NovelToon NovelToon

Jatah Lima Puluh Ribu Satu Minggu

Jatah Lima Puluh Ribu

"Mas, uang segini kamu menyuruhku agar cukup untuk kebutuhan satu minggu, yang benar saja mas?" Lisa menerima uang yang di berikan oleh suaminya dengan berat hati. Uang 50 ribu untuk satu minggu, apakah akan cukup? Belum lagi untuk keperluan anak sekolah.

Suamiku itu begitu keterlaluan, dia hanya memberikan uang segini untuk satu minggu, jika wanita lain pasti tidak mau dan tidak akan kuat punya suami seperti ini tapi aku bertahan karena aku sudah punya anak dan anakku butuh bapaknya untuk tumbuh kembangnya. Sebagai seorang ibu aku mempertahankan pernikahan ini karena aku sudah punya anak.

"Ya cukup-cukupin lah! Kamu itu wanita, masa tidak bisa ngirit," sentak Rizal dengan kasar.

"Mas kamu pikir saja untuk kebutuhan sehari-hari satu minggu uang segini itu tidak cukup," protes Lisa kekeh.

"Lisa, aku tidak mau tahu. Uang segitu pokoknya harus sampai satu minggu!" pungkas Rizal dengan kekeh juga.

Rizal beranjak dari tempat duduknya, Lisa menatap sang suami dengan lekat. Tidak perduli dengan protes istrinya, baginya uang 50 ribu itu banyak sekali mungkin.

"Kamu mau kemana mas?" tanya Lisa pada Rizal.

"Aku mau ke rumah ibu, aku mau makan di sana. Lagian makan di rumah itu bosan setiap hari lauknya hanya tempe kalau tidak tempe ya palingan tahu," sahut Rizal begitu enteng dan berlalu pergi meninggalkan Lisa.

Dengan jatah uang lima puluh ribu rupiah untuk satu minggu, memangnya mau masak apa? Beras memang sudah di belikan satu karung oleh Mas Rizal untuk setiap bulannya setiap ia gajian.

Lisa geleng-geleng kepala. Aku Lisa, aku menikah dengan Mas Rizal sudah 6 tahun lamanya, di pernikahan kita di karunia satu anak yang usianya sekarang baru 5 tahun dan baru saja masuk sekolah Bimba. Untuk bulanan sekolah Tiara, Mas Rizal yang membayar bulanannya.

Sebelum menikah aku dan Mas Rizal sempat pacaran tapi hanya 3 bulan, karena Mas Rizal melamarku di usiaku menginjak 21 tahun.

Aku pun menerima lamarannya itu, aku yakin Mas Rizal adalah laki-laki yang baik. Namun setelah menikah semua bobroknya Mas Rizal terlihat dari pelitnya yang kebangetan, bahkan Mas Rizal selalu saja mendengar apa kata ibunya padahal kita sudah menikah tapi ibunya itu sering kali ikut campur masalah rumah tangga kita.

Aku kadang merasa lelah menjalani pernikahan ini tapi aku memikirkan anakku yang masih kecil dan pasti anakku itu masih sangat butuh sosok seorang ayah.

Gajian Mas Rizal juga lumayan gede satu bulan bisa 5 sampai 6 juta tapi entah uang itu di ke manakan? Mas Rizal juga tidak memberikan gajiannya sepenuhnya padaku, aku cuma setiap minggu di kasih 50 ribu untuk kebutuhan sehari-hari termasuk saku anak sekolah.

AListrik, gas, biasanya Mas Rizal yang membeli itu semuanya.

Setiap kali aku menanyakan gajiannya pasti Mas Rizal selalu marah-marah padaku, katanya kamu kan sudah di kasih uang belanja satu minggu 50 ribu, untuk apa kamu masih menanyakan gajianku? Dasar tidak bersyukur. Kadang tersayat sekali hatiku ini mendengar perkataannya yang tajam setajam silet itu.

***

Rizal sudah sampai di rumah ibunya, dengan senang hati Bu Ratna menyambut kedatangan anak laki-lakinya itu, ia tahu hari ini Rizal gajian jadi sudah masak enak-enak, ada ayam goreng, cumi saos BBQ, capcay kuah dan prekdel.

"Rizal, ibu sudah siapkan makanan enak buat kamu, ibu tahu pasti sih Lisa itu masaknya cuma tempe kalau tidak tahu," sambut Ratna dengan penuh ocehan dan cibiran untuk Lisa, begitulah Ratna, dia memang tidak pernah suka pada Lisa menantunya itu.

"Iya bu, tau tuh sih Lisa setiap minggu di kasih uang belanja 50 ribu, tapi tidak pernah cukup. Katanya kurang dan kurang, tidak bersyukur sekali menjadi istri," cebik Rizal dan ia duduk di kursi meja makan, dengan tatapan lapar, Rizal langsung menyendok nasi dan berbagai macam-macam lauk yang ibunya masak itu.

Rizal dengan nikmat menikmati makanan enak, iya lupa akan anak dan istrinya yang hampir setiap hari makan tempe dan tahu.

Setelah selesai makan, Rizal duduk di ruang tengah dan di sana sudah ada Lita yang tidak lain adalah adik perempuan satu-satunya.

"Eh ada Mas Rizal," sapa Lita, ia pun menyalami tangan Rizal dengan sopan.

"Kamu sudah pulang sekolah Lit," tanya Rizal pada Lita.

"Sudah mas, oh ya Lita minta uang buat bayaran ya mas," ujar Lita dengan nada manja.

"Iya Zal, ibu lagi tidak punya uang, kamu tau sendirikan ibu ini janda," timpal Ratna memelas.

Rizal langsung mengeluarkan dompetnya, lalu mengambil beberapa lembar uang dan di berikan pada Lita. "500 ribu cukupkan Lit?" tanya Rizal pada Lita.

"Cukup mas, terimakasih," jawab Lita dengan senang hati menerima uang dari mas nya itu.

Ratna tersenyum kecil pada Rizal dan Rizal mengerti arti senyum dari ibunya itu. "Ini uang buat ibu," Rizal memberikan 15 lembar uang berwarna merah pada ibunya. Ratna tersenyum bahagia menerima uang itu.

Saat memberikan uang untuk adiknya dan ibunya Rizal dengan senang hati memberikan uangnya, tapi di saat istrinya yang minta kadang hanya mendapatkan cacian dan makian.

Rizal merebahkan tubuhnya di sofa setelah kenyang bukannya pulang, ia malah menonton televisi, ibunya juga tidak menyuruhnya pulang, apalagi Rizal habis gajian, jika tidak pulang juga tidak apa-apa itu yang ada di otaknya Ratna.

Ratna duduk di dekat Rizal, Rizal bergegas bangun dari rebahannya.

"Zal...."

Apalagi yang akan Ratna lakukan?

Bersambung

Terimakasih para pembaca setia

Menikah lagi saja

"Zal...."

Apalagi yang akan Ratna lakukan?

"Zal, kamu itu jangan terlalu memanjakan istri. Ingat lebih baik uangmu untuk sekolah adikmu, dia kan adikmu sendiri, kalau istri kan hanya orang lain," kata Ratna menasehati Rizal.

"Iya Bu, lagian Lisa juga setiap hari ribut akan masalah uang Bu. Rasanya Rizal tidak tahan Bu," sahut Rizal dengan entengnya.

Ratna malah senyam-senyum, ia tampak bahagia melihat putra kesayangannya ini selalu mendengarkan apa katanya?

"Zal, kenapa kamu tidak menikah lagi saja? Ibu ada wanita cantik namanya Mona, dia itu pekerja keras dan menurut Ibu cocok jika kamu dengannya," kata Ratna dengan nada lembut.

Hati Rizal tergerak, ia menatap serius ibunya seolah-olah meminta penjelasan lebih.

"Dia seorang wanita karir dan gajiannya juga tinggi, cocoklah denganmu, di banding dengan Lisa yang hanya Ibu rumah tangga dan itu hanya menjadi beban saja," lanjut Ratna yang lagi-lagi mencibir Lisa, padahal orangnya tidak ada tapi Ratna senang sekali mencibirnya apalagi di hadapan Rizal.

Jika aku punya menantu orang kaya, aku yakin aku dan Lita pasti hidupnya akan terjamin. Yang ada di otaknya Ratna hanya uang dan uang saja sungguh ibu yang keterlaluan.

Rizal kembali mencerna kata-kata ibunya, seketika Rizal teringat akan Tiara yang masih kecil dan jika Rizal menikah lagi, apa yang akan terjadi kepada Tiara?

"Sudahlah Bu, Rizal mau pulang dulu," pamit Rizal akhirnya daripada terlibat obralan lebih jauh dengan ibunya jadi ia memilih untuk pulang. .

Rizal menyalami tangan ibunya, sedangkan Lita sudah masuk ke dalam kamarnya. Saat Rizal sudah tidak terlihat, Ratna mendengus kesal.

Rizal kamu itu diajak hidup enak, daripada dengan istrimu yang setiap hari meributkan masalah uang dan uang, rasanya ibu pun lelah mendengar keluh kesahmu setiap hari.

Ratna beranjak dari tempat duduknya, ia tersenyum senang melihat banyak uang berwarna merah berada di genggaman tangannya. "Sudahlah daripada aku mikirin Rizal, sama mantu sialan itu mending aku jalan-jalan terus belanja daging dan ikan segar," dengan semangat Ratna masuk ke dalam kamarnya untuk segera bersiap-siap pergi ke pasar.

Ratna enak di kasih uang banyak oleh Rizal, ia bisa makan enak setiap hari dan saat uangnya habis Ratna juga langsung menelpon Rizal, dengan senang hati Rizal juga langsung mentransfer uang untuk ibunya itu.

Dengan alasan ibunya seorang janda dan ia harus merawatnya sampai-sampai Rizal lalai akan tanggung jawabnya sebagai seorang suami dan bapak satu anak ini.

*

*

Rizal melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumahnya, ia melihat Tiara dan Lisa sedang makan di meja makan yang begitu sederhana.

Di atas meja hanya ada tempe goreng dan telur dadar satu itu pun hanya untuk Tiara, sedangkan Lisa hanya makan lauk tempe saja.

Melihat Tiara makan dengan lahap Lisa tersenyum simpul, biarpun dalam hatinya begitu sedih dan ingin menangis tapi Lisa selalu berusaha kuat demi putri semata wayangnya.

"Papa," sapa Tiara saat melihat papanya sudah duduk di sofa dekat tempat makan, rumah yang begitu sederhana dan ruangan juga sempit tapi Lisa bersyukur karena tidak harus tinggal bersama dengan mertuanya.

Rumah yang di tinggali oleh Lisa dan suaminya itu adalah rumah peninggalan dari bapak dan ibunya yang sudah meninggal.

"Iya Nak, kamu sudah makan?" tanya Rizal pada Tiara dengan tatapan cuek. Yang penting aku sudah kenyang.

"Ini Pa, aku sudah selesai makan," jawabnya dengan nada lembut.

"Baguslah," sahut Rizal cuek dan dia malah fokus dengan televisi.

Lisa mengelus dadanya berharap selalu sabar, Tiara yang sudah selesai makan ia langsung membawa piring kotornya ke dapur, ini adalah ajaran dari Lisa agar Tiara terbiasa mandiri sejak kecil.

Setelah selesai makan, Lisa mencuci piring, setelah itu Lisa duduk di sofa sebelah Rizal.

"Papa, Mama, aku main dulu ya," pamit Tiara dan langsung berlari keluar rumah. Dasar Tiara selalu saja seperti itu, tapi namanya anak kecil dan Lisa juga tahu Tiara main dimana? Jadi Lisa tidak tidak kawatir.

Lisa menghela nafas berat, ia menatap suaminya yang sedikitpun tidak menatapnya dan hanya fokus dengan televisi.

"Kamu sudah makan, Mas?" tanya Lisa sebagai seorang istri.

"Sudahlah, di rumah Ibu lauknya enak-enak. Sedangkan kamu setiap hari masak tempe jika tidak tempe ya tahu, lama-lama telingaku jadi budek," sahut Rizal dengan ketus.

"Mas kalau mau makan enak, ya jatah uang belanja jangan 50 ribu satu minggu, Mas hitung saja beli tempe 1 setiap hari 5 ribu, belum minyak dan bumbu kalau habis itu bisa lebih dari dari 5 ribu. Lalu uang jajan Tiara, apa Mas tidak memikirkan semua itu? Mas kamu itu terlalu pelit jadi suami," cecar Lisa panjang lebar. Berharap suamiku ini sadar.

"Jangan sampai karena ke pelitanmu itu anakmu mati karena kekurangan gizi," imbuh Lisa dengan amarah yang ia tahan.

Wanita mana sih yang tidak ingin marah-marah saat uang belanja dan uang jajan anaknya hanya 50 ribu satu minggu? Kalau pun ada yang tahan dan ada kuat ya itu hanya wanita yang benar-benar sabar, bukannya aku tidak bersyukur tapi suamiku ini gajiannya gede dan bisa di bilang cukup bahkan lebih tapi suamiku ini tidak pernah memberikan uang gajiannya sepenuhnya padaku, entah kemana uang gajian itu? Aku juga tidak tahu, akan kah aku sabar menjadi istrinya?

"Lancang kamu Lisa...." bentaknya tidak sabar dengan mata yang berapi-api.

"Aku hanya mengatakan yang sebenarnya mas, uang gajimu kemana?" tatapan Lisa seperti singa betina yang ingin merekam mangsanya. "Apa uang itu kamu berikan pada gundikmu, Mas?" tanyanya menggebu-gebu. Reflek Rizal mengangkat tangannya dan hampir saja mendaratkan ke pipi mulus Lisa.

"Kenapa? Kamu tidak bisa menjawab, makanya kamu mau main tangan!" sentak Lisa geram.

Rizal mengepalkan tangannya dan kembali menurunkan tangannya.

"Jaga mulutmu! Kamu saja yang tidak pernah bersyukur, masih untung aku kasih uang," pungkas Rizal dengan entengnya. Bagi Rizal uang 50 ribu itu banyak sekali apa ya? Dasar laki-laki cungguk.

"Pulsa listrik aku yang beli, gas aku beli, beras setiap bulan aku belikan satu karung, sekolah Tiara aku yang bayar," cecar Rizal merasa paling hebat.

"Semua kebutuhan aku tanggung, kamu 50 ribu hanya untuk belanja satu minggu dan jajan anak saja selalu mengeluh tidak cukup. Lalu kamu maunya berapa?" lanjut Rizal dengan nada menyentak.

Lisa menatap Rizal penuh dengan amarah, kedua tangannya sudah mengepal sempurna.

"Aku mau semua gajianmu Mas, aku yang mengatur semuanya, apa kamu bisa?" tatang Lisa pada Rizal.

Seketika Rizal menatap Lisa penuh tanda tanya? Akankah Rizal memberikan uang gajiannya setiap bulan pada Lisa?

Bersambung

Terimakasih para pembaca setia

Menikah lagi

"Aku mau semua gajianmu Mas, aku yang mengatur semuanya, apa kamu bisa?" tatang Lisa pada Rizal.

Seketika Rizal menatap Lisa penuh tanda tanya? Akankah Rizal memberikan uang gajiannya setiap bulan pada Lisa?

"Haahh mimpi kamu Lisa, memangnya kamu siapa?" tatapan Rizal begitu sepele, ia lupa dulu ia menikahi Lisa karena mencintai Lisa, apa cinta itu sudah hilang di telan bumi?

"Mas aku ini istrimu, aku berhak atas uangmu, aku berhak menerima nafkah lahir dan batin," hardik Lisa dengan tegas.

"Lis istri hanyalah orang lain, yang asli keluarga itu ya Ibu dan Lita," pungkas Rizal dengan kekeh.

Lisa menggelengkan kepalanya, rasanya sangat geram sekali pada suaminya ini, dia lupa dulu dia menikahinya dan berjanji akan membuat hidupnya bahagia tapi ini apa? Pernikahan yang aku impikan akan indah seindah film drama, kini nyatanya tidak seindah itu. Mungkin bisa di sebut aku itu dulu salah satu kembang desa di tempat tinggalku tapi aku malah menikah dengan laki-laki yang salah.

"Oh gitu, sampai kapan Mas kamu akan berpikir kalau istri itu orang lain? Ibu macam yang selalu meracuni otak anaknya dengan hal tidak benar," hardik Lisa menatap marah Rizal. Aku sudah sangat sabar dan kesabaran manusia itu ada batasannya.

"Sudahlah Lis, Ibuku itu tidak pernah salah," pekik Rizal tidak mau kalah dan membela ibunya.

Lisa menghela nafas berat, Ibu mertuaku memang jahat bahkan dia tidak pernah mau menganggap aku sebagai menantunya, baginya aku ini hanya orang lain.

"Itu ada beras satu karung, nanti kita antar ke rumahny Ibu, kasian dia janda buat makan saja susah," kata Rizal sedikitpun Rizal tidak perduli akan kemarahan Lisa.

"Kenapa kamu tidak bawa kesana sendiri saja Mas?" tanya Lisa, ia cukup malas untuk bertemu dengan ibu mertuanya.

"Sudah tidak usah banyak omong, ayo kita ke rumah Ibu, ajak Tiara juga!"sahut Rizal tegas.

Mereka bertiga langsung ke rumah Ratna naik motor matic,Tiara juga ikut dengan mereka, karena kalau di tinggal takut nangis. Jarak rumah Ratna juga tidak terlalu jauh hanya beberapa menit saja dari rumah.

Padahal Rizal sudah memberikan uang setiap bulan untuk Ratna tapi beras masih ia belikan, kadang juga saat pulang dari kantor Ratna dan Lita di belikan makanan enak tapi sedikitpun Rizal tidak membelikan untuk istri dan anaknya.

Biarpun dengan perasaan yang masih marah tapi Lisa tetap mau diajak ke rumah orangtuanya Rizal.

Sesampainya di sana, rumah tampak sepi dan hanya ada Lita di rumah.

"Ibu, kemana Lit?" tanya Rizal, ia menaruh satu karung beras di dapur.

"Sedang jalan-jalan Mas, tadikan di kasih uang bulanan oleh Mas," jawab Lita, ia menyalami tangan Lisa dan Rizal secara bergantian.

Deggg.

Hati Lisa sangat geram, aku yang istrinya di kasih uang 50 ribu satu minggu. Tapi ibu mendapatkan uang bulanan dari Mas Rizal, dari dulu memang suamiku selalu seperti ini.

"Ohh ternyata ibu dapat uang jatah bulanan, senang ya jadi Ibu," sindir Lisa sinis. Aku tidak marah jika suamiku memberikan uang pada ibunya, asal aku juga di cukupi.

"Mba Lisa, Ibu itu yang melahirkan Mas Rizal. Lalu apa salahnya jika Mas Rizal memberikan jatah uang bulanan untuk Ibu? Apa Mba Lisa tidak senang?" Lita menatap sinis Lisa, padahal dia masih SMA tapi tidak punya akhlak saat bicara dengan yang lebih tua.

"Lita, aku tidak akan marah, jika Mas tersayangmu ini mencukupi kebutuhan istrinya juga," pekik Lisa dengan nada menekan. .

Tiara sudah duduk di meja makan, ia membuka tudung saji dan di dalam tudung saji itu isinya makanan enak-enak. .

"Mama aku mau makan," kata Tiara.

"Ehh itu cuma masak sedikit, kamu jangan makan!" seru Lita kasar, hati Lisa begitu tersentak, hanya makanan saja sampai berseru kepada anaknya.

"Lit, biarkan saja Tiara makan!" kata Rizal pada Lita.

"Lita belum makan Mas, jadi kalau itu di makan oleh Tiara. Lita makan apa?" sahut Lita tidak rela jika Tiara sampai makan makanan yang ada di atas meja makan itu.

Lisa menghampiri putri kecilnya, Tiara kelihatan ketakutan karena Lita memolototi dirinya dengan tajam.

"Nak, kita makan di rumah saja ya!" titah Lisa, ia memeluk anaknya dengan hati yang begitu tersayat.

"Mama, lauk di rumah nenek enak, Tiara mau makan itu, Ma," lirihnya membuat air mata Lisa hampir saja terjatuh dan dia menahannya.

Bahkan melihat putri kecilnya menangis suamiku sedikit saja tidak ada rasa ibah sama sekali, jangankan menenangkan putrinya dia sekarang malah duduk di sofa dan fokus dengan televisi. Tangisan Tiara diabaikan begitu saja, sedih hatiku, menangis hati ini.

"Nak, nanti mama belikan lauk enak buat kamu ya, nanti kita beli ayam goreng," hibur Lisa dengan nada lembut. Tiara mengangguk, ia sangat semangat saat mendengar ayam goreng. Wajar di rumahnya setiap hari hanya lalu tahu dan tempe saja.

Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya Tiara juga tertidur, Ratna pulang juga.

Lisa dan Rizal menyalami tangan Ratna secara bergantian.

"Zal, kok..."

"Rizal dan Lisa anterin beras Bu," jawab Rizal sebelum ibunya melanjutkan kata-katanya.

"Ibu darimana?" tanya Lisa dengan nada lembut.

"Dari pasar, Ibu habis beli cincin baru, lihat baguskan! Kamu menikah sudah cukup lama tapi emas saja kamu tidak pakai," tatapan Ratna begitu tidak suka pada Lisa.

"Mau beli emas uang darimana Bu? Kan yang dapat jatah bulanan dari Mas Rizal Ibu bukan Lisa," sindir Lisa secara halus.

"Lancang kamu Lisa kalau bicara," hardik Ratna menggebu-gebu.

Lisa tersenyum masam. "Tidak ada yang lancang kan memang benar Bu, senangkan Bu? Lisa juga pingin nikmati gajian suami Lisa sepenuhnya tapi sayangnya suami Lisa begitu patuh pada Ibunya," cebik Lisa dengan santainya. Sabarku jangan di tanyakan lagi.

"Punya istri kok kebanyakan ngeluh, gimana Rizal tidak bosan?" kata Ratna sinis.

"Punya suami juga selalu menganggap istrinya sebagai orang lain, siapa yang akan tahan?" timpal Lisa dengan entengnya.

Ratna semakin geram akan Lisa, memang ini anak kalau di bilangin tidak pernah mau dengerin, dia itu batu sekali. Menurut Ratna.

Dasar Ratna tidakkah dia berkaca lebih dulu? Sudah baik belum dia sebagai mertua?

"Lisa, jika kamu tidak tahan, kamu mau apa?" sahut Rizal meremehkan dan di tertawai oleh Lita, bocah bau kencur yang sok dewasa.

"Rizal tampan Lis, dia bisa menikah lagi," sambung Ratna dengan sombongnya dan begitu bangga akan Rizal.

"Biarpun menikah lagi, belum tentu wanita yang ia nikahi akan sesabar aku Bu," tatang Lisa dengan mantap.

"Lis, jika aku menikah lagi, jangan salahkan aku!" pungkas Rizal dengan nada marah.

Lisa hanya tersenyum kecil, jika suaminya ingin menikah lagi, aku juga siap jadi janda.

Bersambung

Terimakasih para pembaca setia

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!