Kringgggggg alarm berbunyi. Aneska masih menutup matanya dia mencari keberadaan jam weker. Dirabanya nakas di samping kasur dan dia tidak menemukan benda berisik itu. Dia melempar bantalnya kearah nakas tapi jam weker itu tetap berdering.
“Berisik.” Aneska menutup telinganya dan mencari benda itu. Ketika menemukan benda itu, dia langsung mematikan jam wekernya.
“Kenapa aku menyalakan jam weker sepagi ini, bukannya aku masuk sore.” Gumam Aneska.
Dia melihat kalender yang ada di kamarnya ada sebuah tanggal yang di lingkarinya.
”Oh Tuhan, aku hari ini harus menggantikan mbak Tami.” Aneska langsung berlari ke kamar mandi, melakukan rutinitas membersihkan diri di kamar mandi.
Setelah selesai dia langsung bersiap dengan mengenakan seragam berwarna merah muda dengan celana panjangnya. Hanya mengambil sepotong roti untuk di jadikan sarapannya, dia menikmati makanannya sambil berjalan ke rumah sakit.
Setiap perawat yang bekerja di rumah sakit mendapatkan fasilitas berupa mes. Dan mes itu terletak tidak jauh dari rumah sakit agar memudahkan para perawat untuk datang bekerja.
Aneska bekerja di sebuah rumah sakit ternama di ibu kota. Dia sudah sudah bekerja di rumah sakit itu kurang lebih tiga tahun. Dia di tempatkan di bagian pasien dewasa, dan hari ini dia harus menggantikan jadwal teman kerjanya yaitu mbak Tami. Mbak Tami perawat senior di bagiannya. Dan hari ini beliau di pindah tugaskan ke tempat lain.
Aneska dan Tami sudah berteman cukup akrab sehingga mereka sering di katakan sebagai kakak adik. Tidak ada satu rahasiapun yang ada di antara keduanya. Cuma ada yang ganjal di hatinya, dimana mbak Tami tidak memberitahukan kepadanya dimana tempat dia di pindahkan. Dan kemaren hari terakhir Aneska bertemu dengan wanita itu.
Aneska melakukan absensi dengan finger print. Dan langsung menuju ruangan khusus pasien dewasa.
“Hampir saja kamu terlambat.” Ucap Tiara yang sama-sama berprofesi sebagai perawat.
“Ibu ratu belum datang.” Tanya Aneska.
“Ibu ratu?”
“Ibu Susan sudah datang tapi belum sempat mengecek, beliau di panggil ke kantor. Kamu hati-hati kalau memberi julukan kepadanya, kalau sampai ibu Susan mendengar kamu memberikan julukan itu kepadanya bisa-bisa hukuman akan mendekatimu.”
“Kan memang beliau seperti ibu ratu, banyak merintah daripada bekerja.”
“Sstt diam, beliau sudah datang.” Ucap Tiara mengingatkan Aneska.
Wanita yang tidak muda lagi itu jalan dengan wajah angkuhnya, dia menatap semua para karyawannya. Dia melakukan brefing pagi sebelum memulai aktivitas di rumah sakit. Setelah selesai dengan briefingnya semua perawat mengecek pasien di dalam ruang rawat inap. Berbagai penyakit ada di situ. Cuma untuk penyakit yang menular di beri ruangan terpisah.
Aneska, Tiara dan Aldo satu tim, mereka mengecek ke ruang rawat inap. Dari tekanan darah, suhu tubuh dan botol infus di cek mereka. Tidak lupa mereka memberikan obat yang harus di minum pasien.
Mereka melakukan itu penuh dengan suka cita. Ada rasa senang ketika pasien pulang dalam keadaan sehat. Tapi ada rasa bersedih jika pasien pulang dalam keadaan meninggal. Dan tak heran banyak yang mengalami seperti itu, dan sudah terbiasa di telinga mereka ketika mendengar keluarga pasien teriak-teriak karena kehilangan orang yang di cintai.
Waktunya makan siang.
Aneska, Tiara dan Aldo berganti dengan tim yang lainnya. Mereka mendapatkan jatah istirahat terakhir karena harus ada yang menjaga di bagian mereka.
“Ada dengar kabar mbak Tami.” Tanya Aneska.
Kedua temannya Aldo dan Tiara menggelengkan kepalanya.
“Bukannya mbak Tami selalu memberitahukan sesuatu kepadamu sebelum kami.” Ucap Tiara.
“Kenapa Nes.” Tanya Aldo.
“Enggak ada, mbak Tami juga tidak ada memberi kabar. Aku sudah menghubunginya tapi nomornya di luar jangkauan.” Ucap Aneska.
“Mungkin lagi sibuk, coba kamu kirim pesan kepadanya. Pasti kalau tidak sibuk di balasnya.” Ucap Tiara.
“Sudah, ini buktinya.” Aneska menunjukkan pesan yang di kirimkannya kepada mbak Tami. Kedua temannya melihat isi pesan yang di kirimnya.
“Perasaanku tidak enak.” Ucap Aneska.
“Tidak enak bagaimana?” Ucap Aldo.
“ Mbak Tami tidak pernah melakukan hal ini, biasanya dia selalu mengirim pesan kepadaku, mengabari tentang keadaanya. Sama halnya ketika dia pulang kampung, dia pastii mengabari kepadaku.”
“Tunggu saja, mungkin atau lusa dia menghubungimu.” Ucap Tiara.
Aneska menganggukkan kepalanya. Dia juga memikirkan hal yang sama kalau teman yang di anggapnya sebagai kakak akan mengabarinya.
“Apa kalian tau mbak Tami bekerja dimana?” Aneska melihat kedua temannya. Dan kedua temannya menggelengkan kepalanya.
Waktu makan siang untuk mereka sudah tiba. Mereka pergi ke kantin dan menikmati makanan yang sudah tersedia di sana. Bergabung dengan sesama perawat seperti makan bersama keluarga. Banyak perawat dari bagian yang berbeda berkumpul di sana, ada perawat untuk ruangan anak dan bagian-bagian lainnya.
“Nes, sampai kapan kamu masuk pagi.” Tanya Tiara.
“Belum tau, tapi jadwal yang baru belum ada kan?” Ucap Aneska.
Ada seorang pria yang datang dan duduk di dekat mereka, pria itu membawa nampan yang isinya makanan.
“Hai semuanya, aku duduk di sini ya.” Ucap Dimas.
“Bawa pulang juga boleh.” Celetuk Tiara.
Semuanya tertawa bersama. Dimas perawat di bagian ruang operasi. Sudah bukan rahasia lagi kalau pria itu naksir dengan Aneska. Caranya memberi perhatian kepada wanita itu dan caranya menatap sangat berbeda. Ketika menatap wajah Aneska, pria itu menatap dengan penuh kasih.
“Aku dengar Tami sudah pindah.” Tanya Dimas. Dimas seangkatan dengan Tami. Mereka termasuk senior di rumah sakit itu. Dimas melirik ketiganya secara bergantian sambil menyuapkan makanan kedalam mulutnya.
“Kak Dimas pernah dengar tentang pemindahan tugas mbak Tami tidak?” Ucap Aneska.
“Tidak, cuma dia pernah bilang ke aku kalau gaji yang di tawarkan di sana empat bulan gaji kita.” Ucap Dimas.
“Apa!” Ucap Aneska dan Tiara bersamaan. Ekspresi mereka mencari perhatian semua perawat yang ada di situ.
“Sstt. Ini bukan kantin kita. Jangan teriak seperti itu.” Ucap Aldo mengingatkan temannya.
“Kenapa ekspresi kalian seperti itu.” Ucap Dimas.
“Kami membayangkan gajinya kak.” Ucap Aneska.
“Iya kak, tapi kira-kira di bagian apa mbak Tami di tempatkan. Rata-rata gaji perawat di rumah sakit sama.” Ucap Tiara sambil memikirkan sesuatu.
“Enggak tau, tapi sepertinya dia bukan merawat manusia tapi merawat hewan buas.” Ucap Dimas. Semuanya tertawa membayangkan kalau yang di alami mbak Tami benar adanya.
Aneska dan Tiara kembali ke mesinya dengan berjalan kaki. Mereka tinggal di dalam mes yang sama. Tapi beda blok.
“Nes, aku kalau dapat tawaran mau loh di pindah tugaskan seperti mbak Tami.” Ucap Tiara.
“Yakin kamu mau? Kalau kamu di suruh merawat harimau gila mau?” Ucap Aneska lagi.
“Idih ogah lah, mana mungkin perawat merawat hewan.”
“Tapi aku masih penasaran dengan mbak Tami. Kabarnya tidak ada, dan apa betul dia di pindahkan tugas untuk merawat hewan.” Ucap Aneska penasaran.
“Nah kamu saja masih memikirkan hal yang sama denganku.” Protes Tiara.
“Iya, iya. Tapi coba kamu bayangkan siapa yang mau memberi gaji kepada kita sebesar dua puluh juta perbulan. Pasti hanya orang kaya yang bisa melakukan itu.” Ucap Aneska.
“Aku kalau di tawari pemindahan tugas, langsung angkat tangan.” Ucap Tiara.
“Aku pun, dengan gaji sebesar itu, aku bisa membayar hutang-hutang bapak.” Ucap Aneska.
Kemudian keduanya berpisah, mes Tiara berada di sebelah kanan dan mes Aneska berada di ujung.
Sesampainya di dalam kamar. Aneska melihat ada pesan masuk melalui ponselnya, dan itu dari mbak Tami. Dia kegirangan ketika mendapat balasan dari temannya. Tapi wajahnya langsung berbeda ketika membaca pesan dari Tami.
“Kenapa mbak Tami seperti ini. Aku hanya menanyakan kabarnya tapi dia menjawab dengan kalimat yang menyakiti perasaanku. Gumam Aneska.
***
Pagi hari sang surya bersinar sangat indah memantulkan cahayanya yang berwarna jingga. Aneska bangun lebih awal dari jam weker, biasanya dia yang di bangunkan oleh benda tersebut tapi sekarang dia yang mematikan benda tersebut.
“Aku bisa bangun sendiri tanpamu.” Ucap Aneska sambil menekan tombol di bagian belakang jam weker. Dia langsung menuju kamar mandi dan setelah itu langsung membuat minuman sereal untuk mengganjal perutnya yang kosong. Dia bersemangat untuk berangkat ke rumah sakit, karena pasien kesayangannya akan keluar ini hari.
Bersambung.
“Like, komen dan vote yang banyak ya, terimakasih ya.
Untuk yang baru bergabung silahkan baca karya author yang lainnya yaitu " Menikah Karena Ancaman "
Ig. anita_rachman83
🌷🌷🌷
Plagiarisme melanggar Undang-undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014
Pagi ini Aneska tidak terlambat, dia datang lebih awal. Dan ibu ratu untuk julukan yang diberikannya kepada ibu Susan juga belum datang. Dia menyapa para perawat yang bekerja di shift malam. Mereka akan berganti shift ketika semua perawat sudah datang. Sebelum pergantian shift dia menyempatkan diri bertemu dengan pasien kesayangannya. Pasien itu bernama oma Nely dan di rawat di ruang VIP. Dia mengetuk pintu ruang rawat inap.
“Masuk.” Ucap seseorang dari dalam ruang rawat inap.
Aneska membuka pintu ruangan sambil memberikan senyuman kepada wanita sepuh itu.
“Pagi oma.” Sapa Anes.
“Pagi Anes.” Jawab Oma Nely.
“Bagaimana keadaan oma?”
“Sudah lebih baik.” Jawab oma Nely.
“Oma jadi keluar hari ini.” Tanya Anes.
“Jadi sayang, oma masih menunggu dokter visit.”
Aneska manggut-manggut sambil melihat isi ruangan rawat inap tersebut. Oma Nely memperhatikannya.
“Kenapa Nes?”
“ Eh enggak oma, apa keluarga oma tidak datang? Soalnya aku perhatikan oma selalu sendiri di kamar ini.”
“Ada Nes, cucu oma datang menjenguk setiap malam sepulang kerja dia menyempatkan waktunya untuk menjenguk oma.”
“Oh, mungkin karena aku masuk shift pagi jadi tidak pernah melihat kehadiran cucu oma.”
Ada suara pintu di buka, seorang pria masuk sambil tersenyum kepada oma Nely.
“Pagi oma.” Sapa pria itu sambil mengecup pipi wanita sepuh itu.
“Pagi sayang.” Ucap oma Nely.
“Nes kenalkan ini cucu oma, namanya Luky.” Ucap oma Nely.
Pria itu mengulurkan tangannya kehadapannya. Aneska menyambut tangan pria itu sambil tersenyum kik kuk.
Oh Tuhan ganteng banget.
Oma Nely memperhatikan sikap Aneska yang gugup, dia tersenyum melihat raut wajah Aneska yang malu-malu. Dia menyadari kesalahannya yang terus menggenggam tangan Luky. Aneska buru-buru melepaskan tangannya dari tangan pria di depannya.
“Maaf oma, saya harus kembali bersama teman yang lain, permisi.” Ucap Aneska sambil pura-pura melihat jam di pergelangan tangannya.
Oma Nely menganggukkan kepalanya. Wanita itu langsung meninggalkan oma dengan cucunya.
“Namanya Aneska, cantikkan.” Ucap oma Nely.
“Kenapa oma mengatakann itu kepadaku.” Tanya Luky.
“Luky sayang sampai kapan kamu sendiri, oma sudah tua. Sebelum Oma meninggal menikahlah.”
“Sstt, oma jangan berkata seperti itu.” Luky duduk di sebelah pinggir kasur.
“Oma tidak akan meninggal, aku ingin oma melihatku menikah dan punya bayi. Jangan pernah berkata seperti itu lagi.” Ucap Luky sambil memegang tangan omanya.
“Ya sudah menikahlah, jangan terlalu sibuk dengan pekerjaanmu. Mau sampai kapan kamu menyendiri.” Ucap oma.
“Iya oma, aku nanti akan menikah, ketika menemukan jodoh yang tepat.”
“Apa Aneska bukan jodoh yang tepat. Dia baik rajin cantik lagi. Dia sama seperti kamu belum mempunyai kekasih.”
“Oma.” Ucap Luky.
Dia tidak suka di jodohkan, walaupun dia mengakui kalau perawat tadi cantik. Tapi dia tetap belum memikirkan pernikahan.
Di ruang perawat.
Aneska sudah bergabung dengan teman seprofesinya. Ibu Susan selaku kepala perawat di bagian itu memberikan briefing kepada semua perawat yang masuk shift pagi. Setelah selesai briefing perawat mengambil posisinya masing-masing dengan mengecek para pasien di dalam ruang rawat inap.
Aneska, Tiara dan Aldo melakukan rutinitasnya dengan mengecek pasien dari tekanan darah, melihat botol infus sampai menanyakan keluhan yang di rasakan para pasien. Keluhan pasien akan di catat di buku dan akan diberitahukan kepada dokter setelah dokter visit.
Mereka berjalan beriringan kembali ke ruang perawat.
“Kamu dari mana saja tadi.” Tanya Tiara.
“Aku baru melihat oma Nely.”
“Oh.” Ucap Tiara singkat.
“Kamu tau tidak kalau oma Nely punya cucu gantengnya enggak ketulungan.” Ucap Aneska antusias.
“Udah tau.” Ucap Tiara.
Aneska melihat ke arah temannya sambil tetap berjalan.
“Kok kamu enggak bilang kalau oma punya cucu ganteng.” Tanya Anes.
“Ye, memang aku harus memberitahukan semuanya kepadamu.” Ucap Tiara sambil memonyongkan mulutnya.
“Ya enggak sih, tapi apa salahnya info ke teman, hehehe.” Ucap Anes.
Aneska teringat sesuatu tentang pesan yang di terimanya dari mbak Tami.
“Coba kalian lihat ini.” Aneska menunjukkan ponselnya yang berisi pesan dari mbak tami. Kedua temannya membaca isi pesan tersebut.
Jangan pernah mengirimkan pesan apapun kepadaku, aku dalam keadaan baik. Dan jangan pernah menghubungiku.
Kedua temannya Tiara dan Aldo saling pandang.
“Kok mbak Tami mengirim pesan seperti ini.” Ucap Tiara.
“Itulah yang aku pikirkan, apa sebenarnya yang terjadi dengan mbak Tami. Karena pesan ini bukan seperti darinya.” Ucap Aneska.
“Iya, mbak Tami selalu lemah lembut dan tidak pernah berkata kasar. Dari kalimat ini bukan seperti keluar dari mulutnya.” Timpal Aldo.
“Kenapa aku memikirkan hal-hal yang aneh ya.” Ucap Tiara.
“Sama, aku juga memikirkan hal yang sama. Sepertinya telah terjadi sesuatu dengan mbak Tami. Tapi apa?”
Kedua temannya mengangkat bahunya. Mereka juga tidak bisa menebak apa yang sedang terjadi dengan mbak Tami.
Waktunya dokter visit. Ada beberapa dokter yang visit ke ruang rawat inap. Dokter yang visit bukan hanya satu tapi ada beberapa dokter. Mereka mengunjungi pasiennya masing-masing. Dokter bisa visit lebih dari satu pasien. Tapi ada juga hanya dengan satu pasien.
Beberapa dokter visit ke ruang rawat inap di dampingi beberapa perawat. Dan ada salah satu dokter yang juga visit yaitu dokter Arif.
Dokter Arif adalah Dokter spesialis dan pagi itu dia datang ke ruang perawat.
"Pagi dokter." Sapa para perawat.
Dokter yang tidak muda lagi itu duduk di kursi yang sudah di sediakan para perawat. Sebelum visit dia mengecek beberapa file pasiennya.
Kemudian dokter Arif melakukan visit dengan Aneska dan Aldo. Hanya dua perawat yang mengikutinya. Ada beberapa pasien yang dikunjunginya dengan mengecek kondisi pasien dan memastikan pasien sudah bisa pulang atau belum. Salah satu pasien dokter Arif adalah oma Nely.
"Pagi." Sapa dokter
"Pagi dokter." Sapa oma Nely.
Dokter Arif mengecek kondisi pasiennya. Setelah memastikan kondisi pasiennya sudah sembuh. Dokter itu mengizinkan pasiennya untuk pulang.
"Ibu sudah sembuh jadi sudah bisa pulang. Tapi ingat jangan terlalu capek. Tiga hari lagi kontrol." Ucap dokter Arif sambil menulis di berkas pasien.
Oma Nely mempunyai penyakit asma. Dia sering masuk rumah sakit gara-gara asmanya kambuh.
"Terima kasih dokter." Ucap oma Nely dan Luky cucunya.
Setelah dokter Arif mengunjungi semua pasiennya. Beliau kembali ke ruang perawat dengan di dampingi Aneska dan Aldo.
"Selesai jam makan siang kamu datang ke ruangan saya." Ucap dokter Arif.
"Saya dok?" Ucap Aneska sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Iya kamu." Ucap dokter Arif.
Setelah dokter Arif keluar dari ruang perawat. Tiara dan Aldo langsung menghampiri temannya.
"Suit suit mau di lamar dokter Arif nih." Goda Tiara.
"Sok tau." Ucap Aneska.
"Kamu kalau di lamar mau enggak?" Goda Aldo juga.
"Maulah, hahaha." Ucap Aneska diiringi gelak tawanya.
"Gayanya sok jual mahal tapi nyatanya tidak nolak." Ejek Tiara.
"Siapa juga yang nolak kalau di lamar dokter Arif. Walaupun usianya sudah kepala tiga lebih tapi ganteng tau, mandiri lagi." Ucap Aneska.
"Heran deh, kenapa dokter Arif belum menikah padahal usianya sudah tidak muda lagi." Ucap Tiara.
"Karena calon istrinya ada di sini." Ucap Aneska.
"Heleh semua kamu mau, cucu oma mau, dokter Arif juga. Kamu itu memang tidak laku apa lagi obral sih." Ledek Tiara.
"Hahaha, aku bukan obral ya. Yang mana melamar akan aku terima." Ucap Aneska.
Bersambung.
“ **Like, komen dan vote yang banyak ya, terimakasih.”
Ig. anita_rachman83**
Bagi yang baru bergabung bisa baca karya author lainnya yang berjudul "Menikah Karena Ancaman"
🌷🌷🌷
Plagiarisme melanggar Undang-undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014
Setelah makan siang Aneska datang ke ruangan dokter Arif. Dia mengetuk pintu ruangan itu secara perlahan. Terdengar ada suara perintah dari dalam ruangan.
Aneskan membuka pintu ruangan secara perlahan sambil memasukkan sebagian kepalanya ke dalam ruangan itu.
"Masuk." Ucap dokter Arif yang sibuk dengan pekerjaannya. Dokter itu terlihat serius dengan terus menatap file di atas mejanya.
Aneska masih berdiri mematung. Dia mengagumi ciptaan Tuhan di depannya.
Oh Tuhan kalau seandainya aku jadi istrinya. Pasti aku akan menjadi wanita paling bahagia. Dan setiap hari pasti kami main dokter-dokteran.
"Aneska." Ucap dokter Arif menyadarkannya dari lamunan gilanya.
"Eh iya." Ucap Aneska gugup.
"Kamu melamun?"
"Iya dok, eh tidak." Aneska gugup. Ini adalah pertama kali dalam hidupnya harus satu ruangan dengan dokter ganteng itu.
"Duduk." Ucap dokter Arif.
Aneska menarik kursi lebih jauh dari meja kerja dokter Arif. Dia merasa gugup jika harus dekat-dekat dengan dokter ganteng itu.
"Jauh sekali kamu menarik kursinya." Tanya dokter Arif.
"Social distancing dok." Ucap Anes pelan.
"Ok ok." Dokter Arif paham.
"Hemmm bagaimana cara ngomongnya ya." Ucap dokter Arif terlihat ragu.
Kenapa dia terlihat ragu, apa mungkin dokter Arif mau melamarku. Oh Tuhan semoga ini bukan mimpi.
"Kenapa dok, anda seperti kurang yakin. Apa anda khawatir kalau saya menolak anda." Anes menutup mulutnya.
Busyet ini mulut lancip banget. Ingat Anes jangan obral.
Dokter Arif menatap tajam wajah gadis di depannya. Dia masih mondar-mandir diruangannya dengan berkacak pinggang.
"Maaf dok, sampai kapan anda mondar-mandir seperti itu. Saya melihatnya capek." Aneska kembali menutup mulutnya yang suka asal dalam berbicara.
Dokter Arif duduk kembali ke kursinya. Dia menghembuskan nafasnya sebelum berbicara kepada gadis di depannya.
"Saya melakukan ini bukan mau mengasingkan kamu, tapi." Dokter Arif berat untuk mengatakan kepada Aneska. Tapi dia harus melakukannya.
Gadis itu masih menunggu dengan harap-harap cemas.
"Apa kamu mau saya pindah tugas kan." Ucap dokter Arif.
"Pindah tugas? Apa penempatannya sama dengan mbak Tami." Tanya Aneska.
Dokter Arif tidak menjawab dia mencoba mengalihkan pembicaraan.
"Gaji yang di tawarkan empat kali lipat gaji di sini."
Di dalam pikirannya tempat baru ini pasti bareng temannya mbak Tami.
"Bagaimana." Tanya dokter Arif.
"Kalau boleh tau di rumah sakit apa saya bekerja dan siapa yang akan saya rawat." Tanya Aneska.
"Maaf untuk hal itu saya tidak bisa memberitahukan kepada kamu."
"Kok seperti itu dok. Bukannya kalau pindah tugas harus ada surat pindahnya. Dan nama rumah sakitnya. Tapi kenapa dokter seperti menutupi." Ucap Aneska berani.
"Baik menurut saya kamu menolak tawaran ini. Dan tawaran ini akan saya berikan ke perawat lain." Ucap dokter Arif tegas.
Aneska menimbang-nimbang tawaran yang di berikan kepadanya.
"Dok, bisa beri saya waktu satu hari untuk berpikir."
"Baiklah, saya beri kamu waktu satu hari."
Aneska keluar dari ruangan itu dengan pikiran yang bingung. Dia kembali ke ruang perawat, di mana ada temannya Tiara dan Aldo.
"Bagaimana? Apa kamu jadi di lamar dokter Arif." Tanya Tiara.
"Mana ada, aku itu bukan di lamar tapi mau di pindah tugaskan sama dia." Gerutu Anes.
"Wah bagus dong, kamu bisa kaya mendadak. Gajinya sama kan sama mbak Tami." Tebak Tiara.
"Iya sama."
"Ya udah terima saja. Kalau aku jadi dirimu langsung ku terima tawaran itu."
"Tapi menurutku lebih baik kamu pikirkan dulu. Kamu masih ragu kan." Tanya Aldo.
Aneska menganggukkan kepalanya.
"Ya sudah pikirkan dulu matang-matang, jangan terpengaruh dengan ucapan kami." Ucap Aldo.
Aneska setuju, dia harus memikirkan tawaran itu dengan matang agar tidak menyesal nantinya.
Sore hari waktunya para perawat shift pagi pulang. Aneska jalan beriringan dengan Tiara menuju mes mereka.
"Kenapa kamu terlihat murung." Tanya Tiara.
"Kenapa dokter Arif mau memindahkan ku. Apa dia tidak suka aku bekerja di rumah sakit itu." Ucap Aneska murung.
"Kamu orangnya perasa banget sih. Belum tentu yang kamu pikirkan itu benar. Bisa jadi memang ini rezekimu." Ucap Tiara.
"Mungkin juga, tapi tadi pada saat di ruangan, dokter Arif terlihat bingung. Dia mau mengatakan tentang pemindahan tugas, ini saja harus drama dengan mondar-mandir di ruangan. Ayo coba kamu tebak kenapa dia harus mondar-mandir seperti itu. Padahal tinggal bilang saja kamu saya pindahkan ke tempat lain." Gerutu Aneska.
"Mungkin dia tidak mau melepaskanmu. Secara kamu perawat tercantik di rumah sakit ini." Puji Tiara.
"Makasih tapi aku enggak punya uang receh."
"Uang besar juga boleh." Ucap Tiara.
"Matre lo." Ejek Aneska.
Mereka sudah sampai mes dan berpisah ke blok masing-masing.
Di dalam kamarnya dia langsung membersihkan tubuhnya yang lengket karena seharian penuh sudah bekerja.
Setelah selesai mandi dia memikirkan tentang tawaran dari dokter Arif.
"Sebaiknya tidak aku terima, karena seingatku dokter Arif tidak mengatakan detail dan malah seperti menghindar." Gumam Aneska.
Dia mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi keluarganya.
"Halo ibu, bagaimana kabar ibu dan bapak di sana." Tanya Aneska.
"Alhamdulillah sehat nak, kamu sehat? Jangan menunda makan ya. Jangan makan mie instan." Ucap ibunya menasehati.
"Iya ibu sayang. Bapak mana?"
"Bapak masih kerja." Jawab ibunya.
"Bapak kerja apa sekarang bu?"
"Biasalah serabutan yang penting cukup untuk makan." Ucap ibunya.
"Bu, hutang kita di bank berapa juta lagi." Tanya Aneska.
"Kalau ibu enggak salah dengar lima puluh juta lagi." Ucap ibunya.
POV Aneska
Aneska Afia Mirza anak pertama dari dua bersaudara. Adiknya bernama Chandani Cyra Mirza. Bapaknya bernama Mirza dan ibunya bernama Desi.
Aneska harus menerima kenyataan pahit kalau bapaknya kena phk. Dan pada saat itu dia masih melanjutkan pendidikan akademi keperawatan di ibu kota. Ketika bapaknya di phk dia memutuskan untuk menghentikan pendidikannya. Karena dia tau sangat berat biaya pendidikan. Dan menurutnya lebih baik dia bekerja agar bisa membantu ekonomi keluarga.Tapi bapaknya melarangnya untuk berhenti kuliah dengan alasan kalau masa pendidikannya sebentar lagi selesai. Dan hanya dia yang bisa di harapkan kelak.
Dengan keputusan yang sangat berat. Bapaknya menggadaikan sertifikat rumah ke bank. Dan uang dari pinjaman itu di gunakan untuk membiayai pendidikan Aneska sampai selesai. Dan sisanya untuk kebutuhan hidup.
Dan setelah Aneska mulai bekerja sebagai perawat dia yang membayar uang pinjaman itu ke bank. Karena hanya dia yang bisa di harapkan. Dengan gaji lima juta dia kirimkan empat juta untuk keluarganya dan sisanya untuk biaya hidupnya selama sebulan.
Aneska tidak pernah mengatakan kesusahannya kepada kedua orang tuanya. Dengan uang satu juta sebulan tidak akan cukup untuk membiayai kehidupannya di ibu kota. Jadi dia mengakali pagi dengan sarapan sereal, malam mie instan. Dan siang dia bisa makan sepuasnya di kantin rumah sakit. Karena itu merupakan fasilitas dari rumah sakit untuk tim medis.
"Ya sudah bu, salam sama Cyra dan bapak. Nanti aku ada rezeki akan aku lunasi semuanya." Ucap Aneska kemudian panggilan terputus.
Aneska memandang langit-langit kamarnya. Ada rasa bosan harus berkurung di kamar terus. Ketika libur kerja temannya sering mengajaknya pergi ke mall. Tapi dia selalu menolak dengan alasan capek. Memang dia capek. Tapi tidak di pungkiri ketika kaum hawa ke mall rasa capek itu pasti hilang.
Untuk menghemat uang dia harus makan seirit-iritnya. Bahkan lebih sering dia makan mie instan di bandingkan makan nasi. Dan syukurnya dia tetap sehat. Mungkin doa kedua orang tuanya yang membuatnya tetap sehat.
"Apa aku terima tawaran itu? Kalau aku terima setidaknya selama tiga bulan hutang keluargaku lunas dan aku bisa keluar dari situ. Tapi bagaimana kalau aku harus merawat pria genit. Atau orang gila." Gumam Aneska.
"Setidaknya aku bisa bertemu dengan mbak Tami."
Bersambung.
“ Like, komen dan vote yang banyak ya, terimakasih.”
Ig. anita_rachman83
Bagi yang baru bergabung bisa baca karya author lainnya yang berjudul "Menikah Karena Ancaman"
🌷🌷🌷
Plagiarisme melanggar Undang-undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!