NovelToon NovelToon

Little Wife CEO

Pertemuan

Natasya Cahaya Yudistira gadis kecil berumur 18 tahun terpaksa menerima menikah dengan seorang pria dewasa yang lebih tua sepuluh tahun darinya.

"Ssst.. sst.. Om.. om..!" bisik Syasa memberi kode pada Moreno.

Moreno berusaha mengabaikan suara Syasa dan memilih fokus pada makanannya. Tidak perduli dengan gadis kecil yang terus berusaha menarik perhatiannya.

Kaki Syasa bahkan sudah menari-nari menendang kaki Moreno dibawah meja makan.

Moreno menatap Syasa dengan tatapan dingin dan tajam, ingin rasanya memaki dan menenggelamkan di laut atlantik gadis kecil menyebalkan yang ada dihadapannya.

"Apa?!" Kesal Moreno.

"Om, batalin pernikahan ini ya?" Bisiknya takut kedengaran oleh kedua orang tua mereka.

Apakah Moreno mampu menghadapi pernikahannya dengan gadis kecil yang selalu membuatnya naik darah?

Baca selengkapnya yuk!

...............

Harap bijak dalam berkomentar, dan berikan komentar yang dapat membantu Author untuk berkarya lebih baik lagi.

HAPPY READING....👍

\=\=\=\=\=\=\=\=\=

"Sya, bangun! pake pura-pura tidur nih anak! Jangan membuat Mama malu, ayo turun!" Wulan menarik tangan anaknya.

Natasya Cahaya Yudistira, gadis kecil berumur 18 tahun, cantik, hidung mancung, alis tebal, mata bulat dan indah, kulit putih, bibir tipis tapi penuh, rambut panjang kecoklatan, energik, manja, baik hati dan tidak sombong.

Syasa yang baru menutup mata saat Mamanya masuk kedalam kamar, membuka matanya karena ketahuan berbohong.

"Mah.. males Mah, Syasya mohon..! Syasya masih kecil, masih sekolah, masa sudah disuruh nikah, apa kata dunia persekolahan?! malu Mah, malu..."

"Jangan ngeyel! Kamu mau semua fasilitas kamu Papa cabut?"

Mata Syasa seketika membola, ia tidak akan sanggup hidup tanpa mobil, ATM dan Kartu kredit dari Papanya. Syasa segera duduk diatas tempat tidurnya yang empuk, matanya memelas sambil memegang tangan Wulan. Wanita yang telah melahirkan dan membesarkannya dengan penuh kasih sayang.

Wulan hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum melihat tingkah anaknya yang manja dan keras kepala.

"Ih, Mama nyebelin! Nggak ngerti perasaan anak sendiri," Kesal Syasya sambil beranjak dari tempat tidurnya.

"Ganti baju kamu, masa mau ketemu calon suami pakaian seperti itu."

"Nggak mau, emang dia siapa? Pasti sudah tua kan mah? Kalau misalnya kami nggak cocok atau aku nggak suka, aku boleh membatalkan perjodohan ini kan?"

"Bicara dengan Papa aja, kalau Mama sih sudah oke dengan pilihan Papa! Menantu idaman banget deh pokoknya," ungkap Wulan sambil menaikkan kedua jempolnya membuat Syasa mengerucutkan bibirnya.

Syasya akhirnya ikut keluar dari kamar bersama Wulan.

"Nah, tuh Syasya," tunjuk Yudi, Papa Syasya.

Spontan semua mata melihat kearah anak tangga, begitupun dengan calon suami Syasya, mata mereka fokus dimana seorang gadis remaja ditarik oleh istri Yudistira. Usia gadis itu diperkirakan seusia dengan adiknya.

Moreno Aska Pradipta, Pria dewasa berumur 28 tahun, tinggi, tampan, kaya, cerdas dan licik. CEO mudadi bidang konstruksi yang sukses mengembangkan bisnis orangtuanya setelah mendapatkan gelas sarjana di London.

Pria itu memperhatikan penampilan gadis itu. Terlihat dalam keadaan hanya memakai tank top berwarna putih dan celana hot pants yang memperlihatkan pahanya yang putih. "Sungguh gadis yang sangat sopan!" Batin Moreno.

##Visual Syasya saat berdiri dihadapan Reno##

Reno sampai menggelengkan kepalanya, sangat berbanding terbalik dengan pakaian Reno saat ini, setelan jas dengan dasi kupu-kupu seakan akan menghadiri acar penting dirumah itu. Ia menghela napas pelan, menguatkan keinginannya, ini sudah menjadi konsekuensnya dan dia tidak bisa melanggarnya. Sebuah perjanjian yang dia buat dengan Papanya dan dia tidak mungkin mengingkarinya.

Vina Mama Reno, mengusap lengan anaknya memberi ketenangan, ia sangat yakin jika sekarang Reno tidak setuju dengan perjodohan itu.

"Anak kamu sangat cantik, tak terasa waktu berlalu begitu cepat, Syasya yang dulu sangat kecil kini sudah dewasa," puji Dipta, Papa Reno.

"Mah, kalian nggak salah menjodohkan Reno dengan bocil seperti itu?" bisik Reno pada Vina sambil menunjuk kearah Syasa dengan dagunya.

"Cantik kan..? kamu harus sabar mendidiknya nanti," ujar Vina.

"Ini sih bukan sabar lagi, tapi extra sabar," batin Reno

Moreno menghela napas kasar, tidak pernah membayangkan gadis yang akan dijodohkan dengannya masih berseragam sekolah, dia pikir gadis pilihan orangtuanya seumuran dengannya, atau setidaknya berbeda beberapa tahun. Pikirannya melayang bagaimana mungkin dia menikah dengan gadis kecil yang pantas menjadi adiknya.

Mereka kemudian memperkenalkan Syasa dengan Reno dengan semangat, sedangkan keduanya hanya saling menatap dengan tajam seolah sedang mengibarkan bendera perang.

"Ayo kita langsung makan, Papa sudah lapar," ajak Yudi Papa Syasya pada Dipta, Vina dan Reno.

"Iya, mari, obrolannya nanti aja setelah makan, iya kan Pah," lanjut Wulan.

"Tentu saja, mari," balas Dipta.

Mereka berjalan menuju meja makan, menarik kursi masing-masing kemudian duduk menikmati makanan diatas meja.

"Ssst.. sst.. Om! Om!!" bisik Syasa memberi kode pada Reno.

Reno berusaha mengabaikan suara Syasa dan memilih fokus pada makanannya. Berusaha tidak perduli dengan gadis kecil yang terus berusaha menarik perhatiannya.

Kaki Syasa bahkan sudah menari-nari menendang kaki Reno dibawah meja makan.

Reno menatap Syasa dengan tatapan dingin dan tajam, ingin rasanya memaki dan menenggelamkan dilaut atlantik gadis kecil menyebalkan yang ada dihadapannya.

"Ssstt.. Om..! Om..!!"

"What, Om? ya.. Tuhan.. bocil ini! aku belum tua, masih dua puluh delapan tahun, perutku tidak buncit, kepalaku belum botak dan kulitku belum keriput! seenaknya saja manggil aku Om," batin Moreno.

"Om.." geram Syasa menahan suara agar hanya Reno yang mendengarnya.

"Apa?!!" kesal Reno pada akhirnya membuka suara.

Syasa cengengesan saat mendapat tatapan tajam dari laki-laki yang duduk dihadapannya. Menit kemudian dia berdehem menghentikan senyumannya. "Om, batalin pernikahan ini ya?" Bisiknya takut kedengaran oleh kedua orang tua mereka.

Moreno menaikkan kedua bahunya membuat Syasa kecewa.

"Om, Syasa nggak mau nikah dengan Om!" bisiknya kembali dengan pelan.

Reno menghela napas kesal, "Dia pikir aku mau menikah dengan gadis cilik yang masih labil sepertinya? jika bukan karena perjanjian dengan Papa, aku nggak akan mungkin menerima perjodohan gila ini!" batin Reno.

Tak menjawab, Reno memilih kembali melanjutkan makanannya tanpa memperdulikan gadis yang selalu mengusik telinganya.

"Sstt.. Om! Om!!" panggil Syasa kembali saat Reno mengabaikannya kembali.

"Apa?!!" geram Reno.

Sontak membuat kedua orangtua mereka mengulum senyum menoleh kearahnya. Berpikir mereka berdua sudah mulai dekat dan setuju dengan perjodohan itu. Tapi kenyataannya tidak seperti yang mereka harapkan.

Gadis kecil itu tiba-tiba menginjak kaki Moreno membuatnya mendesis menatap tajam matanya.

Syasa tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang putih, "Maaf Tante, Om, silahkan dilanjutkan makannya." ujar Syasa merasa malu.

Reno membalasnya dengan menendang kaki Syasa hingga membuat Syasa ikut mendesis.

Reno menaikkan satu alisnya saat Syasya menatapnya dengan tajam. Penuh keberania bahkan merasa aneh saat wajah polos itu mencoba mengintimidasinya.

Demi Tuhan! baru kali Reno bertemu gadis yang berani menatapnya seperti itu. Biasanya para gadis akan menunduk atau mengalihkan pandangannya karena takut melihat tatapan Reno yang dingin dan menyeramkan.

Setelah makan malam selesai, mereka melanjutkan obrolan diruang tamu.

"Jadi pernikahan akan dilaksanakan bulan depan, semua persiapan akan Reno urus, bagaimana?" tanya Dipta.

Para kedua orang tua Syasya tersenyum kemudian menyetujui usul Dipta.

"Kami setuju saja asalkan anak-anak tidak keberatan, bagaimana Sya, kamu setuju kan?" ujar Yudi kemudian meminta pendapat anaknya.

.

.

Bersambung......

Setuju

"Apa Syasya boleh nolak?" tanya Syasya balik dengan wajah memelas namun sangat lucu dihadapan keempat orang tua itu.

Yudi menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, ia sudah hafal dengan sikap anaknya yang penuh dengan drama. Selalu membuatnya ketar-ketir menghadapinya disekolah, hampi tiap minggu ia harus menghadap ke ruang BK hanya untuk menyelesaikan masalah yang ditimbulkan anak gadisnya yang bar-bar.

"Kalau nggak bisa ngapain nanya lagi?" Kesalnya sambil mengerucutkan bibirnya.

"Hahaha....." serentak keempat orang itu terbahak melihat wajah kesal namun menggemaskan bagi mereka. Namun tidak bagi seorang CEO yang berwajah tampan itu. Ia sama sekali tidak perduli dengan apa yang dilakukan gadis itu. Yang dia inginkan hanya segera menyelesaikan pertemuan yang membosankan itu kemudian segera berbaring di tempat tidurnya.

"Ren, kamu setuju kan?" tanya Dipta, walau dia sudah tahu apa jawabannya, tapi ia ingin mendengar dari mulut anaknya sendiri.

"Aku setuju." Reno mengangguk dengan wajah datarnya. membuat Syasya seketika shock.

"Hah???" Syasya membulatkan mata dengan wajah dongkol, ia tidak habis pikir dengan pria berwajah datar namun sangat tampan dihadapannya. "Ma... tolongin Syasya, rasanya mau pingsan aja. Eh, ide menarik tuh, gue pingsan aja deh biar obrolan yang nggak berfaedah ini berhenti," batin Syasya sambil menyembunyikan senyum liciknya.

"Jangan berpikir untuk pura-pura pingsan Sya, ingat fasilitas kamu," bisik Wulan.

"Ih, Mama pake tau lagi isi kepala anaknya, sudah seperti cenayang aja!"

Raut wajah Syasya seketika pias, tapi bukan Syasya namanya jika dia menyerah begitu saja. Sudah terlalu banyak rencana licik yang berputar dikepalanya untuk membuat Moreno tidak betah dengannya. Dia akan membuat laki-laki yang dipanggilnya Om itu menyerah dengan sikapnya yang suka bikin rusuh dengan begitu Moreno akan melepasnya karena tidak sanggup mengurusnya.

"Enak saja! mau menikah denganku? No way! tidak semudah itu fulgozo, hehehe... satu bulan akan cukup untuk membuatnya menderita dan membatalkan perjodohan ini."

Reno mengernyitkan keningnya melihat perubahan wajah Syasya yang baru saja pias berubah cengengesan. "Apa yang ada dipikirannya? dasar bocil labil!"

\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=

Keesokan harinya Syasya menyelesaikan sarapannya kemudian mengambil tas dan sudah siap kesekolah, menyambar kunci mobil dan ponselnya kemudian segera keluar rumah.

Bip.. bip.. bip...

Suara klason mengalihkan perhatiannya yang hendak membukan pintu mobil. Wajahnya berubah dongkol saat melihat pria tampan yang baru turun dari mobilnya dengan memakai kaca mata hitam yang bertengger dihidungnya yang mancung.

Dengan langkah cepat Syasya menghampiri pria dewasa itu.

"Ngapain lo kesini?" tanyanya kesal sambil berkacak pinggang.

"Nggak sopan! Masuk!"

Tanpa aba-aba Reno langsung membuka pintu mobilnya dan mendorong Syasya duduk di samping kursi kemudi.

"Eh, eh!!"

Tentu saja Syasya kaget dan tidak bisa memberontak lagi. Ingin protes? tapi Reno segera menyusul duduk dikursi kemudi kemudian melajukan mobil Ferrari keluaran terbarunya dengan kecepatan sedang.

"Eh, ini namanya penculikan anak dibawah umur Om?" protes Syasya melirik Reno yang sedang fokus melajukan mobilnya.

"Om, Om, kamu pikir aku menikah dengan Tantemu?" gumam Reno dengan kesal.

"Loh, emang kamu sudah tua, pantasnya dipanggil Om kan? Eh, ngomong-ngomong Om duda beranak satu, dua, atau tiga? jujur aja ya Om! aku nggak siap punya anak tiri. Urus diri sendiri aja nggak becus! bagaimana mau urus anak-anak Om? mending Om cari wanita yang dewasa aja deh..!" cecar Syasya sambil menaikkan jari-jarinya menunjuk angka satu sampai tiga. Rasanya sangat lega mengungkapkan unek-unek yang bersarang dikepalanya.

Ciiiittt!!!!

Reno tiba-tiba menghentikan laju mobilnya.

Reno melirik tajam gadis kecil yang duduk disampingnya, rambutnya yang panjang tergerai, dengan wajah tanpa make-up hanya menggunakan lip gloss dibibir agar penampilannya kelihatan fresh.

"Shh.. " ringis Syasya sambil memegang jidatnya yang terbentuk di dashboard. "Apaan sih Om? kalau mau mati jangan ngajak-ngajak dong?"

"Siapa yang ngajak kamu mati?"

"Om lah, siapa lagi?"

"Denger ya Sya!" Moreno menarik napas kasar, "pertama jangan panggil aku Om karena aku masih muda. Kedua kalau bicara dengan orang lebih dewasa yang sopan, jangan pakai lo dan gue, ngerti?!"

"Mana bisa begitu? pertama, umur Om itu jauh beda dengan gue, nggak mungkin dong gue panggil Mas, Kak, Papa atau Kakek? yang kedua, gue kalau ngomong memang sudah seperti itu, sulit ngerubahnya, gimana dong? lagian salah Om sendiri, sudah tua tapi masih mau aja dijodohin, emangnya nggak ada perempuan dewasa yang mau sama Om? nggak laku ya?" ejek Syasya.

Kali ini Moreno benar-benar kesal. Ternyata gadis kecil itu sangat cerewet, menyebalkan juga tidak bisa diam.

"Kamu bisa diam nggak?"

"Nggak bisa!!"

"Kalau kamu nggak mau diem, aku cium sekarang, mau!?" ancam Moreno sambil mendekatkan wajahnya.

Sontak mata Syasya membola kemudian menggelengkan kepalanya, ia segera menutup tapat mulutnya sambil memberi tanda kunci dengan tangan, seolah sekarang mulutnya sudah terkunci dan tidak mungkin untuk bicara.

Reno mundur sambil menyunggingkan senyum tipis di sudut bibirnya, untung Syasya tidak melihatnya. Ia kembali melajukan mobilnya menelusir jalanan ibu kota. Suasana tiba-tiba menjadi senyap, tidak ada lagi suara cempreng dari gadis yang sedang duduk manis dengan wajah ditekuk. Hanya suara klason dan mesin mobil yang terdengar. Tapi Moreno tidak tahu kemana harus mengantar Syasya karena orang tuanya tidak mengatakan apapun. Mereka hanya menyuruh Reno mengantar jemput ke sekolah gadis kecil itu mulai hari ini dan seterusnya.

Awalnya Moreno menolak, pekerjaannya hari ini cukup padat karena harus menghadiri meeting pagi-pagi. Tapi Dipta tidak mau menerima bantahan. Mau tidak mau jadilah Moreno memiliki pekerjaan baru dengan mengantar gadis kecil itu kesekolah, makin kesal aja Reno dipagi ini.

"Cil, sekolah kamu dimana?" tanyanya disela keheningan diantara mereka berdua.

Hening...

"Bocil!! sekolah kamu dimana?" tanya Reno ulang.

Hening...

Sunyi...

Senyap...

Reno menoleh pada gadis yang ternyata memakai headphone ditelinganya sambil menikmati lagu dari ponselnya. Dengan tangan kiri ia menariknya membuat Syasya medelik tajam.

"Bocil!! sekolah kamu dimana? cepetan! aku harus buru-buru kekantor."

Syasya menoleh kebelakang kemudian melirik Reno, dia masih dalam mode mogok bicara. Dari pada mendapatkan ciuman yang akan membuat bibirnya tidak perawan lagi, mendingan diam aja pikirnya.

"Wah... parah nih Om! masa sang primadona sekolah dikatain bocil!"

"Syasya! kamu nggak tuli kan?" bentak Reno dengan nada naik satu oktaf membuat Syasya tersentak.

Syasya menggelengkan kepalanya membuat Reno frustasi dan mengacak rambutnya yang tertata rapi.

"Jawab!!!"

"Udah boleh ngomong nih Om?"

"Ya ampun Sya...?" kesal Reno memukul stir mobilnya.

"SMA Muda Bangsa," jawab Syasya merasa sangat senang karena sudah berhasil membuat Reno tidak frustasi akan sikapnya. "Yes!!! sukses, tunggu aksiku selanjutnya Om."

Reno kembali fokus menatap jalanan, ia berusaha menurunkan emosinya yang hampir meledak. "Sabar... sabar.. benar kata Mama, aku harus ekstra sabar menghadapi spesies makhluk kecil ini."

"Om, gue turun disini aja." pinta Syasya sekitar lima ratus meter dari gerbang sekolahnya.

Reno mengernyitkan keningnya, menatap curiga dengan tingkah aneh calon istrinya.

"Jangan bilang kalau kamu mau bolos, ia kan? aku akan antar kamu sampai didalam sekolah dan akan pergi setelah pintu gerbang sekolah tertutup." ujar Reno sambil melewati gerbang sekolah dan menghentikan mobilnya di parkiran

"Hah?!"

"Kenapa? jangan membantahku! aku tau apa yang sering kamu lakukan disekolah, sekarang turun dan belajar dengan baik. Aku akan menjemputmu pulang sekolah, jika kamu tidak menungguku atau membuat masalah bersama teman-temanmu, maka aku akan menghukummu!" ancam Reno.

"Dasar Om tua nyebelin!" geram Syasa kemudian membanting pintu dengan kasar setelah keluar dari mobil Reno.

Prakkk!!!!

.

.

Bersambung.....

Om

"Hehehe..."

Reno tertawa geli melihat tingkah Syasya yang menyebalkan sekaligus menggemaskan. Ia menggelengkan kepalanya mengingat bagaimana hubungan mereka kedepannya.

Mobil yang dikendarai Reno menjadi pusat perhatian para siswa tak terkecuali dengan para guru. Mereka penasaran siapa yang mengendarai mobil mewah itu masuk kedalam sekolah.

Setelah Syasya masuk kelas Reno segera menuju kantor.

Sementara didalam kelas, Syasya langsung duduk dikursinya dengan wajah cemberut. Kedua tangannya dijadikan tumpuan dagu sambil menatap kosong kedepan.

"Sya... siapa yang nganterin lo?" tanya Dea sahabat Syasya, ia langsung menarik kursinya duduk disamping Syasya.

Sebenarnya Dea melihat Syasya turun dari mobil Ferrari berwarna merah karena mobilnya pas berada di belakang mobil Reno.

"Ya elah, malah bengong nih anak, Sya.!!" panggil Dea sambil mengibaskan tangannya dihadapan wajah Syasya.

Syasya masih belum mendengarnya.

"Sya!!" bentaknya sambil memukul meja dengan keras.

Prakkk!

"Copot, copot, copot, ah, sialan lo, apa sih!" kaget Syasya sambil memegang d@danya.

"Lo yang ngapain melamun? dari tadi gue nanya?"

"Hehehe.. sorry, nanya apaan emangnya?"

"Siapa yang nganterin lo kesekolah?"

"Lo liat gue?"

"Ya, kan mobil gue dibelakang lo."

"Mm.. i.. itu..." ucapan Syasya menggantung sambil berpikir, itu "Om gue, ya Om gue," jawab Syasya penuh keyakinan sambil mengangguk.

"Ah, siaalan! ngapain juga Dea ngeliat gue sih? Nggak mungkin juga kan kalau aku bilang dia kakak gue? ah, bodo amatlah!"

"Pagi anak-anak, sekarang kumpul tugas kalian dimeja ibu." ujar Ibu Mega, wali kelas dua belas A. "Syasya kamu tulis ini dipapan." lanjut Ibu Mega kemudian meminta Syasya menulis sifat koligatif larutan, pelajaran kimia.

Ibu mega paling suka menyuruh Syasya naik di depan menulis atau membaca materi.

Tau kenapa? karena Ibu Mega tahu Syasya paling tidak suka dengan pelajaran kimia. Dengan begitu Syasya secara langsung belajar, tidak bisa bolos lagi dan mengikuti pelajarannya dengan baik.

Sebenarnya Syasya anak yang pintar dan mudah mengerti. Tapi karena pergaulannya, dia mengabaikan pelajarannya.

Dringgggg...!

Bel istirahat berbunyi terdengar diseluruh kelas, menandakan jam pelajaran kimia telah selesai.

"Girls, kantin yuk!" ajak Syasya membuat teman-temannya segera berdiri menuju kantin.

Dikantin Syasya sedang menikmati makanannya bersama para sahabatnya. Tiba-tiba seorang laki-laki menarik tangannya dengan kasar menuju samping sekolah dimana tidak ada siswa lain yang dapat melihat mereka.

"Apaan sih Xel?!" kesal Syasya berusaha melepaskan tangannya.

Malu, tentu saja.

Sudah berkali-berkali-kali Syasya mendapatkan perlakuan kasar dari Axel di hadapan teman-teman dan sahabatnya. Tapi itu sudah menjadi pemandangan biasa bagi mereka. Mereka tidak berani membela Syasya karena jika ada yang ikut campur, sahabat Axel yang lainnya akan bertindak kasar. Pacar yang bersamanya selama setahun itu sangat posesif terhadapnya. Tidak boleh ada cowok lain yang berbicara dengan Syasya selain dirinya. Apalagi ia mendengar dari sahabat-sahabatnya jika tadi pagi Syasya datang diantar mobil Ferrari warna merah.

Makin naik darah aja si Axel. Ia tidak rela jika pacarnya diantar orang lain. Maka dari itu ia harus memastikan yang mengantar Syasya laki-laki atau perempuan.

Kebayangkan bagaimana tertekannya Syasya?

Tapi dia tidak bisa begitu saja memutuskan Axel. Ketua osis yang bisa melakukan apa saja disekolah karena sangat berkuasa. Tidak ada yang berani melawan Geng X5, geng anak pejabat dan pengusaha yang beranggotakan lima orang, salah satunya adalah Axel.

"Lepasin!" sentak Syasya dengan sorot mata tajam, air matanya mengalir begitu saja tanpa henti, ia memegang tangannya yang memerah akibat cengkraman tangan Axel yang kuat. Lagi-lagi Axel menyakitinya dihadapan teman-temannya.

"Syasya sayang.. tenang! aku cuma mau ngomong!" Axel berusaha meredakan emosinya.

"Tapi kamu menyakitiku lagi, kamu sudah janji tidak melukaiku, tapi sekarang lihat!" Syasya memperlihatkan pergelangan tangannya yang memerah.

"Sakit ya? maaf.. aku tidak bermaksud menyakitimu, aku hanya ingin bicara berdua denganmu sayang..!" bujuk Axel agar Syasya tidak marah dan berhenti menangis. Ia mengusap dengan lembut tangan Syasya tapi saya segera menarik tangannya.

"Nggak ada yang perlu diomongin!"

"Ada, diantar siapa kamu kesekolah, hah?!" bentak Axel.

Syasya diam membuat Axel semakin tidak tenang dan curiga. Axel menjabak rambutnya sendiri dengan kasar karena frustasi. Rasa sayang yang terlalu besar dan takut kehilangan Syasya membuatnya semakin posesif.

"Siapa Sya! jangan membuatku kehilangan kesabaran hingga berbuat lebih kasar dari sebelumnya,"

"Om aku," jawab Syasya gugup.

Axel memandang Syasya mengintimidasi. Dia tidak akan percaya begitu dengan ucapan Syasya. Jika orang itu benar-benar keluarga Syasya, kenapa baru sekarang dia muncul. Kemana aja selama ini?

"Om dari mana? Om ketemu gede? jangan coba-coba membohongiku, Sya!" ejeknya masih tetap menatap mata Syasya dengan tajam.

"Terserah kamu percaya atau tidak itu urusan kamu, Pokoknya aku mau kita putus!!" Tegas Syasya sambil menahan isak tangisnya.

"Putus? hehehe... Kita sudah beberapa kali putus, tapi kita selalu kembali bersama," Axel menarik dagu Syasya mencengkramnya dengan kuat hingga mencapit kedua pipi Syasya.

Mata Syasya semakin memanas dengan derai airmata yang kembali membanjiri pipi mulusnya.

"Kamu dan aku itu tidak terpisahkan sayang! kita saling mencintai dan saling membutuhkan!" Teriak Axel.

"Mencintai tidak pernah menyakiti Xel! Lo gila, psikopat! lo butuh psikiater, gue nyesel pacaran dengan lo!" balas Syasya.

"Tapi sayang gue nggak nyesel, lo yang membuat gue seperti ini, Sya! lo hanya milik gue, ingat itu." Sengit Axel, ia kemudian mendekatkan wajahnya, menarik tengkuk Syasya untuk menciumnya secara paksa.

"Aww.." pekik Axel tiba-tiba lutut Syasya terangkat kuat mengenai sesuatu dibalik celananya. Wajah Axel memerah, tubuhnya condong kedepan, tanggannya memegang miliknya menahan sakit hingga diubun-ubun.

"Kau..." Axel menunjuk wajah Syasya, ingin membalasnya namun kekuatannya tidak ada karena menahan sakit.

"Kali ini kita final!!" balas Syasya.

Axel mundur satu langkah, "Hehehe... omong kosong!" Axel tertawa sinis. Ia sangat yakin jika kata-kata yang keluar dari mulut Syasya tidak serius. Hanya membujuknya dengan rayuan gadis itu pasti akan luluh dan bertekuk lutut.

"Pokoknya gue nggak mau lagi balikan dengan cowok kayak lo!!"

Darah Axel semakin mendidih, rahangnya mengeras dengan tangan terkepal kuat. "Heh! lo tuh nggak usah sok jual mahal deh..! sudah untung lo gue jadiin pacar. Lo bisa populer disekolah ini itu karena gue!!" bentak Axel menahan sakit.

"Minggir!" Syasya ingin pergi namun Axel segera mencekat tangannya.

"Dengar Sya, sekali lagi gue tau lo dianter selain supir ke sekolah, lo tanggung akibatnya!" ancam Axel kemudian pergi meninggalkan Syasya.

"Lo ngancem gue lagi? kali ini gue nggak peduli! lo bakalan liat apa yang bisa gue lakukan untuk membalas lo."

Syasya mematung melihat kepergian Axel yang berjalan tidak seimbang karena kesakitan. Rasanya begitu sakit melihat laki-laki yang dicintainya ternyata seorang psikopat akut. Awal perkenalan Axel laki-laki yang sangat baik dan perhatian, namun lama kelamaan semua aktivitas Syasya disekolah dibatasi, Syasya hanya boleh jalan dengannya. Axel suka balapan motor dan mobil dan Syasya juga diajarinya. Syasya harus menjadi gadis penurut dan mengikuti semua kesukaan Axel.

Syasya menghapus air matanya kemudian kembali menuju kantin. Sahabat-sahabatnya masih setia menunggu disana. Pada saat Syasya kembali duduk, mereka langsung memperhatikan wajah Syasya.

"Lo habis nangis ya? apa kalian bertengkar lagi?" tanya Dea melihat mata sembab Syasya.

.

.

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!