"Kenapa harus aku, ma?" tanya Renata ngga terima. Dia yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di Inggris lebih cepat dua tahun, kaget mendengar permintaan mamanya.
Dijodohkan?
Renata pun ngga tau siapa laki laki yang nantinya akan hidup bersamanya atas keinginan orang tuanya.
Mama menangis. Renata pun memeluknya.
"Maaf sayang. Kamu terpaksa harus menanggung beban ini," isak mama dengan tubuh yang berguncang dalam pelukan Renata
"Shiren leukemia stadium tiga. Sekarang lagi perawatan intensif di Singapura ," kata mama mejnelaskan di sela isaknya
DEG
Adik bungsunya?
Mengapa ngga ada yang mengabarkannya?
Hati Renata langsung sedih. Pantasan dia ngga melihat adiknya saat tadi datang. Padahal dirinya sengaja membuat surprise dengan pulang tiba tiba di hari Minggu. Kakak laki lakinya pun ngga memyambut kedatangannya.
Hanya ada mama dan papa, juga asisten rumah tangga. Bahkan papa sudah balik ke perusahaan. Padahal sekarang hari minggu, hari libur.
"Mas kamu, menggadaikan rumah dan hampir semua aset perusahaan. Dia salah langkah dan tertipu karena menginginkan keuntungan yang besar. Semua dia lakukan untuk pengobatan Shiren yang ngga sedikit. Sementara perusahaan kita terus mengalami defisit. Sekarang ngga tau ada dimana dia," curhat mama lagi dalam tangis yang semakin hebat.
Tubuh Renata melemah.
Karena ini dia harus berkorban?
"Pengobatan Shiren membutuhkan biaya sangat besar. Sedangkan kita diambang kebangkrutan."
Ya, Renata mulai mengerti kini.
"Keluarga Ramsy Dirga akan membantu, tapi dia meminta kamu menikahi putranya."
Tubuh Renata bergetar. Bahkan dia menutup mulutnya agar ngga menjerit mengeluarkan kata kata penolakan.
"Papamu ngga ada pilihan lain. Semua berpaling karena kita jatuh miskin, hanya Pak Ramsy Dirga yang mau mengulurkan tangan. Tapi memang permintaannya sempat papa tolak. Papa juga ngga mau menjual kamu, sayang. Hanya saja keadaan kesehatan adikmu semakin memburuk. Kami ngga punya pilihan lain," curhat mamanya terpatah patah.
Beliau tau telah melukai hati putri keduanya teramat dalam. Selama ini Renata selalu membanggakan. Dari sekolah dasar hingga SMA selalu juara umum. Dia bahkan meringkaskan SMP hanya dua tahun saja, begitu juga dengan SMA.
Kuliah pun mendapat beasiswa. Bahkan putrinya walaupun dari keluarga berada, malah kuliah sambil bekerja. Bahkan mereka sebagai orang tuanya ngga mengeluarkan sepeser uang pun untuknya selama tinggal di sana, karema Renata melarangnya. Apalagi dua tahun terakhir perusahaan mengalami defisit akibat masa endemi. Tapi sekarang malah dia yang harus dikorbankan.
"Kalo kamu menolak, terpaksa kita menjual perkebunan teh untuk memgembalikan uang Pak Ramsy," ucap mamanya berusaha mengerti penolakan Renata.
Renata terdiam. Kepalanya yang masih sakit akibat jetflag, tambah terasa sakit dengan adanya berita perjodohan mendadak dirinya dengan orang yang ngga dikenalnya.
Akankah laki laki itu mau menerima dan memperlakukan dirinya dengan baik jika tau alasan perjodohan ini?
Renata takut bertemu laki laki itu dan bingung harus bersikap seperti apa. Apalagi dirinya adalah penebus utang keluarganya.
Renata menatap wajah cantik mamanya yang tampak menua dengam cepat akibat beban yang diembanmya.
Mungkin dia bisa sedikit menguranginya, walaupun nantinya dia akan menderita.
Setelah menarij nafs panjng, Renatamemggenggam tangan mamanya.
'Renata mau, ma."
Sepasang mata mamanya berpijar, beliau malah menangis sambil memeluk Renata. Mata Renata pun memanas, dia ikut menangis. Menangisi nasib buruk yang sebentar lagi akan menimpanya.
Renata menatap wajahnya di depan cermin hiasnya. Mama sudah mendandaninya dengan gaun cantik berlengan pendek yang panjangnya selutut.
Rambut panjang ikalnya di gelung ke atas, sehingga menampilkan leher putih jenjangnya. Ada kalung emas tipis dengan leontin berbentuk bola kecil menghiasinya.
Menurut mamanya penampilannya sudah sempurna. Dia dikaruniai kulit seputih salju milik mamanya. Tapi bentuk wajahnya mewarisi ketampanan papanya.
Matanya coklat bening bercahaya, bibirnya agak tebal dengan hidung yang mungil. Keseluruhan Renata tampak cantik dan manis. Mama pun hanya mendandaninya secara minimalis, itu pun sudah membuatnya terlihat sangat menarik.
"Kita berangkat, ya. Papa menunggu di bawah," kata mama lembut.
"Ma," panggil Renata menahan langkah wanita yang sudah melahirkannya sembilan belas tahun yang lalu.
"Ya sayang?"
"Umur emm... umur laki laki yang dijodohkan denganku berapa tahun, ya?" tanyanya agak ragu.
Dia juga perlu mempersiapkan topik pembicaraan. Nggak mungkin dia bisa memgobrol dengan topik biasa jika umur laki laki itu cukup jauh di atasnya.
Mama tersenyum lembut.
"Umurnya dua puluh dua tahun. Kata Pak Ramsi, putranya juga lulusan tercepat di kampusnya," jelas mama lagi.
"Oh iya, mam," kata Renata mulai tenang. Sekarang tinggal pembawaan laki laki itu saja. Apa sesuai umurnya, lebih tua atau malah seperti remaja.
Dada Renata bergemuruh. Dia gugup sekaligus takut.
Apa laki laki itu akan memandangnya rendah? Apalagi dia sudah mengeluarkan banyak uang untuk membayarkan utang utang keluarganya dan juga biaya pengobatan adiknya yang sangat besar.
Mamanya seakan mengerti. Dia menggenggam erat lengan putrinya.
"Kamu masih bisa menolak, sayang," ucap mamanya lembut.
Renata mengerjapkan matanya yang terasa panas.
Dia ngga boleh nangis. batinnya menguatkan
"Papa akan menjual perkebunan kita. Kamu ngga perlu melakukan ini," kata mamanya lagi berusaha menggoyahkan pendirian Renata.
Dari awal beliau dan suaminya ngga setuju menjodohkan Renata karena masalah utang. Renata adalah putri kebanggaan mereka. Mereka ingin pernikahan Renata atas dasar cinta, walaupun hingga kini belum terlihat siapa kekasih putrinya.
Hanya saja menjual perkebunan tidak bisa dilakukan dalam waktu cepat. Itu yang menjadi kendala dan penyebab papa Renata terpaksa menerima perjodohan ini. Di tambah kondisi Shiren yang memburuk. Putra pertamanya pun menghilang, ngga tau gimana kabarnya. Bank sudah mengirimkan waktu penyitaan rumah yang ternyata sudah ngga lama lagi. Juga hutang hutang perusahaan yang mendekati tanggal jatuh tempo. Semua itu membuat konsentrasi laki laki paruh baya yang terkenal mumpuni dalam bisnis ini terpecah belah.
Untungnya jantungnya masih kuat memghadapi cobaan seberat ini.
Yang menyakitkan hati beliau adalah banyaknya penawaran murah untuk lahan perkebunan mereka yang berhektar hektar. Papa ngga mungkin melepasnya. Karena hanya cukup membayar separuh utang saja. Tidak akan menyelesaikan masalah.
Sahabat, teman apalagi saudara yang saat mereka berada di atas turut menikmati keberhasilannya malah meninggalkannya dan memanfaatkan situasi demgan tanpa perasaan empati.
Renata pun cukup mengerti. Ini adalah keputusan paling terpaksa yang harus kedua orang tuanya ambil. Renata tau, mama dan papanya pasti berat melakukan hal ini.
Bahkan sampai sekarang, papanya ngga berani melihat matanya. Padahal Renata ngga marah. Hanya merasa sedih saja kenapa keluarganya harus mengalami nasib seperti ini.
"Tidak apa, ma. Do'akan Renata agar kuat ya ma," katanya dengan suara agak bergetar. Perasaan takut begitu mendominasi hatinya.
Dia bisa menerima semua ini, tapi gimana dengan laki laki yang akan menjadi suaminya? Renata takut kalo nanti akan diperlakukan dengan semena mena.
Mama merapikan kembali make up Renata sebentar dengan tisu sebelum keduanya melangkah ke ruang tamu, dimana papanya sudah menunggunya.
Saat berhadapan dengan papanya, Renata terpaku melihat mata papanya yang basah. Papanya habis menangis.
"Kamu cantik sekali," puji papanya getir. Harusnya beliau mengantarkan putrinya dengan bangga pada calon keluarga suaminya.
Calon suami yang mencintainya, bukan sebagai penebus hutang.
Renata tersenyum kaku.
"Sayang, maafkan papa. Papa janji, kalo perkebunan kita sudah ada yang beli dengan harga yang wajar, papa akan menebusmu," ucap papanya dengan suara bergetar.
Renata menggelengkan kepalanya.
"Jangan seperti itu, pa. Kalo perkebunan laku, lebih baik buat pengobatan Shiren. Renata ngga pa pa," katanya mencoba menguatkan hati sang papa sementara hatinya hancur.
Papa menepuk bahunya lembut. Dan tanpa kata mereka pun menghampiri mobil yang sudah disiapkan Pak Diman, supir keluarga.
Sepanjang perjalanan suasana terasa hening karena masing masing sibuk dengan jalan pikiran sendiri. Perjalanan ini terasa lama, padahal jika situasi berbeda akan terasa biasa saja.
Renata hanya diam sambil menatap keluar jendela dengan pikiran jauh terbang ke masa SMAnya yang sangat singkat.
"Renata, kamu dapat salam dari mantan ketua osis. Wiiih, mantap. Balas ya," celoteh Eva penuh semangat.
Tanpa sadar hati Renata jadi pedih. Selama bertahun tahun menyimpan rasa akhirnya sia sia. Renata sudah bertekad akan mencarinya, meminta maaf dan mengatakan yang sebenarnya. Tapi ternyata sudah sangat terlambat.
Sudah saatnya sekarang tutup buku tentang dia. Sudah ngga mungkin menggapainya lagi. Pintu harapannya pun sudah tertutup rapat. Sekarang dirinya hanyalah istri penebus. hutang.
Renata dapat merasakan aura yang ngga enak saat sampai di depan orang tua laki laki yang dijodohkan dengannya.
"Halo, Pak Kurnia, apa kabar," sambut Pak Ramsy Dirga hangat.
"Baik, Pak Ramsy," sambut papa membalas uluran tangan calon besannya.
Papa pun tersenyum dan membalas uluran tangan rekan bisnisnya. Bisa dirasakannya ketulusan akan ucapan dan senyumnya. Karena itu papa mau menerima perjodohan ini. Dia yakin, rekannya ngga akan menyia nyiakan putri kebanggaannya.
Tapi memang istri rekannya terlihat kurang nyaman.
Mamanya mengenal istri Pak Ramsy sebagai sosialita yang cukup angkuh. Makanya beliau cukup berkeberatan akan rencana suaminya
Perusahaam keluarga Renata memang masih dua kelas di bawah perusaahaan keluarga Pak Ramsy Dirga.
Sewaktu mereka masih kaya raya pun, istrinya Pak Ramsy tidak pernah menyapanya. Mungkin karena beliau bukan pengoleksi tas hermes yang sampai milyaran.
Apalagi kini putra mahkotanya malah memperistri seorang gadis untuk menebus hutang hutang keluarganya. Karena itu istrinya sempat menentang keinginan suaminya.
Renata pun menyalim penuh hormat pada penolong keluarganya.
Tapi dia merasa heran karena ngga melihat laki laki yang akn dijodohkan dengannya.
Apa dia menolak? batin Renata kelu dan penuh tanda tanya.
Apa keluarganya mendapat jackpot dengan ngga harus membayar hutang yang snagat besar ini?
Karena menurut Renata kalo putra pak Ramsy menolak, kesalahan bukan berada di pihak mereka.
Jadi ngga salah, kan, kalo dia berpikiran begitu?
"Kamu cantik sekali Renata," kata Pak Ramsy penuh arti.
"Terima kasih, Om," ucap Renata seakan merasa pernah melihat sosok kebapakan ini. Tapi dia lupa, kapan dan dimana.
Renata pun menyalim tangan istri Pak Ramsy yang terlihat enggan menerimanya.
Beliau akui, gadis ini sangat cantik, juga kabar yang beliau dengar, gadis ini pun sangat pintar.
Tapi gadis ini ngga sebanding dengan putranya yang sangat tampan, pintar dan kaya raya. Sewaktu keluarga gadis ini masih kaya saja, beliau sudah merasa, mereka berada di bawah kelasnya dan enggan menegur istri Pak Kurnia jika bertemu. Apalagi setelah mereka jatuh miskin. Sudah ngga ada nilai plus di matanya.
Apalagi suaminya membawa bawa kisah dramatis empat tahun yang lalu. Beliau merasa berhutang nyawa karena gadis ini yang dengan suka rela memberikan darahnya untuk adik suaminya yang mengalami kecelakaan hebat.
Saat itu situasi di rumah sakit dilanda kepanikan yang luar biasa. PMI dan bank darah yang sudah mereka susuri kekurangan satu kantong darah sebelum melakukan operasi. Tapi ngga lama kemudian dokter mengatakan operasi bisa dilakukan. Tentu saja keluarga sangat senang dan langsung mencari informasi siapa pemilik darah langka itu yang dengan suka rela memberikan darahnya begitu saja.
Tapi suster yang melakukan transfusi lupa menanyakan namanya. Gadis itu pun langsung pergi setelah darah berharganya diambil.
Rupanya suaminya berhasil menemukan identitas gadis itu. Dan tanpa di duga menawarkan putranya sebagai pengganti darah yang pernah menolong adiknya.
Istrinya tentu saja marah dan ngga terima keputusan sepihaknya. Apalagi putranya.
Istrinya malah sudah menemukan calon istri buat putranya. Yang satu kelas dengannya. Tapi suaminya merusak rencananya.
Malam tadi mereka kembali bertengkar, putranya pun kembali menolak mentah mentah permintaan suaminya.
Flashback on
"Ya sudah, papa, kan, sudah membantu membayar hutang hutang dan pengobatan adiknya. Anggap saja impas. Itu sudah terlalu banyak, pa. Sudah sangat terlalu banyak," seru istrinya penuh tekanan.
"Ngga pernah ada kata impas kalo menyangkut nyawa, ma," bantah suaminya tegas.
"Ganti saja dengan darahku, pa. Aku rela memberikannya. Tapi Joan mohon, jangan paksa Joan untuk menikahinya."
"Andai saja darahmu bisa menyelamatkan tantemu waktu itu," sinis Ramsy Dirga.
Istri dan putranya pun terdiam.
"Papa yakin, gadis ini akan membuatmu berpikir kalo *** bebas itu ngga guna," tandas Ramsy Dirga tajam.
Putranya terdiam.
"Joan sedang menyeleksi siapa yang pantas jadi istrinya," bela istrinya.
"Tidak ada yang pantas. Yang bersamamu hanyalah penggila uang saja," sentak papanya dingin.
Ngga semuanya begitu. Dia ngga begitu, batin Joandra, anak laki laki pertama Ramsy Dirga.
Tapi mengingatnya hanyalah rasa sakitnya saja yang bisa dia rasakan.
"Joandra berhak memilih, pa," pinta mamanya putus asa.
Beliau tau, kalo sudah begini akan sulit merubah keputusan suaminya.
"Dia sudah memilih saat tantenya kecelakaan karenanya," ungkit Ramsy Dirga dingin.
Joandra dan mamanya kembali terdiam. Kini isak tangis mamanya yang mulai terdengar.
Tubuh Joandra bergetar. Memang dia penyebab kecelakaan itu. Tapi bukan berarti dia harus menanggung seumur hidupnya, kan, bantah Joandra dengan tangan terkepal.
"Papa memaksamu kali ini. Percayalah, ngga ada gadis sebaik dia," kata papanya lembut.
Di saat orang lain akan memanfaatkan siruasi, tapi gadis ini malah memberikannya dengan gratis.
Flashback off
*
*
*
Joandra sudah sampai dari tadi di restoran mewah yang papanya jadikan sebagai tempat pertemuannya dengan calon istrinya.
Tapi hatinya masih berat. Ingatannya melayang pada kejadian lima tahun yang lalu, setelah kelulusannya.
"Apa ini akan berhasil?" tanya Joandra pada Bisma yang punya rencana.
"Pastilah. Dia juga naksir kamu, kan," kata Bisma yakin
Joandra dan Bisma mengulur waktu sambil bermain basket. Selain itu Joandra juga perlu meredakan ketegangannya. Baru kali ini dia menuruti saran konyol temannya.
"Tenang Jo. Tenang," ujar Dilo menyemangati. Dia ngga ikut maen basket, tapi sedang memegang buket bunga mawar merah besar yang sangat cantik.
Imam sedang menyiapkan kamera nikonnya. Karena kejadian ini akan mereka abadikan. Ini hari terakhir mereka di sekolah bersama Joandra. Joandra akan berangkat ke Amerika nanti malam, karena mendapatkan beasiswa di kampus yang sangat terkenal.
Mereka tau Joandra naksir berat dengan Renata, begitu juga gadis itu. Sinyal sinyal keduanya sudah tampak sangat jelas. Karena itu mereka menyusun skenario ini.
"Kenapa pake video?" tolak Joamdra keberatan.
"Loh, ini bisa kamu jadikan obat pelepas rindu selama di sana," bujuk Imam.
"Syukur syukur kamu nikah sama Renata. Kan bisa diputar saat akad," tawa Dilo.
Bisma dan Imam pun tertawa mendengarnya.
Joandra hanya menggeleng gelengkan kepalanya. Hatinya senang, jantungnya berdebaran ngga menentu menunggu kedatangan Renata.
Tiba tiba teman yang biasa bareng dengan pujaan hatinya mendekat. Tapi hanya sendiri, tanpa Renata. Hanya Diana. Padahal harusnya Susan. Karena dialah yang menjadi kurir cinta Joandra.
Joandra sudah merasakan firasat buruk. Dia dan Bisma pun menghentikan permainan basketnya.
"Kak, maaf, Renata menolak karena sudah punya pacar," ucap Diana dengan suara takut takut.
Joandra dan Bisma saling pandang.
"Kalo kakak ngga percaya, pacarnya sekarang lagi jemput di par-," ucapan Diana terputus karena Joandra langsung berlari ke arah parkiran. Begitu juga Dilo dan Imam.
"kiran."
"Tunggu Jo," seru Bisma ikut mengejar.
Joandra berdiri mematung melihat gadis yang disukainya sedang masuk ke dalam mobil mewah yang sedamg dibukakan oleh laki laki yang usianya mungkin beberapa tahun di atasnya.
Buket di tangan Dilo pun jatuh begitu saja.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!