...
Ini hari keduaku, aku belum masuk kampus karena ini hari minggu. Aku masuk kampus besok di hari senin, memulai kehidupan baruku di Bandung. Pagi ini aku terbangun lampu di kamarku sudah mati, seingatku aku tidur dengan lampu menyala.
Karena tidak mau terlalu banyak berprasangka aku mengabaikannya, mungkin saja aku yang lupa sudah mematikan lampu kamar pikirku pagi itu. Aku membasuh wajahku sebelum hendak ke bawah untuk sarapan.
Aku keluar kamar, begitu ingin mengunci pintu kamarku aku merasa ada sosok yang berdiri di sampingku. Aku melihat ke bawah dan aku melihat kaki yang mengenakan sepatu seperti sneakers dan aku tau bahwa itu adalah seorang lelaki, lelaki dewasa. Aku yang tau bahwa dia bukanlah manusia, aku pura-pura tidak melihatnya.
Ini pertama kalinya aku di perlihatkan oleh sosok di dekat kamarku, Aku pikir dia hanya akan diam saja namun ternyata dia bicara berbisik padaku.
“Kamu melupakan dompet dan ponselmu.” Ucap sosok itu.
Aku yang memang mendengarnya berusaha pura-pura tidak mendengarnya dengan tetap mengunci pintuku, berjalan tiga langkah dan kembali membuka pintu kamarku seolah aku mengingat sesuatu yang harus ku bawa.
Aku masuk lagi ke kamarku dan mengambil ponsel dan dompetku, mengunci kamar dan kemudian langsung berjalan dengan cepat turun ke bawah. Sepertinya sosok itu masih belum sadar aku bisa melihat dan mendengarnya, aku bersyukur untuk itu.
Aku tidak ingin membicarakan mereka di dalam hati, karena aku percaya mereka dapat mendengarku. Aku mengalihkan pikiranku dengan sarapan sambil berbicara dengan ibu kos di bawah. Aku cukup lama disana karena banyak yang kami obrolkan berdua, tentu saja aku juga sengaja lama untuk menghindar dari sosok itu.
Bersambung..
Terimakasih untuk semua teman-teman yang singgah dan membaca cerita saya. Semoga cerita saya dapat menghibur teman-teman. Dukung cerita saya dengan cara :
*Like
*Komen
*Vote
*Tambahkan favorit
* Kalau teman-teman suka tolong beri hadiah untuk author ya, terimakasih semoga rejeki teman-teman selalu berlimpah.
Love you all ❤️.
Aku menghabiskan waktuku sepanjang hari di kamar, aku menonton film setelah kembali dari bawah pagi tadi. Dan sekarang sudah pukul 2 siang, aku lupa mengambil makananku hingga akhirnya makananku di antar oleh anak ibu kos ke atas.
Tok tok tok
“Siapa ya??” tanyaku.
“Saya kak Ayu, ini makanan kakak.” Jawab gadis itu.
“Astaga aku lupa.” Aku langsung bangkit dan membuka pintu kamarku.
“Duh, maaf ya Yu. Kakak beneran lupa ambil makanannya, makasih ya sudah di antarkan.” Ucapku jadi merasa tidak enak, karena aku sendiri yang mengatakan akan mengambilnya di bawah.
“Tidak masalah kak, Ayu ke bawah dulu ya.” Ucap gadis itu dengan lembut.
“Sekali lagi terimakasih ya Yu, maaf Yu.” Ucapku dengan wajah memelas.
“Sama-sama kak.” Jawab Ayu sambil tersenyum ke arahku.
Aku merasa sangat tidak enak dengan ibu kos, karena aku yang berjanji untuk mengambil makan siang ku, malah aku yang melupakannya. Aku langsung masuk kembali ke kamarku. Lagi-lagi aku mendengar suara berat lelaki itu. Namun aku tidak berani melihat ke arah sumber suara, aku tidak mau dia tau bahwa aku melihatnya.
Dia mengatakan sebuah hal yang berhasil membuat hatiku sedikit kesal, namun tetap ku tahan agar dia tidak tau bahwa aku bisa melihatnya dan bisa mendengarnya. Karena akan ribet jika aku harus berurusan dengan mereka.
“Makanya jangan nonton mulu, lagian masa gak merasa lapar sih padahal kamu kan masih hidup. Betah amat di kamar gak makan hampir setengah hari.” Ucap sosok itu.
Aku mengabaikannya, aku melanjutkan menonton film yang sedang ku putar sambil makan di kasurku. Sampai saat ini aku masih hanya melihat dan mendengar satu sosok itu di kamarku, tidak ada tanda-tanda mahkluk lain. Sepertinya dia makhluk yang cukup kuat dan memang ini adalah wilayahnya, sehingga tidak ada makhluk lain yang masuk.
Aku merasa lega untuk itu, karena aku masih bisa mengontrol diriku untuk pura-pura tidak melihatnya, jika hanya ada satu makhluk di sisiku yang menampakkan wujud dan berbicara kepadaku.
Setelah selesai makan lagi-lagi aku ketiduran, namun yang ku ingat saat itu aku sedang menonton film, dan film yang aku tonton di laptopku belum ku matikan. Aku terbangun pukul tujuh malam lagi, dimana Ayu mengetok pintu kamarku untuk mengantar makanan.
...****************...
Tok tok tok
“Iya siapa ya??” tanyaku sambil mengusap wajahku yang baru bangun.
“Ayu kak.” Jawabnya.
Aku membukakan pintu kamar, tersenyum ke arah Ayu dan mengambil makanan yang di pegang ayu untukku.
“Makasih ya Yu.”
“Sama-sama kak.”
Ayu langsung turun ke bawah setelah mengantar makananku. Saat kembali menutup pintu kamar, aku menyadari bahwa laptopku sudah ada di atas meja belajar di kamarku. Tersusun dengan rapi, begitu juga dengan cargernya yang diikat sangat rapi.
Aku kaget, jantungku mulai berdegup dengan kencang. Karena sebenarnya aku tidak pernah mengikat carger laptopku, aku selalu membiarkannya tergulung asal. Tiba-tiba aku juga teringat, saat aku tidur aku belum mematikan laptopku.
Seketika aku terdiam dan kemudian merinding, namun tidak terlalu takut karena sosoknya tidak ku lihat saat itu. Aku mencoba tidak memikirkannya, karena aku benar-benar takut dia dapat mengetahui aku bisa melihatnya.
Aku mengambil laptopku kembali, menghidupkannya dan menonton drama kembali yang memang belum ku tonton sampai habis karena ketiduran.Saat asik menonton sambil makan, aku mendengar suara lirih berbisik dari belakangku. Suara berat yang pernah ku dengar sekali dan aku yakin itu sosok yang sama.
“Kamu sudah berusia 18 tahun ke atas belum sih, tontonan kamu, tontonan oang dewasa. Kamu kayaknya cewe mesum deh, kalau dulu seperti ini kami bisa di pasung oleh ibu.” Ucap sosok itu.
Sontak membuat kaget dan berhasil memprovokasiku, karena aku merasa perkataannya tidak benar untukku. Alhasil aku jadi keselek karena mendengar ucapannya yang aneh itu.
Uhuk Uhuk Uhuk
“Sial sakit banget lagi.” Gerutuku.
Aku batuk cukup lama sebelum akhirnya lega karena aku minum air cukup banyak, namun akhirnya terjadilah kejadian yang sudah ku tahan.
“Eh pelan-pelan makannya, gara-gara otaknya mesum tuh jadi gitu.” Ucap sosok itu kembali.
Karena kesal mendengar ucapannya yang mengatakan aku mesum, aku jadi terpancing emosi dan terbawa suasana, tanpa berfikir aku menjawab ucapannya bahkan menatapnya.
“Eh, diam ya ini semua gara-gara ucapan kau.” Ucapku dan tanpa sadar melihat ke arah sosok itu.
Kami saling tatap, tampak wajahnya kaget melihatku, aku yang juga kaget karena wajah sosok itu tidak sesuai ekspektasiku. Aku sudah mempersiapkan diri jika suatu saat bertatapan dengan sosok itu, saat wajahnya akan menyeramkan atau penuh dengan darah.
Namun yang ku lihat hari ini benar-benar berbeda dari kebanyakan hantu yang pernah ku lihat. Sosoknya yang tinggi, hidungnya yang mancung, alisnya yang tebal dan mata yang berwarna hazel membuatnya sangat mempesona. Bahkan dia tidak terlihat pucat seperti hantu lainnya.
Aku yang memang terpana diam, seperti sedang tersihir. Dia mulai mendekatkan wajahnya ke wajahku, dia lambaikan tangannya yang sudah pasti bola mataku juga mengikuti alunan tangannya. Dia menjauh kembali, seperti kaget ekspresinya.
“Kamu bisa melihatku ya, kamu bisa melihatku.” Ucapnya.
Aku melihatnya dengan wajah bingung, seharusnya aku yang kaget melihat sosok sepertinya tapi kini malah dia yang kaget. Dia langsung berdiri dengan tegak dan mengajukan pertanyaannya padaku, dia menepuk tangannya di wajahku yang membuatku tersadar akan lamunan dan pandangan anehku padanya, seketika itu merinding parah.
“Kamu bisa melihatku??”
“Hmm ya, aku juga bisa mendengarmu.”
“Jadi kenapa selama ini seperti tidak bisa melihatku.”
“Tidak apa, aku hanya tidak ingin berurusan dengan sosok dari kaum kalian.”
“Jadi kenapa sekarang kamu membalas ucapanku??”
“Karena kau mengatakan bahwa aku mesum, aku bukan wanita mesum tau.”
“Jadi kenapa menonton film begitu.”
“Begitu gimana??”
Terjadilah perdebatan kecil antara kami, kami saling berdebat aku menerangkan padanya hal seperti ini sekarang adalah hal lumrah di duniaku. Dia juga menjelaskan bahwa dulu sebelum usia delapan belas tahun mereka sangat dilarang menonton drama atau siaran luar negeri. Dianggap tabu dan tidak pantas, sebenarnya sekarang juga masih begitu hanya saja sudah tidak seketat dulu.
“Bodo amat deh, pokoknya aku bukan mesum dan lagi usiaku sudah 20 tahun. Aku sudah dewasa, ciuman seperti ini bukan hal aneh di duniaku sekarang. Jadi jangan bilang kalau aku mesum.”
“Usiaku juga 20 tahun saat aku meninggal. Dan sekarang sepertinya udah 100 tahun karena aku terus ada di dunia ini sejak aku meninggal.”
“Oh begitu, aku akan memanggilmu om kalau begitu.”
“Om, enak aja kamu. Aku bukan om.”
Aku menatapnya dengan sinis, namun entah mengapa pertama kalinya aku mau berinteraksi dengan santai oleh makhluk dari dunia lain. Biasanya aku akan berlalu begitu saja atau membaca doa sekuat tenagaku agar mereka pergi. Namun kehadiran sosok ini justru tidak membuatku ingin mengakhiri interaksi aku dengannya.
“Kalau begitu gimana kalau kita kenalan saja??” Ucap sosok itu.
“Boleh, namaku Magdalena.”
“Namaku Anthony, Anthony Jacob. Kamu bisa panggil aku Anthony atau Jacob.”
Aku hanya menganggukkan kepalaku, Jacob tersenyum. Aku memutuskan memanggilnya dengan Jacob.
“Baiklah Lena, salam kenal.”
“Iya salam kenal.”
Aku menyelesaikan makanku dan kemudian menutup laptopku. Aku penasaran dengan sosoknya dan memilih untuk berbagi cerita dengannya.
“Aku ingin tau, kenapa kamu bisa berada disini. Apakah boleh??” tanyaku.
“Tentu saja boleh, akan ku ceritakan.” Jawabnya.
Dia duduk di ujung kasurku, Kini aku dan dia duduk berhadapan. Dia mulai menceritakan kisahnya denganku malam itu.
“Aku tidak begitu ingat mengapa aku mati, tapi aku sedikit mengingat kisah hidupku dulu. Aku lahir dari keluarga terpandang saat itu, ayahku merupakan keturunan Belanda, ibuku keturunan Jerman namun mereka sudah lama tinggal disini Indonesia. Karena ibu ayahku orang Indonesia maka dari itu mereka sudah pasih berbahasa Indonesia sepertiku yang memang lahir di Indonesia. Dulu aku di kucilkan karena warna mataku, di Indonesia tidak ada warna mata seperti mataku saat itu. Mata ayahku coklat, mata ibuku biru dan aku seperti ini aku tidak tau warna apa tepatnya ini tapi dulu mataku di sebut mata setan.”
“Matamu indah kok, di duniaku warna ini disebut warna hazel. Banyak yang ingin memiliki mata sepertimu disini, sampai rela membeli lensa kontak agar bola matanya berwarna.”
“Makanya kamu beruntung hidup di zaman ini. Dulu mataku disebut mata setan, aku tidak diizinkan keluar rumah. Aku sekolah dari rumah, apapun yang ku lakukan semuanya di rumah. Walaupun kesepian aku tidak bisa melawan orangtuaku, hingga akhirnya di usiaku yang ke 20 tahun. Aku melihat seorang gadis datang ke rumahku, dia sangat menawan bagiku apalagi warna matanya yang hitam pekat membuatku jatuh hati padanya. Aku diam-diam keluar rumah dan menemuinya, aku pikir dia tidak akan takut padaku. Namun ternyata rumor mengenai mataku yang disebut mata setan karena kutukan sudah menyebar luas. Hingga akhirnya aku dianggap ingin mencelakai gadis itu, aku di bawa warga dan semuanya gelap. Aku terbangun aku sudah berada di dunia ini, saat itu semuanya gelap aku takut aku bingung. Aku terus berjalan lurus tapi tidak pernah menemukan tempat terang. Akhirnya aku melihat satu titik cahaya aku ikuti dan aku berakhir di tempat ini. Hingga di satu titik aku bisa melihat manusia yang hidup, bisa melihat dunia ini dengan jelas. Namun aku sudah mencoba berjalan akhirnya sejauh apapun aku, aku akan kembali ke tempat ini. Mulai saat itu aku memutuskan untuk berdiam di daerah ini khususnya tempat ini. Walaupun bosan tapi aku selalu belajar dari setiap manusia yang pernah hadir disini dan baru kamu yang bisa melihatku.”
“Apa ada yang kamu sesali??”
“Ada, karena tidak menurut dengan orangtuaku.”
“Yang kamu rindukan??”
“Ibuku.”
Aku menatap matanya tanpa rasa takut, tidak ada rasa ngeri, takut, atau ingin menjauh darinya. Justru aku malah semakin ingin tau banyak tentangnya. Karena mendengar cerita darinya, aku tidur jam 1 malam, ceritanya sangat menarik, membuatku sama sekali tidak mengantuk. Apalagi melihat raut wajahnya saat bercerita kadang tertawa, kadang sedih membuatku semakin terpesona dengan raut wajahnya yang menawan.
Bersambung...
Terimakasih untuk semua teman-teman yang singgah dan membaca cerita saya. Semoga cerita saya dapat menghibur teman-teman. Dukung cerita saya dengan cara :
*Like
*Komen
*Vote
*Tambahkan favorit
* Kalau teman-teman suka tolong beri hadiah untuk author ya, terimakasih semoga rejeki teman-teman selalu berlimpah.
Love you all ❤️.
Hari ini adalah hari pertamaku masuk kuliah, aku sengaja menyetel alarm di dua ponsel dan satu jam di mejaku. Saat waktunya tiba semua berbunyi alhasil memenuhi seisi ruangan, namun aku sangat berat ingin membuka mata sampai akhirnya Jacob membangunkanku dengan berbisik di telingaku.
“Bangun Lena, ntar kamu telat loh. Masa hari pertama sekolah telat.”
Mendengar suara Jacob menyadarkanku, aku langsung bangun dan tersadar. Aku mengambil handuk dan peralatan mandiku, aku langsung bergegas mandi di kamar mandi. Aku belum sadar jika sekarang aku tinggal berdua dengan sosok lelaki di kamarku dengan santainya aku mandi seperti biasa tanpa mengenakan apapun. Syukurnya tidak terjadi apapun pagi itu.
Namun setelah selesai mandi aku melihat Jacob yang duduk di kasurku dan aku tersadar bahwa sekarang aku harus lebih berhati-hati. Walaupun dia hantu tapi dia adalah sosok lelaki, aku tidak bisa sembarangan lagi. Syukurnya aku selalu terbiasa memakai pakaian di kamar mandi, jadi tidak ada drama pagi ini. Setelah keluar dari kamar mandi, aku langsung menyatok rambutku dan dandan tipis-tipis.
“Itu apa yang kamu pakai untuk rambutmu??” tanya Jacob.
“Ini namanya catokan, alat untuk meluruskan atau merapikan rambut.” Jawabku.
“Oh begitu, padahal rambut ikal kamu sangat indah kenapa harus di luruskan.”
“Baru kamu orang asing yang bilang rambutku indah, teman-temanku saja bilang rambutku seperti singa yang selalu berantakan karena itu ku luruskan.”
“Karena kamu tidak tau cara merawat rambut ikal, rambut ibuku ikal juga dan rambutnya yang sangat indah bagi orang-orang sekitar kami.”
“Begitukah, kalau begitu nanti ajarin aku bagaimana ibumu merawat rambutnya, aku sekolah dulu ya. Jaga kamarku dengan baik, oke.”
Aku langsung berdiri, mengambil tasku dan berpamitan padanya untuk pergi sekolah. Jacob hanya tau bahasa Indonesia sekolah dia tidak mengerti kuliah jadi aku menyebut diriku sedang bersekolah dengannya. Karena memang pada dasarnya sama hanya penyebutan dan tingkatannya saja yang berbeda.
“Aku pergi ya..” Ucapku.
“Oke hati-hati ya, jangan lupa sarapanmu.” Jawabnya.
“Oke.”
Aku tersenyum dan mengunci kamarku, saat aku keluar kamar orang yang di sebelahku juga keluar kamar. Dia tersenyum ke arahku namun wajahnya sedikit berbeda menatapku, aku mengabaikan tatapannya dan berjalan di belakangnya menuju kantin. Aku sarapan sebentar sebelum akhirnya berangkat jalan kaki ke kampus. Karena memang kampusku sangat dekat dengan kosku, jadi aku memilih jalan kaki.
Hari pertama aku kuliah aku bertemu teman baru namanya Sheila, dia sangat manis dan lucu. Namun Sheila lebih tua satu tahun di atasku, namun begitu dia tidak ingin aku memanggilnya kakak jadi aku tetap memanggilnya Sila. Hari ini kami tidak di perbolehkan langsung pulang oleh para senior kami, senior kami masuk ke kelas terakhir kami dan menutup pintu.
“Lena kamu lihat deh kakak kelas kita yang bicara itu, ganteng banget ya.” Ucap Sheila.
Aku melihat ke arah Sheila menatap dan menganggukkan kepalaku.
“Menurut kamu gimana, ganteng gak??” tanya Sheila kembali.
“Hmm menurut aku sih biasa aja ya La.” Jawabku.
“Jadi ganteng menurut kamu itu gimana??”
Seketika aku langsung membayangkan wajah Jacob dan matanya yang sangat indah bagiku.
“Yang memiliki mata berwarna hazel.”
“Itu mah gak ada di Indonesia neng.”
Aku hanya tersenyum mendengar perkataan Sila, rasanya aku ingin cepat pulang ke kos melihat Jacob. Kakak kelas kami mulai bertanya mengenai OSPEK dan memerintahkan yang tidak ikut OSPEK harus ke depan.
“Siapa yang tidak ikut OSPEK, ayo maju ke depan.” Perintah kakak kelasku.
Tidak ada yang maju ke depan, membuatku mengurungkan niat untuk mengaku kalau aku tidak ikut OSPEK.
“Gadak nih yang mau ngaku, perlu aku panggil nih namanya.” Ucap kakak kelas.
Seorang pria berdiri dan maju ke depan, karena dia sudah berdiri di depan aku pun memberanikan diri dan ikut berdiri di depan. Namun ternyata dia bukanlah mahasiswa yang tidak mengikuti OSPEK tapi juga kakak kelas. Dia hanya menyamar menjadi mahasiswa baru dan aku melupakan hal itu bisa terjadi di masa-masa anak baru begini.
“Wah ternyata couple yang gak ikut OSPEK, kemana kalian gak ikut OSPEK, pacaran??” tanya kakak kelas.
“Enggak kak.” Jawabku datar tapi menatap kakak kelas itu.
“Kenapa kamu liatin saya gitu??”
“Karena kakak asal nuduh tanpa bertanya dengan baik.”
“Kenapa apa ada yang salah??”
“Maaf kak, tapi sepertinya etika dalam berbicara jika seperti itu sangatlah buruk. Seharusnya tanyakan alasan saya atau dia bukan menunduh menggiring opini buruk. Apa saya salah??”
Ucapku dengan lantang sambil menatap kakak kelas itu, akhirnya kakak kelas itu digantikan oleh temannya yang berdiri di sampingku. Begitu melihatnya mengulurkan tangan padaku dan mengenalkan diri aku merasa malu dan kakiku terasa lemas. Karena aku masuk dalam permainan mereka.
“Perkenalkan nama saya Jerry.”
Aku menyambut uluran tangannya.
“Saya Magdalena.”
“Salam kenal Magdalena, kamu menarik.”
Aku hanya terdiam menahan malu, ternyata yang di sebelahku adalah kakak kelasku juga, yang tidak ikut OSPEK di angkatanku ternyata hanya aku seorang. Saat ini aku benar-benar ingin menghilang dari kelas ini.
“Sial.” Batinku.
Sekarang aku mengerti kenapa Sheila tadi menahanku untuk maju, karena aku hanya sendirian. Karena aku sendirian, aku di hujani banyak pertanyan yang membuatku sangat muak. Syukurnya hal itu tidak berlangsung lama dan akhirnya kami di perbolehkan pulang karena waktu juga sudah menunjukkan pukul setengah lima sore.
Aku meminta Sheila untuk menemaniku ke kamar mandi, begitu sampai di kamar mandi aku membuka pintu kamar mandi dan melihat sosok berdiri di sana. Jelas aku kaget.
“Hah..”
“Kenapa Lena??” tanya Sheila.
“Gakpapa kok La.” Jawabku.
Aku memberanikan diriku dan buang air kecil, benar saja sosok itu malah mengajakku bicara. Jika aku sudah bicara dengan satu makhluk otomatis makhluk lainnya akan mengetahui bahwa aku bisa melihat dan mendengar mereka.
“Kamu bisa melihatku kan??”
Aku hanya diam, karena sosok di depanku saat ini cukup menyeramkan walaupun aku tau auranya biasa saja tidak gelap yang berarti tidak akan membahayakanku. Wajahnya separuh gosong, luka dan mengeluarkan bau yang tidak sedap membuatku sedikit mual.
“Sudahlah jangan bohong, bahkan kamu saja udah bersentuhan energi dengan makhluk kami.”
Dari dalam hati aku berkata, karena aku tau dia bisa mendengarku. Aku melakukan ini karena aku takut Sheila mendengarku bicara dan menganggapku orang aneh. Aku hanya tidak ingin Sheila mengetahui hal lain dariku.
“Iya aku bisa melihatmu, please jangan ganggu aku.” Batinku.
“Aku tidak akan mengganggumu manusia, hanya memastikan saja. Kau tidak menarik bagiku.”
Aku lega mendengarnya mengatakan itu, aku bergegas keluar dari toilet, langsung menarik tangan Sheila untuk buru-buru keluar dari sana.
“Kenapa sih Len buru-buru amat??” tanya Sheila yang heran melihat gelagatku.
“Merinding tadi aku, makanya cepat-cepat keluar.” Aku berbohong pada Sheila.
“Kamu penakut juga ya, padahal kamar mandi kita terang dan bagus gitu.”
Aku hanya tersenyum melihat ke arah Sheila. Memang kamar mandi kami terang dan bersih, namun bukan berarti makhluk seperti itu tidak ada disana, makhluk halus berada di semua tempat di bumi. Hanya saja ada yang jahil menampakkan diri dan ada yang memang tidak akan terlihat oleh manusia biasa, namun orang sepertiku akan melihatnya walaupun tidak ingin karena memang itulah kekurangan yang ada padaku.
Ya aku menyebutnya kekuranganku, walaupun aku bersyukur Tuhan memilihku namun aku sama sekali tidak ingin bisa melihat mereka, mereka yang ku lihat tidak semua dalam keadaan baik-baik saja seperti manusia pada umumnya.
Bahkan dari mereka ada yang sangat aneh dan menyeramkan karena separuh manusia, separuh binatang. Ada yang bertanduk dan berekor, ada yang berbau melati namun ada juga yang berbau bangkai dan berbau amis.
Tapi tidak dengan Jacob, Jacob tidak mengeluarkan bau atau wewangian. Kedatangannya selalu di tandai dengan angin yang cukup kencang dan rasa merinding di sekujur tubuh. Itu yang menandakan bahwa Jacob akan datang dan berada di sampingku.
Aku dan Sheila berpisah di halte dekat gapura utama Universitasku, Sheila menunggu taksi sedangkan aku pulang dengan berjalan kaki. Begitu sampai kos, aku singgah ke kantin untuk makan siang walaupun ini sudah sore.
“Lena sudah makan siang tadi di kampus??” tanya bu Indah.
“Hanya makan roti bu untuk mengganjal saja.” Jawabku.
“Ya sudah kalau begitu makan dulu kamu ya baru ke atas.”
“Iya bu, nanti makan malamnya jam 8 aja ya bu di antar soalnya kan ini Lena baru makan.”
“Iya Lena. Oh iya ada yang ingin ibu tanyakan pada kamu.”
“Apa itu bu??”
Bu Indah bicara sambil menyediakan makananaku dan setelahnya duduk di hadapanku.
“Itu tadi pagi gadis yang di sebelah kamar kamu bilang ke ibu kalau malam dan tadi pagi kamu seperti bicara dengan seorang lelaki. Kamu tidak bawa teman lelaki ke kamar kan Lena??”
Deq, jantungku berdegup kencang. Aku berusaha mencari alasan agar tidak terdengar aneh oleh bu Indah. Namun aku juga sedikit bingung mengapa orang lain bisa mendengar Jacob, namun dia tidak tau bahwa itu hantu. Jika dia sama denganku pasti dia langsung mengetahuinya.
“Hah, enggak ah bu. Kalau Lena bawa teman lelaki pasti ibu taulah, kan jalan utama cuma ini bu. Semalam dan tadi pagi saya ngobrol lewat laptop, seperti video call gitu bu dengan sahabat lelaki saya. Saya memang sering seperti itu, dia sahabat saya sejak SMA.” Lagi-lagi aku berbohong.
“Oh begitu ya, maaf ya Lena ibu sudah berprasangka buruk.”
“Tidak masalah bu, wajar kok ibu bertanya begitu. Justru saya yang harus berterimakasih, karena ibu perduli sekali dengan saya.”
Aku tersenyum sambil menghabiskan makananku.
“Bu terimakasih untuk makanannya ya, enak sekali. Saya pamit ke atas.”
“Iya Lena.” Bu Indah tersenyum ke arahku.
Memang aku tidak membawa teman lelaki, tapi lelaki itu sendiri yang sudah berada di kamarku, pikirku saat itu. Saat berjalan menuju tangga, aku dapat melihat kamarku dari tempat aku berjalan. Disana aku melihat Jacob melambaikan tangannya kepadaku dan tersenyum ke arahku. Aku berjalan dengan cepat dan sedikit berlari menaiki tangga.
Aku sangat senang disambut seperti itu dengan Jacob, entah mengapa aku selalu ingin terus bersamanya, bercerita dan bercanda bersamanya. Begitu sampai di depan pintu kamar, aku langsung membuka pintu kamarku. Aku tidak ingin bicara di luar dengan Jacob, aku takut ada yang melihatku den menyangka bahwa aku tidak waras. Jacob mengikutiku masuk ke kamar, aku langsung menutup mengunci pintuku. Kunyalakan lampu dan Ac.
Bersambung...
Terimakasih untuk semua teman-teman yang singgah dan membaca cerita saya. Semoga cerita saya dapat menghibur teman-teman. Dukung cerita saya dengan cara :
*Like
*Komen
*Vote
*Tambahkan favorit
* Kalau teman-teman suka tolong beri hadiah untuk author ya, terimakasih semoga rejeki teman-teman selalu berlimpah.
Love you all ❤️.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!